Share

Date Night

Penulis: Rosalia Agatha
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Restoran Red Diamond

Barry menarik sebuah kursi, mempersilakan wanita cantik yang baru datang untuk duduk. Malam itu Jeslyn tampil sangat menawan dengan gaun cantik berwarna silver, membungkus ketat tubuhnya yang sempurna.

Ia mendekat mencium pipi kiri dan kanan Barry. "Lama tidak bertemu, Beib," bisiknya.

Barry hanya tersenyum.

Setelah memastikan Jeslyn duduk dengan nyaman, Barry kembali duduk di kursinya.

"Senang bertemu kembali, Jes. Kamu cantik sekali malam ini."

Jeslyn sudah terbiasa menerima pujian, tidak ada rasa tersipu malu.

"Well, Mama sudah bercerita mengenai rencana perjodohan kita. Bagaimana menurutmu?"

Gadis berambut cokelat itu menatap lekat wajah Barry, sementara yang ada di benak Barry hanya Savitri. Ancaman ibunya mengenai Savitri tidak bisa dianggap remeh.  

"Kita coba ...," jawab Barry tak mampu memberi kepastian.

Seorang pelayan da

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Jomlo Bahagia?

    Berto membuka pintu depan begitu mendengar suara mobil Marlo memasuki halaman. Akhir minggu, seperti biasa, tuannya akan pulang ke rumah ini. Rumah besar peninggalan Tuan Erlangga Hadinegoro yang memang dibuat untuk adik tercinta. Lokasinya yang cukup jauh di pinggir kota dengan suasana perbukitan membuat rumah itu cukup jarang disinggahi. Di hari-hari kerja Tuan Marlo lebih memilih tinggal di apartemen tak jauh dari kantor. “Selamat Malam, Berto.” Marlo masuk dengan wajah berseri-seri. “Selamat malam, Tuan Marlo, malam yang indah sepertinya.” Marlo menepuk-nepuk bahu pria kurus itu. “Yah, begitulah.” “Mau saya siapkan makan malam sekarang, Tuan?” &nb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Weekend

    "Loh, Barry ngapain kamu di sini?" Kania mengangkat alis tinggi-tinggi. Hari minggu siang yang cerah, Kania baru saja selesai membuat pai buah kesukaan Nadin. Bi Darni sedang menidurkan Nadin di kamar, jadi saat bel pintu berdering, Kania sendiri yang bergegas membuka pintu. Ia berpikir Divia yang datang, rupanya Barry. "Boleh, kan, hari Minggu main? Aku suntuk di rumah." "Ya-ya, ya bolehlah, masak enggak boleh? Ayo masuk." Kania mempersilakan Barry masuk ke ruang tamu, sementara dirinya bergegas ke ruang ganti. Ia merasa seperti si upik abu dengan pakaian usang dan muka belepotan, sementara Barry seperti pangeran tampan dengan kaus polo warna navy dipadu jeans warna pudar. Bukannya ia ingin terlihat menarik di hadapan Barry, hanya untuk kesopanan saja, pikirnya. Kania memilih atasan crop warna cream dan celana kulot sebetis. Setelah membersihkan muka dan merapikan rambut, ia k

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Problem

    "Vi, Bapak lu manggil gue?" Kania tergopoh-gopoh menuju meja Divia, tepat di depan ruangan Prasetya. "Iya, cepetan masuk udah ditunggu." Kania segera masuk melalui pintu kaca ke ruangan Pak Prasetya "Pagi, Pak," "Kan, gawat ada problem di kebun." Mata Prasetya hanya sekilas melirik ke arah Kania yang baru saja masuk. Lelaki itu terus mengawasi layar gawainya. Feeling Kania tidak enak. "Ada apa Pak? Sesuatu terjadi?" "Terjadi bentrokan besar antara kubu pekerja pendukung kepala desa lama dan kepala desa baru." Prasetya berkata cepat, matanya masih memelotot ke arah gawainya. Kania mengerutkan kening. "Di kebun paling barat kita?" Prasetya mengangguk. Kebun paling barat adalah kebun yang sangat rawan konflik. "Sudah hubungi pihak berwajib, Pak? Bagaimana dengan mediasi?" "Pihak berwajib tidak dapat menjangkau lokasi, sudah dibarikade oleh penduduk. Mediasi dari kepala

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Mediasi 1

    Kania masuk ke dalam mobil van tua, dua orang pria muda mengawalnya duduk di sisi kiri dan kanan. Di bangku depan ada seorang sopir dan pria paruh baya yang tadi berbicara dengan rombongan Kania. Tak dipungkiri ada sedikit rasa takut di hati Kania. Namun, ia memberanikan diri. Alwi yang ia kenal tidak akan membahayakan nyawanya. Ia sangat percaya akan hal itu. Mobil van tua itu berjalan menerobos lebatnya tanaman sawit. Melewati turunan dan kelokan jalan tak beraturan. Tubuh Kania terlonjak lonjak karena jalan yang tidak rata. Dua puluh menit berlalu. Mereka tiba di sebuah pondok, tersembunyi di belakang bukit. Seandainya tidak sedang menghadapi konflik, pemandangan yang disuguhkan dari pondok tersebut sangat lah indah. "Sudah sampai, ayo ikut kami Nona, silakan turun, " ucap seorang pria yang duduk di sebelah kiri Kania. Lelaki itu membuka pintu, memberi jalan kepada Kania untuk turun. Kania berjalan pelan mendek

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Diskusi

    “Sebaiknya kita menuju ke penginapan dulu, Pak. Biarkan Kania beristirahat. Nanti malam kita diskusi.” Prasetya menengahi di antara Kania dan Marlo. Marlo masih menatap Kania setajam sebelumnya. Kania pun masih menatap balik ke manik mata elang itu. “Baiklah, kita pergi ke penginapan.” Akhirnya Marlo bersuara. Rombongan yang terdiri dari empat mobil segera bergerak ke arah kota Kabupaten yang berjarak satu jam perjalanan. Tak banyak penginapan yang bisa dijumpai di kota kecil tersebut. Akhirnya rombongan berhenti di sebuah penginapan kecil. Semua personil diminta untuk beristirahat dan berkump

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Mediasi 2

    Kania dan rombongan selesai sarapan tepat pukul 07.30. Ia diam-diam mencari keberadaan Marlo. Namun, lelaki itu tidak juga muncul untuk sarapan. “Ayo, Bu, kita berangkat!” seru Ismail yang sudah siap naik ke dalam mobil. “Iya, Pak. Saya segera ke sana.” Kania merapikan bajunya. Hari ini ia memilih kemeja longgar warna putih yang ia padukan dengan celana bahan warna abu-abu. Setelah mengambil tas selempangnya ia segera menyusul Pak Ismail. Rombongan Kania yang akan menuju markas Sidik terdiri dari Kania, Pak Ismail, Bambang Satria dan seorang sopir. Mereka berpisah dengan rombongan Prasetya yang akan kembali menuju gerbang kubu Alwi.&nb

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Buah Hati

    “Apa, sih, Ma?” Barry merasa sangat suntuk, ia barusan menelepon Kania, begitu mendengar semua cerita dari Prasetya. Rasa kesal karena tidak bisa melindungi Kania bertambah dengan adanya laporan bahwa sang paman turut andil dalam menyelamatkan nyawa Kania. Semua berita itu membuat moodnya di hari itu menjadi buruk. Mendengar suara Kania secara langsung pun masih belum bisa mengurangi rasa kesalnya. Kini, ibunya datang tiba-tiba ke kamar. Melemparkan amplop besar berwarna cokelat tepat ke arah pangkuannya. “Apa ini?” Ia melirik tajam ke arah wanita paruh baya yang terlihat cantik dengan gaun satin warna peach itu.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Terjebak

    "Gimana kondisi Nadin, Vi?" Suara Kania terdengar gugup. Ia baru saja bisa mengakses gawainya setelah perjalanan masuk dan keluar kebun."Tenang, Kan. Udah gue atasin. Tadi gue bawa ke dokter. Kata dokter, si cantik kena radang tenggorokan. Udah dikasih obat.""Parah, nggak?""Si Bocah udah bobok sekarang di kamar Kan, gue rasa udah gak terlalu panas, sih. Tapi gue minta surat ijin tadi, biar anak lu libur dulu sekolahnya.”"Iya, Vi. Thanks banget ya, Vi .... Gue berutang banyak banget ke elu.""Astaga, biasa aja Kan ... udah, yang penting elu nggak usah khawatir kita semua disini pasti jagain Nadin.""Gue panik banget waktu baca chat elu kalau si Nadin panas." Kania menelan ludah. "Jadi lu bawa ke dokter siapa? Sama Bi Darni?" tana Kania penasaraan."Gue bawa ke RS Internasional, yang deket kompleks elu. Gue cari taksi susah banget kagak nemu. Akhirnya gue telepon Damar, gue minta

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Lumpuh

    Marlo melirik rekan seperjalanannya yang sudah terlelap. Baru beberapa menit yang lalu mereka berpamitan dengan Anjani, Damar, dan Divia, tetapi Kania sudah lelap. Tangan kanan lelaki itu masih memegang erat setir mobil yang melaju pelan menuju gerbang tol. Antrian mobil cukup panjang. Sudah biasa terjadi di akhir pekan. Puluhan bahkan ratusan mobil bernomor plat Ibu Kota akan memadati jalur lingkar luar dari arah pinggir menuju dalam kota, bersiap untuk beraktivitas kembali keesokan hari setelah menghabiskan akhir pekan di luar kota.Tangan kiri lelaki berjaket kelabu itu berhasil menyingkirkan sejumput rambut yang jatuh di tulang pipi Kania. Diam-diam ia memperhatikan wanita cantik yang tertidur di bangku sebelahnya. Dada Marlo sesak karena bahagia. Tak lama lagi mereka akan disatukan dalam pernikahan. Sebelumnya ia tidak pernah merasakan yang namanya cinta. Dulu ia pikir jatuh cinta hanya dialami oleh orang yang lemah. Namun, kini ia sadar, cinta bisa sangat

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Setia

    Arifin Arsena memacu mobil jeepnya dengan kecepatan mendekati seratus kilometer per jam. Arus macet dari jalur pinggir kota menuju pusat, berlawanan arah dengan laju mobilnya, hingga dengan mudah ia memacu mobil kesayangannya membelah malam di hari Minggu. Lelaki paruh baya itu melirik arloji tuanya yang sudah menunjuk angka sepuluh. Perawakannya yang tegap, tinggi, dan gagah memang sangat pas duduk di kursi pengemudi mobil dengan roda besar itu.Mobil itu adalah mobil kesayangannya yang didapat pertama kali dari jerih payah bekerja sebagai tangan kanan jutawan terkenal, Erlangga Hadinegoro. Sudah lama sekali, sejak pertama kali ia bertemu dengan lelaki tangguh, pengusaha kawakan pendiri Hadinegoro corp itu. Kala itu, Arifin yang mantan personil seragam hijau sedang dalam kondisi terpuruk. Ia diberhentikan dari satuan tugasnya karena sebuah kasus pidana. Bukan kasus tanpa sebab, ia tidak menyesal dikeluarkan. Satu hal yang diyakininya adalah kesetiaan dan pengor

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Memory

    Divia mengamati Damar yang sedang sibuk membongkar kotak kayu di ruang makan. Kedua tangan lelaki itu menarik tuas kecil di bagian depan kotak kayu yang sepertinya sedikit macet. Tiga kali hentakan kuat, akhirnya kotak kayu itu terbuka."Kotak apa itu?" tanya Divia sambil menjulurkan kepalanya melongok ke bagian gelap kotak kayu.Belum ada jawaban dari Damar. Tangan lelaki itu meraba raba ke dalam kotak."Kamu mau nunjukin apa, sih? Penasaran loh, aku!" Divia melipat kedua lengannya di depan dada.Akhirnya Damar meraih sesuatu dari dalam kotak. Ia mengangkat selembar kertas berwarna pudar. Ia tersenyum, lalu menyodorkan kertas berisi gambar itu ke arah Divia."Lihat ini," ujarnya.Divia semakin mendekat, meraih lembaran itu, lalu mengamatinya dengan seksama."Foto? Foto siapa ini? Wanita cantik ini jelas Ibu kamu." Divia mengamati tiga so

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Restu

    Barry keluar dari kamar mandi dengan wajah terlihat lebih segar. Handuk kecil melilit bagian lehernya. Lima menit yang lalu, pelayan sudah membawakan jus apel lemon ke kamar.“Ini, minum jusmu!” Clarissa menyodorkan minuman dingin berwarna terang dengan gelas tinggi ke hadapan Barry. “Masih pusing?” tanya wanita itu melihat dahi Barry berkerut.Barry mengangguk lalu menerima segelas jus buah dari ibunya. Menenggaknya dalam beberapa teguk. “Makasih, Ma.”“Hm, sekarang duduk, Mama mau ngomong.”Lelaki muda itu menurut, meletakkan gelas tingginya yang kini kosong ke meja, lalu duduk di ranjang. Ia mengusapkan handuk kecil beberapa kali ke dahinya yang sedikit basah.

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Tentang Clarissa

    Clarissa bergeming di tempat duduknya, sebuah sofa tunggal dari bahan beledu cantik, warnanya senada dengan nuansa kamar tidur yang keemasan, terkesan mewah dan glamor. Mata wanita cantik itu menerawang jauh. Kacamata berbingkai emas yang ia kenakan tidak dapat menyembunyikan matanya yang nanar. Ia baru saja menerima telepon dari salah seorang kepercayaannya.“Nyonya, lelaki itu sudah buka mulut. Sepertinya lelaki tua yang mengancamnya itu adalah Arifin. Nyonya ingat? Lelaki kepercayaan mendiang Tuan Hadinegoro dulu,” ucap suara serak di ujung telepon.“Kurang ajar! Bukannya lelaki itu ada di dalam penjara? ““Betul, Nyonya, Arifin menginterogasinya di dalam penjara. Sepertinya ia punya koneksi orang dalam, hingga bisa melakukan ancaman kepada orang kita.”“Kamu habisi saja lelaki itu di dalam penjara! Sekarang! Saya tidak mau si Arifin itu sempat menemukan bukti lain!” tegas Clarissa, suaranya

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Anjani

    "Menurut kamu, Divia sudah tahu mengenai identitas Damar?" Kania melirik ke arah Marlo yang sedang menyetir di sebelahnya."Entahlah, mungkin sudah. Sepertinya hubungan mereka semakin akrab, aku mencium bau romantis di antara mereka."Sontak Kania tertawa terpingkal-pingkal, membuat Marlo melirik kekasihnya itu dengan tatapan tersinggung."Kok malah ketawa?"Kania buru-buru menahan tawanya sambil geleng-geleng kepala. "Sorry, Sayang, kamu bilang mencium bau romantis, mendengar kamu yang bilang seperti itu membuatku geli, Tuan Serius!"Akhirnya, Marlo mengulas senyum juga di bibirnya, memang benar yang diucapkan Kania. Dia orang yang serius, tak pernah kenal istilah cinta apalagi romantis. Namun, kebersamaan dengan Kania merubah semuanya. Indra perasanya menjadi semakin peka."Aku berkali-kali menggoda Divia soal hubungannya dengan Damar, tetapi dia selalu mengalihkan pembicaraan."

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Gejolak Hati Divia

    Divia baru saja selesai melakukan aktivitas rutin di akhir minggu. Pagi tadi ia sudah berangkat ke fitness center, melakukan yoga sekitar sejam lamanya. Kini setelah mandi dan sedikit bersolek di ruang ganti fitness center, ia menjejakkan kakinya ke lorong mal yang masih sepi. Pusat kebugaran favoritnya itu terletak di dalam mal. Jam di dinding masih menunjuk pukul 09.00 ketika ia keluar dari pusat kebugaran itu.Mode getar dari ponsel pintarnya berfungsi, sambil terus berjalan menyusuri lorong, Divia meraih benda pipih itu dari kantong tas fitness-nya. Bibir wanita itu melengkung ke atas saat melihat nama Damar muncul di layar."Halo, Mar?" sapanya."Vi, bisa ikut aku, nggak?" Lelaki di ujung telepon rupanya tidak suka basa-basi."Ha? Ikut ke mana? Aku baru aja selesai yoga di Gym, sebentar lagi nyampe kos-kosan." Divia masih mengayunkan langkah dengan pelan."Okelah, setengah jam l

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Tak Bisa Jauh

    "Mama!" Gadis kecil itu berteriak, berlari ke arah Kania. Sedetik kemudian Kania limbung karena tubuh kecil nan energik itu menghantam bagian bawah tubuhnya.Gadis kecil itu terkikik girang, membuat Kania langsung menangkap dan menggendongnya di lengan."Aduuuh, Sayang, kebiasaan!" Dengan gemas Kania menowel hidung mungil Nadin."Hei, Cantik, selamat yaa, pertunjukanmu berjalan lancar. Kamu luar biasa sekali!" Marlo memekik tertahan.Nadin tersenyum semringah, merentangkan tangan kepada lelaki di sebelah Kania itu. Marlo buru-buru meraihnya, memindahkan Nadin dari lengan Kania ke lengannya sendiri."Makasih, Om," ucap Nadin dengan riang. Gadis kecil itu memeluk bahu Marlo dengan kencang.Dengan ekspresi bangga, Marlo menatap Kania. Senyumnya lebar, matanya berbinar. Kania sangat suka melihat ekspresi Marlo seperti ini. Batinnya terus berteriak bahwa Marlo adalah tipe seora

  • The Crown Prince, Sang Putra Mahkota   Pertunjukan

    Kania mememui Prasetya di sebuah kafe di pusat kota."Sehat, Pak?" Wanita itu duduk di kursi di seberang lelaki berambut kelabu."Alhamdulilah," jawab lelaki itu mantap."Maaf, agak lama menunggu."*Saya juga baru sampai. Kamu gimana, Kan? Sehat?""Puji Tuhan, Pak."Seorang pelayan membawa baki berisi satu cangkir kopi pekat untuk Prasetya. Lelaki itu mengangguk menunjukkan Terima kasih, sebelum sang pelayan undur diri."Kania sudah pesan?""Sudah, tadi di konter depan, sebentar lagi mungkin datang.""Saya senang kalau kamu sehat, Kan. Saya lihat kamu juga malah lebih fresh sekarang."Kania tersenyum merona. Pak Prasetya belum mengetahui sejauh mana hubungan dirinya dengan Marlo."Pak, saya dengar Bapak mau resign dari kantor. Apa betul?"Lelaki itu menatap Kania dari balik kepulan uap panas ko

DMCA.com Protection Status