Share

27. Berada Di Alam Mimpi

Penulis: Johan Gara
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-04 16:12:22
Dengan jahatnya lelaki setengah vampir itu berkata. “Kamu berbeda denganku, meskipun kamu adalah makhluk aneh... kamu tetap seorang manusia... tenagamu akan semakin habis dengan berkurangnya darahmu.”

Ternyata itu alasan dia tidak melepaskan cakarnya dari tubuhku. “Lepas-kan gadis itu,” kataku dengan terbata-bata sambil menatap Shally yang pipinya dibanjiri oleh airmata.

“Hahaha,” dia tertawa dengan cara yang tidak kusukai. “Sebelum aku membunuhnya, aku akan membunuhmu terlebih dahulu.”

Sesuatu seperti menusuk punggungku. Terasa menyakitkan dari punggung hingga ke perutku. "Aagh—agh!" Aku meringis sambil memperhatikan perutku. Muncul sebuah cakar dari dalam perutku. Aku terhunus dari belakang.

Lelaki vampir di hadapanku mencabut cakarnya dari dadaku. “Akh!” jeritku kesakitan.

“Nando!” Shally tidak bisa melakukan apa-apa.

Dengan kejamnya manusia setengah vampir itu mencabutku dari cakar temannya, kemudian aku dihempaskan sejauh seratus meter. Akupun terjengkang tak berdaya lagi, l
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   28. Melepaskan Rantai Singa

    Aku tidak mungkin diam saja melihat hal itu, aku tidak ingin terus diam tidak berguna membiarkan Vampir itu membunuh Shelly. Aku menanggalkan bajuku yang telah sobek. Semua lukaku yang tadi terbuka, kini sudah hilang. Meski lututku terasa lemas dan seluruh tubuhku terasa berat, namun pemandangan menyedihkan itu seperti memberikanku kekuatan baru bagiku. Di dalam tubuhku hanya ada api kemarahan yang hampir meledak, dan aku ingin segera meledakkannya. Aku bangkit dengan sekuat tenaga dan berdiri penuh emosi. "Aaa!" Dapat kurasakan sebuah energi yang luar biasa mengalir dengan deras di tanganku. Kali ini rasanya aku mampu mengempas apapun yang ada, bahkan gedung raksasa sekalipun akan mampu kurubuhkan. Tanpa memberiku kesempatan untuk berpikir, salah satu vampir itu menerkamku sambil menjulurkan cakar mengerikannya yang siap menyambarku kemanapun aku mengelak. Aku tahu jika diriku tidak memiliki peluang banyak untuk menghindar, karena cakar-cakar vampir yang lain telah menungguku. Tida

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-04
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   29. Transfusi Darah

    Singa di hadapanku mulai mengeluarkan api keemasan di ujung bulu-bulunya yang berwarna, api keemasan di tubuhnya perlahan-lahan membesar hingga Singa itu merenggangkan kakinya, lalu meloncat dan menerkam manusia vampir itu. "Aagh!" Manusia vampir itu menjerit ketika setengah badannya terkoyak singa itu. Tubuh manusia vampir itu perlahan-lahan meluruh menjadi pasir hitam sebelum hilang tertelan angin. Vampir-vampir yang kehilangan pimpinannya melesat ke arah singa itu, namun Singa itu mengaum dan meledakkan api keemasan yang begitu panas hingga vampir-vampir itu terbakar dan terpental. "IYYAAKKHH!" Vampir-vampir itu menjerit sebelum habis terbakar hingga menjadi abu hitam yang lenyap tertelan angin malam. Singa itu mengaum dan memamerkan keperkasaannya untuk beberapa saat. Begitu Singa itu kembali diam, api keemasan yang menyelimuti singa itu mengecil, api itu terus mengecil hingga padam. Lalu cakar-cakar panjang dan tajam di kakinya memendek secara ajaib, begitu pula dengan taringn

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-04
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   30. Terbangun Dari Pingsan

    Aku bermimpi beberapa kali, dan mimpiku selalu aneh. Berjalan di alam yang tak pernah kulihat, berbicara dengan makhluk yang tak pernah kubayangkan, dan melakukan kejadian-kejadian yang aneh-aneh juga. Salah satunya bertarung melawan manusia setengah ular yang sangat besar. Tubuhku terlilit hingga aku terjepit dan menjerit, tapi aku berhasil mengeluarkan tanganku dan mencekik leher manusia setengah ular itu hingga makhluk itu memudar menjadi cahaya hitam, lalu lenyap dalam kegelapan. Itu hanya salah satu mimpi burukku saja, dan masih banyak lagi mimpi-mimpi aneh lainnya.Sepertinya aku telah terbangun beberapa kali, namun apa yang dapat disaksikan mataku ketika sadar juga tak dapat kupercaya. Dua makhluk setengah hewan merawatku di ruangan yang asing. Salah satunya manusia kekar berkepala srigala dan berekor singa, ia memegang baskom berwarna emas menyala dengan satu tangan. Dan satunya lagi manusia berkaki elang. Makhluk itu melumuri tubuhku dengan cairan berwarna hijau muda

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-04
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   31. Kembali Bertemu Dengan Ayahku

    Begitu keluar, kakiku gemetar melihat keberadaanku yang sangat tinggi di atas awan. Dan hampir saja aku tersungkur karena tidak bisa berjalan dengan baik di atas lantai jembatan gantung bertehel perak. “Tempat ini kekurangan gravitasi,” pemuda itu mengingatkan. “Jadi berhati-hatilah.” Aku mengangguk, lalu memandang ke sekitar. Ada banyak jembatan yang sama sebagai penghubung bangunan-bangunan megah, seperti beberapa istana emas yang melayang dan berbagai gedung megah dengan arsitektur kuno yang berdereretan dengan istana emas itu, amfiteater di beberapa sisi, arena bundar di pusat jembatan, dan bangunan-bangunan lainnya. Semuanya mengambang bagai layang-layang raksasa di udara. Dan itu bukan istana atas awan, karena bangunan-bangunan itu terhubung ke daratan hingga beberapa kilometer oleh jembatan panjang yang tengah kulangkahi. Ada selusin rajawali raksasa berterbangan di atas kepalaku. Beberapa anak penunggang kuda bersayap melintas di atas jembatan. Aku juga berpapasan dengan gad

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-04
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   32. Bagaimana Cara Menolak?

    Memang sangat aneh, aku menyaksikan sebuah film dari dalam bola kristal. Seperti kata lelaki itu, sepertinya benar kalau bola kristal itu sedang menceritakan tentang bagaimana asal-usul bangsa Jin Hal.Lelaki itu mulai menarasikan setiap adegan di dalam bola kristal itu, "Sebuah kapal besar bergaya kapal perang romawi kuno terombang-ambing badai di tengah-tengah samudra, lalu tenggelam di tengah lautan.""TOLONG!" Terdengar jeritan dari beberapa orang yang tidak bisa menyelamatkan diri di dalam tayangan bola kristal itu.Sementara Ayahku terus bicara, "Beberapa orang dari penumpang kapal berusaha menyelamatkan diri dengan sisa-sisa barang yang dapat mengapung. Penumpang yang berhasil mengapung terus hanyut dan terdampar di suatu pulau yang tentu saja tidak asing bagimu."Aku seperti pernah melihat pulau itu, tapi entah di mana, aku benar-benar tidak mengingatnya. Tetapi aku tidak ingin memusingkan hal itu, aku terus mendengarkan penuturan dari lelaki itu."Beberapa orang dari penumpan

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   33. Alam Tumaya

    Setelah menjelaskan semuanya di ruang pertemuan Gen Biru, ayah membawaku melewati beberapa istana kecil dengan mengendarai kabut. Semua istana kecil itu diselubungi kabut berwarna merah. Ada beberapa makhluk berwujud manusia kekar namun berkepala harimau yang terlihat berjaga di depan gerbang istana yang pertama kami lewati. Dua orang di depan pintu gerbang memegang trisula, dan sisanya menyilangkan satu pedang di depan dadanya.“Istana ini dihuni oleh Abraka, putra dari Lensana Merah,” kata Ayah ketika kami melewati istana itu. “Istana ini dibuat untuk penjagaan gudang senjata tempur.”Di samping istana itu ada sebuah bangunan yang cukup luas. “Apa ini gudangnya?”“Benar,” jawab ayah.Ayah melanjutkan ke istana kedua dan ketiga yang diantaranya terdapat gudang yang mirip istana emas namun tidak berpintu.“Istana kedua dan ketiga dihuni oleh Lindra dan Harda,” ayah menjelaskan sambil melihat bentuk kedua istana yang tidak berbeda dengan istana yang pertama, begitu juga penjaganya.“Ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   34. Pertarungan Di Arena Bundar

    Setelah menjelaskan semuanya di ruang pertemuan Gen Biru, ayah membawaku melewati beberapa istana kecil dengan mengendarai kabut. Semua istana kecil itu diselubungi kabut berwarna merah. Ada beberapa makhluk berwujud manusia kekar namun berkepala harimau yang terlihat berjaga di depan gerbang istana yang pertama kami lewati. Dua orang di depan pintu gerbang memegang trisula, dan sisanya menyilangkan satu pedang di depan dadanya. “Istana ini dihuni oleh Abraka, putra dari Lensana Merah,” kata Ayah ketika kami melewati istana itu. “Istana ini dibuat untuk penjagaan gudang senjata tempur.” Di samping istana itu ada sebuah bangunan yang cukup luas. “Apa ini gudangnya?” “Benar,” jawab ayah. Ayah melanjutkan ke istana kedua dan ketiga yang diantaranya terdapat gudang yang mirip istana emas namun tidak berpintu. “Istana kedua dan ketiga dihuni oleh Lindra dan Harda,” ayah menjelaskan sambil melihat bentuk kedua istana yang tidak berbeda dengan istana yang pertama, begitu juga penjaganya.

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28
  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   35. Tentang Bangsa Nuz

    Entah bagaimana aku bisa memperkirakan gerakan lelaki itu dengan pendengaranku, dan hal itu benar-benar terjadi. Akan tetapi, serangan makhluk itu terlalu cepat meskipun aku bisa memperkirakan serangannya dengan begitu akurat."Aagh!" Aku kembali terhempas dan menabrak dinding marmer di tepi arena.Sorak sorai kembali memenuhi arena. Ketiga Lensana pun berdiri seraya bertepuk tangan. Senyum ayahku terlihat memudar ketika mendekatiku di arena bersama ketiga Lensana lainnya. Aku tahu ia kecewa karena aku dikalahkan.“Kamu memang perlu berlatih lagi nak,” kata ayahku.“Anakmu memang unik Ariuz,” kata Lensana Hijau kepada ayahku sambil memandangku. "Dia bisa bertahan melawan salah satu Panglima terbaik pasukan siluman."Pujian itu sempat membuatku berpikir kalau aku cukup tangguh, tetapi aku menyadari jika tak ada satupun dari bangsa Jin Hal yang pernah dikalahkan bangsa Siluman selain aku. Dan itu pasti cukup mencoreng nama Gen Biru.“Bersiaplah nak,” kata Lensana Merah padaku.“Jamuan m

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-28

Bab terbaru

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   76. Disidang Di Alam Langit

    Setelah lama tak bermimpi, kini aku kembali mengalami mimpi yang aneh, tapi entahlah ini benar-benar mimpi atau bukan, rasanya seperti begitu nyata. Tubuhku terantai dengan rantai yang dipenuhi aliran listrik berwarna biru, dan listrik itu bersumber pada mustika Naga Langit yang melayang-layang beberapa meter di depanku."Tempat apa ini?" gumamku.Tak ada apapun dan siapapun di tempat itu, hanya ruangan kosong yang gelap dan dipenuhi kabut merah yang berkemendang. Ketika aku tengah memperhatikan sekelilingku, tiba-tiba mustika Naga Langit mengembang dan mengeluarkan energi listrik yang lebih besar. Dan tubuhku mulai tersengat."Aaakkhh!" aku menjerit menahan energi itu.Sementara mustika Naga Langit semakin besar, dan aliran energi itu juga semakin besar sehingga aku kian tersiksa. Aku meronta-ronta, namun rantai itu begitu kuat untuk bisa kulawan.Mustika itu semakin dekat, dan energi yang dialirkannya semakin deras hingga menyelimuti tubuhku. Mustika itu terus mendekat seperti terta

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   75. Pasukan Alam Langit

    Tanpa memejamkan mata, aku menyaksikan duri-duri besi raksasa itu pecah berkeping-keping menyentuh tubuhku, aku yang sedikit terperangah dengan kekebalan tubuhku mengalihkan pandanganku ke Mustika berwarna biru yang saat ini kupegang."Jangan-jangan ini adalah Mustika Naga Langit yang sedang kucari," gumamku, lalu memperhatikan ke sekeliling goa dan kembali bergumam, "Dan jangan-jangan, aku sedang berada di dalam perut naga langit."Secara tiba-tiba sebuah gelombang yang sangat kuat menarik tubuhku keluar kembali dari perut Naga Langit. "Aaakh!" Aku terseret kembali menuju ke luar.Benar saja, Naga Langit tengah mengamuk. Sementara aku yang berada beberapa puluh kaki di depannya melihat dengan jelas Matanya yang nampak menyala dan memancarkan warna kebiruan, lalu ia menghisap berbagai halilintar dengan mulutnya, sehingga halilintar-halilintar itu membentuk pusaran besar yang dahsyat dan terpusat di mulutnya.Selang beberapa mili detik kemudian, Naga Langit menyemburkan pusaran halilint

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   74. Tercebur Dalam Lahar

    Kemilau cahaya perlahan-lahan menipis, dan panorama perlahan-lahan semakin jelas. Begitu semuanya benar-jelas dan kemilau cahaya sudah tidak ada, aku baru menyadari jika kami tengah dikelilingi halilintar dan petir yang menyambar ke segala arah.Sementara Zeon terus mengepakkan sayap dan melaju melewati celah-celah petir, Singa berbulu keemasan itu menghindari amukan halilintar dengan tangkas."Hati-hati, Zeon," ucapku."Jangan khawatir, Pangeran," jawab Zeon.Untuk mengurangi ketegangan, aku mencoba mengobrol dengan Tungganganku itu. "Kenapa kamu jarang sekali berbicara?"Bukannya menjawab pertanyaanku, singa itu malah mengajukan pertanyaan kembali, "Untuk apa sering berbicara, Pangeran?""Kau bodoh atau memang judes?" gumamku, kemudian menjawab, "Tentu saja untuk berkomunikasi agar kita bisa lebih mudah saling mengerti."Sambil terus melaju dengan kecepatan tinggi menerobos halilintar, Zeon berkata, "Aku diciptakan untuk peka terhadap tuanku. Jadi, aku tidak memerlukan obrolan untuk

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   73. Menuju Gerbang Alam Langit

    "Zeon?" gumamku.Singa itu merunduk bersamaan dengan sayapnya yang menyusut semakin kecil, hingga sayapnya benar-benar hilang dari pandanganku. Sesaat kemudian, Ayahku turun dari Singa itu.Tiba-tiba saja Nero yang menunggangi singa bersayapnya tiba di sampinging Zeon. "Singa ini sungguh cepat, tungganganku yang dikenal sebagai tunggangan tercepat di Alam Tumaya tidak mampu mengimbangi kecepatannya," ucap Nero sambil menuruni tunggangannya yang telah merunduk."Untuk saat ini, tunggangan adikmu adalah tunggangan tercepat di alam Tumaya," ucap Ayahku sambil mengelus bulu Zeon yang berwarna keemasan."Singa ini masih sangat muda untuk menumbuhkan sayap, bagaimana kau bisa berhasil menumbuhkan sayapnya, Ariuz?" tanya Lensana Merah."Aku memandikannya dengan cairan Paksacakra," jawab Ayahku."Bukankah cairan itu hanya bisa digunakan satu kali? Bagaimana kau akan menumbuhkan sayapmu, Ariuz?" tanya Lensana Hijau."Aku memang berniat menumbuhkan sayapku untuk menembus dinding Julaga, tetapi

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   72. Hari Keberangkatan Dan Kedatangan Singa Bersayapku

    Sejak perbincangan di Amfiteater, Ayahku tidak pernah berbicara denganku. Hingga tiba pada hari ini aku akan berangkat menuju ke Gerbang Alam Langit."Kiyaaakkk!" suara berbagai satwa pun meramaikan acara pengantaran ku.Penghuni Alam Tumaya kecuali Letra berkumpul di gerbang Tumaya, mulai dari Jin penghuni Tumaya dari kalangan bawah hingga Jin penghuni Alam Tumaya dari kalangan atas. Dengan tatapan penuh harapan, semua mata rakyat Tumaya mengiring kepergianku.Berbagai siluman dengan bentuk yang beragam nampak sibuk berbisik-bisik, suara salah satu dari mereka sampai ke telingaku, "Putra Lensana Biru itu adalah satu-satunya harapan kita.""Bukankah itu adalah Jin Hal yang pernah dikalahkan oleh Taro di Arena Bundar, bagaimana bisa dia akan mengembalikan keseimbangan Alam Tumaya?" suara Siluman lain.Mereka terus berbisik-bisik hingga Lensana Hijau mendekatiku. Lensana Hijau mengeluarkan sebuah Permata Putih dari sakunya, kemudian menyerahkannya padaku sambil berkata, "Keponakanku, ini

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   71. Keputusan Berat Ayahku

    "Tentu saja jika tidak ada yang keberatan," jawabku dengan perasaan yang sangat yakin jika aku akan bisa menembus kembali dinding Julaga."Kami percaya, kamu bisa menembus dinding Julaga. Akan tetapi, kau akan berhadapan dengan seluruh penghuni Alam Qulbis, mengalahkan seluruh penghuni Alam Qulbis adalah satu kemustahilan," ucap Lensana Merah dengan wajah yang kurang bersemangat.Ayahku menambahkan, "Apalagi sekarang, raja Lacodra memiliki Permata Seribu yang membuatnya tidak bisa tersentuh oleh senjata apa pun."Melihat para Lensana begitu pesimis, aku bertanya, "Apakah tidak ada cara untuk mengalahkan raja Lacodra?"Semua Lensana terdiam, Lensana Merah nampak berpikir serius, mungkin dia tengah memikirkan solusi, begitu juga dengan Ayahku. Sementara angin sore yang terasa dingin di Tumaya menyentuh kulitku, dan itu membuat keheningan di antara kami begitu kentara.Setelah semuanya terdiam cukup lama, tiba-tiba Lensana Hijau bersuara, "Sebenarnya ada satu cara untuk menembus permata s

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   70. Perbincangan Penting Dengan Ketiga Lensana

    Setelah melewati beberapa bangunan dan jembatan yang telah runtuh, aku tiba di sebuah amfiteater yang dulu begitu luas dan bisa menampung ratusan ksatria Tumaya. Kini bangunan itu nampak telah hancur sebagian, dan sebagiannya lagi masih bisa digunakan sebagai tempat berkumpul oleh penghuni alam Tumaya.Zeon mendarat di arena bundar yang nampak berantakan dengan taman yang telah rusak. Begitu singa berbulu emas itu menunduk, aku turun dari punggungnya sambil menatap wajah para Lensana yang nampak telah menunggungku dan menyambutku dengan senyum yang ramah."Salam hormat dari saya, Ayah, Paman Lensana Hijau dan Paman Lensana Merah," ucapku sambil membungkuk."Selamat datang, keponakanku," ucap Lensana Merah."Terimakasih sudah mau kembali ke Alam Tumaya, Keponakanku. Seluruh Penghuni Tumaya sangat membutuhkanmu," ucap Lensana Merah."Sama-sama, Paman," ucapku sambil melangkah menaiki tangga amfiteater, lalu mendekati sebuah kursi kosong berbahan perak di antara para Lensana kemudian dudu

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   69. Kabar Dari Nero

    Aku menghindari serangan Letra dengan begitu cepat, dan itu membuat putra Lensana Merah itu semakin geram, "Kau semakin menyebalkan anak lemah!""Jangan memancingku, Letra!" ucapku yang telah bosan dikatakan lemah oleh Jin Hal merah itu."Hiyaahh!" serunya sambil melesat dan menukik ke arahku.Dengan sigap aku berhasil menghindar sambil melakukan tendangan memutar yang membuat Jin Hal merah itu terempas dan menabrak Langkan dermaga hingga Langkan itu patah."Aakh!" jeritnya dengan tubuh yang terguling-guling menuju sebuah pohon."Kau bukan tandinganku! Jadi, jangan coba-coba memaksaku melakukan lebih dari itu!" teriakku sambil menunjuk Letra dengan jantung yang berdebar karena menahan amarah."Aku akan melakukan apapun untuk mengalahkanmu anak manusia," ucap pemuda berjubah merah itu sambil bangkit dan menahan sakitnya. Kakinya nampak bergetar, sepertinya tendangan yang telah kulakukan terlalu keras dan tepat mengenai tulang pinggulnya."Kenapa kau senang sekali mengganggu Nando, apa

  • The Destinable Of Light (Bahasa Indonesia)   68. Ke Mana Sayapku?

    "Hanya anakmu satu-satunya harapan kita untuk merebut Permata Seribu, Ariuz," suara Lensana Merah telah terdengar sebelum aku membuka mata."Aku tidak ingin menyerahkan nyawa anakku, Artuz," Ayahku terdengar keberatan.Dan saat aku membuka mata, para Lensana yang berdiri mengelilingiku langsung mengalihkan perhatiannya padaku. Tapi mataku langsung tertuju pada Alora yang duduk memangkuku."Nando," ucapnya dengan senyum yang menawan."Alora, apakah kau baik-baik saja?" tanyaku yang masih ingat apa yang telah terjadi pada gadis itu sebelum bertarung dengan raja Lacodra dan pingsan."Seharusnya aku yang bertanya seperti itu, apa kau baik-baik saja?" tanyanya dengan pandangan yang sayu, bola matanya nampak lembab."Aku baik-baik saja," jawabku kemudian bangkit dari pangkuannya dengan sedikit sempoyongan, lalu bertanya, "Kenapa kau menangis?""Aku tidak menangis," ucap gadis itu sambil mengusap matanya, lalu berkata, "Kau telah menjadi pahlawan di negeri kita.""Itu benar," ucap Lensana Me

DMCA.com Protection Status