Pemuda itu menemukan orang yang kehidupannya lebih parah dari dirinya. Dipaksakan oleh situasi untuk menjadi kuat dan berada di tempat yang bisa membahayakan nyawanya.
Mereka berdua lagi-lagi terdiam di ruangan itu, tapi Andi tampaknya sudah terlelap. Noah tidak mampu memejamkan matanya, banyak hal yang masih ada di kepalanya. Pemuda itu beranjak dari ranjangnya, berniat menemui Borris dan Morrey yang mungkin saja masih berada di markas.
Pemuda itu berjalan tegap, sambil menenteng pakaian kotor itu di pundaknya. Noah terlebih dahulu menghampiri ruang pengintaian, tempat yang mereka datangi pertama kali.
Namun tidak dilihatnya Morrey maupun Borris di sana, bahkan tidak terlihat seorang pun di dalam ruangan itu. Noah memperhatikan pintu ruangan itu, tampak kokoh dengan gembok yang tergantung di gagangnya.
Pupus sudah niat awal untuk mencari Borris dan Morrey, dan beralih ingin berkeliling saja sendirian, siapa tahu akan bertemu mereka berdua di suatu tempat
Entah chip seperti apa yang wanita itu berikan kepada Noah, yang pasti itu bukanlah benda sembarangan. Tangannya menggenggam erat benda kecil itu dan bergegas menuju ruang perawatan. Mungkin lebih baik untuk tidak menunjukkan benda ini ke sembarangan orang, jadi harus dia jaga baik-baik.Wanita perawat itu duduk sambil merapikan balutan perban di tubuh Noah. Tulang rusuknya sedikit retak karena bantingan keras itu. Orang sangar itu sudah seperti beruang saja, badan dan tenaga sama besarnya.“Sudah. Cepatlah kembali ke ruanganmu, istirahat!”Sikap perawat wanita itu sedikit jutek kepada Noah, entah karena apa. Tapi jika dipikir-pikir, pergi ke ruang perawatan dengan tulang rusuk retak di jam satu dini hari memang sedikit tidak masuk akal untuk terjadi di markas yang tertib seperti ini.Kebanyakan kandidat sudah tidur di ranjang mereka masing-masing, walaupun masih ada beberapa ranjang yang kosong. Noah merebahkan tubuhnya dan ber
Halo teman-teman pembaca The Deepest Emotions. Author ingin menyampaikan kabar yang kurang menyenangkan, karena mulai tanggal 2 Mei 2022 sampai tanggal 9 Mei 2022, novel The Deepest Emotions akan hiatus terlebih dahulu karena Author memiliki beberapa kesibukan. Sudah dua bulan novel The Deepest Emotions sudah berjalan, dan Author terus berharap agar novel ini bisa tamat dengan ending yang tidak pembaca sangka-sangka. Sedikit informasi, novel Thriller ini merupakan karya fiksi Author yang sedikit tertarik dengan jalan cerita dari serial Superhero Marvel, Hulk. Dan inilah karya orisinil dari Author dengan terinspirasi dari cerita tersebut. Namun karena hambatan yang sudah disebutkan di atas, novel ini akan rehat sejenak. Maka dari itu, Author memohon maaf dengan sebesar-besarnya. Tapi tenang saja, novel ini akan terus berlanjut hingga tamat. Karena itu, tetap dukung Author yaa...!!!
Senyuman manis dan haru mengembang di wajah wanita itu, seolah sudah lama tidak bertemu karena terakhir kali mereka berpisah di saat insiden pengeboman itu. matanya sempat berkaca-kaca namun sempat dia tahan, dan pelupuk matanya basah kemudian dia usap dengan tangannya.Noah merasa lega selega-leganya bisa melihat Vilma dengan kondisi prima seperti itu. Tapi sekarang dia perlu fokus dengan kewajibannya saat ini.Seluruh kandidat akhirnya diberikan perintah untuk mengikuti pemandu acara tadi ke ruangan mereka masing-masing.Noah menunggu suasana lebih sepi, selagi Vilma dan Tuan Chris yang perlahan turun dari podium dan menuju ke arahnya. Andi masih ada di sampingnya, tapi dia abaikan saja.Mereka bertiga, ditambah Andi yang hanya mengekor itu pun berkumpul di depan teras gedung. Vilma melompat ke arah Noah dan langsung memeluk pemuda itu sambil sesegukan pelan. Matanya sembab sambil mencoba menutup wajahnya di pundak pemuda yang beruntung itu.Kedu
Wanita itu berjalan ke depan dan membuka secarik kertas yang terlipat di tangannya. Dia adalah wanita yang pernah Noah temui sewaktu di jembatan. Kalau Noah tidak salah ingat, namanya adalah Mona.“Perkenalkan namaku adalah Mona, dan pria di sampingku ini adalah Mr. A. Kami di sini sebagai pengajar kalian selama kalian belajar teori pertarungan jarak dekat, dan aku ingatkan sekali lagi—sebagai pengajar yang baik, kelas ini hanya mengajar teori, kelas praktik akan berlangsung setelah kalian menyelesaikan tugas teori kalian masing-masing.”Semua kandidat melongo, kemudian menampakkan raut wajah kecewa. Tidak ada yang tahu kalau mereka akan benar-benar belajar secara teori tentang pertarungan jarak dekat.Kedua pengajar itu kemudian bertukar posisi dan kemudian salah satunya diberi kesempatan berbicara. Semuanya tidak diberi kesempatan untuk berbicara kecuali jika pengajar memberikan kesempatan. Hanya puluhan meja yang membentang di sana, dan manu
Lima menit sebelum pertarungan dimulai, Ms. Ferome tampak sedang berdiskusi dengan Mr. A entah tentang apa, yang pasti wanita itu tampak percaya diri setiap kepalanya mengangguk mendengar Mr. A yang membisik di telinganya.“Baiklah, Mr. Cassenn—sudah siap?”“Ya.”Mereka memulai pertarungan tanpa aba-aba. Tidak ada peraturan apa pun terkait pertarungan itu, entah tidak boleh menendang, menyekik, dan sebagainya.Ms. Ferome hanya melangkah kecil ke samping kiri dan kanannya, tidak menunjukkan sama sekali niat ingin menyerang pemuda di depannya itu, sedangkan Noah dengan perlahan mencoba mendekati wanita itu dari samping seolah tahu dengan strategi yang dibuat oleh Mr. A.Pemuda itu berpikir untuk menyerang wanita itu ketika matanya terlalu fokus dengan pergerakan Noah, sehingga dia punya kesempatan untuk menyerang secara mendadak tepat ke arah wanita itu.Tapi kepercayaan diri pemuda itu lenyap dalam sekejap ketika
Sosok itu terlihat sedang memegang sebuah kantung berwarna cokelat sambil seolah menunggu kedatangan seseorang. Noah memicingkan matanya, berusaha melihat sosok itu dengan jelas dari kejauhan. “Vilma?” “Instruktur Mona memberitahuku kalau kau sedang menemui Mr. A.” “Ah...” Pemuda itu melihat Vilma yang perlahan menyodorkan kantung yang dipegangnya, kemudian wajahnya tampak serius memandangi wajah Noah yang tidak terlalu jelas karena gelap. “Aku membawa barang ini atas perintah ayahku. Kau akan memerlukannya nanti.” Pemuda itu meraih kantung tersebut dan melihat isinya. Hanya sebuah senter kecil dan selembar kertas kosong. Wajahnya tampak bingung, namun mendengar ucapan Vilma kalau barang ini akan diperlukan nanti, jadi ia tidak perlu memusingkannya sekarang. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang gelap itu sambil berbincang ringan. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” “Ah, iya. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku masih perlu menemui psikolog untuk mengatasi traumaku. Ban
Noah menoleh ke arah rekannya, Davud. Mereka berdua mencoba menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Terlihat tangan Davud yang memberikan aba-aba agar tetap tenang selagi matanya melihat ke arah tim lain.Yang mereka lihat itu adalah tim cokelat. Mungkin hampir setengah pasukan yang mereka bawa. Memang benar sekarang Noah dan timnya menang jumlah, tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk menyerang secara brutal karena bisa saja ada tim lain yang mengintai seperti mereka sekarang ini.“Pantau yang ada di atas bukit.”Davud berbisik ke arah Noah sambil menunjuk sesuatu. Ternyata memang benar perkiraan Noah, tidak hanya mereka yang memantau tim cokelat. Tim biru juga sedang memantau dari kejauhan. Dan hebatnya lagi, entah bagaimana rekannya itu bisa melihat orang yang sedang bersembunyi dari jarak sejauh itu.“Mereka sudah tidak terlihat lagi, lebih baik kita pergi ke tenda dan memikirkan strategi.”Noah mengangguk. Kini mereka berdua perlahan berbalik dan bergerak menuj
Davud dan Matthew yang sudah berada di luar gua bergegas menghampiri Noah sambil menenteng gulungan tali lain untuk berjaga-jaga kalau saja ada mangsa lebih. Pemuda itu—sambil terengah-engah—hanya diam dan menatap wajah kadet di bawah lututnya.“Apa maksudmu?” dalih kadet itu. Tampak sekali wajahnya kesal, mungkin karena lutut Noah yang berada di atas punggungnya itu.“Yang mengintai tim cokelat kemarin itu kau, bukan? Kami meli—”“Kami tahu persis wajahmu waktu itu... diamlah.”Davud memasang mimik kesal karena kalimatnya dipotong oleh Noah dan kemudian berbalik, mencoba memanggil rekan mereka untuk keluar dari gua. Vior lebih dulu datang dan bertepuk tangan dari kejauhan sana.“Lumayan juga kau, Cassenn. Sepertinya kau lebih bisa berguna dibandingkan rekan-rekanmu di dalam gua sana.”“Apa kau perlu kuikat juga, hah?” geram Noah kemudian mengepalkan tangan kanannya yang masih mengenggam tali. sesuai dengan arahan dari instruktur, kadet yang gugur dalam tantangan akan di bawa kembali
Perawat mengambil beberapa botol kosong di atas meja pasien yang semuanya merupakan prajurit perang atau pengintaian, kecuali Noah. Dilihatnya botol kaca berwarna cokelat itu tampak seperti botol minuman keras yang dijual di toko swalayan.“Kelompok yang membuatmu koma waktu itu ... datang ke tempat ini,” bisik Noah.“Yaa ... aku sudah tahu itu. Jangan kau bicarakan lagi di depanku, lukamu saja masih belum sepenuhnya sembuh karena obat itu.”Noah berdehem, dia tidak akan menyangka kalau perkataan Mr. A itu benar. Ternyata doktrin yang dibuatnya di Reddit saat itu tidak asal-asalan. Namun jujur saja, orang itu memang menyebalkan jika ditemui secara langsung.Borris dan Morrey dengan langkah lantang di ruangan itu menghampiri Noah. Wajah keduanya tampak serius—dan tidak ada keraguan sama sekali—kemudian disusul oleh Mr. A yang Noah lihat dari postur dadanya pasti sedang serius. Tidak, dengan suasana seperti itu tidak mungkin Mr. A akan bercanda.“Kami berniat untuk melakukan investigasi
“Dialah alasan kita untuk menjadi kadet berpengalaman di organisasi militer federasi.”“Crvena Kapa?” tanya Andi tertegun melihat wajah serius Noah. Bercak darah Noah di lengannya telah mengering, begitu juga dengan bibirnya akibat angin dingin malam itu. Tepat ketika bulan menampakkan wujudnya di balik awan gelap yang sempat menjadi penghambat Andi saat ingin membersihkan luka Noah yang kotor oleh tanah.“Orang itu sudah hilang entah ke mana. Bahkan jejak darahnya sudah tidak ada lagi. seperti itukah pembunuh profesional menghilangkan jejaknya?”Noah terdiam mendengar Andi yang mengoceh sendirian. Dilihatnya luka sabetan belati dan senjata api di lengan dan kakinya. Andi berdiri di depan mayat kadet berkacamata itu, kemudian menunduk sesaat. “Cepat kita bawa ke markas. Lebih baik sembunyi-sembunyi,” ucap Andi pelan dan hampir tidak bisa didengar Noah.Mayat yang sudah terbujur kaku itu diangkat dengan sembarang oleh mereka berdua, kemudian mengambil jalan terjauh untuk menghindari te
Ketika itu, malam sudah tidak lagi sunyi. Suara berisik semak dan dedaunan yang terinjak-injak—bukan, suara ringisan dua manusia yang sedang bertarung itu mengisi kesunyian malam, walaupun tidak sampai terdengar di tenda tim cokelat.Noah melancarkan serangan bertubi-tubi, selagi lawannya terdesak karena bertahan sambil memegang pistol. Lebih baik seperti itu, daripada membiarkan pria itu menodongkan pistol sekali lagi ke wajahnya.Semakin lama dia melayangkan tinju, tapi seolah Noah yang semakin terpojok. Semula dirinya mengejar pria itu dan menyerangnya, bahkan sekarang hormatnya sudah hilang karena mereka seenaknya menginjak jasad kadet berkacamata itu dengan terpaksa.“Lumayan. Tidak kusangka federasi bakal menciptakan generasi yang hebat sepertimu,” tuturnya santai sambil menangkis tinjuan Noah yang tidak sedikit pun mengenai badan pria misterius itu.Noah menggigit bibir, kemudian meningkatkan kecepatan serangannya. Kini seperti ada pertandingan tinju dunia, bahkan jika diperton
Pemuda itu melihat sepasang mata yang menatap ke arahnya dengan tatapan tajam. Bola matanya memantulkan cahaya api seolah-olah ada dua kloningan api. Dia sadar sudah salah bicara, tapi ketika mendengar sesuatu yang sepertinya familiar, otaknya langsung berfungsi dengan baik.“Di mana kau melihatnya?” tanya Noah masih dalam posisi setengah duduk. Dinginnya angin tidak bisa membuat dirinya diam beberapa saat—sangat menusuk tulang. “Sebelah barat, tidak terlalu jauh dari tenda kita, karena aku dan Elliot juga hanya mengumpulkan kayu bakar di sekitar tempat itu dan kembali,” jelas Davud.Ia mengungkapkan kalau pria itu juga muncul di tempat yang sama ketika Noah melihatnya, entah kenapa dia hanya berkeliaran di sana. “Aku akan pergi sebentar,” tegas Noah langsung bergerak dari posisinya. Tidak sampai lima detik dia sudah berada di luar gua, meninggalkan Davud yang masih setengah sadar. Dilihatnya rembulan masih tepat di atas kepala, putih bersih seolah kabut pun tak ingin menutup keindaha
Tali biru yang melingkari tangan Davud tampak begitu mengering karena berada dekat dengan api. Sekelompok kadet yang duduk dan yang sebagian lagi bersimpuh menghadap ke arah Noah yang berdiri kaku di dekat dinding gua.“Tim oranye sudah bergerak. Kita harus bertindak dan tetap waspada dengan sergapan mereka.”“Kau sudah mengatakan itu berulang kali sejak dari luar tenda,” gerutu Davud yang mengernyit heran ke arahnya. Kanvas tenda di luar sana kejatuhan oleh tetesan air dari pepohonan tinggi tepat di sebelahnya. Matthew sengaja berdiri di dekat tenda—mengawasi setiap pergerakan di sekitar.“Saat ini tim biru sudah disergap oleh tim oranye. Mereka juga tahu kalau tim biru membuat markas di atas pohon.”Noah kemudian terdiam di depan belasan pasang mata yang memperhatikannya berdiri. Hanya terdapat sedikit fakta dari kejadian tadi sore. Saat ini belum terbesit strategi apa-apa di kepalanya, hanya ada lelah yang menyerangnya sekarang.“Apa ada bagusnya jika kita tidak terlalu fokus menye
Noah menahan napasnya yang sempat tidak teratur setelah memanjat pohon besar itu seorang diri. tangannya ia usap dengan pakaian di tubuhnya dan tetap menatap kedua kadet di depannya. Tim biru yang barusan menggugurkan Vior dan dua orang lainnya itu ternyata tinggal di atas pohon. Berarti ada sekitar lima pohon lain yang mereka tempati tersebar di hutan seluas ini. “Jangan bergerak sedikit pun. Kita biarkan mereka bergerak sampai sejauh mana. Pantau dari jauh.” Davud melangkah lebih jauh, mendahului rekan-rekannya yang bertahan di balik semak besar. Selang beberapa menit saja, kedua kadet tim biru itu didatangi rekan mereka yang lain: jumlahnya tiga orang. Mereka membawa seutas tali baru yang dipikul salah satu kadet berkacamata. “Tinggalkan saja! Pindah ke pohon yang satu lagi,” tegur kadet berkacamata itu sambil menunjuk sebatang pohon lain di sebelah barat. “Tapi—“ “Kau tidak lihat sisa tali di atas itu? Bekas potongan seperti itu pasti ulah seseorang, dasar bodoh!” bentaknya se
Davud dan Matthew yang sudah berada di luar gua bergegas menghampiri Noah sambil menenteng gulungan tali lain untuk berjaga-jaga kalau saja ada mangsa lebih. Pemuda itu—sambil terengah-engah—hanya diam dan menatap wajah kadet di bawah lututnya.“Apa maksudmu?” dalih kadet itu. Tampak sekali wajahnya kesal, mungkin karena lutut Noah yang berada di atas punggungnya itu.“Yang mengintai tim cokelat kemarin itu kau, bukan? Kami meli—”“Kami tahu persis wajahmu waktu itu... diamlah.”Davud memasang mimik kesal karena kalimatnya dipotong oleh Noah dan kemudian berbalik, mencoba memanggil rekan mereka untuk keluar dari gua. Vior lebih dulu datang dan bertepuk tangan dari kejauhan sana.“Lumayan juga kau, Cassenn. Sepertinya kau lebih bisa berguna dibandingkan rekan-rekanmu di dalam gua sana.”“Apa kau perlu kuikat juga, hah?” geram Noah kemudian mengepalkan tangan kanannya yang masih mengenggam tali. sesuai dengan arahan dari instruktur, kadet yang gugur dalam tantangan akan di bawa kembali
Noah menoleh ke arah rekannya, Davud. Mereka berdua mencoba menahan diri agar tidak mengeluarkan suara sedikit pun. Terlihat tangan Davud yang memberikan aba-aba agar tetap tenang selagi matanya melihat ke arah tim lain.Yang mereka lihat itu adalah tim cokelat. Mungkin hampir setengah pasukan yang mereka bawa. Memang benar sekarang Noah dan timnya menang jumlah, tapi mereka juga tidak bisa gegabah untuk menyerang secara brutal karena bisa saja ada tim lain yang mengintai seperti mereka sekarang ini.“Pantau yang ada di atas bukit.”Davud berbisik ke arah Noah sambil menunjuk sesuatu. Ternyata memang benar perkiraan Noah, tidak hanya mereka yang memantau tim cokelat. Tim biru juga sedang memantau dari kejauhan. Dan hebatnya lagi, entah bagaimana rekannya itu bisa melihat orang yang sedang bersembunyi dari jarak sejauh itu.“Mereka sudah tidak terlihat lagi, lebih baik kita pergi ke tenda dan memikirkan strategi.”Noah mengangguk. Kini mereka berdua perlahan berbalik dan bergerak menuj
Sosok itu terlihat sedang memegang sebuah kantung berwarna cokelat sambil seolah menunggu kedatangan seseorang. Noah memicingkan matanya, berusaha melihat sosok itu dengan jelas dari kejauhan. “Vilma?” “Instruktur Mona memberitahuku kalau kau sedang menemui Mr. A.” “Ah...” Pemuda itu melihat Vilma yang perlahan menyodorkan kantung yang dipegangnya, kemudian wajahnya tampak serius memandangi wajah Noah yang tidak terlalu jelas karena gelap. “Aku membawa barang ini atas perintah ayahku. Kau akan memerlukannya nanti.” Pemuda itu meraih kantung tersebut dan melihat isinya. Hanya sebuah senter kecil dan selembar kertas kosong. Wajahnya tampak bingung, namun mendengar ucapan Vilma kalau barang ini akan diperlukan nanti, jadi ia tidak perlu memusingkannya sekarang. Mereka berjalan berdampingan menyusuri koridor yang gelap itu sambil berbincang ringan. “Bagaimana keadaanmu sekarang?” “Ah, iya. Aku tidak apa-apa, hanya saja aku masih perlu menemui psikolog untuk mengatasi traumaku. Ban