Seiring dengan ditutupnya pintu mobil dan mobil yang melesat pergi, Emma masih saja terdiam dan tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi. Genggaman tangan itu masih terasa di tangannya. Ia masih saja menatap kepergian mobil yang sudah berbelok ke jalanan umum.
“Sampai kapan kamu akan berdiri di situ, Emma?” Suara Ester menyadarkan Emma dari lamunannya. Ia langsung membuka pintu pagar dan masuk ke dalamnya. Kakinya yang melangkah namun pikirannya tertuju pada kejadian beberapa menit yang lalu.
“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Ester ketika melihat wajah Emma sedikit memucat dan terdiam. Biasanya Emma langsung memberikan salam ketika sampai di rumah.
“Aku baik-baik saja, Bu. Sedikit kecapaian karena lembur pertama bekerja.” Emma berusaha bersikap normal dan berjalan menuju kamarnya. Ester ingin memarahi putrinya yang pergi begitu saja dari rumah sakit, namun ketika melihat wajah letih Emma akhirnya Ester mengurungkan niatn
Sebuah alarm dengan lagu Adele Easy On Me, terdengar nyaring di dalam ruangan kamar dengan nuansa monokrom. Emma menggeliat. Sinar matahari menerobos dan menampar wajahnya. Semalam ia sengaja membuka jendela kamar. Emma mengumpat dirinya dalam hati karena hari begitu cepat bergulir dan matanya menyipit karena silau. Hari ini adalah hari Sabtu. Ia sengaja membuat alarm di jam tujuh.Emma menguap lebar lalu bangun dari tidurnya. Ia membuang tatapannya ke taman. Beberapa mawar mekar dengan indahnya. Mawar sunsprite tertinggal satu batang dan sudah mulai menguncup. Mungkin Alin atau Ester yang sudah menyiramnya. Daun bunga di taman terlihat basah dan segar.Emma turun dari ranjang dan mulai mengambil sepatu olahraganya. Ia berniat untuk lari keliling kompleks hari ini. Tubuhnya terasa berat, ia harus meringankannya dengan berolahraga. Apalagi malam ini ia harus memakai gaun, jadi Emma harus terlihat segar dan cantik.Emma sudah bersiap setelah sikat gigi
“Ibu...” Suara Emma sejak sore sangat berisik di rumah itu. Ester sampai kebingungan menghadapi putri sulungnya ini. Ia senantiasa bertanya lipstik mana yang cocok, blush on mana yang bagus, sampai meminta di ajarkan cara menggambar alis. Ester saja sampai bingung dengan putri sulungnya, sudah dua puluh lima tahun namun belum bisa berdandan.Sudah pukul lima sore dan Emma baru saja mulai mandi. Ia segera berdandan. Berbekal tutorial di YouTube, Emma mulai mengikuti step step cara make up untuk berpesta. Ia memilih untuk make up natural. Karena menggambar alis merupakan hal yang rumit, Emma memutuskan untuk tidak menggambar alisnya.Empat puluh menit berlalu. Emma akhirnya tersenyum puas dengan dandanannya. Ternyata dandanan pertamanya terlihat liar biasa. Emma membuka lemarinya dan mengambil gaun yang diberikan atasannya.“Wow...” Emma terpana ketika melihat dirinya yang jarang mengenakan gaun terlihat sangat cantik ketika mengenakannya.
Akan ada suatu masa seorang wanita menutup pintu dari segala rasa cemas dan memberikan jaraknya dengan dunia disekitarnya. Terdiam, enggan menanggapi saat semua orang disekelilingnya tertawa bahkan mencemoohnya. Saat dia berusaha memulihkan diri dari rasa sakit yang terjangkit dan pelik yang seakan mengiris relung hati, kini harus dihadapkan pada kenyataan yang seharusnya tak ia hadiri.“Emma Liandra...” Suara Orlando menggema di ruangan itu. Emma tidak bisa berbuat apa-apa. Ia seperti seorang pencuri yang tertangkap basah. Pada saat itu juga ia teringat pertanyaan atasannya. Jadi inikah maksudnya?“Apa yang kamu lakukan di sini? Siapa yang mengundangmu?” Orlando dengan tatapan mencemooh. Begitu pula istrinya yang mengenakan gaun pengantin berwarna putih tersebut. “Hay semua...” Orlando mengeraskan suaranya sehingga seisi ruangan melihat ke arahnya. “Lihatlah seorang mantan yang putus denganku beberapa waktu lalu kini dengan ti
Ethand dan Emma langsung mengerut mendengar perkataan Ryan. Eves The Hill Vunia adalah rumah Ethand dan Emma belum mengetahuinya.“Itu kan rumah orang kaya.” Batin Emma dengan dahi masih berkerut. Sedangkan Ethand hanya terdiam.“Bagaimana?” tanya Ryan lagi dan memastikan ke dua orang yang saling terdiam tersebut.Ethand langsung menjawabnya dengan instruksi tangan. Sedangkan Emma hanya menuruti saja.Sepanjang perjalanan, Ethand dan Emma saling diam. Ryan sesekali menengok ke arah spion sekedar memastikan ke dua insan itu masih bernapas. Sunyi dan senyap di dalam mobil tersebut hanya suara deru mobil yang memecah keheningan jalanan kota Vunia.Ryan ingin sekali memutar musik namun Ethand tidak menyukainya. “Bagaimana pekerjaanmu Emma? Apakah lancar?” Ryan memutuskan untuk mencari bahan pembicaraan.“Kalau back-end sudah selesai, Pak. Front-end masih dikerjakan oleh Sobig,” jelas Emma.&
Tentang perasaan seorang wanita, ia akan percaya bahwa tak ada cinta yang tak mulia. Kelemahan wanita adalah sulit membedakan cinta yang mulia dan cinta yang melenceng. Emma masih terluka karena patah hati akibat dari lelaki yang dikiranya memiliki cinta yang tulus untuk dirinya. Ternyata lelaki itu membalas perasaanya dengan cara yang perih dan pedih. Memberikan hati pada seorang lelaki namun berujung pilu. Namun dalam hati, Emma meyakini dan masih percaya bahwa cinta yang baik akan datang di waktu yang tepat dan terbaik. Emma sudah terlanjur kecewa pada lelaki yang menyepelekan komitmen dan membuat komitmen seakan tidak ada arti dan nilainya. Lalu mengapa tatapan dari pria dingin dihadapannya seakan tulus dan menenangkan?Hodeed eyes wanita jelita di hadapannya membuat Ethand enggan berkedip. Bagaikan mutiara yang bersinar terang dan kemilaunya mampu membuat netra siapa saja enggan berpaling. “Selama matahari masih bersinar dan orang sekitar masih mendukung dan menyay
Memang benar perkataan Ryan, jika atasan Alves Corp sungguh berbeda ketika berada di rumah. Raut wajah dingin dan kejam seakan hilang ketika ia dengan telaten membersihkan daun kering dari bunga-bunga yang ditanamnya.“Apakah di bajuku ada sesuatu?” tanya Ethand menyadarkan Emma dari lamunannya.“Ti-tidak ada, Pak.” Emma langsung membuang tatapannya ke langit malam. Ia salah tingkah karena ketahuan oleh Ethand jika dirinya sedang mengamati lelaki itu.“Apakah kamu menyukainya?” Ethand berbalik dan membuka sarung tangan yang dipakainya.“Suka, Pak.” Emma memberanikan diri untuk mendekat ke arah Ethand. Dengan tangan kosong tanpa sarung tangan, mulai membersihkan daun kering tomat ceri. Tiba-tiba tangannya di pegang oleh Ethand. Emma pun terkejut dan langsung berbalik. Namun ia tidak tahu jika lelaki itu berdiri tepat di belakangnya. Ke dua netra mereka kembali beradu. Bahkan masing-masing dapat mendengarkan h
Adakah seseorang yang terluka sebelum memulai cinta? Ethand pernah mengalaminya pada masa yang silam. Pada saat Alves Corp jatuh bangkrut membuatnya juga ikut terpuruk. Pada masa-masa sulitnya, seorang wanita hadir menemani hari-harinya. Menguatkan dan selalu memotivasinya. Wanita itu sangat disayangi oleh Ethand. Menurutnya wanita itu adalah jodohnya. Namun tidak disangkanya jika manisnya kisah itu berlangsung singkat. Membuat Ethand tidak lagi percaya cinta dan bahkan berubah dingin dan datar. Melihat semua wanita sama saja. Datang dengan rasa manis dan pergi meninggalkan pahit yang begitu dalam.Sudah tiga tahun lamanya. Kini kerasnya hati akan cinta perlahan meleleh. Hodeed eyes dan senyum manis Emma mampu membuat Ethand tergugah. Bahkan mampu membuatnya nyaman. Rasa marah dan benci kini berubah menjadi juang bagi Ethand untuk mendapatkan hati wanita itu. Ia menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakannya. Yang menjadi pikirannya sekarang adalah apakah wanita itu bisa men
Emma merasa heran karena Ethand yang terdiam dan tidak bersuara lagi semenjak dirinya meminta pulang dengan taksi. Ia kembali mencerna tiap kalimat yang diucapkannya. Namun Emma tidak menemukan kesalahan di dalamnya. Lelaki itu juga bahkan lebih dingin dari sebelumnya. Apakah ada sesuatu yang telah membuatnya terdiam dan enggan berbicara?Ryan juga terdiam kala melihat raut wajah Ethand yang sudah tidak selembut sebelumnya. Ia tahu jika Ethand merasa kesal dengan Emma yang bersikeras untuk pulang dengan orang lain selain dirinya.“Sudah pukul sepuluh lewat dua puluh menit, Ethand,” ucap Ryan. Emma menatap heran ke arahnya karena mendengar Ryan begitu santai memanggil atasan mereka.“Baiklah.” Ethand bangkit berdiri kemudian berjalan turun dari roof garden tanpa memanggil Emma.“Apakah pak Ethand sedang marah?” tanya Emma pada Ryan selepas Ethand meninggalkan mereka.“Aku tidak tahu, Emma.” Ryan sengaj
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku