Milly tidak punya pilihan selain menelepon Prana dan meminta bantuan untuk menguburkan adiknya. Pada jaman sekarang, bahkan untuk mengantar seseorang ke liang lahat saja butuh uang. Milly terjepit dan tidak memiliki biaya untuk mendanai semua proses penguburan Martin.
Prana segera mengambil alih dengan membiarkan Milly duduk tenang di samping peti jenazah adiknya. Tidak ada yang hadir dalam pemakaman kecuali penggali kubur dan orang yang Prana bayar untuk mengusung peti. Acara pemakaman selesai dan Milly berdiri dengan lutut gemetar.
Kali kedua ia menyaksikan orang yang begitu ia cintai dalam hidupnya berkalang tanah. Inikah tujuan ia dilahirkan? Untuk menerima deraan yang menyakitkan dan siksaan pada jiwanya?
Apakah ini upah untuk seseorang yang melacur demi menghidupi keluarga yang ia cintai?
Tidak pernah menikmati profesinya, menjalani dengan linangan air mata dan jeritan batin yang berharap akan segera berakhir, Milly ternyata harus menerima hasil akh
Milly bangkit menuju ke kamar mandi tanpa kata, sementara Prana duduk dengan wajah tertegun. Ia tidak menyangka jika akhirnya bisa merasakan nikmatnya bercinta dengan wanita yang ia dambakan selama ini. Walau ada rasa kecewa karena ini semua hanya sekedar balas budi Milly akan kebaikannya, tapi Prana tidak mampu menangkis kebahagiaan yang menyelip di hatinya. Prana memakai baju dan bangkit menuju kamarnya.Bercinta dengan Milly memang melelahkan. Tapi bagi Prana, setengah jam terlalu singkat. Ia ingin menikmati kembali keintiman mereka.Dalam remang lampu kamarnya, Prana duduk di pembaringan dengan pikiran yang berkelana. Kini ia tahu kenapa semua pria menginginkan Milly untuk menjadi milik mereka, termasuk Jetro.Wanita itu memang memiliki hal yang jarang dipunyai oleh setiap perempuan. Milly bisa tampil sebagai sosok yang mengairahkan di tempat tidur, walau tidak seliar pelacur kebanyakan.Prana yang tadinya terjerat oleh cinta yang tulus,
Menjejakkan kaki di ibukota, Jakarta, merupakan kali pertama dalam hidup Milly. Selama ia besar dan hidup, belum pernah sekalipun mengunjungi kota besar tersebut. Berbekal pengalaman nol, Milly mulai mencari tahu kos yang murah di sekitar terminal Lebak Bulus. Dari beberapa informasi yang ia dapatkan, akhirnya berhasil mendapatkan tempat murah dan hanya berjarak sekitar setengah jam dari pusat keramaian.Panggilan dari Prana terus masuk. Puluhan pesan ia terima.Milly bergeming dan tidak pernah membalas atau menanggapinya. Semua sudah usai dan dalam perhitungannya, Milly telah membalas semua kebaikan dan hutang budi pada Prana.Milly menyimpan koper dan tidak membuang waktu lagi, mulai berburu pekerjaan. Seharian penuh, ia memasuki setiap tempat usaha yang mungkin membutuhkan karyawan baru tanpa ijazah.Hari pertama, ia gagal dan kembali dengan kaki letih juga tubuh berkeringat. Ternyata mencari pekerjaan di Jakarta jauh lebih sulit.Milly mulai me
Melihat gelagat Virgo yang masih kesal, Jetro memutuskan untuk pergi ke Bandung dan mengunjungi Rosco sendiri. Terakhir dia mendengar dari Rosco, Milly bekerja untuknya.Menjelang hampir tengah malam, sebuah mobil limosin hitam mewah memasuki parkirannya. Rosco yang bisa merasakan kehadiran Jetro, bergegas menyambutnya dengan perasaan tidak menentu.Pria tampan dan kharismatik tersebut datang sendiri. Rosco sedikit lega.Setelah berbasa-basi, ia mempersilahkan Jetro untuk menuju ke barnya yang ada di lantai dua. Keduanya memasuki ruangan VIP.Jetro menerima gelas yang berisi minuman kesukaannya. Pembatas kaca yang mengelilingi ruangan tersebut, justru memberikan pemandangan yang cukup menarik. Para pengunjung yang datang disambut oleh para hostes. Wanita-wanita cantik dan rupawan menemani mereka untuk sekedar minum dan menghabiskan malam mengobrol.Rosco melarang lady escort-nya untuk melanjutkan hingga tahapan melayani tamu dengan tubuh mere
Semenjak hutang tersebut Lora bayar untuknya, Milly mulai merasa tenang.Aneh sekali cara mereka mendapatkan jejak Milly yang telah kembali ke Bandung lagi. Dalam hati, Milly bersumpah untuk tidak akan berhubungan dengan hal-hal mengerikan seperti itu.Kesalahan Martin memang sangat fatal dan mengakibatkan kehilangan nyawa. Tapi tetap saja, kematian adiknya membuat Milly sempat terpuruk selama beberapa saat.Walau hidup dengan Lora dan juga memiliki pekerjaan sebagai pembantu, Milly masih belum pulih sepenuhnya. Mentalnya masih terluka dan depresi yang mengendap tersembunyi dengan rapi dalam batinnya.Hanya pada malam-malam tertentu saja, Milly menangis tanpa sebab yang jelas.Waktu memang berjalan dengan cepat, tapi dirinya melangkah dengan lambat. Tidak ada kemajuan yang berarti saat ini. Milly terjebak dalam kemiskinan yang membelenggu dan sulit untuk melepaskan diri.Seperti lumpur pekat, setiap Milly melangkah menuju titik terang, jejak
Siapa yang mengatakan jika dalam hidup, cobaan akan ada akhirnya?Itu tidak berlaku dalam takdir seorang Milly Berliana.Siapa yang dapat menjamin, keinginan dan niat yang kuat mampu mengalahkan segala rintangan? Merebut peluang dan menggapai hidup yang lebih baik?Bukan itu yang terjadi dalam hari-hari Milly selama ini.Di jembatan inilah, Milly berdiri dengan koper yang mulai rusak rodanya dan tersendat. Menatap ke bawah, mengamati arus sungai yang terlihat deras dan terjal. Batu besar yang mencuat, menghasilkan riak berputar yang mengerikan.Milly menelan ludahnya dengan pikiran yang kalut dan hati kebas.Perasaannya seperti tidak mampu lagi melahirkan kalimat positif yang menguatkan. Seluruh harapan dan tekadnya luruh dalam kekecewaan bertubi-tubi.Apakah ini yang disebut karma? Untuk masa lalunya menjadi seorang pelacur?Wanita itu memejamkan mata dan mencoba mencari alasan tepat untuk tidak mengakhiri hidupnya saat ini. A
Membuka diri terhadap uluran tangan Maxer pada awalnya cukup sulit.Selain karena pengalaman dengan masa lalu dan juga hal yang ia lakukan terakhir kali dengan Prana, walau Milly sukarela, meninggalkan bekas pahit.Pria dengan kepribadian yang unik itu mengajaknya tinggal di sebuah rumah kecil yang lumayan layak untuk tempat persinggahan sementara. Rumah tipe 36 tersebut memang jauh dari kata rapi, tapi Milly tidak keberatan.Dalam sekejap, ia membereskan semuanya dan kini tampak berbeda jauh.“Kata jorok yang kamu bilang kemarin, ternyata deskripsinya beneran sesuai!” keluh Milly sembari mengulurkan kantung sampah berikutnya pada Maxer.“Aku jarang di rumah. Kebanyakan tidur di mess karyawan. Pulang kalo pas libur aja, gimana nggak jorok?” kelit Maxer.“Alasan! Masak sampe kamu nggak sempet sortir semua ini?!”Maxer akhirnya memilih menghindar dan malas berdebat. Toh rumahnya sudah rapi dalam sulap
Aditi menyambut Milly dengan pelukan hangat. Setelah tidak pernah bertemu dalam tujuh tahun terakhir, teman dekat waktu sekolah menengah tersebut masih belum berubah. Tetap tenang, santai dan rokok tidak pernah lekang dari bibirnya. Mengelola sebuah bar dan menjadi manager, cukup memberikan Aditi akses yang leluasa untuk membantu Milly mendapatkan pekerjaan. Dengan gaya khas Aditi, Milly diperkenalkan pada semua karyawan dan pegawainya. Temannya juga membawa Milly berkeliling untuk mengetahui apa saja yang ada di bar tersebut. Musik country yang selalu mengalun, Milly kenali sebagai cita rasa musik Aditi yang tidak pernah berubah. Enam buah meja bilyar yang sepertinya tidak pernah sepi tersebut, juga mencirikan tentang sahabatnya. Milly menduga jika Aditi yang telah mengkonsep tempat ini. “Kita akan menikmati hari pertamamu, lupakan tentang kerja!” ajak Aditi seraya meminta dua gelas whiskey dan mengambil tempat paling ujung yang jauh dari keramaian.
Milly menyesali kenapa dia membiarkan hatinya terjerat dalam sentuhan Jetro. Kini satu hal yang masih mengganjal dan kadang muncul dalam renung malamnya adalah pria tampan setengah iblis tersebut.Tidak pernah menyadari bahwa dirinya adalah wanita yang sebetulnya layak dan bisa merebut hati sang pria tampan tersebut, Milly mencoba merendahkan diri dan mencoba melupakan hasrat konyolnya.Mencoba realistis dan menghadapi hidup yang jelas tidak semanis kisah Hollywood yang selalu berakhir dengan ‘happy ending’.Dirinya pergi dengan alasan yang tepat. Merengkuh kebebasan.Tapi, kenapa setelah ia berhasil menjauh, hidupnya seperti kesepian? Milly seperti kehilangan sesuatu yang begitu berharga.Melupakan tujuan awal saat memutuskan untuk melepaskan diri dari jerat pernikahan palsu, kini Milly menginginkan ada ketidak sengajaan yang membuatnya mendapat kesempatan kedua.Ironis sekali bukan?Setiap menatap wajahnya di cermin, Mil
Kapal pesiar yang sedang menyelenggarakan pesta pernikahan Virgo dan Joya itu tampak dihadiri oleh ratusan, bahkan mungkin ribuan tamu. Semua tampil dengan baju mahal dan elegan. Masing-masing tidak menyembunyikan diri dari wujud aslinya. Para siluman, manusia keturunan iblis, dan juga makhluk unik lainnya menunjukkan diri mereka yang sesungguhnya. Milly duduk dengan mempelai wanita, Joya, Gen, Trey dan Minerva juga Greta. Wanita tambun yang terlihat mulai bisa berbaikan dengan Jetro dan Virgo itu, terlihat ingin mengenal Milly lebih dekat lagi. Hidangan mewah terhidang terus menerus tanpa berhenti. Sementara minuman yang mahal, seperti sampanye dan wine, juga mengalir non-stop. Virgo menyalami satu persatu kawan lama yang sudah lama tidak ia temui. Mereka sangat terkejut ketika melihat Virgo akhirnya menjatuhkan pilihan pada seorang wanita cantik yang sangat eksotis. Ketika pembawa acara mengumumkan mengenai sambutan dari mempelai wanita, Mil
Pagi itu, Milly terbangun dan jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Tidak biasanya ia terbangun lambat.Ia menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya dan beringsut turun. Setelah mengingat ingin segera memeriksa kondisi Jetro, ia bergegas menuju kamar mandi.Tadi malam, Milly sempat menengok sebentar sebelum tidur. Betapa batu permata ajaib itu memang bereaksi sangat cepat pada Jetro. Tubuh pria yang tadinya mengalami sakit parah dan tinggal kulit yang membalut tulang, kini mulai mengubah Jetro kembali seperti sebelumnya.Sangat mengesankan!Harapan Milly, semoga pagi ini Jetro sudah pulih seutuhnya. Setelah berganti baju, Milly merapikan tempat tidur. Meski Frey selalu membongkar dan merapikan kembali, tapi Milly tetap merapikan setiap harinya.Sebelum keluar dari kamar, ia mematutkan diri di depan kaca. Pantulan bayangan yang di depannya, membuat Milly tersenyum.Baju terusan sederhana dan sedikit longgar ini, dengan kancing kecil dari
Ketika memasuki ruangan yang tampak terang itu, Milly melihat semua hadir. Bahkan pilot dan sopir Jetro yang tidak pernah nimbrung juga ada di sana.Virgo memberi isyarat pada Minerva untuk mendekat. Jetro dalam posisi duduk menatap Milly dengan wajah pucat. Matanya cekung dan tulang pipinya tampak tirus.Pria gagah yang pernah Milly kenal berubah menjadi mayat hidup, yang tinggal tulang belulang berbalut kulit.Minerva dan Virgo berdiri berhadapan, sementara saling berpegangan tangan. Entah apa yang mereka gumamkan, tapi Milly mendengar dengung halus seperti mantra terlontar dari semuanya. Trey memberikan tabung kaca yang berisi Blood Diamond sebesar bola kelereng itu, lalu memberikan pada Frey.Sementara dalam hati ia terus bertanya dan menebak rentetan pengembalian batu ke dalam tubuh Jetro. Frey mengambil batu tersebut lalu mendekati Jetro yang tersenyum tipis kepadanya.Tidak pernah Milly duga sebelumnya, jika proses tersebut akan begitu memil
Setelah kembali ke pulau pribadi Jetro, Milly hanya duduk termenung dengan wajah melamun. Koper dan semua benda miliknya yang baru saja Maxer letakkan di kamarnya belum tersentuh sedikit pun.‘Kenapa aku menjalani kehidupan ini?’ batin Milly masih tidak mengerti bisa terjebak dalam kehidupan seperti ini.Pikirannya kembali terbayang saat merunut semua perjalanan hidupnya dari pertama bertemu mereka semua.Waktu remaja, bukan ini yang ia cita-citakan untuk terjadi. Bahkan ketika menjalani profesi sebagai pelacur pun, Milly tidak pernah memiliki imajinasi akan berada dalam lingkungan para siluman, monster, bahkan iblis.“Aku adalah manusia yang tidak pernah menginginkan hal besar terjadi dalam hidupku. Aku bukan wanita serakah. Tapi kenapa alur hidup bisa sedemikian rumit?” gumam Milly pada dirinya sendiri.Wajah cantiknya menengadah dan memandang langit-langit kamarnya.Pertama kali ia datang tiba di kamar ini, dirinya
Milly memandang wajah Prana sepuasnya. Mungkin ada sekitar satu jam ia membiarkan dirinya menangis serta mengenang masa lalu mereka.Tidak terpikir dirinya akan menjadi malaikat maut, penjemput jiwa bagi Prana.Tidak juga terbayang jika Prana menyerahkan nyawanya dengan sukarela, tanpa perlawanan.Benarkah masih ada bentuk cinta yang masih sedemikian tulus dan segila ini? Memberikan nyawa demi yang dicintai?Akhirnya pintu terkuak dan Joya masuk lebih dulu.“Mill,” panggil siluman ular yang telah menjadi sahabatnya itu pelan. Joya terlihat prihatin dan tegang.Wanita yang dipanggil namanya menoleh dan kembali menangis. Joya berlari mendekat, lalu bersimpuh di hadapan Milly.“Aku tidak perlu menjadi pembunuhnya secara langsung, Joy. Dia menyerahkan nyawanya tanpa perlawanan,” adunya Milly seperti ingin meluapkan sesal yang menghimpit dadanya.Joya memeluk Milly dan mengusap punggung dengan lembut.
Makan malam yang mungkin menjadi akhir dari hidup Sybil atau Prana, dipenuhi keheningan dan isak tangis pelan yang terlontar dari Milly.“Jadi hatimu lebih memilih Jetro ….” Prana seperti berkata pada dirinya sendiri.Milly masih membisu dalam sedu sedan.“Seharusnya aku sadar dan tidak memaksakan kehendakmu. Maafkan aku, Mill. Telah membuat hidupmu seperti di neraka dunia.” Prana menitikkan air mata pertama dan menatap Milly dengan kesedihan juga penyesalan mendera.“Di luar semua kekejian yang telah kulakukan padamu, satu hal yang ingin aku kembali katakan padamu, Mill Berliana. Aku sangat mencintaimu melebihi nyawaku sendiri. Seandainya untuk membuktikan seberapa besar perasaan ini harus menyerahkan napasku, aku rela.”Milly menutup wajah dengan kedua tangannya.Dengan gerakan perlahan, Prana meraih sendok dan garpu, lalu kembali menyuap makan malam. Kunyahan itu diiringi derai air matanya.
Semua makanan telah terhidang. Sementara menunggu Gen yang sedang mandi, Milly yang terlebih dulu selesai menata piring dibantu oleh Made.“Mbok, kalo mau ikut makan sekalian yuk?”Made buru-buru meminta maaf.“Saya malah nggak enak, karena lupa beli kue ulang tahun buat bapak. Kayaknya, saya pamit duluan deh, Bu,” cetus Made terlihat sungkan.Milly membeku sementara berdiri memegang sendok dan garpu yang akan dia susun.“Ulang tahun Prana?” ulang Milly dengan ekspresi kaget.“Iya. Ibu lupa ya?” goda Made dengan senyum jenaka.“I-iya. Ya udah nggak apa-apa. Kita rayakan dengan makan malam yang ini aja,” tukas Milly dengan senyum kikuk. Rasa bersalah memenuhi benak Milly dan ia menjadi makin salah tingkah. Sesekali ia melirik ke arah makanan dan tampak bingung sekaligus gugup.Tegakah hatinya melakukan ini pada hari ulang tahun Prana? Hari perayaan kelahiran, akan menja
Suasana villa seperti biasa tampak sepi. Milly meminta Gen menemani dirinya dan setelah masuk ke dalam, Made menyapa mereka dengan ramah.Ada beberapa pegawai lain yang sedang membersihkan kolam renang dan juga taman di tengah villa. Milly melemparkan sapaan seperti biasa.“Kamu tunggu aku di sini, masuk aja ke kamar. Nggak dikunci,” ucap Milly.Gen menatap Milly dengan pandangan yang agak khawatir.“Hati-hati,” peringatnya.“Aku akan baik-baik aja.” Milly tersenyum kecut dan mengangguk.Setelah menarik napas, ia melangkah ke arah bangunan utama di mana Prana berada. Mobil merah sport ada di garasi, ini menunjukkan jika Prana ada di rumah .Ketika ia menggeser pintu sliding itu, Prana segera menoleh dari arah meja bar yang jadi satu dengan ruang bersantai mereka.“Milly,” sambut Prana sedikit kaget karena Milly kembali dua hari kemudian. Sebelumnya, ia meminta tiga hari untuk meng
Mendung mengelayuti langit Bali sejak pagi. Hampir keseluruhan langit gelap melingkupi pulau dewata. Prana berdiri menatap ke luar sementara penampilannya kusut. Jendela kamarnya berembun, seperti mata cokelatnya.Pria tampan yang termenung sendiri itu terlihat putus asa. Tidak ada sinar di matanya. Raut wajahnya semendung langit, tanpa cahaya. Entah sudah berapa lama, Prana membiarkan dirinya tersiksa dalam deraan kasih tak sampai.Kilasan peristiwa buruk bergantian mengisi benaknya. Hingga momen bertemu Milly untuk pertama kalinya di halte, Prana masih bisa merasakan debar hatinya yang jatuh cinta pada pandangan perdana. Gadis itu tampil dalam wujud menawan, begitu mempesona. Pipinya yang bersemu merah karena terkena panas, justru menambah kecantikannya.Mata lentik dan bibir mungil penuh yang terbentuk dalam lengkung sempurna itu sangat pas menghiasi wajah ovalnya. Kulit putih halus menawan, tanpa cacat dan noda. Milly adalah makhluk paling sempurna bagi Pran