"Aku akan menguasai dunia dan menjadi nomor satu." [Rey R. R.]
______
Jam pelajaran telah usai, saatnya seluruh siswa pulang ke rumahnya masing-masing. Tapi tidak untuk Ray.
Sebelum pulang, Ray memutuskan untuk pergi ke apartemen Mariam. Jujur saja Ray rindu kepada Mariam tapi Ray terlalu gengsi untuk mengakuinya jadi Ray memutuskan untuk beralasan mengembalikan tempat bekal kepada Mariam.
Lama Ray menunggu lift membuatnya mengeluh. Ray tidak tau apa yang terjadi. Ray menoleh ke arah tangga, ah rasanya Ray terlalu malas untuk menaiki tangga. Jadi, Ray memutuskan untuk menunggu saja.
Setelah sekian lama menunggu, akhirnya pintu lift terbuka. Baru saja Ray ingin masuk, tiba-tiba ada seseorang dari dalam lift keluar tergesa-gesa sehingga menabrak bahu Ray.
"Akhh Shit!" umpatnya kepada Ray.
Ray menatap heran ke arah pria itu, merasa tidak penting Ray kembali melanjutkan perjalanannya menuju apartemen Mariam.
Rasanya sangat melelahkan, apartemen Mariam berada di lantai 85. Ray sampai harus berulang kali melihat angka di atas pintu lift.
Kenapa perawan tua itu memilih apartemen di lantai teratas sih, gerutu Ray.
Setelah sampai, pintu lift terbuka. Sembari mengecek ponselnya, Ray mencari apartemen Mariam. Sesuai dugaannya, pintu apartemen Mariam memiliki stiker domba.
Ray mengulum tawanya, Ray tau wanita itu sangat menyukai domba tapi seharusnya tidak harus menempel stiker domba di depan pintu apartemennya.
Setelah menekan bell berulang kali, akhirnya pintu terbuka. Terlihatlah wajah terkejut dan baru bangun tidur dari wajah mariam.
"Ray, kenapa kau disini? Sama siapa?" tanya Mariam sembari menongolkan kepalanya melihat kesana kemari bersama siapa Ray pergi
Ray menutup mulutnya hendak menahan tawa, "Aku sarankan untuk memperbaiki penampilanmu, Mariam."
Mariam menatap heran ke arah Ray. Setelah mengerti apa yang dikatakan Ray dengan cepat Mariam memeriksa penampilannya dan benar saja, sangat berantakan.
"Oh tidak, kenapa kau baru mengatakannya sekarang. Kau sangat mesum Ray!" teriak Mariam.
Ray meledakkan tawanya melihat Mariam yang berlari masuk ke dalam apartemennya memperbaiki penampilannya yang sangat kusut. Rasanya sangat menyenangkan melihat Mariam marah.
Ray masuk dan menutup pintu apartemen, mengedarkan pandangannya melihat beberapa perabotan serta lukisan yang terpajang di dinding ruang tamu.
Ray meletakkan creepy doll di atas sofa dan kembali berpetualang memperhatikan seluk beluk barang-barang di apartemen Mariam.
Dari banyaknya barang, satu yang berhasil menarik perhatian Ray. Sebuah piagam. Disana tertulis nama Maresha. Maresha? Siapa Maresha?
Ray ingin meraihnya tapi sebuah panggilan dari Mariam menghentikan pergerakan tangan Ray. Ray mengurungkan niatnya dan berjalan menuju Mariam di dapur, tak lupa pula creepy dollnya di atas sofa.
Ray duduk di atas kursi meja makan, memperhatikan punggung Mariam yang sibuk memotong sesuatu. Sepertinya Mariam sedang memasak.
"Bagaimana hari pertama sekolahmu?" tanya Mariam.
Ray menjatuhkan wajahnya di atas meja makan menatap penuh iba ke arah Mariam berharap Mariam melihatnya tapi sepertinya tidak, "Sangat buruk."
"Buruk? Apa mereka membullymu?" tanya Mariam membalikkan tubuhnya menatap penuh rasa penasaran ke arah Ray.
"Ya tidak dibully, maksudku aku tidak ingin berada disana." balas Ray.
Melihat wajah Ray yang murung, Mariam tersenyum hangat. Mengacak lembut rambut Ray membuat Ray memejamkan matanya.
"Kau hanya perlu sedikit berusaha lagi. Mereka pasti akan menyukaimu." nasehat Mariam.
Ray menganggukkan kepalanya, membalas senyuman hangat Mariam yang tidak dilihatnya hampir seharian ini.
"Oh iya, ayo kita makan." ajak Mariam.
"Baiklah."
Mariam dan Ray mulai menikmati makan malam mereka sembari berbincang ringan sehingga Ray hampir saja melupakan sesuatu.
"Ngomong-ngomong, jangan salah faham Mariam. Kedatanganku kemari karena aku ingin mengembalikan tempat bekalmu. Aku tidak ingin kau berpikir kalau aku merindukanmu." ujar Ray.
Mendengar hal itu sontak membuat Mariam meledakkan tawanya, "Mengembalikan tempat bekal? Kau bisa menyuruh pelayanmu untuk mengantarnya kenapa kau repot-repot sendiri mengantarnya sampai disini?" tanya Mariam dengan nada mengejek.
Mendengar Mariam yang mengejeknya membuat Ray menjadi salah tingkah, "Itu karena aku ingin memastikannya sendiri bahwa tempat bekalmu sampai ditempat tujuan dengan aman dan selamat." balas Ray tak mau kalah.
Mariam pasrah, menggelengkan kepalanya lemah. Ray sangat lucu. Hanya untuk berkunjung kemari, Ray sampai beralasan mengembalikan tempat bekal. Sungguh rasa gengsi yang tinggi sekali.
"Baiklah, terserah kau saja." ujar Mariam sembari mengangkat kedua tangannya mengaku mengalah membuat Ray menganggukkan kepalanya angkuh.
"Aku ingin kau membuatkanku bekal lagi kedepannya, orangku akan mengambilnya."
Mariam memutar bola matanya jengah. Sunguh, ayah dan anak sama saja. Sama-sama gengsi.
*******
Hari kedua sekolah. Tidak seburuk seperti hari pertama karena Ray mendapatkan satu teman, ya walaupun keadaannya sangat mengenaskan.
Maksud Ray, temannya itu sangat cupu dan culun. Lebih buruknya lagi sering menjadi bahan bully teman-temannya maupun kakak kelas. Jadi, Ray selalu datang menyelamatkannya. Seperti tokoh utama di komik yang sering dibacanya.
Setelah peristiwa menyelamatkan temannya itu, terbesit rasa bangga di hati Ray. Entah kenapa, Ray sangat menyukai ada orang yang mengucapkan kata terima kasih kepada dirinya.
"Kamu keren sekali, kamu juga tidak takut sama mereka malah mereka yang takut sama kamu." pujinya.
Teman culun, atau yang Ray tau namanya adalah David Ricard. Selalu menundukkan pandangannya kemana pun. Ray hanya khawatir kalau teman culunnya itu tersandung atau menabrak sesuatu.
Ray sempat berpikir, mungkin cara berjalannya itulah yang membuatnya sering dibully.
"Karena itu kau seharusnya kalau berjalan jangan menundukkan kepala terus supaya kau tidak dibully lagi sama mereka." balas Ray tanpa mengoreksi kembali ucapannya yang berhasil membuat David tercengang sekaligus binggung.
"Ekmm ya...akan aku usahakan." jawabnya.
Keduanya terus berjalan melewati koridor sekolah yang semakin sepi, karena mereka lebih memilih pulang lebih lambat dari pada biasanya. Kalau hari pertama Ray ingin menjadi yang pertama sampai di mobil, sekarang berbeda lagi. Ray sudah memiliki teman. Teman pertama di dunia luar jadi Ray harus menemani David ke perpustakaan sebentar. Agar dicap menjadi teman yang baik, bukankah kita harus lebih baik juga. Begitulah pikir Ray.
"Aku iri kepadamu Ray. Kamu berani sama mereka sedangkan aku takut. Rasanya seperti menjadi pecundang nomor satu di dunia." lirih David.
Mendengar ucapan David membuatnya teringat dengan kecemasannya kemarin dan apa yang dikatakan Rey kepadanya. Sangat menggelikan.
"Iya aku tau. Aku juga pernah merasakan posisi yang sama sepertimu tapi aku yakin kau bisa." nasehat Ray.
"Bisa apa?" tanya David dengan mata berbinar setelah mendengar nasehat Ray.
Ray menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sejujurnya Ray juga bingung sendiri, Ray tidak pandai memberi petuah seperti Mariam.
"Entahlah, aku tidak tau." balas Ray dengan cengiran kudanya.
David tertawa mendengar ucapan Ray yang menurutnya sangat polos. Menurut David, Ray seperti anak yang baru dibebaskan dari penjara selama berpuluh-puluhan tahun. Walaupun sudah besar tingkah laku dan pertanyaannya sangat polos membuat David merasa berteman seperti anak kecil.
Melihat David yang tertawa, membuat Ray ikutan tertawa juga. Entahlah tapi rasanya sangat lucu dan menyenangkan membuat Ray tergoda untuk ikut tertawa.
"Oh iya, waktu kamu marahin mereka tadi pagi, mereka langsung lari terbirit-birit. Kamu seperti panglima perang berkuda hitam."
Mendengar pujian David yang terus melayang dari mulutnya seketika membuat Ray tersenyum bangga. Ternyata seru juga bikin orang lain bergantung sama aku, begitulah pikir Ray.
# Flassback on
Karena merasa tidak tahan, akhirnya Ray memutuskan untuk meminta izin ke toilet di jam pelajaran pertama.
Dengan cepat Ray berlari mencari toilet laki-laki. Ray tak ingin sampai salah karena Mariam pernah mengatakan kalau toilet di sekolah ada dua yakni toilet perempuan dan toilet laki-laki, oleh karena itu Ray jangan sampai keliru.
Setelah nama toilet laki-laki terlihat, Ray semakin mempercepat langkah kakinya. Tapi baru saja Ray ingin melangkah masuk, tiba-tiba Ray mendengar suara orang tertawa. Tidak hanya itu, Ray juga mendengar suara orang menangis.
Karena rasa penasaran, Ray melangkahkan kakinya masuk dan betapa terkejutnya Ray melihat perbuatan yang tidak terpuji.
Beberapa siswa memasukkan kepala siswa lainnya di dalam kloset. Melihat hal itu hampir saja Ray menjatuhkan creepy dollnya dan menutup mulutnya menahan muntah karena jijik.
Melihat kedatangan Ray, mereka merasa terganggu. Dengan kasar salah satu dari mereka menarik paksa kepala si anak dan dihempaskannya di lantai.
"Uhuk uhuk..."
Ray merasa iba melihat anak yang menjadi korban tapi Ray tak bisa menahan rasa mualnya membuatnya berkali-kali menarik napas untuk meredamnya.
"Hei kenapa kau disini?"
"Kau ingin melaporkan kami ya?"
Ray perhatikan mereka satu persatu, jumlah mereka ada 4 orang. Mereka semakin mendekati Ray membuat Ray merasa bingung apa yang mereka lakukan.
"Hei kamu, lebih baik pergi saja. Jangan pedulikan aku!" teriak anak yang menjadi korban.
Karena merasa tak punya urusan dan mood untuk buang air kecil sudah hilang, Ray menganggukkan kepalanya dan berbalik keluar toilet.
Tapi kerah belakang Ray ditahan membuat Ray berhenti dan membalikkan tubuhnya menghadap beberapa anak yang menahannya.
"Jangan lari!"
"Boss, boleh juga dia."
"Seret boss!"
Kerah depan Ray dicengkram dan ditarik dibawa paksa masuk ke dalam toilet. Si anak yang masih terduduk di atas lantai menahan salah satu kaki mereka memohon agar Ray tidak dipermainkan tapi sayangnya permohonan itu tidak ada gunanya.
Dengan keras, siswa yang memiliki tindik dilidahnya menghantam punggung Ray di dinding dengan keras membuat Ray meringis kesakitan.
"Anak mami ya? Buktinya selalu bawa boneka."
"Ahahaha."
Tawa mereka menggema membuat Ray merasa risih. Ray berusaha berontak ingin melepaskan diri tapi Ray kalah jumlah.
"Mau kemana? Kita main dulu sebentar."
Ray kembali dilandai rasa takut. Ray tidak ingin dibully. Baru saja Ray ingin berucap, tiba-tiba creepy dollnya dirampas oleh salah satu dari mereka.
Ray membulatkan kedua bola matanya geram, merasa tak terima miliknya diambil orang lain.
Melihat reaksi Ray membuat mereka semakin senang, "Lihat dia marah. Ternyata anak mami bisa marah juga ya ahaha."
Ray mengepalkan kedua tangannya geram, napasnya memburu menahan amarah. "Rey, giliranmu." gumam Ray.
Mereka asik tertawa saling melempar tangkap creepy doll milik Ray sampai salah satu dari mereka mengaduh kesakitan membuat ketiganya sontak berhenti dan menjatuhkan creepy doll Ray.
"Hei, kau kenapa?"
"Tanganku akhhhh sakit!"
Siswa yang memiliki tindik dilidah yakni ketua mereka merasa bingung dengan apa yang terjadi. Tiba-tiba dua orang lainnya tumbang mengaduhkan hal yang sama.
"Kalian kenapa hah? Apa yang sakit?"
Merasa ada yang aneh, dia berbalik melihat ke arah Ray yang menampilkan senyum menyeramkan membuatnya sadar bahwa semua itu berasal dari Ray.
"Lari woy lari!"
# Flassback off
"Biasa saja, semua orang menganggapku seperti itu." balas Ray dengan sombong.
"Kamu sangat percaya diri. Tapi aku masih binggung, kenapa mereka tiba-tiba mengaduh kesakitan seperti itu?."
Ray memilih diam, tak menjawab pertanyaan David. Menurutnya orang lain tidak perlu tau karena hanya Ray dan Rey saja yang tau, kembaran yang hidup di dalam tubuhnya.
"Kau hanya perlu sedikit berusaha lagi. Mereka pasti akan menyukaimu." [Mariam]_____"Hai kamu, yang bawa boneka!"Mendengar suara ganjil yang berasal dari belakang, dengan cepat Ray dan David membalikkan badan dan melihat siapa orang ganjil itu.Seorang siswi berdiri di belakang keduanya dengan tatapan mengejek berhasil membuat Ray geram. Ray memperhatikan penampilannya dari atas sampai bawah. Lebih baik dari pada Vibi Kudanil di kelasnya.Rambut panjang hitam yang diuraikan, make up natural, serta postur tubuh yang terbilang ideal. Tapi satu yang sangat mencolok adalah gadis itu menggunakan tas berwarna pink dengan gambar kuda pony di depannya."Ppfftttt!"Ray berusaha mati-matian menahan tawanya sehingga Ray terpaksa berhenti setelah mendapatkan tatapan tajam dari pemiliknya."Apa yang lucu?" tanyanya.
"Aku akan mengantarmu pulang. Kalau kau pulang sendiri itu tidak baik karena kau anak gadis, nanti kau diculik. Ini sudah malam." [Ray R. R.]______Wahana bianglala memutar menampilkan pemandangan kota malam dari atas membuat Ray semakin kagum.Melihat hal itu membuat Vara menahan senyumnya, melihat ekspresi Ray sangat menggemaskan."Ray." panggil Vara."Hm."Ray saat ini masih fokus melihat ke arah luar jendela tak memperhatikan Vara yang sedari tadi melihatnya."Leher kamu engak sakit kalau -""Apa?" tanya Ray.Ray membalikkan tubuhnya menghadap tubuh Vara sehingga lagi dan lagi keduanya berhadapan. Ray merasa suara Vara terlalu kecil, karena itu dia berbalik.Sedangkan Vara merasa meleleh sebentar lagi. Suasana romantis seperti dinovel yang sering dia bac
"Kalau berani jangan main keroyokan." [Kay]______"Manis sekali? Umur berapa kamu dek?""Ahaha!"Mereka tertawa terbahak-bahak sembari memainkan rambut lebat Ray tapi dibalas Ray dengan wajah datarnya."Kenapa dek? Marah ya?""Jangan marah ya nanti maminya datang."Mereka semakin menjadi mengejek Ray membuat Ray merasa risih. Rasa cemas dan takutnya sekarang sudah sedikit berkurang akibat rasa bangganya yang terus mendarah daging dari kemarin.Salah satu dari mereka hendak mengambil paksa creepy doll Ray kalau saja tidak ditahan oleh Key.Kay dan Key datang mendorong beberapa siswa agar menjauhi Ray, "Kalau berani jangan main keroyokan." ujar Kay."Anak mami itu kalian, buktinya berani sama satu orang. Cih." ejek Key."Kenapa ini? Aku keting
"Karena aku merasa tidak ada urusan ya aku makan saja." [Ray R. R.]______"RAY!"Ray yang sedang makan es krim ditemani Vara tersedak sampai membuatnya terbatuk-batuk dan mengeluarkan air mata. Vara membantu Ray dengan memijat tengkuk lehernya.Kay, Key dan Randa datang menghampiri Ray yang sedang duduk di kursi taman dengan wajah garangnya.Terlihat wajah mereka babak belur, tidak sepenuhnya hanya saja dihiasi dengan plester luka bergambar anak ayam membuat Ray dan Vara sontak tertawa terbahak-bahak."Apa yang lucu hah?" tanya Randa dengan geram."Wajah kalian....ada...anak ayam ahaha." tawa Vara sembari memegangi perutnya yang terasa kram.Vara mereka lupakan, fokus utama mereka adalah Ray dan lihatlah anak itu dia malah tertawa seperti orang yang tidak memiliki beban saja dan itu sukses m
"Tidak usah dipikirkan. Apa yang kau lakukan itu sudah benar." [Rey R. R.]______Hari ini Ray berencana untuk tidur seharian karena merasa mengantuk dan lelah akibat pesta kecil-kecilannya bersama teman-temannya tadi malam.Tapi semua itu hanyalah rencana saja karena tidak akan terjadi sama sekali. Bryan memaksanya untuk pergi membawanya bertemu dengan Ibunya, Nisa dan Wilda.Mendengar hal itu tentu saja dengan cepat Ray menolaknya mentah-mentah. Ray tak ingin menjadi bahan cacian lagi.Bryan mengusap wajahnya frustasi karena seperti apa pun bujukan yang diberikannya tetap saja Ray bersikeras dengan pilihannya, tidak mau bertemu dengan Ibu dan Neneknya."Ray, kau harus pergi. Nenekmu sedang sakit dan temani Ibumu." bujuk Bryan.Ray membuang wajahnya dengan tangan yang masih setia menyuapi makanan di dalam mu
"Aku memiliki teman yang jago membuat gombalan." [Ray R. R.]_____Ray tau, dirinya sudah berlari keluar garis batas yang sudah ditentukan tapi dirinya tak ingin berlama diam disana atau dirinya akan hancur dan Rey bisa keluar.Ray terus berlari tak mempedulikan sahutan klakson yang memekakkan telinga. Air matanya tak berhenti mengalir membasahi kedua pipinya.Karena lelah berlari, Ray mendudukkan bokongnya di halte bus yang sudah sepi. Tentu saja sekarang sudah larut malam, waktunya untuk tidur tapi tidak untuk Ray, bahkan matanya tidak mengantuk sama sekali.Ray memeluk creepy dollnya dengan erat, menahan sakit yang teramat dalam dihatinya. Sungguh kalau boleh jujur, Ray tidak kuat untuk menahannya. Ray hanya ingin tidur dan tenang, tidak ada permasalahan rumit yang hadir.Ray terus menangis, menangis sejadi-jadinya. Meluap
"Dasar tidak peka!" [Elvara Viandra]_____Tanpa sepengetahuan mereka, Mariam sedari tadi memperhatikan interaksi antara Ray dan Vara. Ray seperti biasa tidak ada perlakuan manis tapi sebaliknya untuk Vara, Mariam yakin Vara sudah jatuh hati kepada Ray.Mariam menahan tawanya, Tuan mudanya sangat tidak peka. Ray tidak menyadari tatapan kagum yang selalu bersinar berada di sebelahnya.Ray melirik ke arah Randa yang lagi-lagi menatap Mariam membuat Ray bersungut kesal. Ray rasanya ingin mencongkel mata jelalatan itu dan mensucikannya."Kenapa kau terus memperhatikan Mariam?" tanya Ray tidak senang.Randa hanya cengir kuda dan hal itu membuat Ray semakin kesal dibuatnya. Memang benar-benar harus diberi pelajaran."Tante Mariam." panggil Randa yang membuat Mariam menoleh ke arahnya."Kalau tante
"Salah satu hobyku adalah menjahili Mariam." [Ray R. R.]______Seminggu sudah berlalu semenjak kejadian Ray pergi mengunjungi Ibunya dan sudah seminggu itu pula lah Ray tidak melihat batang hidung Bryan.Entah dimana pria tua itu, Ray tidak mempedulikannya karena Ray sudah terbiasa dengan ketidakhadirannya di rumah.Malam ini adalah malam minggu, malam dimana Ray sendirian di manshion keluarga Robertson. Mariam tidak menemaninya katanya ada urusan penting. Entah urusan penting macam apa itu yang pastinya sedikit membuat Ray merasa tertarik.Mariam menyarankan untuk mengundang teman-teman Ray datang guna untuk menemani Ray agar tidak kesepian tapi Ray menolaknya. Jujur saja, Ray tidak ingin rumahnya ribut karena Kay dan Randa.Ray berbaring di atas king size miliknya. Setelah makan malam dan mengerjakan semua tugasnya sampai
"Tolong, aku tidak ingin menjadi boneka pertunjukanmu." [Ray R. R.]_______Ray memasang wajah datarnya merasa bosan dengan keempat pria di depannya. Penampilannya tentu saja menyeramkan layaknya preman tapi mereka terus berdebat layaknya anak kecil.Dilihatnya creepy dollnya yang masih duduk manis di atas tanah dekat tepi danau. Ray menganggukkan kepalanya membiarkan jiwa jahatnya beraksi malam ini.Saat keempat pria yang masih asik berdebat itu seketika berhenti berdebat saat manik mata mereka tak sengaja melihat bayangan serta perubahan yang terjadi kepada boneka yang sangat aneh menurut mereka.Creepy doll milik Ray bergerak perlahan dan mulai membesar dengan gerakan patah-patah serta wujud yang semakin menyeramkan.Sontak keempat pria itu menjerit ketakutan dan berlari terbirit-birit sembari berteriak meminta pertolongan.Sedan
"Untuk apa aku takut? Bahkan saat seluruh dunia membenciku sekali pun, aku tetap tidak akan peduli." [Ray R. R.]_________Hari sudah mulai gelap, tapi tak membuat Vara berhenti untuk berpikir. Kakinya yang mulai penat karena sedari tadi mondar mandir seperti setrika pun tak dihiraukannya.Saat ini yang sedang Vara pikirkan adalah Ray. Hei tentu saja. Sebagai seorang kekasih, tentu saja Vara merasa sangat khawatir apa lagi pagi tadi Vara menamparnya. Vara yakin, Ray pasti sangat marah kepadanya padahal Ray hanya bermaksud untuk menciumnya saja.Itu sesuatu yang sering terjadi kepada sepasang kekasih bukan? Tapi masalahnya yang sedang Vara pikirkan adalah Ray sangat keterlaluan. Saat Vara sudah menerima ciuman kasarnya, Ray malah meremas salah satu gundukan kembarnya dan hal itulah yang membuat Vara marah. Jadi Vara tidak bersalah bukan?Ah entahlah. Vara meremas ram
"Dasar kau ini. Aku hanya bercanda, kenapa kau marah sekali? Ini bukan dirimu." [Rey R. R.]_______"Kau harus berhati-hati Ray. Jangan sampai dia membuka ponselmu dan menemukan percakapanmu dengan Mios." Ujar Rey.Seketika wajah Ray menjadi dingin setelah mendengar apa yang Rey katakan, "Dia tidak akan bisa membuka ponselku. Kalau pun bisa, aku tidak akan melepaskannya."Mendengar apa yang Ray katakan membuat senyuman Rey terukir lebar seketika. Melihat senyuman lebar Rey membuat Ray ikut tersenyum dengan lebar."Ada apa dengan senyumanmu itu? Apa kau merencanakan sesuatu?" Tanya Ray.Yang ditanya hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Melihat Rey yang tertawa, Ray sudah bisa menduga kalau jiwa jahatnya itu memiliki rencana jahat. Oleh karena itu Ray harus berhati-hati kedepannya."Jangan seperti itu Ray. Aku tidak merencanakan rencana
"Jangan melihatku seperti itu. Kalau kau ingin tertawa, silahkan." [Ray R. R.]______Dan saat itu juga...Vara terbangun dari tidurnya dan langsung terduduk. Napasnya tak beraturan seperti orang sehabis lari marathon.Wajahnya terlihat sangat pucat dengan peluh yang membanjiri wajahnya yang putih. Vara masih terdiam, berusaha untuk mencerna apa yang terjadi barusan.Sinar mentari yang sangat menyilaukan pun tak mampu membuat Vara tersadar bahwa saat ini sudah pagi.Dengan terburu-buru Vara menyentuh tangannya dan memeriksanya dengan teliti. Tak hanya itu saja, Vara bahkan menyentuh wajah dan anggota tubuhnya yang lainnya. Ternyata masih utuh, batinnya.Perlahan Vara menyentuh dadanya yang jantungnya tak berhenti berdegum kencang. Kesadaran Vara belum pulih sepenuhnya, karena itulah Vara masih terdiam membisu.Vara
"Ternyata benar. Aku hanya menjadi mainan mereka sedari awal." [Ray R. R.]_______Dan disaat itulah Vara kembali tersadar dan yakin dengan pendengarannya, karena setelah melumat bibirnya Ray kembali menyatakan perasaannya."I love you, Vara."Vara masih membeku, berusaha mencerna apa yang dikatakan Ray tadi. Perlahan senyuman terukir di bibirnya yang bengkak membuat Ray yakin kalau Vara menerimanya.Dan benar tebakan Ray, Vara akhirnya mencium Ray kembali dan kali ini Vara yang memulainya terlebih dahulu.Ciuman yang diberikan Vara adalah sebagai jawaban kalau Vara menerima untuk menjadi kekasih Ray.Pangutan keduanya lepas, Ray menatap Vara dengan tatapan sayu. Perlahan Vara memajukan wajahnya sembari berbisik, "I love you too, Ray."***
Hallo pembaca setia Ray. Selamat pagi, siang, sore, malam, kapan pun kalian baca ini lah:v Maaf ya author lama update sampai ada yang nanya-nanya lagi, "Kak up nya kapan?", " Kak jangan lama-lama dong.", "Kak langsung double up ya." Hehe maaf ya, nilai author ada yang kosong jadi harus author perbaiki dulu eakkk ya kan, namanya juga author masih pelajar, agak ribet. Tapi kalau semuanya udah kelar, author bakalan rajin update kok. Author bakalan kasi ending terindah untuk kalian, jadi tenang aja. Author ngk bakalan ngegantungin cerita tapi untuk sekarang bersabar aja ya. Tetap tungguin kelanjutan perjalanan Ray ya, jangan sampai ketinggalan:)) By Dedek Chanā„
"Jangan seperti itu lagi. Apa kau tau? Kau membuatku sedih." [Elvara Viandra]________Sedangkan Vara hanya bisa tersenyum malu-malu dan menundukkan kepalanya karena merasa kedua pipinya terasa panas."Ayo kita makan, aku sudah lapar. Aku juga tidak sabar ingin mencicipi masakan calon menantuku." Ujar Bryan memecah keheningan.Setelah selesai makan, Ray mengantar Vara pulang kembali ke kostannya. Hanya keheningan yang menyelimuti keduanya di dalam mobil sampailah saat Vara turun, Vara masih engan untuk mengucapkan terima kasih kepada Ray."Sampai jumpa." Ujar Ray.Vara mendonggakkan kepalanya. Vara dapat melihat semburat rona merah di kedua pipi Ray membuat Vara tersenyum. "Terima kasih. Maaf sudah merepotkanmu." Balas Vara."Seharusnya aku yang mengatakan itu."Setelah mengatakannya, Ray menjalankan mobilnya pergi meninggalkan Vara yang masih bingung, tidak mengerti dengan apa yang Ray katakan.
"Lihatlah, aku malah berharap. Apa dia senang membuatku seperti itu?" [Elvara Viandra]______Vara mengernyitkan dahinya bingung, "Aku harus pulang, ini sudah malam Ray. Kalau aku tidak pulang, aku harus tidur dimana?" Tanya Vara."Tidurlah bersamaku.""Apa?!"Kedua mata Vara terbelalak tak percaya setelah mendengar apa yang Ray katakan. Dan yang lebih parahnya lagi, Ray mengatakannya dengan wajah tak berdosanya."Tidak! Kenapa aku harus tidur denganmu? Aku bisa pulang sendiri, kau tidak perlu khawatir." Tolak Vara.Ray meremas sedikit pergelangan tangan Vara membuat empunya meringis kesakitan. "Jangan salah faham. Ini sudah larut, tidak ada taksi yang lewat. Sopirku sedang cuti, aku juga tidak bisa mengantarmu. Dan sekarang Ayahku pasti sudah tidur. Lebih baik kau tidur di sini saja."Vara terdiam, berusaha menyima
"Jangan mendengar apa yang orang lain katakan padamu Ray. Ketahuilah, mereka hanya iri kepadamu." [Rey R. R.] ________ Rey berdiri disana, di air kolam yang memantulkan sinar bulan. Tersenyum hangat ke arahnya serta lambaian tangan menyapanya. Ray terpaku melihat Rey yang berdiri sembari tersenyum ke arahnya. "Hai Ray, apa kau merindukanku?" Tanya Rey. Perlahan Ray menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang berubah menjadi sendu. Sendu yang mengisyaratkan kalau dirinya sedih karena berpisah dari Rey. Rey hanya tersenyum melihat respon yang diberikan Ray. "Aku tau apa yang terjadi belakangan ini. Kau pasti sangat lelah." Lagi dan lagi Ray hanya bisa menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang Rey katakan. "Kemana saja kau selama ini? Apa kau tau? Aku sangat kesepian. Aku merasa seperti menjadi orang yang bodoh dan tak berdaya tanpamu." L