Sudah sekian lama Emma akhirnya bisa merasakan bahagia sesungguhnya. Diperhatikan dan disayangi oleh lelaki yang menjadi kekasihnya sejak dua jam yang lalu. Setelah menikmati lembah surga Sanis, mereka akhirnya kembali ke kota Sanis. Sepanjang perjalanan tangannya senantiasa di genggam oleh lelaki tersebut. Senyum bahagia juga terukir di wajah mereka berdua.
“Apakah kamu bahagia hari ini?” tanya Ethand seraya mengusap lembut tangan Emma.Emma mengangguk dan tersenyum. “Bahagia sekali,” jawabnya dan membiarkan tangannya diusap oleh Ethand. “Kita mau ke mana?” tanya Emma ketika melihat mobil yang dikendarai Ethand berbelok ke arah yang berlawanan dengan kota Vunia. “Ada sesuatu yang harus dibeli, Emma,” jawab Ethand dan memainkan sebelah matanya pada Emma. Wanita itu langsung tertawa karena pertama kalinya melihat Ethand berbuat demikian. “Ternyata kamu orangnya lucu,” ujar Emma.“Ha“A-apa? Me-nikah?” Emma terkejut dengan pertanyaan itu. Baru beberapa jam ia menjalin kasih dengan Ethand namun sekarang sudah di tanya kapan menikah. Joyce dan Jian saling menatap.“Kami belum lama menjalin hubungan. Jadi butuh waktu untuk melanjutkan ke tahap selanjutnya,” ujar Ethand. Ia juga terkejut dengan pertanyaan tiba-tiba dari Joyce.“Kami tunggu kabar baik secepatnya, Ethand,” balas Joyce.“Jangan lama-lama malu sama umur,” ucap Arnold. Ethand lagi-lagi menggaruk tengkuknya.“Amin,” ucap Ethand kemudian. Ia sudah memikirkan tentang masa depan hubungannya dengan Emma. Namun ia juga harus memberi waktu pada wanita itu.Emma hanya bisa memberikan senyum pada keluarga itu. Sungguh pertanyaan yang membuat jantungnya hampir berhenti. Namun, ketika mendengar harap dari Ethand, hati Emma menghangat. Jadi, atasannya itu sungguh menjalin hubungan yang serius dengannya.
PRAKK!!Sebuah berkas dilempar begitu saja dan mengenai dinding yang perlahan kusam. Ruangan yang semula gelap karena minim penerangan, kini sebuah cahaya masuk mengenai wajah seorang lelaki berwajah pucat dan mulai keriput. Sebuah kacamata berlensa besar bertengger di hidungnya.“Apakah tidak bisa menembus database Alves Corp lagi?” Suara Prima menggelegar di ruangan itu. Lelaki yang duduk di sebuah kursi hanya bisa mengangguk. Prima semakin naik pitam dan mengusap wajahnya kasar. “Saya tidak mau tahu, secepatnya harus bisa menembus database Alves Corp.”“Mereka memiliki seorang ahli. Pertahanannya sulit ditembus,” jawab lelaki tersebut seraya melepaskan kacamata dan menaruhnya di meja.“Sejarah baru bagimu, Melissa. Belum pernah ada yang mampu menyaingimu. Dan kini... “ Prima menatap wajahnya lekat. Lelaki itu membalas tatapan Prima. Matanya sedikit menyipit akibat silau cahaya yang masuk.“Saya t
Kota Vunia masih ramai seperti biasanya. Ethand masih saja menggenggam tangan Emma, seakan tidak ingin melepaskannya. Begitu pula Emma, genggaman tangan hangat lelaki itu membuatnya begitu nyaman.“Baru jam 4, mau langsung pulang atau ke mana dulu?” tanya Ethand.Emma berpikir sejenak. “Bagaimana kalau ke kafe Janasess,” jawab Emma.“Baiklah.”Buggati Chiron milik Ethand langsung berbelok pada simpang empat pusat kota Vunia. Emma menyandarkan kepalanya pada kursi mobil dengan mata tertuju pada jalanan. Matanya menyipit ketika melihat sebuah sepeda motor yang tidak asing. Ia mencoba mengingatnya. Beberapa saat kemudian, Emma akhirnya ingat siapa pemilik sepeda motor tersebut. Dia adalah Jenaver, putra Prima.“Mengapa dia selalu melewati jalan ini? Apakah rumahnya di sekitar sini?” tanya Emma dalam hati.“Apakah kamu mengenali sepeda motor itu?” tanya Ethand. Lelaki ini be
“Apakah mereka benar-benar sudah berpacaran?” tanya Ryan pada Jane.“Apakah matamu sudah buram? Tidak mungkin mereka hanya sekedar akting,” balas Jane.“Aku hanya belum percaya jika pria kulkas itu mampu menaklukan hati Emma,” ujar Ryan. Jane yang sedang menyusun kotak tisu langsung menatapnya.“Sudah lama atasan kamu itu mendekati sahabatku. Bahkan malam hari masih menghubunginya.”“Aku pun tahu hal itu, Jane.”“Lalu kenapa masih bertanya lagi?”“Kenapa bisa berbarengan dengan kita?”Jane menatap penuh selidik pada lelaki di sampingnya. “Apakah kalian berdua sudah merencanakannya?” tanya Jane.“Apa? Merencanakannya?” sergah Ryan seraya tertawa. “Yang aku tahu hari ini Ethand pergi ke kota Sanis. Biasanya dia membawaku namun tadi pagi dia berangkat sendiri. Aku curiga jika dia mengajak Emma ke sana karena hari ini
“Tidak ada yang berani menyentuhmu, Emma,” ucap Ethand. Nada suaranya terdengar berbeda. Seperti ada tekanan dan tajam di telinga Emma.“Aku bisa jaga diri. Kamu tenang saja,” balas Emma. Lelaki di sampingnya tidak lagi berkata. Tatapan matanya tajam dan sulit diartikan.Sepuluh menit kemudian mereka memasuki area parkir Alves Corp. Terlihat Ruby dan Linux juga baru sampai. Mereka langsung menghampiri mobil Ethand.“Kok Emma semobil sama pak Ethand?” tanya Ruby pada Linux. Lelaki di sampingnya hanya mengangkat kedua bahunya.“Selamat sore, Pak,” sapa Ruby dan Linux. Ethand menganggukan kepalanya dan terus melangkah menuju lift. Emma hanya melayangkan senyum pada mereka berdua. Ruby dan Linux mengerutkan keningnya kala melihat Emma yang begitu dekat dengan atasan mereka tersebut.“Apakah sudah ada percikan asmara di antara mereka?” tanya Linux penasaran.“Tidak mung
Kematian kakek Alves bukan hanya sekedar pembunuhan dari Prima tetapi juga telah mengambil beberapa dokumen penting dari Alves Corp. Ethand terdiam dan memikirkan bagaimana melepaskan diri dari gangguan Prima.“Aku ke ruangan dulu,” ucap Ethand lalu berjalan keluar dari ruangan IT. Emma mengetahui beban yang dipikul oleh kekasihnya itu. Ia membiarkannya sendiri dulu.“Prima Corp benar-benar keterlaluan,” ucap Ryan. Ia juga kembali tersulut emosi ketika mengetahui perbuatan Prima Corp di masa silam. “Kamu di sini dulu. Saya harus menemani Ethand,” bisik Ryan di telinga Jane.“Pergilah,” balas Jane.“Emma, aku titip Jane yah,” ucap Ryan sebelum beranjak pergi.“Aman, Pak,” balas Emma. Ia menarik sebuah kursi di sebelah Sobig lalu menaruhnya di samping kursinya.“Duduklah, Bestie,” ujar Emma. Jane langsung mendaratkan bokongnya di kursi tersebut.“A
Ruangan dengan minim penerangan terlihat berantakan. Komputer yang baru saja di banting terlihat retak di bagian layarnya. Kursi dan beberpa buku terlempar begitu saja. CPU dan alat elektronik lainnya sudah tidak berbentuk lagi. Di antara semua barang berantakan itu tergeletak seorang lelaki dengan kepala berlumuran darah. Di depan pintu berdiri Prima dengan wajah merah padam.“Jangan salahkan diriku jika terjadi sesuatu pada anak dan istrimu,” ucap Prima dengan suara tegas lalu meninggalkan ruangan itu.Lelaki dengan kepala penuh darah itu perlahan bangkit dari lantai. Pandangannya terlihat buram dan kepalanya terasa sakit. Ia berjalan menuju dinding dan duduk bersandar di sana. Sudah bertahun-tahun ia terkurung di sini dan Prima senantiasa mengancamnya. Lelaki itu melihat USB yang di pegangnya. Seketika ia tersenyum melihat USB tersebut.Otaknya sudah tidak mampu lagi bersaing dengan peretas Alves Corp. Ia memutuskan untuk pensiun namun Prima menol
Ethand mengambil tas Emma dan memegangnya. Wanita yang hendak mengambil tasnya itu menatap kekasihnya heran. “Apakah kamu akan membawanya?” tanya Emma dengan tatapan tidak percaya. Lelaki itu mengangguk dan tersenyum. Emma seketika berdiri dan berjinjit di depan lelaki itu. “Malu tahu dilihat orang,” bisik wanita itu dengan wajah bersemu merah. Pertama kalinya ia memberanikan diri mendekati wajah Ethand.Ethand seketika membeku. Ia tidak menyangka wanita yang dicintainya tiba-tiba mendekati wajahnya. Aroma lavender kembali masuk dalam rongga hidungnya. Menenangkan.Wajah Emma semakin bersemu merah kala melihat mata lelaki itu terus menatapnya. Bahkan diiringi senyum lembut yang mampu membuat jantung wanita itu berdetak tak karuan.“Kamu telah melakukan kesalah, Emma,” bisik lelaki itu di telinganya. Emma mengulum bibirnya. Dalam hati ia mengutuk dirinya karena telah berani mendekati wajah lelaki itu. Wanita itu menyeringai leb
Setelah kejadian di menara jam Ester selalu setia menemani Darek di rumah. Merawat dan menjaga suaminya dengan penuh kasih. Seminggu sekali mereka berdua akan pergi mengunjungi Emma di rumah sakit.Sudah sebulan Emma belum sadarkan diri. Selama itu pula Ethand selalu setia mendapinginya. Setiap hari ia akan membacakan berbagai cerita novel dan juga mendengarka musik bersama. Ia akan bergantian bersama Alin dan Jane untuk menjaga wanitanya itu.Seperti hari ini, Ethand kembali membacakan sebuah novel romantic pada Emma. Perlahan Emma menggerakan jari telunjuknya. Hal itu tidak disadari Ethand. Lelaki itu dengan ekspresi mendalami cerita tersebut terus membaca novel pada kekasihnya. Sampai pada cerita itu selesai, Ethand meneteskan air matanya karena kisah dalam cerita novel itu sungguh bahagia berbeda dengan kisah cintanya bersama Emma. Sampai saat ini, Emma belum sadarkan diri.Ethand menangis tersedu-sedu sambil menggenggam tangan Emma. Ethand merasa nyaman ketika menggenggam tangan
Emma baru saja selesai mandi dan berniat untuk istirahat namun ponselnya terus berdering. Ia segera mengambil ponselnya. Matanya membelalak kaget ketika membaca isi pesan dari Johan Prima. Lelaki itu mengirim gambar wajah Darek yang sudah membiru.Tanpa pikir panjang Emma langsung mencari koordinat telepon Johan. Setelah mendapatkannya Emma langsung keluar dari rumah Caroline. Namun naas, ketika sampai di depan Wilobi mall, Emma sudah dibekap oleh sebuah sapu tangan yang berisi bius. Tidak lama kemudian wanita itu tidak sadarkan diri.Emma hanya bisa mendengar suara samar-samar para lelaki disekelilingnya. Kepalanya terasa berat dan pusing. Setelah itu Emma tidak mendengar apa-apa lagi dan gelap sepenuhnya.***Rasanya baru terlelap namun kini hawa dingin menerpa tubuh Emma. Ia perlahan membuka matanya. Kepalanya masih terasa berat namun karena pandangan di depannya terlihat asing ia berusaha sadar sepenuhnya. Ia sangat terkejut ketika melihat siapa lelaki yang duduk di depannya.Bar
Tujuan Emma dan Caroline datang ke Nuni’s Club dan bertemu Johan adalah untuk mendapatkan sidik jari lelaki tersebut. Database prima corp di setting menggunak sidik jari Johan sendiri. Sehingga Emma dan Caroline untuk bertemu dengan lelaki kejam itu.“Jadi bagaimana apakah kamu bisa masuk ke dalam database mereka?” tanya Caroline yang sudah tidak sabar.“Tentu saja, Carol. Lihatlah…” Emma mempersilahkan Carol melihat semua data penting yang disembunyikan Johan begitu rapat. Betapa kagetnya ia ketika melihat data kepemilikan Prima Corp adalah orang tua kandungnya.“Dasar brengsek!” Caroline mengepal kedua tangannya. Wajahnya memerah karena menahan marah. Ia boleh mengemis pada pamannya itu ternyata malah sebaliknya. Sungguh kejam Johan pada orang tuanya. “Aku tidak ingin menunggu sampai besok, malam ini juga dunia harus tahu betapa kejam dan tidak punya perasaan lelaki bernama Johan tersebut.Emma segera menuruti perkataan Caroline. Ternyata Prima Corp adalah miliki wanita yang menolon
Suasana Nuni’s Club malam ini mengingatkan Emma pada kejadian lampau. Dimana ia dipukul oleh Daniel Jiani dan diselamatkan oleh Ethand. Dimana ia diselamatkan kedua kalinya di hari yang sama. Hari terpuruk dan terendah dirinya.Emma mengenakan sebuah dress yang sedikit ketat dan menampakkan tubuhnya yang ramping. Rambutnya yang sebahu dibiarkan terurai. Wajahnya sedikit dipolesi riasan.Sedangkan Caroline memakai pakaian yang kurang kain. Bagian dadanya terbuka lebar dan dress di atas lutut. Di tambah dengan high heels yang membuatnya terlihat tinggi dan juga cantik. Apalagi dia lama hidup di Spanyol.Kedua wanita itu melangkah masuk ke dalam Nuni’s Club. Caroline memakai wig dan menambahkan sebuah tahi lalat di atas bibirnya. Sedangkan Emma tampil apa adanya. Hanya sedkit riasan yang membuatnya terlihat berbeda. Ia terlihat seperti wanita karir dengan uang melimpah.“Di mana ruangan mereka?” tanya Emma. Kedua kalinya ia ke tempat ini dan tidak mengetahui ruangan di klub malam tersebu
Setelah mendengar Emma berada di Bank Central Vunia, Ethand dan Ryan langsung menuju ke bank tersebut. Namun ia sedikit terlambat, Emma sudah pergi dari tempat itu.“Bolehkah saya melihat rekaman cctvnya?” tanya Ethand pada Ryan.“Ini, Pak.”Ethand segera melihat rekaman cctv tersebut. “Carol?” ucap Ethand. Ia ingat pakaian yang dikenakan mantan kekasihnya pagi ini. Ethand lebih terkejut lagi ketika melihat Emma dengan busana yang sangat berbeda dari biasanya. Ternyata punggung wanita familiar yang dilihatnya sebelumnya adalah Emma. Ethand membanting ponsel Ryan begitu saja dan menimbulkan suara gaduh di dalam mobil. Ryan yang duduk di kursi kemudia hanya bisa terdiam. Ethand sedang marah dan kesal.“Bagaimana bisa aku tidak menahannya pagi tadi?” Suara berat Ethand diiringi dengan hembusan napas kasar membuat Ryan memberanikan diri melihat atasannya lewat kaca spion di depannya. Ethand terlihat berantakan dan juga wajahnya sangat muram.“Apakah kamu bertemu mereka sebelumnya?” tanya
Black Card sudah diterima Emma. Setelah urusan di bank usai, Emma dan Caroline segera keluar dari tempat itu. Emma berulang kali melirik ke arah cctv. Ia segera mempercepat langkahnya. Carolina juga demikian.“Aku lupa mengenakan masker. Sepertinya kita harus segera berangkat.” Emma dengan nada serius. Ia segera memasang sabuk pengamannya.“Bukankah itu adalah mobil Ethand?” tanya Caroline. Ia segera menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan bank itu.Emma melihat dari kaca spion di depannya. Ia masih bisa melihat lelaki itu keluar dengan terburu-buru dari dalam mobilnya. Wanita itu langsung membuang tatapannya ke tempat lain dengan tatapan sendu menatap pada jalanan yang tampak ramai oleh kendaraan.“Apakah kamu baik-baik saja?” tanya Caroline.“Aku baik-baik saja,” balas Emma. Untuk membalas Prima ia harus bisa dan menahan rasa rindunya. Emma juga harus bisa membuktikan bahwa ayahnya sepenuhnya tidak bersalah. Semuanya karena perbuatan Johan Prima.Jika cinta merupakan penyakit m
Alves Corp hari ini digemparkan dengan adanya kunjungan tiba-tiba dari Johan Prima bersama putranya. Ethand yang mendengar kabar it uterus berdiam di dalam ruangannya. Ia membiarkan Ryan yang menemui mereka.“Selamat datang di Alves Corp, Pak Johan,” ucap Ryan dengan ramah. Dalam hatinya menahan kesal sekaligus marah ketika melihat senyum dari lelaki perusak Alves Corp tersebut.“Apakah atasan kalian begitu sibuk sampai memerintahkan sekretarisnya untuk menyambutku?” Johan dengan nada serius namun sekelebat senyum terukir di bibirnya. Jenaver yang berdiri di sampingnya hanya terdiam.“Setelah mendapat kunjungan dari investor Jerman, pak Ethand merasa lelah dan kini sedang beristirahat di ruangannya,” jawab Ryan sengaja membawa nama investor yang telah memutuskan kerja sama dengan Prima tersebut. Sontak raut wajah Johan terlihat kesal.“Saya ingin bertemu dengan atasanmu.” Nada suara Johan terdengar serius. Ryan melayangkan senyumnya pada lelaki itu.“Atasan kami tidak akan bertemu den
Fashion Ghotic style yang identik dengan warna gelap terutama hitam dan abu-abu kini dikenakan oleh Emma. Ia berubah sepenuhnya seperti wanita kelas atas yang cantik dan memesona. Wajahnya tetap memakai masker dan kacamata hitam yang menutupi hodeed eyes miliknya. Di tangannya tergantung sebuah tas merek chanel.Di samping Emma berjalan seorang wanita dengan dress yang lumayan ketat dan dipadukan dengan long coat abu-abu dan tidak lupa pula kacamata hitam yang selalu bertengger di hidungnya.Ketika mendekati lift, Emma merasa gugup jika kembali bertemu Jane atau pun yang lainnya. Apalagi lelaki yang dirindukannya semalaman. Caroline melihat kegugupannya dan tersenyum.“Kamu tidak jauh berbeda dengan kayu kering, Emma,” ucap wanita itu.“Aku takut ketahuan,” balas Emma.“Aku saja hampir tidak mengenalimu, apa lagi mereka.” Caroline berusaha menenangkan Emma.Emma mengambil napas dalam lalu dihembuskannya perlahan. Ia terus mengulanginya sampai ahtinya sedikit tenang.Ting!Lift terbuka
Ryan dan Jane sudah kembali setelah seharian mencari keberadaan Emma. Mereka bahkan mencari sampai di rumah lama Emma namun tidak menemukannya. Jane terlihat sedih begitu pula Ryan. Sepasang kekasih itu memutuskan untuk kembali.“Kamu temani ibu Emma dan adiknya. Aku harus menghibur Ethand.” Ryan yang membuka sabuk pengamannya dengan lemah. Sepertinya hari ini ia sudah banyak mengeluarkan tenaganya.“Baiklah. Kamu ingat istirahat, Sayang.” Jane dengan lembut memperlakukan Ryan. Walaupun hatinya sedang sedih.Ryan menganggukkan kepalanya lalu keluar dari mobil. Jane menunggu kekasihnya agar melangkah bersama menuju lift.“Padahal Ethand sudah berniat melamarnya.” Ryan dengan nada sedih. Jane di sampingnya seketika berhenti melangkah.“Be-benarkah?” tanya Jane.“Benar, Sayang,” jawab Ryan. Jane mendesah kesal dan merasa iba pada Ethand.“Emma juga sudah lama menantikannya. Namun, kenyataan membuat keduanya malah menjauh.”“Karena itu aku membelikan ini untukmu sebagai hadiah. Tunggu aku