"Kau hanya perlu sedikit berusaha lagi. Mereka pasti akan menyukaimu." [Mariam]
_____
"Hai kamu, yang bawa boneka!"
Mendengar suara ganjil yang berasal dari belakang, dengan cepat Ray dan David membalikkan badan dan melihat siapa orang ganjil itu.
Seorang siswi berdiri di belakang keduanya dengan tatapan mengejek berhasil membuat Ray geram. Ray memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah. Lebih baik dari pada Vibi Kudanil di kelasnya.
Rambut panjang hitam yang diuraikan, make up natural, serta postur tubuh yang terbilang ideal. Tapi satu yang sangat mencolok adalah gadis itu menggunakan tas berwarna pink dengan gambar kuda pony di depannya.
"Ppfftttt!"
Ray berusaha mati-matian menahan tawanya sehingga Ray terpaksa berhenti setelah mendapatkan tatapan tajam dari pemiliknya.
"Apa yang lucu?" tanyanya.
"Engak, lupakan." balas Ray dengan santai.
Gadis itu berjalan lebih mendekat ke arah Ray, semakin mendekat sehingga tidak ada jarak di antara mereka. Setelah itu, dia berjinjit menyamakan tinggi tubuhnya dengan tubuh Ray.
Pandangan keduanya bertemu. Kalau gadis itu menatapnya dengan tatapan berbinar, lain halnya dengan Ray. Ray membalas tatapannya dingin, tidak bersahabat.
"Masih ingat aku?" tanyanya.
Merasa kesal, Ray menyodorkan creepy dollnya di depan wajah si gadis sehingga membuatnya terkejut dan jatuh terduduk.
"Aww." ringisnya.
David dengan cepat membantu gadis itu berdiri sedangkan Ray tak mempedulikannya dan lebih memilih untuk meninggalkannya.
"Kejam banget sih." gerutunya.
"Memangnya kenapa? Ada perlu apa?" tanya Ray tak senang.
Bukannya berhenti, gadis itu melakukan hal yang sama tapi kali ini dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Sesuatu yang membuat Ray merasa tak peduli sama sekali.
"Masih ingat ini?"
Ray membulatkan kedua bola matanya, dompet berwarna pink. Iya, Ray masih ingat. Baru saja Ray ingin meraihnya, dompet pink itu sudah ditarik si pemiliknya.
"Bagaimana? Masih ingat?" tanyanya.
Ray menganggukkan kepalanya, "Iya, kamu Vara kan?" tanya Ray yang membuat gadis yang dipanggil Vara itu bersorak meloncat kegirangan.
"Ternyata kamu masih ingat sama aku!" ujarnya sembari memeluk erat leher Ray.
"Hei apa yang kau lakukan? Lepaskan aku."
Ray berusaha melepaskan pelukan Vara yang melingkar erat dilehernya membuatnya terpaksa melepaskan pelukannya. Sedangkan David menahan senyumnya.
"Aku duluan ya."
David pergi meninggalkan keduanya membuat Ray ingin ikut mengejarnya tapi Vara sudah terlebih dahulu menahan ransel tasnya.
"Eh mau kemana?" tanya Vara.
"Ya mau pulanglah. Lepasin, David udah pergi dulu."
"Memangnya kenapa? Takut pulang sendiri?" tanya Vara dengan nada mengejek.
Mendengar Vara mengejeknya membuat Ray merasa tidak senang dan melepaskan tangan Vara dari tas ranselnya.
"Siapa bilang aku takut." elak Ray berusaha bersikap tenang.
Vara melipat kedua tangannya didada menatap remeh ke arah Ray, "Kamu bisa pulang nanti, sekarang ayo ikut bersamaku."
"Mau kemana?" tanya Ray saat Vara menarik tangannya.
"Ikut aja."
Ray pasrah saja membiarkan Vara menarik tangannya. Entah kemana anak itu akan membawanya.
*******
Diruangan yang megah dengan cat putih dipadukan dengan warna emas memberikan kesan elegan dan mewah kepada pemiliknya.
Seorang pria berdiri di depan balkon di belakang meja kerjanya, melihat pemandangan kota dari atas bukit.
Pandangannya jatuh kepada satu bangunan, bangunan dimana anaknya yang sangat susah diatur berada.
Tiba-tiba terdengar pintu terbuka dan terdengar langkah sepatu hells yang menggema di dalam ruangan.
Pria itu berbalik, melihat siapa yang datang. Sorot matanya yang tajam membuat lawan menghentikan langkahnya.
Bryan, menatap tajam ke arah Mariam membuat Mariam kesusahan meneguk salivanya.
"Ada apa Tuan Bryan memanggilku kemari?" tanya Bryan.
Bryan berjalan duduk di atas kursi kebesarannya, "Aku hanya khawatir kepada Ray saja."
Mariam tak mengerti. Mariam berusaha menyimak apa yang dikatakan Bryan tapi rasanya nihil. Ucapan pria di depannya sangat ambigu. Kalau sedang khawatir atau rindu kepada Ray kenapa tidak bertemu dengan Ray saja.
"Tapi, kenapa Tuan Bryan memanggil saya kalau Tuan sangat mengkhawatirkan Tuan muda?" tanya Mariam.
"Kau tau, diluar sana banyak yang menginginkan kehancuranku. Aku berusaha semaksimal mungkin untuk mengalahkan mereka tapi sekarang aku sadar, umurku sudah tidak muda lagi."
Mariam tetap tenang, menunggu lanjutan ucapan Bryan dengan sabar.
"Kau tau, selain Roy aku juga sangat menyayangi Ray tapi aku tidak pandai mengekspresikan itu. Nisa dan Wilda sangat membenci Ray. Aku tau, Ray sangat menyukaimu bahkan dia juga sudah menganggapmu sebagai Ibunya."
Mendengar kalimat terakhir Bryan membuat Mariam terkejut. Mariam tidak menyangka itu akan terjadi. Yang Mariam tau, Ray selalu mengacuhkannya. Berbicara hanya sesuatu yang penting saja. Bercanda pun sangat tidak asik dengan dirinya yang kaku.
Mariam berusaha mengontrol ekspresi terkejutnya, "Saya tau itu Tuan, dan saya -"
"Aku tidak ingin dia salah memilih."
Tubuh Mariam seketika menegang. Mariam berusaha mengontrol semuanya tapi rasanya tatapan tajam Bryan mengalahkan semuanya.
"Apa maksud Anda, Tuan?" tanya Mariam memberanikan diri.
"Tidak ada. Kau begitu baik dan peduli kepada Ray dan hampir saja peranku sebagai Ayah hilang dari ingatan Ray."
Mariam merasa tersinggung dengan apa yang dikatakan Bryan seolah-olah mengatakan kalau dalang dari semua itu berasal dari dirinya.
Dengan tegas, Mariam berusaha membela diri. "Maaf Tuan. Anda menyakiti perasaan saya. Anda berkata seperti itu seolah-olah saya sudah mencuci otak anak Anda. Asal Anda tau Tuan, saya sampai kenyang melihat penderitaan yang dialami anak Anda. Dia selalu menangis sepanjang malam karena Anda dan sekarang Anda mengatakan kalau saya menjauhi Anda dari anak Anda?" ujar Mariam nyaris berteriak.
Mariam mengatupkan kedua tangannya memohon kepada Bryan, "Saya tidak terima diperlakukan seperti ini Tuan. Saya sudah 10 tahun lamanya bersama Tuan muda dan saya yang selalu menemani kesehariannya. Saya ingin Anda menarik ucapan Anda sekarang!"
Tidak ada jawaban, hanya tatapan dingin nan menusuk yang didapatkan Mariam.
Malihat hal itu, Mariam menjatuhkan kedua tangannya dan menganggukkan kepalanya lemah.
"Kalau begitu saya permisi, Tuan." pamit Mariam.
Mariam berjalan meninggalkan Bryan dengan langkah gontai. Merasakan lututnya yang terasa lemas.
"Maaf kalau ucapanku menyakitimu."
Mariam berhenti mendengar ucapan permintaan maaf dari Bryan tapi Mariam berusaha untuk tidak membalikkan tubuhnya. Rasanya sangat malas melihat wajah si tua Bryan itu.
"Aku harap kau bisa menjaga anakku dengan baik. Jadilah peran yang selama ini dia impikan karena peran itu jatuh kepadamu, dia yang memilihnya."
Mariam tersenyum menganggukkan kepala, "Tenang saja Tuan, saya akan menjaga Tuan muda."
Mariam melangkah, tapi kali ini langkahnya berhenti dan sangat berat setelah mendengar ucapan Bryan yang terasa seperti ancaman baginya.
"Aku tidak ingin Rey keluar saat ada sesuatu yang tidak beres menurutnya."
*******
Sejenak Ray melupakan David, si teman culunnya.
Malam ini Ray pergi ke pasar malam bersama Vara. Awalnya Ray menolak mengira Vara akan menjebaknya atau menculiknya tapi siapa sangka sekarang Ray ketagihan.
Mata Ray berbinar kagum. Ini pertama kali pergi ke tempat seramai ini. Ada banyak lampu berwarna warni, permainan aneh dan seru, makanan enak, pertunjukkan, dan hadiah lainnya.
Melihat Ray yang terkagum-kagum membuat Vara menahan tawanya, "Bagaimana? Sudah ku bilang bukan. Kau akan menyukainya." ujar Vara.
Ray menganggukkan kepalanya dengan semangat, "Kau benar. Ini sangat menyenangkan!"
"Mau coba itu?" tanya Vara.
"Ayo."
Tanpa henti Ray dan Vara mencoba permainan yang tersedia di pasar malam mulai dari Komidi Putar, Roller Coaster, dan Kora-kora. Bahkan saat mereka memasuki rumah hantu yang paling seram adalah creepy doll milik Ray karena beberapa hantu disana terkejut melihatnya membuat Ray dan Vara tertawa terbahak-bahak.
"Aku sangat lelah." rengek Ray.
"Kalau begitu ayo kita beli minuman dulu."
Setelah mengantri panjang minuman, akhirnya Ray dan Vara dapat mengistirahatkan tubuhnya. Rasanya sangat melelahkan tapi tak bisa dipungkiri bahwa Ray sangat menikmati ini.
"Apa ini pertama kalinya kau pergi ke sini?" tanya Vara.
Ray hanya bisa menganggukkan kepalanya sembari tetap fokus meminum minumannya.
"Apa orang tuamu tidak marah kalau kau pergi tanpa meminta izin dulu?" tanya Vara merasa bersalah.
"Tidak, mereka tidak akan marah." balas Ray.
Vara hanya bisa mengangguk saja sembari mengedarkan pandangannya ke arah lain. Tapi entah kenapa, Vara lebih tertarik melihat Ray. Rasanya Ray seperti anak yang baru dilahirkan.
"Ngomong-ngomong kau sekolah dimana?" tanya Ray menatap Vara.
Vara menjadi salah tingkah, dengan cepat Vara menjauhkan wajahnya dan menatap ke arah lain karena terciduk melihat Ray.
"Ya, kita kan satu sekolah. Kalau tidak mana mungkin kita bisa bertemu." jawab Vara gelagapan.
"Aku engak nyangka kita ketemu lagi." ujar Ray sembari tersenyum hangat.
Mendapatkan senyuman dari Ray membuat Vara semakin salah tingkah. Pasalnya mereka duduk sangat dekat dan tubuh Ray yang tinggi otomatis akan menundukkan wajahnya agar bisa melihat wajah Vara apa lagi di pasar malam sangat berisik membuar Ray harus mendekatkan wajahnya agar Vara bisa mendengar ucapannya.
Saking terpananya, Vara sampai tidak sadar ada dua orang yang sedari tadi berdiri di belakangnya dan...
"Duarr!"
Vara terkejut setengah mati sedangkan Ray tidak karena Ray sudah sedari tadi tau keberadaan mereka tapi karena merasa tidak kenal Ray tidak ingin menegurnya.
"Ahaha."
Vara mengusap dadanya dan melihat pelaku yang berhasil membuatnya sport jantung, "Dasar ya kalian!" geram Vara.
"Cieee lagi pacaran."
"Apa? Tidak!" balas Vara.
Kedua orang itu mendekat. Ray memperhatikan mereka, wajah mereka sama. Seingat Ray, Mariam pernah menjelaskan. Orang yang memiliki wajah dan postur tubuh yang sama dinamakan kembar.
"Eh ada Ray ternyata disini." ujar salah satu dari mereka.
"Iya, kenapa kalian bisa bersama?"
"Kalian kenal?" tanya Vara.
Si kembar menganggukkan kepalanya, "Tentu saja karena kami satu kelas. Benar kan Ray?"
Ray menggelengkan kepalanya, "Aku tidak ingat." jawabnya polos.
Vara tertawa mendengar jawaban Ray membuat Ray bingung, ada yang salah dari ucapannya.
"Ya ampun Ray, kamu itu ahaha." Vara terus tertawa tanpa henti membuat Ray semakin bingung.
"Biar aku perkenalkan. Ini namanya Kay." tunjuk Vara kepada anak yang rambutnya berantakan. "Dan ini Key."
Ray menganggukkan kepalanya tanda mengerti, "Namaku Ray, dan ini Rey." tunjuk Ray ke arah creepy dollnya.
Kay dan Key saling pandang, bingung. Sedangkan Vara berusaha untuk mencairkan suasana.
"Oh iya, kalian kenapa kesini?" tanya Vara.
Kay dan Key serempak menoleh ke arah Vara, "Ya mau mainlah, memangnya mau ngapain." jawab Kay kesal.
"Ray, kamu mau naik bianglala?" tanya Vara.
Mendengar nama aneh tentu saja Ray merasa tertarik dan menganggukkan kepalanya dengan semangat, "Mau."
Dengan cepat Vara menarik tangan Ray membawanya menuju wahana bianglala. Tak ingin Kay dan Key ikut bersama mereka.
Sesampainya disana, Ray lagi-lagi dibuat takjub dengan permainan wahana yang sangat tinggi sampai-sampai Ray harus mendongak untuk melihat keatas.
"Ini nanti kita engak jatuhkan?" tanya Ray dengan khawatir.
"Ya engaklah, kamu tenang aja. Ini seru kok."
"Aku akan mengantarmu pulang. Kalau kau pulang sendiri itu tidak baik karena kau anak gadis, nanti kau diculik. Ini sudah malam." [Ray R. R.]______Wahana bianglala memutar menampilkan pemandangan kota malam dari atas membuat Ray semakin kagum.Melihat hal itu membuat Vara menahan senyumnya, melihat ekspresi Ray sangat menggemaskan."Ray." panggil Vara."Hm."Ray saat ini masih fokus melihat ke arah luar jendela tak memperhatikan Vara yang sedari tadi melihatnya."Leher kamu engak sakit kalau -""Apa?" tanya Ray.Ray membalikkan tubuhnya menghadap tubuh Vara sehingga lagi dan lagi keduanya berhadapan. Ray merasa suara Vara terlalu kecil, karena itu dia berbalik.Sedangkan Vara merasa meleleh sebentar lagi. Suasana romantis seperti dinovel yang sering dia bac
"Kalau berani jangan main keroyokan." [Kay]______"Manis sekali? Umur berapa kamu dek?""Ahaha!"Mereka tertawa terbahak-bahak sembari memainkan rambut lebat Ray tapi dibalas Ray dengan wajah datarnya."Kenapa dek? Marah ya?""Jangan marah ya nanti maminya datang."Mereka semakin menjadi mengejek Ray membuat Ray merasa risih. Rasa cemas dan takutnya sekarang sudah sedikit berkurang akibat rasa bangganya yang terus mendarah daging dari kemarin.Salah satu dari mereka hendak mengambil paksa creepy doll Ray kalau saja tidak ditahan oleh Key.Kay dan Key datang mendorong beberapa siswa agar menjauhi Ray, "Kalau berani jangan main keroyokan." ujar Kay."Anak mami itu kalian, buktinya berani sama satu orang. Cih." ejek Key."Kenapa ini? Aku keting
"Karena aku merasa tidak ada urusan ya aku makan saja." [Ray R. R.]______"RAY!"Ray yang sedang makan es krim ditemani Vara tersedak sampai membuatnya terbatuk-batuk dan mengeluarkan air mata. Vara membantu Ray dengan memijat tengkuk lehernya.Kay, Key dan Randa datang menghampiri Ray yang sedang duduk di kursi taman dengan wajah garangnya.Terlihat wajah mereka babak belur, tidak sepenuhnya hanya saja dihiasi dengan plester luka bergambar anak ayam membuat Ray dan Vara sontak tertawa terbahak-bahak."Apa yang lucu hah?" tanya Randa dengan geram."Wajah kalian....ada...anak ayam ahaha." tawa Vara sembari memegangi perutnya yang terasa kram.Vara mereka lupakan, fokus utama mereka adalah Ray dan lihatlah anak itu dia malah tertawa seperti orang yang tidak memiliki beban saja dan itu sukses m
"Tidak usah dipikirkan. Apa yang kau lakukan itu sudah benar." [Rey R. R.]______Hari ini Ray berencana untuk tidur seharian karena merasa mengantuk dan lelah akibat pesta kecil-kecilannya bersama teman-temannya tadi malam.Tapi semua itu hanyalah rencana saja karena tidak akan terjadi sama sekali. Bryan memaksanya untuk pergi membawanya bertemu dengan Ibunya, Nisa dan Wilda.Mendengar hal itu tentu saja dengan cepat Ray menolaknya mentah-mentah. Ray tak ingin menjadi bahan cacian lagi.Bryan mengusap wajahnya frustasi karena seperti apa pun bujukan yang diberikannya tetap saja Ray bersikeras dengan pilihannya, tidak mau bertemu dengan Ibu dan Neneknya."Ray, kau harus pergi. Nenekmu sedang sakit dan temani Ibumu." bujuk Bryan.Ray membuang wajahnya dengan tangan yang masih setia menyuapi makanan di dalam mu
"Aku memiliki teman yang jago membuat gombalan." [Ray R. R.]_____Ray tau, dirinya sudah berlari keluar garis batas yang sudah ditentukan tapi dirinya tak ingin berlama diam disana atau dirinya akan hancur dan Rey bisa keluar.Ray terus berlari tak mempedulikan sahutan klakson yang memekakkan telinga. Air matanya tak berhenti mengalir membasahi kedua pipinya.Karena lelah berlari, Ray mendudukkan bokongnya di halte bus yang sudah sepi. Tentu saja sekarang sudah larut malam, waktunya untuk tidur tapi tidak untuk Ray, bahkan matanya tidak mengantuk sama sekali.Ray memeluk creepy dollnya dengan erat, menahan sakit yang teramat dalam dihatinya. Sungguh kalau boleh jujur, Ray tidak kuat untuk menahannya. Ray hanya ingin tidur dan tenang, tidak ada permasalahan rumit yang hadir.Ray terus menangis, menangis sejadi-jadinya. Meluap
"Dasar tidak peka!" [Elvara Viandra]_____Tanpa sepengetahuan mereka, Mariam sedari tadi memperhatikan interaksi antara Ray dan Vara. Ray seperti biasa tidak ada perlakuan manis tapi sebaliknya untuk Vara, Mariam yakin Vara sudah jatuh hati kepada Ray.Mariam menahan tawanya, Tuan mudanya sangat tidak peka. Ray tidak menyadari tatapan kagum yang selalu bersinar berada di sebelahnya.Ray melirik ke arah Randa yang lagi-lagi menatap Mariam membuat Ray bersungut kesal. Ray rasanya ingin mencongkel mata jelalatan itu dan mensucikannya."Kenapa kau terus memperhatikan Mariam?" tanya Ray tidak senang.Randa hanya cengir kuda dan hal itu membuat Ray semakin kesal dibuatnya. Memang benar-benar harus diberi pelajaran."Tante Mariam." panggil Randa yang membuat Mariam menoleh ke arahnya."Kalau tante
"Salah satu hobyku adalah menjahili Mariam." [Ray R. R.]______Seminggu sudah berlalu semenjak kejadian Ray pergi mengunjungi Ibunya dan sudah seminggu itu pula lah Ray tidak melihat batang hidung Bryan.Entah dimana pria tua itu, Ray tidak mempedulikannya karena Ray sudah terbiasa dengan ketidakhadirannya di rumah.Malam ini adalah malam minggu, malam dimana Ray sendirian di manshion keluarga Robertson. Mariam tidak menemaninya katanya ada urusan penting. Entah urusan penting macam apa itu yang pastinya sedikit membuat Ray merasa tertarik.Mariam menyarankan untuk mengundang teman-teman Ray datang guna untuk menemani Ray agar tidak kesepian tapi Ray menolaknya. Jujur saja, Ray tidak ingin rumahnya ribut karena Kay dan Randa.Ray berbaring di atas king size miliknya. Setelah makan malam dan mengerjakan semua tugasnya sampai
"Ayo bermain!" [Rey R. R.] ______ Dua pria berjas hitam itu terus berdiri setia menjaga pintu ruangan Berlian Dream Diamond disimpan. Mereka ditugaskan untuk menjaganya dan hanya membiarkan Mariam dan Gery yang dapat memasuki ruangan tersebut. "Bicara soal Berlian, tidak aku sangka Berlian mendiang Nyonya Aries sangat indah." ujar salah satu dari mereka. Pria berjas hitam dengan tahi lalat di pipinya menoleh kesamping merasa tertarik dengan apa yang dikatakan rekan kerjanya itu. "Iya, kau benar. Berlian mendiang Nyonya Aries memang indah." balasnya. "Aku mendengar rumor yang katanya mendiang Tuan Ruddy memberi Berlian itu kepada mendiang Nyonya Aries atas tanda tulus cintanya." "Iya, kau benar. Aku pernah mendengar rumor itu beredar. Tapi, kenapa Tuan Bryan menjualnya ya?" tanyanya.
"Tolong, aku tidak ingin menjadi boneka pertunjukanmu." [Ray R. R.]_______Ray memasang wajah datarnya merasa bosan dengan keempat pria di depannya. Penampilannya tentu saja menyeramkan layaknya preman tapi mereka terus berdebat layaknya anak kecil.Dilihatnya creepy dollnya yang masih duduk manis di atas tanah dekat tepi danau. Ray menganggukkan kepalanya membiarkan jiwa jahatnya beraksi malam ini.Saat keempat pria yang masih asik berdebat itu seketika berhenti berdebat saat manik mata mereka tak sengaja melihat bayangan serta perubahan yang terjadi kepada boneka yang sangat aneh menurut mereka.Creepy doll milik Ray bergerak perlahan dan mulai membesar dengan gerakan patah-patah serta wujud yang semakin menyeramkan.Sontak keempat pria itu menjerit ketakutan dan berlari terbirit-birit sembari berteriak meminta pertolongan.Sedan
"Untuk apa aku takut? Bahkan saat seluruh dunia membenciku sekali pun, aku tetap tidak akan peduli." [Ray R. R.]_________Hari sudah mulai gelap, tapi tak membuat Vara berhenti untuk berpikir. Kakinya yang mulai penat karena sedari tadi mondar mandir seperti setrika pun tak dihiraukannya.Saat ini yang sedang Vara pikirkan adalah Ray. Hei tentu saja. Sebagai seorang kekasih, tentu saja Vara merasa sangat khawatir apa lagi pagi tadi Vara menamparnya. Vara yakin, Ray pasti sangat marah kepadanya padahal Ray hanya bermaksud untuk menciumnya saja.Itu sesuatu yang sering terjadi kepada sepasang kekasih bukan? Tapi masalahnya yang sedang Vara pikirkan adalah Ray sangat keterlaluan. Saat Vara sudah menerima ciuman kasarnya, Ray malah meremas salah satu gundukan kembarnya dan hal itulah yang membuat Vara marah. Jadi Vara tidak bersalah bukan?Ah entahlah. Vara meremas ram
"Dasar kau ini. Aku hanya bercanda, kenapa kau marah sekali? Ini bukan dirimu." [Rey R. R.]_______"Kau harus berhati-hati Ray. Jangan sampai dia membuka ponselmu dan menemukan percakapanmu dengan Mios." Ujar Rey.Seketika wajah Ray menjadi dingin setelah mendengar apa yang Rey katakan, "Dia tidak akan bisa membuka ponselku. Kalau pun bisa, aku tidak akan melepaskannya."Mendengar apa yang Ray katakan membuat senyuman Rey terukir lebar seketika. Melihat senyuman lebar Rey membuat Ray ikut tersenyum dengan lebar."Ada apa dengan senyumanmu itu? Apa kau merencanakan sesuatu?" Tanya Ray.Yang ditanya hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Melihat Rey yang tertawa, Ray sudah bisa menduga kalau jiwa jahatnya itu memiliki rencana jahat. Oleh karena itu Ray harus berhati-hati kedepannya."Jangan seperti itu Ray. Aku tidak merencanakan rencana
"Jangan melihatku seperti itu. Kalau kau ingin tertawa, silahkan." [Ray R. R.]______Dan saat itu juga...Vara terbangun dari tidurnya dan langsung terduduk. Napasnya tak beraturan seperti orang sehabis lari marathon.Wajahnya terlihat sangat pucat dengan peluh yang membanjiri wajahnya yang putih. Vara masih terdiam, berusaha untuk mencerna apa yang terjadi barusan.Sinar mentari yang sangat menyilaukan pun tak mampu membuat Vara tersadar bahwa saat ini sudah pagi.Dengan terburu-buru Vara menyentuh tangannya dan memeriksanya dengan teliti. Tak hanya itu saja, Vara bahkan menyentuh wajah dan anggota tubuhnya yang lainnya. Ternyata masih utuh, batinnya.Perlahan Vara menyentuh dadanya yang jantungnya tak berhenti berdegum kencang. Kesadaran Vara belum pulih sepenuhnya, karena itulah Vara masih terdiam membisu.Vara
"Ternyata benar. Aku hanya menjadi mainan mereka sedari awal." [Ray R. R.]_______Dan disaat itulah Vara kembali tersadar dan yakin dengan pendengarannya, karena setelah melumat bibirnya Ray kembali menyatakan perasaannya."I love you, Vara."Vara masih membeku, berusaha mencerna apa yang dikatakan Ray tadi. Perlahan senyuman terukir di bibirnya yang bengkak membuat Ray yakin kalau Vara menerimanya.Dan benar tebakan Ray, Vara akhirnya mencium Ray kembali dan kali ini Vara yang memulainya terlebih dahulu.Ciuman yang diberikan Vara adalah sebagai jawaban kalau Vara menerima untuk menjadi kekasih Ray.Pangutan keduanya lepas, Ray menatap Vara dengan tatapan sayu. Perlahan Vara memajukan wajahnya sembari berbisik, "I love you too, Ray."***
Hallo pembaca setia Ray. Selamat pagi, siang, sore, malam, kapan pun kalian baca ini lah:v Maaf ya author lama update sampai ada yang nanya-nanya lagi, "Kak up nya kapan?", " Kak jangan lama-lama dong.", "Kak langsung double up ya." Hehe maaf ya, nilai author ada yang kosong jadi harus author perbaiki dulu eakkk ya kan, namanya juga author masih pelajar, agak ribet. Tapi kalau semuanya udah kelar, author bakalan rajin update kok. Author bakalan kasi ending terindah untuk kalian, jadi tenang aja. Author ngk bakalan ngegantungin cerita tapi untuk sekarang bersabar aja ya. Tetap tungguin kelanjutan perjalanan Ray ya, jangan sampai ketinggalan:)) By Dedek Chanā„
"Jangan seperti itu lagi. Apa kau tau? Kau membuatku sedih." [Elvara Viandra]________Sedangkan Vara hanya bisa tersenyum malu-malu dan menundukkan kepalanya karena merasa kedua pipinya terasa panas."Ayo kita makan, aku sudah lapar. Aku juga tidak sabar ingin mencicipi masakan calon menantuku." Ujar Bryan memecah keheningan.Setelah selesai makan, Ray mengantar Vara pulang kembali ke kostannya. Hanya keheningan yang menyelimuti keduanya di dalam mobil sampailah saat Vara turun, Vara masih engan untuk mengucapkan terima kasih kepada Ray."Sampai jumpa." Ujar Ray.Vara mendonggakkan kepalanya. Vara dapat melihat semburat rona merah di kedua pipi Ray membuat Vara tersenyum. "Terima kasih. Maaf sudah merepotkanmu." Balas Vara."Seharusnya aku yang mengatakan itu."Setelah mengatakannya, Ray menjalankan mobilnya pergi meninggalkan Vara yang masih bingung, tidak mengerti dengan apa yang Ray katakan.
"Lihatlah, aku malah berharap. Apa dia senang membuatku seperti itu?" [Elvara Viandra]______Vara mengernyitkan dahinya bingung, "Aku harus pulang, ini sudah malam Ray. Kalau aku tidak pulang, aku harus tidur dimana?" Tanya Vara."Tidurlah bersamaku.""Apa?!"Kedua mata Vara terbelalak tak percaya setelah mendengar apa yang Ray katakan. Dan yang lebih parahnya lagi, Ray mengatakannya dengan wajah tak berdosanya."Tidak! Kenapa aku harus tidur denganmu? Aku bisa pulang sendiri, kau tidak perlu khawatir." Tolak Vara.Ray meremas sedikit pergelangan tangan Vara membuat empunya meringis kesakitan. "Jangan salah faham. Ini sudah larut, tidak ada taksi yang lewat. Sopirku sedang cuti, aku juga tidak bisa mengantarmu. Dan sekarang Ayahku pasti sudah tidur. Lebih baik kau tidur di sini saja."Vara terdiam, berusaha menyima
"Jangan mendengar apa yang orang lain katakan padamu Ray. Ketahuilah, mereka hanya iri kepadamu." [Rey R. R.] ________ Rey berdiri disana, di air kolam yang memantulkan sinar bulan. Tersenyum hangat ke arahnya serta lambaian tangan menyapanya. Ray terpaku melihat Rey yang berdiri sembari tersenyum ke arahnya. "Hai Ray, apa kau merindukanku?" Tanya Rey. Perlahan Ray menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang berubah menjadi sendu. Sendu yang mengisyaratkan kalau dirinya sedih karena berpisah dari Rey. Rey hanya tersenyum melihat respon yang diberikan Ray. "Aku tau apa yang terjadi belakangan ini. Kau pasti sangat lelah." Lagi dan lagi Ray hanya bisa menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang Rey katakan. "Kemana saja kau selama ini? Apa kau tau? Aku sangat kesepian. Aku merasa seperti menjadi orang yang bodoh dan tak berdaya tanpamu." L