Usai menyantap makan siang, Milly merasakan tubuhnya mulai kembali pulih. Rasa pegal dan ngilu di beberapa bagian tubuhnya saja yang butuh waktu untuk kembali seperti sedia kala.
“Kau siap mendengar sekelumit kisah tentang Joya?” tanya Bashek saat mengangkat piring yang terbuat dari kayu itu dari tempat tidur.
“Ya. Tapi, boleh nggak sambil tidur? Punggungku sakit banget,” tanya Milly berusaha untuk rebah.
Bashek mengiyakan dan tidak keberatan.
“Tidak banyak hal bisa aku ceritakan mengenai Joya. Selain karena dia bukan tipe siluman yang suka keributan, Joya juga tidak suka tampil.” Bashek mengulurkan potongan buah pada Milly yang ditolak dengan halus. Perutnya belum bisa menerima makanan banyak.
“Joya adalah putri sulung dari Rakas dan Vitra. Rakas adalah pedagang sejati sedangkan Vitra pendekar wanita yang tangguh. Entah bagaimana mereka bisa jatuh cinta, tapi menurut cerita yang aku dengar dari guruku, mer
Milly menggerakkan tangannya dan bekas infus tersebut meninggalkan memar juga rasa pegal yang menyebalkan. “Dia sudah selesai menyembuhkan diri. Maukah kamu menemuinya?” tanya Bashek pada Milly. Dengan gerakan perlahan, Milly berbalik dan mengangguk. “Aku siap menemuinya,” sahut Milly. Bashek memberinya isyarat untuk mengikuti. Milly keluar dan menyaksikan halaman yang ditumbuhi sayur mayur yang siap dipanen. Dalam hati, ia sangat kagum karena Bashek adalah perawat yang telaten. Bahkan tanaman pun tumbuh dengan subur. Mereka menuju ke bungalow kedua dan pintu itu terkuak, hanya tertutup tirai putih yang berkibar, tertiup angin. “Dia ada di dalam,” ucap Bashek tanpa berniat ikut masuk. Milly menelan ludah dan menguatkan diri untuk menghadapi Joya. Dengan langkah ragu, Milly menyibakkan gorden putih tersebut. Joya sedang dalam posisi semedi di tengah ruangan. Matanya terpejam dan tangan membentuk cakra di dadanya. Joya me
Virgo menyelempangkan katana-nya (pedang khas Jepang), lalu segera bersiul memanggil Ben dan Rosco. Dua pria itu keluar dari villa yang mereka sewa khusus untuk penyergapan malam itu.“Sudah siap?” tanya Virgo.Rosco sudah memasukkan magasin ke tas pinggangnya sebanyak mungkin. Ben juga terlihat siap dan sibuk menyalakan rokoknya. Koreknya sepertinya kehabisan gas.“Siapa yang akan berangkat?” tanya Rosco.“Sepuluh orang, termasuk kita!” sahut Ben.Virgo menarik napas lalu menoleh ke arah mereka.“Kita ketemu di lokasi!” usai mengatakan kalimat tersebut, Virgo melenting ke atas dan berlari secepatnya bagai embusan angin.Rosco melemparkan kunci pada Ben yang segera ditangkap dengan tangkas. Keduanya melompat ke atas mobil jeep. Tak lama kemudian muncul tujuh orang dari siluman rubah dan serigala dari kegelapan.“Temui kami di lokasi!” cetus Rosco.Ben menekan pe
Milly segera menemui Aldo begitu terbebas dari drama penculikan yang ternyata berakhir dengan baik. Aldo yang sempat kebingungan atas raibnya Milly yang mendadak, ternyata sudah menyelesaikan semua administrasi rumah sakit untuk biaya perawatan Ningsih. “Terima kasih atas semua bantuanmu, Al,” ucap Milly setelah menjelaskan situasinya. Maxer terpaksa meminta Milly untuk merekayasa semuanya demi menghindari rasa syok yang mungkin tidak bisa diterima oleh Aldo. Milly juga menggantikan semua biaya yang telah Aldo keluarkan untuk NIngsih. Awalnya pria itu menolak, namun Milly bersikukuh. “Aku akan membawa bu Ningsih dengan kedua anaknya ke Bali untuk tinggal bersama kami,” ungkap Milly. Maxer sudah menyetujui hal itu dan menyambut dengan baik Ningsih juga anak-anaknya. Virgo yang mengambil alih penguburan Bashek dan menemani Joya untuk sementara waktu. “Aku akan membawa ke pulau pribadi Jetro,” tutur Virgo atas pertanyaan Milly yang sengaj
Matahari bersinar dengan sangat terik siang itu. Milly sudah tiba di bistro sejak pagi dan memastikan terapis untuk Ningsih datang.“Fisioterapi ini penting untuk Bu Ningsih melatih otot-otot,” terang Milly sembari meyakinkan Ningsih untuk tidak ragu.Wanita itu mengiyakan dengan sedikit gugup. Terapis wanita itu membantu dengan sabar. Milly menunggu hingga usai, sebelum akhirnya Maxer muncul dan memberitahu jika Anna dan Andi sudah kembali.“Aku balik lagi nanti,” pamit Milly pada Ningsih.Milly keluar kamar dan turun ke bawah untuk menemui kedua anak Ningsih.“Hai, gimana? Udah liat sekolahnya?” tanya Milly.Anna mengangguk dan tersenyum malu. Gadis remaja itu tampak masih sungkan dan kikuk. Andi, adiknya, yang kecil lebih mudah menyesuaikan diri dan bercerita dengan serunya.Milly tertawa dan mengusap kepalanya dengan lembut.“Sekarang kalian akan tinggal di Bali dan hidup baru bersa
PURSUIT OF DREAM Scintillation light in the morningWelcomes soul full of ambitionStart wading stepA bright future awaited I start with a definite stepStaring at the sun lightIncessant pulseRetracing steps stronger my heart On expectations of idealsAlthough I traveled nevertheless far rightSky-high ornamental starI will continue to reach out it Million forsteps to achieve itCovering an area of ocean sweatNever mindI will achieve all the dreams * MENGEJAR MIMPI Kilau sinar di pagi hariSambut jiwa yang penuh ambisiMemulai langkah mengarungiMasa depan yang cerah dinanti Kumulai dengan langkah pastiMenatap cahaya sang mentariDenyut nadi yang tak hentiMenapak langkah teguhkan hati Tentang harapan tentang citaWalau jauh kan ku tempuh juaSetinggi bintang hias angkasaKu akan tetap tuk
Milly menatap jendela kamarnya yang basah oleh hujan dan pagi itu ia memutuskan untuk tidak pergi ke bistro. Ada rasa lelah yang mendera tubuhnya dan Milly ingin istirahat total hari ini.Jam di kamarnya baru menunjukkan pukul enam pagi lebih dua menit.Pesan dari Maxer masuk dan mengingatkan untuk tetap di rumah dan tidak mengunjungi bistro mereka.‘Kau akan sakit jika terus memforsir diri!’ tegas Maxer dalam pesan yang dikirimkan pada Milly pagi itu.Baru saja Milly hendak menerobos hujan untuk menuju bangunan dapur yang terpisah dari kamarnya tersebut, Made, Asisten rumah tangga Prana memberi isyarat untuk tetap tinggal.“Saya antar sarapannya, Bu!” teriak Made.Milly tersenyum dan mengangguk.Made dengan payung membawa nampan dan menuju kamar Milly. Kamar yang luas itu memang dilengkapi meja makan dua kursi, perpustakaan kecil yang terletak di sudut. Sebuah kamar yang sangat nyaman dan menyenangkan.
Foto yang tergantung di ruang tengah villa Prana, sering membuat Milly tertegun. Foto pernikahan mereka yang menunjukkan wajah sayu dan tidak ada kegembiraan di sana. Prana yang begitu mencurahkan cinta yang begitu besar padanya, ternyata tidak mampu menumbuhkan simpati sedikit pun.Terutama sejak kiprah Prana terkuak semua, Milly membenci hingga mendarah daging. Sayangnya, meskipun di mulutnya terucap kalimat yang menjadi alasan untuknya bertahan, itu semua adalah kebohongan yang tersimpan rapat.Pada Virgo terlontar alasan mengenai ingin mencari tahu mengenai Blood Diamond. Sedangkan pada Prana sendiri, Milly mengatakan bahwa dirinya bertahan karena janji pernikahan.Namun sesungguhnya, ia tetap memilih bersama Prana karena ada penilaian tersendiri mengenai pria tersebut. Masih ada harapan baik, karena Milly melihat Prana tidak sejahat saat ada dirinya.Pria setengah iblis itu bahkan mengakui jika Milly yang bisa menahan semua kejahatan yang ada dalam d
Merasakan dalam situasi yang cukup aman, sudah Milly capai. Faktor ekonomi bukan lagi menjadi masalah dalam hidupnya. Kini Milly bisa menjalani hidup dengan bebas kesulitan keuangan.Setelah menemui Ningsih dan semua keluarga kecilnya di Oberoi, Milly segera meminta Virgo menjemputnya.Menjelang sore, Virgo sudah tiba dan mereka segera terbang ke pulau pribadi Jetro.*“Bagaimana kabar Joya?” tanya Milly selama perjalanan.“Menyebalkan. Dia ternyata memiliki temperamen yang suka meledak tidak kendali, seperti kau!” sahut Virgo dengan wajah memberengut.“Dia memang setipe dengan aku, Virgo! Kami berdua adalah wanita yang rusak karena kepahitan hidup. Seharusnya kamu memahami.”“Aku paham kok! Hanya saja, Joya itu cara marahnya cukup aneh!” tukas Virgo.Milly melirik. Itu bukan Virgo yang ia kenal. Seharusnya Virgo jauh lebih sabar dan bisa mengerti tentang karakter Joya.&ld