Share

Derap

Penulis: MidnightKalopsia
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Jejak kaki dan bekas cakaran pada tanahnya hanya berakhir di sini, kurasa dia mungkin di bawa oleh sesuatu."

Mendengar penuturan Pangeran Aryana yang berkata bahwa Zhura mungkin sudah diculik, membuat perasaan bersalah juga turut mendekam pada diri Valea. Gadis itu menjatuhkan kepalan tangannya pada pohon di samping. Dia berusaha mengalihkan pandangan dari jejak kaki itu, tapi gusar tidak juga mau pergi dari hatinya.

"Jika dilihat dari jejaknya, kurasa ini ada sejak semalam," ujar Ramia yang merendahkan tubuhnya. Pemuda elf itu kemudian menggelengkan kepalanya, cemas. "Apa yang sebenarnya terjadi padamu, Lailla?"

"Kenapa baru pagi ini kita menyadarinya? Sebenarnya apa yang dilakukannya? Kenapa ia keluar tengah malam?" timpal Pangeran Asyaralia yang sudah kembali pulih kini berdiri di sisi Aryana.

"Ini semua salahku!" seru Valea lalu bersimpuh. Semua pasang mata sontak saja terarah padanya.

Inara lekas berlutut, menyamakan tingginya dengan Valea. "Apa yang terjadi?" tanyanya menyuarak
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Cursed Journey Of Zhura   Percaya

    "Zhura!""Lailla!""Zhura!"Beberapa suara terus saja menariknya keluar dari lelap yang menghanyutkan. Dia terkesiap membuka pandangannya sebelum kemudian mengambil napas panjang mengisi oksigen sebanyak mungkin ke dalam paru-parunya. Saat itu juga, sebuah pelukan erat membawanya pada kehangatan. Di antara peluh dingin yang membasahi tubuhnya, lengan itu terulur mengusapi punggungnya dengan lembut. Zhura melihat rambut merah Valea terlihat lebih menyala jika dilihat dari dekat. Kalimat 'kau masih hidup!' terus gadis itu ucapkan dengan parau."Hei, kau terlalu kuat, Lailla bisa sesak napas!" Ramia duduk bersimpuh di sisi Valea dengan kening bercucuran keringat. Dia sama kacaunya dengan Valea."Aku ...-" Zhura mencoba mengutarakan beberapa kalimat, tapi suaranya lebih dulu tersendat karena tenggorokannya terlalu kering."Minumlah!" ujar Valea melepaskan pelukannya, menyodorkan sebotol air. Zhura menerimanya, dengan sedikit kepayahan diminumnya air itu habis tak bersisa. Setelah itu ia m

  • The Cursed Journey Of Zhura   Genderang

    "Biar aku ingatkan, ini bukan sekadar tugas gadis-gadis untuk mendapatkan darah suci lagi. Perkara ini sudah berubah menjadi peperangan melawan pihak pemboikot kerajaan."Mereka bertiga berjalan di jalur bebatuan dengan tanaman-tanaman berduri tajam di sisinya. Satu langkah keliru, tamat riwayat hidup."Apa kau lelah?" Zhura bertanya dari balik punggung pemuda di hadapannya. Sebenarnya hanya dua orang yang berjalan karena Ramia memaksa untuk menggendong Zhura.Pemuda tu menggeleng, "Kau tidak begitu berat. Soalnya daripada saat pertama bertemu, tubuhmu yang sekarang lebih kecil. Kuharap kau makan dengan baik setelah ini berakhir.""Ya, pasti," sahut Zhura mengangguk."Aku masih tidak habis pikir, dalam keadaan seperti ini kau masih mau pergi ke sana. Maksudku, Yiwen juga memilih berhenti dari perjalanan.""Dia perlu mendapat perawatan. Lukanya sangat parah. Sementara aku masih bisa bergerak. Setidaknya selain kaki kananku, tubuhku baik-baik saja. Kalau aku berhenti justru terasa aneh.

  • The Cursed Journey Of Zhura   Gadis Suci Terdahulu

    Kau terlihat kerepotan," ujar Arlia membuat langkah Inara terhenti.Inara menghentikan langkahnya sebelum kemudian memutuskan mendekat pada Arlia. Dua gadis elf itu kini berdiri berhadapan di antara orang-orang yang berlalu lalang. "Ya, kau sendiri terlihat sangat siap. Di antara gadis lain, kau terlihat yang paling siap untuk bertarung. Di matamu, tidak ada ketakutan sama sekali."Arlia mengeratkan genggaman pada bilah pedang yang ia tancapkan pada salju. "Ayahku ada di pihak lawan. Tidak ada hal yang membuatku ketakutan lagi. Aku siap karena tujuanku sudah jelas. Tidak seperti kalian, hidup atau mati pada akhirnya aku tetap kalah. Di dunia ini aku tidak lagi merasa berarti. Tapi jangan sok kasian, aku tidak butuh perasaan itu darimu."Bagi diri Inara, bertahan hidup tentu saja adalah harapan terbesarnya. Tapi melihat bagaimana cara bicara dan tatapan Arlia barusan, mengisyaratkan tidak ada lagi hasrat kehidupan padanya. Dia seperti sebongkah bola salju kosong di padang putih ini. In

  • The Cursed Journey Of Zhura   Pengendara Beruang

    Ditempatnya, Inara, Arlia, pun semua orang terpaku melihat gerombolan gadis-gadis pengendara beruang itu. Dari kejauhan terlihat ada tombak hitam panjang yang tergenggam di tangan sosok-sosok tersebut. Warna hitamnya sangat mencolok di antara putihnya salju. Teriakan seorang gadis suci menarik atensi beberapa prajurit di sekitar, tapi pemiliknya sama sekali tidak peduli."Kakak!""Miriela!" Inara menahan seorang gadis bermata topaz yang hendak maju ke depan."Inara, dia kakakku! Dia masih hidup! Aku harus bertemu dengannya!" timpal Miriela mencoba melepaskan diri."Tenanglah. Kita belum tahu apa yang terjadi. Gadis-gadis suci terdahulu terlihat ada di pihak musuh, kita tidak bisa asal bergerak."Arlia mendengar ucapan Inara. Jika firasatnya benar, maka gadis-gadis suci terdahulu menetap di dataran ini sebagai budak atau senjata. Dengan istilah lain, mereka disimpan. Entah siapa pelakunya, yang jelas dia pasti ingin memperoleh kekuatan. Arlia merengut menyadari jumlah mereka adalah hal

  • The Cursed Journey Of Zhura   Gadis Melawan Gadis

    Suasana menegangkan pecah setelah seruan Aryana. Anak panah dan tombak dari para prajurit beterbangan melesat di udara. Senjata-senjata itu dikendalikan oleh para elf pengendali untuk menembus tubuh gadis-gadis suci terdahulu. Beberapa di antara mereka tertembak panah atau tombak terjatuh dari atas tumpangannya, tapi tidak ada satu pun yang mati. Gadis-gadis itu terus bangkit, seperti tidak terpengaruh oleh serangan."Mereka bangkit lagi?!" Luther, elf muda yang berdiri siaga di pasukan tengah berseru sambil melotot."Serangan pemanah sudah tepat, ditambah arah panahnya yang dikendalikan oleh para elf pengendali membuat keefektifan serangannya akurat. Bisa bertahan dan bangkit lagi dari serangan itu adalah sebuah kemustahilan." Asyaralia yang berdiri di sampingnya menelan ludah.Teriakan terdengar dari beruang-beruang yang terkena lesatan anak panah maupun tombak prajurit. Laju mereka melambat, tapi getaran pada tanah justru menguat karena mereka berhasil memperpendek jarak dengan pas

  • The Cursed Journey Of Zhura   Besi Magis

    Raungan dan rintihan memenuhi pendengaran. Seakan bersekutu memperburuk suasana, udara pun menipis di antara riuh ributnya semua orang. Bergerak menjadi sebuah kebutuhan jika ingin bertahan hidup, karena itu tak peduli apakah senjatanya akan mengenai lawannya, Arlia terus menerjang apapun yang ada di depannya. Namun, kejadian diluar rencana mungkin adalah hal wajib jika melihat realitas kehidupan.Ia melihat Inara yang terdiam. Di matanya, Inara seperti linglung pada saat musuh sedang kalap-kalapnya menyerang."Awas!!" seru Arlia mengembalikan kesiagapan Inara, tapi terlambat. Tidak ada kesempatan. Bahkan seandainya Inara mendengarnya, seratus persen tidak ada waktu untuk menghindar. Dengan kecepatan yang ia latih, Arlia menggapai kipas besi di pinggangnya. Detik yang sama ia bersiap menghempaskan kipasnya, seseorang lebih dulu datang menerjang lawan Inara."Kena kau!" teriak orang itu. Tanpa disangka gadis itu datang. Lega, Arlia melipat kipas besinya dalam satu gerakan. Sebuah senyu

  • The Cursed Journey Of Zhura   Lamina

    Sebuah tombak hitam melesat ke arah Aryana. Untuk kali ini, ia harus berterima kasih pada daya refleksnya yang masih tersisa. "Kau baik-baik saja?" tanyanya pada seorang prajurit muda yang tersungkur juga di sisinya. Prajurit itu memegangi kaki kanannya yang berdarah akibat gigitan beruang besar.Dengan cakap, Aryana merobek kain pada bagian lengannya, untuk diikatkan pada kaki si prajurit muda. "Pergilah ke unit perawatan! Mundur seraya merunduk, pastikan musuh tidak menyadarimu!""Baik!" jawab prajurit muda itu melangkah dengan pincang.Aryana menggulirkan pandangan. Darah telah mengubah medan pertempuran menjadi panas bak lautan mendidih. Sungguh, memuakkan. Keningnya lalu mengerucut saat menyadari tidak ada lagi gadis-gadis suci terdahulu yang menyerangnya. Gadis-gadis itu justru melewatinya begitu saja seperti dia adalah bayangan. Betapa terkejutnya ia saat mendapati gadis-gadis berzirah maju ke medan pertempuran. Inara, Zhura, Valea, Arlia dan belasan gadis lain merangsak ke de

  • The Cursed Journey Of Zhura   Dataran Terkutuk

    Valea melongok ke bawah dengan gusar. "Apa yang terjadi?! Kenapa tanahnya tiba-tiba longsor?!""Saya tidak tahu, semuanya terjadi secara tiba-tiba." Elf tampan seumuran Ramia menjawabnya. Dia Vilois, sosok yang kebetulan ditugaskan Asyaralia untuk menemani Valea. Sebelum dataran itu runtuh ke bawah, mereka berdua sedang sibuk memeriksa portal di bagian belakang bersama para prajurit muda.Valea mendengkus kala tak menemukan Inara dan Zhura di atas dataran bersamanya. Mereka berdua pasti jatuh bersama longsoran salju itu. Ditatapnya ke atas. Langit semakin petang, malam hampir tiba, bulan purnama merah juga tidak akan lama lagi. Ini akan buruk jika keadaan tidak segera berubah. Apapun yang terjadi, Valea berdoa semoga teman-temannya baik-baik saja.Detik berlalu, suasana berubah drastis saat suara dentuman keras terdengar dari arah jam sembilan. Valea bangkit dari berlututnya. Suara dentuman itu diikuti langkah-langkah kaki besar. Menelan ludahnya gugup, gadis merah itu menoleh pada pa

Bab terbaru

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kasih Tanpa Batas Waktu

    Langkah kaki menapaki satu demi satu langkah. Aroma kayu-kayuan yang samar tercium saat ia akhirnya sampai di tempat penuh pepohonan itu. Suara hewan-hewan malam lebih nyenyat karena beberapa di antaranya berhibernasi. Malam yang dingin menjadi sepi yang menghanyutkan. Seperti kunang-kunang yang terbang untuk melihat cahaya sendiri di kepingan salju, Zhura melawan segala macam kegundahan demi memastikan sendiri jawaban atas kebingungannya.Dan di sinilah ia sekarang, terpaku. Tepat seperti ingatannya, ada rumah kayu di hutan. Rumah ini kembali untuknya, atau ia yang kembali untuk rumah itu? Sesaat Zhura menarik napas panjang lalu mulai mengetuk pintunya. Tak ada seorang pun yang merespon, tapi daun pintunya terbuka sendiri. Angin bertiup dari dalam, memadamkan lenteranya. Saat itu juga ingatan kejadian-kejadian aneh kembali menyerangnya. Ditinggalkan lenteranya, mengikuti suara di kepalanya yang mengajaknya masuk lebih dalam."Ra ...?"Satu langkahnya memasuki ruangan terasa bak dentu

  • The Cursed Journey Of Zhura   Geletar Jiwa

    Tengah malam saat Zhura masih saja termenung di kamarnya. Ia terus terngiang-ngiang perkataan ibunya mengenai dunia lain yang kakeknya percayai. Lalu, sosok bermata violet yang mendatangi ibunya. Zhura yakin pernah bertemu dengannya. Tapi, kapan? Diraihnya buku tua di atas ranjang, ia membuka halaman demi halaman. Berbagai gambar dan kalimat ditampilkan di dalamnya dengan pudar. Tintanya tergerus waktu, menipis semakin tak terlihat.Gadis itu mengernyitkan kening saat melihat gambar dua ekor naga yang digambarkan kakeknya. Tak lama ia terperangah saat bayangan pertempuran besar terkilas di dinding kamarnya. Ia bergegas keluar, menapaki tangga dan berakhir di halaman rumahnya. Bulan tidak tampak, salju terlalu serakah menghujani malam. Ditatapnya gelang di sebelah tangannya, Zhura yang begitu frustasi lantas berusaha melepaskan paksa benda itu.Tapi, gagal. Gelang itu tak bisa terlepas. Kepasrahan menerjangnya, ia kelelahan menerka apa yang terjadi pada dirinya. Zhura jatuh terbaring d

  • The Cursed Journey Of Zhura   Segenggam Hati

    Beberapa hari terakhir berjalan dengan begitu melelahkan. Banyak orang mendatanginya untuk bertanya tentang keadaannya. Entah hanya untuk memenuhi rasa penasaran atau sampai dimuat di surat kabar. Kepergian Zhura yang sebenarnya hanya semalam menggegerkan seluruh warga. Mereka mulai memikirkan spekulasi yang tak berdasar seperti adanya penyihir jahat yang bersembunyi di hutan atau kemungkinan adanya kekuatan misterius yang melingkupi tempat itu. Zhura bahkan terlalu lelah untuk menjelaskan bahwa tak ada apapun yang terjadi, tapi pada kesempatan itu tak ada orang yang mendengarnya. Orang-orang itu malah semakin meningkatkan ketakutan mereka terhadap hutan tersebut. Sedikit demi sedikit rumor hutan itu menyebar, membuat tak seorang pun yang berani mendekat atau memasukinya. Satu bulan kemudian, kehebohan sudah mereda, tetap saja kawasan hutan itu nihil dari lalu lalang.Libur akhir tahun tiba, hari-hari yang ramai di desa menjadi semakin ramai. Berbagai festival dan perayaan diadakan d

  • The Cursed Journey Of Zhura   Firasat

    Aroma kayu-kayuan yang segar merisak penciumannya. Gelugutnya dingin membaur dari permukaan tempatnya terbaring. Satu dua embun menetes di wajahnya yang pucat. Pada saat matahari terbit lebih tinggi, mengantarkan kilau hangat yang membuatnya terjaga. Mata hijaunya beralih dari pohon satu ke pohon lain, ia berada di hutan. Tubuhnya segera terperanjat bangkit. Disingkirkannya salju yang menutupi sekujur tubuh seraya menatap ke sekeliling."Kenapa aku tidur di sini?"Gadis itu terlihat kebingungan, seakan-akan ia tak ingat dengan apa saja yang sudah ia lalui. Pada saat ia sibuk mencari tahu situasinya, suara langkah kaki terdengar mendekat."Hei, dia ada di sini!" Seorang yang ia kenali sebagai tetangganya mendekat, ia berteriak memanggil teman-temannya. Orang itu memperhatikan penampilan Zhura yang acak-acakan, lalu menanyainya banyak pertanyaan mengenai keadaannya. Tak lama kemudian orang-orang lain datang. Mereka tergopoh-gopoh mendekat dengan wajah lega."Zhura!" Seorang wanita paruh

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kepergian

    "Tunggu!"Arlia berbalik saat ia mendengar seseorang menyerukan namanya. Gadis itu terlonjak saat melihat Ramia mendekat dengan napas tersengal-sengal. Sepertinya ia baru saja berlari mengejarnya sampai di dermaga."Kenapa sangat mendadak? Anda benar-benar harus pergi?" tanya Ramia gusar. Di balik jubahnya, pemuda itu masih menggunakan baju tidur. Ia belum bersiap saat mendengar kabar kepergian Arlia dari Inara. Dengan keadaan seadanya, ia melajukan kudanya mengejar Arlia yang hampir saja berangkat."Aku akan pergi ... sangat jauh," ujar Arlia.Keramaian yang ada di sekitarnya tiba-tiba senyap, seluruh perhatian pemuda itu terpusat pada bagaimana Arlia kini menatapnya dengan berkaca-kaca. Sisi yang selalu disembunyikannya rapat-rapat, ini pertama kalinya Ramia melihat betapa rapuhnya sosok itu."Kau pasti sudah tahu kalau keputusannya sudah dibuat. Yang Mulia Raja memberikan keringanan hukuman karena kontribusi ayahku pada bidang pemerintahan sebelumnya. Penyesuaian sudah disetujui ol

  • The Cursed Journey Of Zhura   Perpisahan

    Keesokan harinya, orang-orang berkumpul di balai. Pagi yang hangat mengalirkan arus sendu di wajah mereka. Setelah sekian kegiatan penghormatan, kini saat untuk Zhura pergi tiba. Tepat di tengah-tengah ada pintu portal yang dibukakan oleh sepuluh orang. Mereka berdiri berhadapan di sisi jalan, di mana Zhura akan melangkah memasuki portal itu. Dipeluknya teman-teman dengan erat tanda perpisahan. Zhura menarik sudut bibirnya untuk memberikan ketenangan pada setiap pribadi yang muram."Jaga dirimu baik-baik," ujar Valea."Jangan pernah lupakan kami, ya?" Inara membuat raut sedih.Melihat tingkah temannya itu, Zhura pun menahan gelak. "Jangan khawatir. Aku pasti akan baik-baik saja dan akan selalu mengingat kalian semua.""Awas saja kalau kau ingkar janji." Valea membuat gerakan memotong leher.Tawa pecah dari bibir Zhura, ia berpindah pada Arlia. Mereka tersenyum satu sama lain sebelum kemudian berpelukan. Gadis itu terlihat lebih terbuka dan hangat, itu perkembangan yang baik.Melepaska

  • The Cursed Journey Of Zhura   Hati

    Malam perayaan dilaksanakan penuh suka cita. Spemua orang di seluruh dataran kini berdiri di bawah langit malam yang bertabur bintang. Para gadis berkumpul di tempat luas bersama ribuan orang lain. Mereka semua kini tampil selayaknya sosok anggun dengan pemerah bibir. Semua penerangan pun dimatikan, hanya ada cahaya yang berasal dari lentera masing-masing. Dengan tinta yang harum, mereka menuliskan doa pada lentera, berharap kedamaian dan kemakmuran tercurah pada dunia baru.Beberapa saat kemudian, arahan dikeluarkan. Lentera-lentera mulai diterbangkan, detik itu juga malam menjadi berkepingan emas. Zhura pun ingin menerbangkan lentera miliknya. Tapi ia hampir putus asa menuliskan tinta di lenteranya hingga itu menjadi kusut. Maklum, permukaannya mudah robek jadi ia kesulitan. Pada saat atensinya terfokus pada kegiatannya, Azhara datang. Zhura sontak terkesiap kikuk berhadapan dengan pemuda itu.Melihat gelagat istrinya, menciptakan kerutan di kening Azhara. Menyadari kecanggungannya

  • The Cursed Journey Of Zhura   Kapuranta

    "Ibu, berapa orang yang kau ajak ke sini?!"Kegiatan dilanjutkan dengan ramah tamah dan jamuan. Masyarakat berkumpul menjadi satu di halaman kuil yang luas. Maklum, tamu yang datang tidak hanya dari Silvermist, melainkan dari seluruh Firmest. Valea duduk di tempat jamuan bersama sanak keluarganya yang juga hadir. Dengan tinta biru di kening yang terlihat mencolok di keramaian, gadis merah itu tampak anggun terbalut gaun putihnya. Meskipun begitu, wajah bulatnya justru terlihat sangar karena melihat apa yang dilakukan keluarganya. "Ibu tidak mungkin meninggalkan mereka di desa dan pergi hajatan meriah sendiri. Jadi kita ajak saja semua orang," jelas Shawarya abai, ia tak mengindahkan kekesalan putrinya dan malah sibuk mengurusi hidangan untuk semua keluarganya.Ayah Valea yang duduk di sisi istrinya pun mengangguk. "Benar, kita hendak mengajak seluruh desa tapi tumpangan terbatas, jadi kami hanya bisa membawa sedikit saudara."Valea memperhatikan satu per satu sanak saudaranya. Termas

  • The Cursed Journey Of Zhura   Wiwaha

    Dersik angin bertiup mengibaskan kain-kain berumbai yang dipasang menghiasi seluruh kota. Papan-papan bertuliskan ucapan selamat dipajang di setiap kediaman tanda suka cita pemiliknya. Kuil Halyziar yang menjadi tempat dilangsungkannya upacara, kini tampak memukau dengan dekorasi serta karpet besar nan tebal tergelar di ruangannya.Berbaris di kanan dan kiri altar, ratusan orang memenuhi tempat itu. Keluarga kerajaan, gadis suci, dan sisanya tamu undangan baik dari dalam atau pun luar Silvermist. Bukan hanya pakaian putih mereka yang seragam, sudah jelas tatapan mereka pun tertuju ke satu arah. Setiap sudut bibir kini menyajikan senyum sehangat mentari.Sepasang mempelai itu kini berjalan membelah kekaguman para tamu. Sinar matahari memaparkan kehangatan, tapi sedikit kegugupan justru yang membuatnya menggigil. Mengenakan jubah merah khas pengantin, Azhara dan Zhura berjalan beriringan. Bunga-bunga harum ditaburkan oleh dayang seiring langkah mereka. Sesekali kaki Zhura menginjak ujun

DMCA.com Protection Status