"Kalau berani jangan main keroyokan." [Kay]
______
"Manis sekali? Umur berapa kamu dek?"
"Ahaha!"
Mereka tertawa terbahak-bahak sembari memainkan rambut lebat Ray tapi dibalas Ray dengan wajah datarnya.
"Kenapa dek? Marah ya?"
"Jangan marah ya nanti maminya datang."
Mereka semakin menjadi mengejek Ray membuat Ray merasa risih. Rasa cemas dan takutnya sekarang sudah sedikit berkurang akibat rasa bangganya yang terus mendarah daging dari kemarin.
Salah satu dari mereka hendak mengambil paksa creepy doll Ray kalau saja tidak ditahan oleh Key.
Kay dan Key datang mendorong beberapa siswa agar menjauhi Ray, "Kalau berani jangan main keroyokan." ujar Kay.
"Anak mami itu kalian, buktinya berani sama satu orang. Cih." ejek Key.
"Kenapa ini? Aku ketinggalan sesuatu?"
Ray menoleh dan mendapati anak yang satu kelas bersamanya, kalau tidak salah namanya Randa. Salah satu siswa yang memiliki mulut sangat pedas. Sekali berkomentas bisa membuat si pendengar merasakan kebakaran ditelinganya.
"Wahh mentang-mentang anak geng motor malah seenaknya ngatain anak orang. Mau taruh dimana muka ketua kalian." ejek Randa.
Marvis dan teman-temannya menatap berang ke aras Randa yang memiliki mulut pedas. Kalau sudah ketemu Randa, mereka malas berdebat. Tapi kalau tidak dilawan urusannya makin runyam.
"Apa? Mau ajak kelahi? Yuk ototku udah tegang ini." ujar Randa.
"Kuylah." sahut Kay dan Key serempak.
"Cih, bocah. Nanti nangis." ejek Marvis.
"Benarkah? Aku pikir kau yang bakalan nangis." balas Randa.
Tak terima Marvis melayangkan pukulannya di wajah Randa tapi dengan sigap Randa menahannya dan memukul telak perut Marvis membuat Marvis jatuh tersungkur.
"Nanti nangis." ejek Randa.
"Bangsat!"
Sekali lagi Marvis melayangkan dua pukulan ke arah Randa tapi lagi dan lagi Randa berhasil menangkisnya dan mendapatkan pukulan hangat dari Kay.
"Bagaimana? Hangat? Mau lagi? Tenang aku masih bisa kasi." tanya Kay.
Marvis menyeka darah di sudut bibirnya yang sobek akibat ulah bogem mentah dari Kay, "Kalian majulah berengsek! Jangan diam aja!"
Tiga siswa yang mengikuti Marvis mulai maju dan memberikan pukulan kepada Kay dan Key membalas apa yang sudah diberikannya kepada bos mereka.
Sedangkan Marvis fokus memberi bogem mentah kepada Randa yang tak mau kalah. Seluruh siswa mulai berkerumun menonton pertunjukan gratis dan saling menyoraki.
Ray yang sedari dari berdiri dan tersingkirkan dari kerumunan mulai merasa kesal sendiri, kesal karena aktivitasnya terganggu. Merasa diacuhkan, Ray memilih ke arah kantin dan memesan makanan karena cacing diperutnya sudah berdemo sedari tadi.
Menurutnya perkelahian itu tak ada sangkut pautnya dengan dirinya jadi Ray tak usah repot-repot ikut campur.
Si kembar dan Randa terus berkelahi melawan dan menangkis pukulan dari Marvis dan teman-temannya sampai pada akhirnya ketua osis datang dan meneriaki mereka.
Sontak semuanya bubar terkecuali si pembuat masalah.
Ray masih asik memakan makanannya sambil melihat osis datang memarahi dan menyeret si kembar, Randa, Marvis dan teman-temannya.
Seingat Ray kalau berkelahi di sekolah membuatnya berurusan dengan anggota osis dan guru BK, itu sudah tidak terselamatkan. Begitulah petuah Mariam.
"Semoga kalian selamat." gumam Ray.
*******
Pulang sekolah kali ini, Ray memutuskan untuk bertemu dengan Mariam. Ada banyak yang ingin diceritakannya dengan Mariam tentang hal yang tidak boleh dilakukan di sekolah. Oh iya, bisa dibilang ini juga salah satunya alasan Ray agar tidak dianggap rindu lagi oleh Mariam. Oh ayolah, merindukan wanita seksi itu membuat Ray rasanya ingin muntah saja, Mariam pasti akan mengejeknya lagi.
Tapi satu hal yang membuat Ray malas pergi menemui Mariam. Lift.
Rasanya Ray ingin membuat lift pribadi saja agar tidak lama menunggu atau memiliki kekuatan memanjat seperti Spider Man yang selalu diimpikannya namun tidak mungkin terjadi.
Setelah melewati proses lamanya naik lift sampai dilantai 85, akhirnya Ray sampai ditempat tujuan.
Dengan langkah gontai karena lama berdiri, Ray berusaha berjalan hingga sampai di apartemen Mariam.
Tapi ada masalah. Dari kejauhan Ray melihat ada seorang pria yang keluar dari apartemen Mariam.
Tingkah lakunya sangat mencurigakan membuat Ray mulai menerka-nerka siapa pria itu dan apa yang dilakukannya di depan pintu apartemen Mariam.
Merasa tak ingin diketahui, Ray hendak mencari tempat bersembunyi. Kebetulan pintu apartemen tetangga milik Mariam terbuka, ya walaupun masih ada pemiliknya berdiri di depan pintu.
Dengan cepat Ray memasuki apartemen milik tetangga Mariam dan bersembunyi membuat pemiliknya marah.
Ray menongolkan kepalanya mengintip apa yang terjadi. Terlihat Mariam dan pria itu berbicara di depan pintu. Kenapa Mariam harus berbicara di depan pintu? Kalau tamu seharusnya Mariam menyuruhnya masuk dan berbincang didalam.
Ray terus mengamati tak menghiraukan wanita pemilik apartemen memarahinya dan berusaha menarik tangannya membawanya keluar.
Ray mengamati dengan teliti. Seingat Ray, Mariam sangat membenci pria. Entah apa alasannya, tapi kata Mariam karena itulah Mariam tidak ingin menikah.
Ray juga mengingat siapa pria itu. Seingat Ray pria itu adalah pria yang tak sengaja menabrak bahunya saat keluar dari lift.
Ya, Ray sangat mengingat semuanya. Ray menghentikan pengamatannya dan memasukkan kembali kepalanya melihat pria tadi berjalan pergi melewati pintu apartemen tempatnya bersembunyi dan memasuki lift.
"Siapa dia?" gumam Ray.
Tiba-tiba...
Bruk!
"Akhh." ringis Ray mengusap bokongnya karena ditendang paksa oleh wanita pemilik apartemen.
"Dasar anak nakal!"
Brak!
Ray berdiri merapikan baju sekolahnya dan meraih creepy doll yang terjatuh di lantai sembari membersihkannya.
"Dasar wanita pemarah." gumam Ray.
Ray berjalan ke arah apartemen milik Mariam dan hendak menekan bellnya tapi seketika pergerakan tangan Ray berhenti.
Ray masih ragu. Siapa pria tadi? Kalau begitu bukankah selama ini Mariam berbohong kepadanya? Tapi kenapa?
Ray berusaha berpikir positif dan menekan bell apartemen Mariam sembari memainkannya membentuk melody yang indah menurut Ray.
Tak lama pintu apartemen Mariam terbuka dan memperlihatkan batang hidung pemiliknya yang terkejut. "Ray? Kamu dengan siapa disini?" tanya Mariam sembari menoleh kesana kemari.
Ekspresi wajah Ray mendadak berubah menjadi datar. Bukan raut wajah khawatir yang ditemukan Ray melainkan raut wajah cemas seperti hendak ketahuan selingkuh di wajah Mariam membuat Ray merasa sangat kesal.
"Apa yang kau cari Mariam? Aku ada disini!"
Mariam menoleh dan terkejut mendapati wajah Ray yang sudah berbeda, "Ray bukan begitu, maksudku aku khawatir ada yang mengikutimu atau -"
"Aku lapar. Buatkan aku sesuatu yang bisa dimakan." potong Ray sembari masuk seenaknya ke dalam apartemen Mariam.
"Aku belum berbelanja tadi, maukah kau menunggu?" tanya Mariam.
Kesempatan bagus, Ray menganggukkan kepalanya dan berbaring di atas sofa seperti anak kecil yang menurut kepada Ibunya. Mariam tersenyum, meraih remote tv dan menekan tombol untuk mencari siaran kesukaan Ray.
Mariam masuk kedalam kamarnya, mengganti pakaiannya dan membawa tas selempang kecil. "Aku pergi dulu, jaga apartemenku Ray." pamit Mariam.
Ray bergumam saja sembari fokus menonton. Pintu tertutup, Ray masih asik menonton sehingga 3 menit berlalu Ray bangkit berjalan menyelusuri seluruh isi ruangan apartemen milik Mariam.
Sesuatu yang ingin disentuhnya saat itu adalah piagam milik Mariam yang bertuliskan nama Maresha. Kenapa namanya berbeda?
"Bagaimana menurutmu, Rey?" tanya Ray.
"Itu bukan miliknya dan itu juga bukan milik orang lain."
Ray menganggukkan kepalanya mengerti dan mulai pergi ke tempat lain. Ray menuju kamar Mariam, tidak ada yang menarik disana. Hanya ada pakaian dan peralatan make up milik wanita, itu normal.
Hanya saja terdapat stempel di ujung kaca rias milik Mariam, Ray membacanya "Minggu 23 pukul 00:15 acara lelang Berlian Dream Diamond."
Ray mengambil ponsel dan memotretnya, "Kenang-kenangan." gumam Ray.
Selanjutnya Ray menuju ruangan di sebelah kamar Mariam. Ray melihat ruangan itu di kunci membuat Ray kesal setengah mati, pasalnya Ray sangat penasaran. Untuk apa ruangan ini dikunci kalau isinya saja bukan barang penting. Merasa tak memiliki banyak waktu, Ray berbalik.
Beralih Ray menuju lemari kecil dimana dia menemukan piagam diatasnya. Tapi sebelum itu Ray merongoh kantong celananya dan menelpon seseorang.
"Mariam, jangan lupa es krimku." setelah mengatakan itu Ray memutuskan sambungan secara sepihak dan melanjutkan penyelidikannya.
Ray membuka pintu lemari yang berdebu, terlihat ada banyak piala, piagam dan aksesoris pemenang lainnya. Sepertinya masa muda Mariam sangat bewarna.
Tapi lagi dan lagi Ray harus dikecewakan dengan nama yang berbeda. Ray memegangi dagunya, berpikir keras.
Bisa jadi itu milik orang lain tapi tidak mungkin Mariam kurang kerjaan menyimpan piagam orang lain bukan.
*******
Sedangkan di supermarket, Mariam mencari beberapa makanan yang dapat diolah sesuai dengan cita rasa selera Ray karena Ray sangat pemilih makanan.
Ponsel di tasnya berbunyi menampilkan nama Ray di layarnya, setelah menekan ikon hijau Mariam ingin menyapa tapi suara Ray sudah terlebih dahulu terdengar.
"Mariam, jangan lupa es krimku."
Setelah mengatakan itu Ray memutuskan sambungan secara sepihak. Mariam hanya bisa mendengus frustasi karena sifat Ray layaknya seorang atasan.
Setelah membayar apa yang dia beli tiba-tiba Mariam teringat sesuatu. Tidak mungkin Ray menurut hanya duduk diam menonton tv, anak itu pasti melakukan sesuatu, ya Ray bukanlah anak yang bodoh. Begitulah pikir Mariam.
Setelah membayar dengan cepat Mariam berlari tak mempedulikan umpatan kasar yang dilontarkan orang lain karena Mariam menabraknya.
Mariam hanya takut Ray berusaha mencari tau dan memeriksa barangnya. Syukurnya apartemen milik Mariam tidak jauh dari supermarket yang sering dikunjunginya.
Setelah menunggu dengan penuh kesabaran, akhirnya Mariam sampai di depan pintu apartemennya. Tanpa basa-basi Mariam membuka pintu dengan kasar membuat Ray yang sedang menonton tv sambil duduk manis di atas sofa terkejut.
"Mariam, kenapa kau terlihat -"
"Apa yang kau lakukan?" tanya Mariam.
Ray melihat perubahan ekspresi di wajah Mariam membuat dugaan Ray semakin kuat. Ray tersenyum polos sembari menunjuk ke arah lemari es milik Mariam, "Aku mengambil beberapa cemilan dan air soda milikmu."
Mariam menghembuskan napasnya lega, setelah itu berjalan sempoyongan menuju dapur dengan Ray yang mengekorinya.
"Ada apa Mariam? Kau terlihat sangat lelah." tanya Ray.
"Aku tadi habis berlari." jawab Mariam dengan malas.
"Berlari? Apakah kau dikejar anjing?" tanya Ray.
Merasa malas mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut Ray, Mariam berdecak. "Lebih baik kau menonton saja Ray, jangan menganggu acara memasakku."
Seperti seorang anak yang menurut dengan apa yang dikatakan Ibunya, Ray menganggukkan kepalanya dengan patuh dan membawa creepy dollnya kembali ke ruang tamu.
Sebelum duduk, Ray melirik ke arah lemari dimana isinya terdapat banyak piagam yang menurutnya sangat mencurigakan. Ray menyeringai, merasa puas dengan penyelidikannya hari ini.
"Kena kau."
"Karena aku merasa tidak ada urusan ya aku makan saja." [Ray R. R.]______"RAY!"Ray yang sedang makan es krim ditemani Vara tersedak sampai membuatnya terbatuk-batuk dan mengeluarkan air mata. Vara membantu Ray dengan memijat tengkuk lehernya.Kay, Key dan Randa datang menghampiri Ray yang sedang duduk di kursi taman dengan wajah garangnya.Terlihat wajah mereka babak belur, tidak sepenuhnya hanya saja dihiasi dengan plester luka bergambar anak ayam membuat Ray dan Vara sontak tertawa terbahak-bahak."Apa yang lucu hah?" tanya Randa dengan geram."Wajah kalian....ada...anak ayam ahaha." tawa Vara sembari memegangi perutnya yang terasa kram.Vara mereka lupakan, fokus utama mereka adalah Ray dan lihatlah anak itu dia malah tertawa seperti orang yang tidak memiliki beban saja dan itu sukses m
"Tidak usah dipikirkan. Apa yang kau lakukan itu sudah benar." [Rey R. R.]______Hari ini Ray berencana untuk tidur seharian karena merasa mengantuk dan lelah akibat pesta kecil-kecilannya bersama teman-temannya tadi malam.Tapi semua itu hanyalah rencana saja karena tidak akan terjadi sama sekali. Bryan memaksanya untuk pergi membawanya bertemu dengan Ibunya, Nisa dan Wilda.Mendengar hal itu tentu saja dengan cepat Ray menolaknya mentah-mentah. Ray tak ingin menjadi bahan cacian lagi.Bryan mengusap wajahnya frustasi karena seperti apa pun bujukan yang diberikannya tetap saja Ray bersikeras dengan pilihannya, tidak mau bertemu dengan Ibu dan Neneknya."Ray, kau harus pergi. Nenekmu sedang sakit dan temani Ibumu." bujuk Bryan.Ray membuang wajahnya dengan tangan yang masih setia menyuapi makanan di dalam mu
"Aku memiliki teman yang jago membuat gombalan." [Ray R. R.]_____Ray tau, dirinya sudah berlari keluar garis batas yang sudah ditentukan tapi dirinya tak ingin berlama diam disana atau dirinya akan hancur dan Rey bisa keluar.Ray terus berlari tak mempedulikan sahutan klakson yang memekakkan telinga. Air matanya tak berhenti mengalir membasahi kedua pipinya.Karena lelah berlari, Ray mendudukkan bokongnya di halte bus yang sudah sepi. Tentu saja sekarang sudah larut malam, waktunya untuk tidur tapi tidak untuk Ray, bahkan matanya tidak mengantuk sama sekali.Ray memeluk creepy dollnya dengan erat, menahan sakit yang teramat dalam dihatinya. Sungguh kalau boleh jujur, Ray tidak kuat untuk menahannya. Ray hanya ingin tidur dan tenang, tidak ada permasalahan rumit yang hadir.Ray terus menangis, menangis sejadi-jadinya. Meluap
"Dasar tidak peka!" [Elvara Viandra]_____Tanpa sepengetahuan mereka, Mariam sedari tadi memperhatikan interaksi antara Ray dan Vara. Ray seperti biasa tidak ada perlakuan manis tapi sebaliknya untuk Vara, Mariam yakin Vara sudah jatuh hati kepada Ray.Mariam menahan tawanya, Tuan mudanya sangat tidak peka. Ray tidak menyadari tatapan kagum yang selalu bersinar berada di sebelahnya.Ray melirik ke arah Randa yang lagi-lagi menatap Mariam membuat Ray bersungut kesal. Ray rasanya ingin mencongkel mata jelalatan itu dan mensucikannya."Kenapa kau terus memperhatikan Mariam?" tanya Ray tidak senang.Randa hanya cengir kuda dan hal itu membuat Ray semakin kesal dibuatnya. Memang benar-benar harus diberi pelajaran."Tante Mariam." panggil Randa yang membuat Mariam menoleh ke arahnya."Kalau tante
"Salah satu hobyku adalah menjahili Mariam." [Ray R. R.]______Seminggu sudah berlalu semenjak kejadian Ray pergi mengunjungi Ibunya dan sudah seminggu itu pula lah Ray tidak melihat batang hidung Bryan.Entah dimana pria tua itu, Ray tidak mempedulikannya karena Ray sudah terbiasa dengan ketidakhadirannya di rumah.Malam ini adalah malam minggu, malam dimana Ray sendirian di manshion keluarga Robertson. Mariam tidak menemaninya katanya ada urusan penting. Entah urusan penting macam apa itu yang pastinya sedikit membuat Ray merasa tertarik.Mariam menyarankan untuk mengundang teman-teman Ray datang guna untuk menemani Ray agar tidak kesepian tapi Ray menolaknya. Jujur saja, Ray tidak ingin rumahnya ribut karena Kay dan Randa.Ray berbaring di atas king size miliknya. Setelah makan malam dan mengerjakan semua tugasnya sampai
"Ayo bermain!" [Rey R. R.] ______ Dua pria berjas hitam itu terus berdiri setia menjaga pintu ruangan Berlian Dream Diamond disimpan. Mereka ditugaskan untuk menjaganya dan hanya membiarkan Mariam dan Gery yang dapat memasuki ruangan tersebut. "Bicara soal Berlian, tidak aku sangka Berlian mendiang Nyonya Aries sangat indah." ujar salah satu dari mereka. Pria berjas hitam dengan tahi lalat di pipinya menoleh kesamping merasa tertarik dengan apa yang dikatakan rekan kerjanya itu. "Iya, kau benar. Berlian mendiang Nyonya Aries memang indah." balasnya. "Aku mendengar rumor yang katanya mendiang Tuan Ruddy memberi Berlian itu kepada mendiang Nyonya Aries atas tanda tulus cintanya." "Iya, kau benar. Aku pernah mendengar rumor itu beredar. Tapi, kenapa Tuan Bryan menjualnya ya?" tanyanya.
"Dari atas aku bisa melihat orang yang berada dibawah sana, mereka seperti semut yang berjalan kesana kemari tanpa henti." [Ray R. R.]_____Sesampainya di mansion Robertson, Mariam dibuat heran dengan seluruh ruangan yang gelap gulita. Mariam tidak mengerti dan tidak peduli. Dengan cepat Mariam melangkahkan kakinya menaiki anak tangga dan membuka pintu kamar Ray dengan lebar.Tapi tubuh Mariam seketika membeku. Orang yang dicarinya saat ini sedang tertidur pulas dengan creepy doll di pelukannya serta selimut tebal yang membalut tubuh mereka.Mariam terduduk di depan pintu, lututnya terasa lemas. Bagaimana bisa? Begitulah pikir Mariam saat ini.Mariam mengira Ray belum sampai atau belum tidur atau baru saja sampai tapi ternyata tidak. Yang dilihatnya adalah Ray sedang tertidur pulas.Tak ingin percaya mengingat Ray bukanlah a
"Tidak perlu meminta maaf. Karena semua itu tidak akan bisa mengembalikan keadaan menjadi lebih baik." [Ray R. R.]______Vara mendongakkan kepalanya saat Ray menyuruhnya untuk membuka mulutnya menerima suapan dari Ray. Vara merasa gugup tapi dengan cepat Vara mengontrolnya agar tidak membuat sesuatu yang memalukan lagi dihadapan Ray.Vara menerima suapan yang diberikan Ray, mengunyah makanan yang tentu saja membuat lidahnya merasa ketagihan."Bagaimana? Enak?" tanya Ray dengan antusias.Vara menganggukkan kepalanya dengan semangat karena merasakan makanan di bekal Ray yang terasa sangat enak."Ini sangat enak sekali. Apa kau yang membuatnya?" tanya Vara.Ray tersenyum lebar karena Vara memuji makanannya, Ray menggelengkan kepalanya menjawab pertanyaan dari Vara. "Bukan. Mariam yang membuatnya."
"Tolong, aku tidak ingin menjadi boneka pertunjukanmu." [Ray R. R.]_______Ray memasang wajah datarnya merasa bosan dengan keempat pria di depannya. Penampilannya tentu saja menyeramkan layaknya preman tapi mereka terus berdebat layaknya anak kecil.Dilihatnya creepy dollnya yang masih duduk manis di atas tanah dekat tepi danau. Ray menganggukkan kepalanya membiarkan jiwa jahatnya beraksi malam ini.Saat keempat pria yang masih asik berdebat itu seketika berhenti berdebat saat manik mata mereka tak sengaja melihat bayangan serta perubahan yang terjadi kepada boneka yang sangat aneh menurut mereka.Creepy doll milik Ray bergerak perlahan dan mulai membesar dengan gerakan patah-patah serta wujud yang semakin menyeramkan.Sontak keempat pria itu menjerit ketakutan dan berlari terbirit-birit sembari berteriak meminta pertolongan.Sedan
"Untuk apa aku takut? Bahkan saat seluruh dunia membenciku sekali pun, aku tetap tidak akan peduli." [Ray R. R.]_________Hari sudah mulai gelap, tapi tak membuat Vara berhenti untuk berpikir. Kakinya yang mulai penat karena sedari tadi mondar mandir seperti setrika pun tak dihiraukannya.Saat ini yang sedang Vara pikirkan adalah Ray. Hei tentu saja. Sebagai seorang kekasih, tentu saja Vara merasa sangat khawatir apa lagi pagi tadi Vara menamparnya. Vara yakin, Ray pasti sangat marah kepadanya padahal Ray hanya bermaksud untuk menciumnya saja.Itu sesuatu yang sering terjadi kepada sepasang kekasih bukan? Tapi masalahnya yang sedang Vara pikirkan adalah Ray sangat keterlaluan. Saat Vara sudah menerima ciuman kasarnya, Ray malah meremas salah satu gundukan kembarnya dan hal itulah yang membuat Vara marah. Jadi Vara tidak bersalah bukan?Ah entahlah. Vara meremas ram
"Dasar kau ini. Aku hanya bercanda, kenapa kau marah sekali? Ini bukan dirimu." [Rey R. R.]_______"Kau harus berhati-hati Ray. Jangan sampai dia membuka ponselmu dan menemukan percakapanmu dengan Mios." Ujar Rey.Seketika wajah Ray menjadi dingin setelah mendengar apa yang Rey katakan, "Dia tidak akan bisa membuka ponselku. Kalau pun bisa, aku tidak akan melepaskannya."Mendengar apa yang Ray katakan membuat senyuman Rey terukir lebar seketika. Melihat senyuman lebar Rey membuat Ray ikut tersenyum dengan lebar."Ada apa dengan senyumanmu itu? Apa kau merencanakan sesuatu?" Tanya Ray.Yang ditanya hanya bisa tertawa terbahak-bahak. Melihat Rey yang tertawa, Ray sudah bisa menduga kalau jiwa jahatnya itu memiliki rencana jahat. Oleh karena itu Ray harus berhati-hati kedepannya."Jangan seperti itu Ray. Aku tidak merencanakan rencana
"Jangan melihatku seperti itu. Kalau kau ingin tertawa, silahkan." [Ray R. R.]______Dan saat itu juga...Vara terbangun dari tidurnya dan langsung terduduk. Napasnya tak beraturan seperti orang sehabis lari marathon.Wajahnya terlihat sangat pucat dengan peluh yang membanjiri wajahnya yang putih. Vara masih terdiam, berusaha untuk mencerna apa yang terjadi barusan.Sinar mentari yang sangat menyilaukan pun tak mampu membuat Vara tersadar bahwa saat ini sudah pagi.Dengan terburu-buru Vara menyentuh tangannya dan memeriksanya dengan teliti. Tak hanya itu saja, Vara bahkan menyentuh wajah dan anggota tubuhnya yang lainnya. Ternyata masih utuh, batinnya.Perlahan Vara menyentuh dadanya yang jantungnya tak berhenti berdegum kencang. Kesadaran Vara belum pulih sepenuhnya, karena itulah Vara masih terdiam membisu.Vara
"Ternyata benar. Aku hanya menjadi mainan mereka sedari awal." [Ray R. R.]_______Dan disaat itulah Vara kembali tersadar dan yakin dengan pendengarannya, karena setelah melumat bibirnya Ray kembali menyatakan perasaannya."I love you, Vara."Vara masih membeku, berusaha mencerna apa yang dikatakan Ray tadi. Perlahan senyuman terukir di bibirnya yang bengkak membuat Ray yakin kalau Vara menerimanya.Dan benar tebakan Ray, Vara akhirnya mencium Ray kembali dan kali ini Vara yang memulainya terlebih dahulu.Ciuman yang diberikan Vara adalah sebagai jawaban kalau Vara menerima untuk menjadi kekasih Ray.Pangutan keduanya lepas, Ray menatap Vara dengan tatapan sayu. Perlahan Vara memajukan wajahnya sembari berbisik, "I love you too, Ray."***
Hallo pembaca setia Ray. Selamat pagi, siang, sore, malam, kapan pun kalian baca ini lah:v Maaf ya author lama update sampai ada yang nanya-nanya lagi, "Kak up nya kapan?", " Kak jangan lama-lama dong.", "Kak langsung double up ya." Hehe maaf ya, nilai author ada yang kosong jadi harus author perbaiki dulu eakkk ya kan, namanya juga author masih pelajar, agak ribet. Tapi kalau semuanya udah kelar, author bakalan rajin update kok. Author bakalan kasi ending terindah untuk kalian, jadi tenang aja. Author ngk bakalan ngegantungin cerita tapi untuk sekarang bersabar aja ya. Tetap tungguin kelanjutan perjalanan Ray ya, jangan sampai ketinggalan:)) By Dedek Chanā„
"Jangan seperti itu lagi. Apa kau tau? Kau membuatku sedih." [Elvara Viandra]________Sedangkan Vara hanya bisa tersenyum malu-malu dan menundukkan kepalanya karena merasa kedua pipinya terasa panas."Ayo kita makan, aku sudah lapar. Aku juga tidak sabar ingin mencicipi masakan calon menantuku." Ujar Bryan memecah keheningan.Setelah selesai makan, Ray mengantar Vara pulang kembali ke kostannya. Hanya keheningan yang menyelimuti keduanya di dalam mobil sampailah saat Vara turun, Vara masih engan untuk mengucapkan terima kasih kepada Ray."Sampai jumpa." Ujar Ray.Vara mendonggakkan kepalanya. Vara dapat melihat semburat rona merah di kedua pipi Ray membuat Vara tersenyum. "Terima kasih. Maaf sudah merepotkanmu." Balas Vara."Seharusnya aku yang mengatakan itu."Setelah mengatakannya, Ray menjalankan mobilnya pergi meninggalkan Vara yang masih bingung, tidak mengerti dengan apa yang Ray katakan.
"Lihatlah, aku malah berharap. Apa dia senang membuatku seperti itu?" [Elvara Viandra]______Vara mengernyitkan dahinya bingung, "Aku harus pulang, ini sudah malam Ray. Kalau aku tidak pulang, aku harus tidur dimana?" Tanya Vara."Tidurlah bersamaku.""Apa?!"Kedua mata Vara terbelalak tak percaya setelah mendengar apa yang Ray katakan. Dan yang lebih parahnya lagi, Ray mengatakannya dengan wajah tak berdosanya."Tidak! Kenapa aku harus tidur denganmu? Aku bisa pulang sendiri, kau tidak perlu khawatir." Tolak Vara.Ray meremas sedikit pergelangan tangan Vara membuat empunya meringis kesakitan. "Jangan salah faham. Ini sudah larut, tidak ada taksi yang lewat. Sopirku sedang cuti, aku juga tidak bisa mengantarmu. Dan sekarang Ayahku pasti sudah tidur. Lebih baik kau tidur di sini saja."Vara terdiam, berusaha menyima
"Jangan mendengar apa yang orang lain katakan padamu Ray. Ketahuilah, mereka hanya iri kepadamu." [Rey R. R.] ________ Rey berdiri disana, di air kolam yang memantulkan sinar bulan. Tersenyum hangat ke arahnya serta lambaian tangan menyapanya. Ray terpaku melihat Rey yang berdiri sembari tersenyum ke arahnya. "Hai Ray, apa kau merindukanku?" Tanya Rey. Perlahan Ray menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang berubah menjadi sendu. Sendu yang mengisyaratkan kalau dirinya sedih karena berpisah dari Rey. Rey hanya tersenyum melihat respon yang diberikan Ray. "Aku tau apa yang terjadi belakangan ini. Kau pasti sangat lelah." Lagi dan lagi Ray hanya bisa menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang Rey katakan. "Kemana saja kau selama ini? Apa kau tau? Aku sangat kesepian. Aku merasa seperti menjadi orang yang bodoh dan tak berdaya tanpamu." L