“Apakah dia sudah pulang?” tanya Ethand pada Ryan yang baru saja masuk ke dalam ruangannya.
“Sepertinya sudah, Pak.” Ryan lagi-lagi mengutuk dirinya dalam hati. ia sennatiasa lupa jika atasannya tidak menyukai jawaban yang tidak pasti. “Saya akan memeriksanya lewat cctv, Pak.” Ryan dengan cepat mengambil ponsel dari saku celana kerjanya. Ia melihat Emma keluar sambil memapah bungkusan cokelat di tangannya. “Dia baru saja keluar dari ruangan, Pak. Sambil membawa sekotak cokelat,” ucap Ryan sumringah.Sebuah senyum membentuk lengkungan tipis dan sorot mata yang hangat terpancar dari wajah Ethand. Baru pertama kali ia melihat raut wajah Ethand begitu menenangkan bagi siapa saja yang memandangnya. Ia sampai berkedip untuk memastikan bahwa yang dilihatnya kini adalah nyata. Ryan berusaha membatuk untuk menormalkan segala pikirannya. “Sudah waktunya pulang, Pak.” Ryan melihat jam di pergelangan tangannySetelah diketahui Ryan bahwa ada private lift bagi penghuni penthouse, kini Ryan disuguhkan dengan ruangan mewah dan modern. Penthouse itu memliki dua lantai dan ada tangga untuk berpindah di antara lantai yang terletak di dalam ruangan itu. Hunian milik Ethand juga memilki balkon besar yang membentang di sepanjang rumah, menciptkan outdoor yang besar dan nyaman untuk pemilik hunian. Alih-alih menggunakan bingkai kaca, hunian Ethand menggunakan panel kaca besar dengan pemandangan luar yang tidak terhalang. Lampu langit-langit yang besar membawa keindahan ke seluruh ruangan.Ryan meletakkan tas atasannya di atas sofa. Sofa berwarna navy itu bisa digunakan Ryan untuk tidur, panjang dan empuk.“Duduklah,” ujar Ethand. “Mau minum apa?”“Ah… Saya ambil sendiri saja, Pak,’ jawab Ryan.“Baiklah. Dapur ada di ujung lorong.” Ethand menunjuk kea rah sebuah lorong dengan sedikit penerangan. Ethan
Jatuh cinta adalah hak semua orang. Karena jatuh cinta adalah perasaan manusiawi dan bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Banyak orang berusaha menggapai dan menyatakan rasa cintanya kepada orang yang dicintai dengan berbagai cara. Namun bagaimana jika rasa cinta dan hasrat kepada karakter atau tokoh fiksi?Hal ini terjadi pada Jane, sehingga istilah khusus untuk menggambarkannya, yaitu fictophilia. Fictophilia merupakan keinginan, perasaan cinta, daya tarik terhadap suatu karakter fiksi di buku novel, komik maupun film. Orang-orang yang mengalami fictophilia merasakan perasaan yang begitu besar terhadap karakter khayalan, sehingga terkadang membuatnya enggan berinteraksi dengan lawan jenis di dunia nyata.“Jangan karena masa lalu membuatmu jadi begini, Bestie,” ujar Emma. Ia sudah sejak lama merasa khawatir dengan sahabatnya ini. Enggan menjalin hubungan dan lebih menyukai kesendirian akibat trauma masa lalu.Jane terdiam dengan tatapan f
Ryan sudah rapi dan menunggu Ethand di ruang tamu. Jas dengan potongan slim fit sangat cocok di badannya. Ia mengecek jam di pergelangan tangannya. Kurang seperempat jam delapan malam. Sepuluh menit kemudian, Ethand pun datang. Ryan langsung fokus ke pakaian yang dikenakan Ethand.Lelaki itu mengenakan celana jeans dan baju kaos polos berwarna putih dipadukan dengan blazer berwarna biru tua. Sangat berbeda dengan Ryan yang mengenakan jas formal.“A-apakah saya harus mengganti pakaian saya, Pak,” tanya Ryan ragu-ragu.“Tidak perlu.” Ethand memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Mala mini kamu berperan menjadi atasan dan saya adalah bawahan kamu.”Ryan pun mengernyit. Ia tidak mengerti apa yang dimaksudkan Ethand. “Maksudnya, Pak?”“Malam ini ada sebuah acara di klub Nuni’s. Untuk malam ini kamu menjadi atasan saya dulu.”“Apakah kita sedang menyamar, Pak?
Ester tiba-tiba datang menghampiri Emma diikuti oleh Jane di belakangnya. Mereka juga mendengar suara teriakan dari depan rumah.“Siapa itu, Emma?” tanya Ester dengan nada khawatir.“Orlando,” jawab Emma lalu pergi begitu saja. Ia terlihat acuh dengan kehadiran pria itu. Jika memang dijodohkan, mengapa ia dengan leluasa menikmati cumbuan di depan restoran tadi? Emma tidak habis pikir dengan lelaki itu. Sudah jelas-jelas Emma melihat keburukannya.Ester kembali menyusul Emma, sedangkan Jane berjalan keluar meladeni Orlando.“Mengapa dia kemari?” tanya Ester pada Emma yang sudah memasuki kamarnya. Emma yang sedang membuka bungkusan dan mengambil pakaian basanya hanya terdiam. Cokelat yang diberikan oleh Mac ditaruhnya di atas meja. Ia pun duduk di ranjang.“Paling datang minta maaf, Bu.”Ester mengusap bahu putrinya. Raut wajah dengan keriput yang mulai kelihatan, terukir kesedihan di sana. &ldqu
Ada beberapa hal seseorang meninggalkan peran bahkan hobinya. Bagi Emma, keahliannya dalam dunia IT pernah membuatnya menyesal karena mampu mengetahui hal yang disembunyikan seseorang di dunia maya. Dari posisinya berada bahkan file-file penting sekalipun. Ia tidak sengaja menemukan bahwa ayahnya pernah menikahi wanita lain di suatu tempat dan hanya dirinyalah yang mengetahuinya. Ester hanya memberitahukan bahwa ayah mereka telah pergi meninggalkan jauh namun ternyata ayahnya masih hidup. Semenjak mengetahui kebenarannya, Emma jarang masuk ke dala ruangan ini. Hanya Ester yang masuk untuk membersihkannya.“Dia sudah kembali ke tempatnya,” ucap Ester lega.“Apakah dia jarang masuk ke dalam ruangan itu, Bu?” tanya Jane penasaran.“Bukan jarang, tapi bahkan tidak pernah memasukinya. Baru hari ini.”Jane baru mengetahui jika sahabatnya itu tidak menekuni hobinya sejak lama. Namun, kemampuannya dalam bidang ini tidak ber
Dalam hubungan darah dan kakak beradik, tentu rasa sayang dan pengorbanan akan selalu ada. Sang kakak akan menjaga dan merawat adiknya begitu pun sebaliknya. Situasi yang di alami Emma sekarang mengharuskan dirinya untuk menggantikan Alin menemani seorang lelaki minum. Entah berapa lama waktu yang akan dihabiskan bersama lelaki itu. Emma juga tahu jika dirinya tidak bisa meminum alkohol. Namun ia juga tidak bisa membiarkan adiknya hancur dan dipermainkan oleh para lelaki di ruangan itu. Alin masih sangat belia. Belum waktunya untuk mengenal hal gelap semacam ini.Alin memegang lengan Emma dengan tatapan sedih dan juga menyesal. Emma di belakangnya juga ikut memegang blazer yang dikenakan Emma.“Pulang lah,” ucap Emma pada Alin dan Jane. Melihat raut wajah Emma yang datar membuat Jane sedih. Ia menggeleng dan tidak tega meninggalkan sahabatnya di sana. Ketika melihat tatapan Emma yang tidak biasa, Jane pun menarik Alin keluar.Alin memberontak ketika
“Apa yang Bapak cari?” tanya Ryan ketika melihat langkah kaki Ethand terhenti dengan pandangan menulusuri setiap sudut ruangan.“Tidak ada.” Ethand kembali menyusul Ryan yang menunggunya di sebuah meja dengan dua buah kursi.“Ingat maksud kedatangan kita kemari,” pesan Ethand karena Ryan masih memanggilnya dengan sebuatan bapak. Ryan langsung menyadari kesalahannya. Ia menegakkan bahunya agar terlihat seperti atasan pada umumnya.Mata Ethand menjelajahi tiap sudut ruangan dengan harap menemukan lelaki yang dicarinya selama ini. Akibat gemerlapnya cahaya dengan berbagai warna membuat mata Ethand sakit. Ia mengusap matanya sebentar dan melihat beberapa deretan minuman di bar.“Apakah ingin minum sesuatu?” tanya Ryan yang sejak tadi menahan diri untuk meneguk alkohol.Ethand tidak menjawab dan malah bangkit berdiri menuju ke arah bar. Ia pun langsung memesan beberapa minuman. Betapa terkejutnya Ryan ketika m
Ethand tidak bisa lagi mengontrol emosinya. Dengan langkah cepat langsung menendang lelaki yang menarik rambut Emma. Lelaki itu langsung terlempar ke arah sofa dan meringis kesakitan. Kemarahannya semakin memuncak kala melihat darah di wajah Emma.Melihat atasan mereka dipukul oleh Ethand, para lelaki yang duduk di sofa langsung geram. Mereka mengepalkan tinjunya untuk segera melumpuhkan lelaki ber-blazer navy itu. Namun, mereka bukanlah tandingannya. Satu persatu dikalahkan oleh Ethand dengan begitu mudah. Mereka meringis kesakitan dan juga ada yang pingsan.Beberapa wanita yang menemani para lelaki itu sebelumnya menepi ke sudut ruangan dengan takut. Tapi mata mereka menatap kagum ke arah Ethand. Ketika melihat netra hitam milik Ethand begitu marah para wanita dengan pakaian kurang kain itu langsung berlari keluar.Setelah melumpuhkan mereka, Ethand melangkah menuju lelaki yang diketahui merupakan atasan mereka. Ia berusaha bangkit namun sepertinya tulang rusu
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku