Harun Bashar tidak pernah menjadi mentor yang ramah. Tapi ikatannya dengan Rais jauh lebih penting daripada keramahan. Sedikit-banyak Raisk mulai merasa dekat dengan orang ini. Bahkan terbersit rasa sayang bahwa suatu saat mereka akan berhadapan satu lawan satu, dan mungkin juga saling meniadakan nyawa satu sama lain.
Mungkinkah suatu saat ia harus menghabisi orang ini?
Sementara orang ini telah mengajarinya banyak hal. Ia mulai menjadi seorang petarung sejati adalah berkat didikan orang ini. Semua penderitaannya seolah tidak berarti karena Harun mengajarinya cara mengompensasi penderitaan menjadi sebuah kekuatan. Itu adalah pertanyaan yang sulit dijawab oleh dirinya.
Beberapa hari kemudian, beberapa orang tampak berdiskusi di tempat mereka. Rais memperhatikan orang-orang tersebut sangat serius.
“Ada apa?” tanya Rais.
“Besok kita akan melakukan serangan. Sudah terlalu lama sejak kita menyerang menara kembar hingga saat ini.”
Ikhwan sekalian.Akumulasi dari seluruh keraguanku yang melandaku selama bertahun-tahun ini akan segera terjawab. Walaupun sudah mengalami serangkaian ujian, aku akan menguji pasukanku dalam waktu yang tidak lama lagi.Semua kemampuan mereka akan diuji dan juga bagaimana mereka akan menyelesaikan semua tantangan yang diarahkan kepadanya.Aku akan melihat apakah mereka masih bisa dipengaruhi oleh segala ketakutannya, atau apakah mereka akan bisa mengatasi semuanya. Aku akan tahu apakah mereka masih memiliki kelemahan dan keraguan untuk melakukan hal yang disebut belas kasihan. Untuk melakukannya, mereka membutuhkan sebuah perilaku yang akan dapat menyelamatkan dunia, karena perilaku ini sangat penting.Perilaku tanpa belas kasihan.Akan ada waktu untuk memperbaiki semuanya dan mempersatukan semua yang ada. Aku tidak ingin menyesal dengan memilih mereka, mereka sangat kita butuhkan. Tapi semua itu akan terjadi nanti, saat semua tugas kita selesai dan
Rais mulai tidur di matrasnya malam itu. Harun Bashar datang ke barak mereka dan mengatakan bahwa ia harus berbicara dengan Rais.Rais bangkit, mengganti pakaiannya, dan mengikuti Harun. Mereka berjalan di bawah cahaya bulan purnama malam menuju hutan. Lalu mereka memasuki sebuah tempat yang tidak jajuh berbeda dengan tempat latihannya selama ini.“Kau datang kemari untuk menegakkan keadilan bagi umat muslim.” Kata Harun.Harun Bashar mengeluarkan buku catatan yang dititipkannya kepada Rais saat kali pertama ujiannya menemukan tempat mereka berada. Buku itu lalu dibuang Harun ke tanah.“Buku ini tidak berarti apa pun,” kata Harun.“Yang harus kau perhatikan adalah bagaimana kau meyakinkan dirimu, melawan semua keraguan atas jihad yang akan kita lakukan. Kau harus siap mati, semuanya demi umat, demi agama kita, demi Allah.”Harun menyiramkan minyak dan membakar buku yang ada di tanah. Rais menyaksikannya me
Pasukan yang disiapkan untuk menyerang Washington telah berkumpul. Masing-masing tahu apa yang akan dilakukannya. Semua orang menyimpan senjatanya di tempat yang akan mereka raih kurang dari satu detik saat diperlukan. Kode-kode rahasia sudah dikuasai di luar kepala. Serangan tinggal menunggu waktu.“Kau yang memimpin mereka, Rais.” Perintah Harun.“Tidak,” kata Rais. “Kita tidak berhak melakukannya.”“Rasa keadilanmu adalah kelemahan yang harus kau kalahkan.” Kata Harun.“Itulah yang membedakanku dari orang lain, karena aku memilikinya.”“Kau mau menegakkan agama Allah, mereka adalah musuh Allah.”“Mereka tetap berhak mendapat keadilan.”“Dari siapa?” jawab Harun. “Mengembalikan ke PBB dan berharap mereka akan berlaku adil? Kau tidak mungkin serius.”“Kau tidak dapat meminta keadilan sebelum kau memusnahkan semua m
“Rais, apa yang kau lakukan?” Malikha mendapati Rais yang berdiri mematung sambil matanya terpejam.Rais bergeming.Malikha diam memandanginya.Beberapa lama kemudian, barulah Rais perlahan membuka matanya.“Itu...adalah sebuah sumber energi yang sangat besar,” Rais menunjuk ke arah matahari.Malikha memandangi Rais, dan belum sepenuhnya memahami yang dimaksud pemuda ini.Rais tersenyum simpul.“Selama ini manusia tidak pernah menyadarinya. Mereka selalu berperang demi minyak dan sumber energi lainnya, padahal yang mereka perebutkan itu tidaklah selalu tersedia.”Malikha mengangkat bahunya dan memberi isyarat Rais untuk melanjutkan.“Malikha, energi yang terpancar dari sinar matahari ini adalah energi yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia, selamanya.”“Kau...serius?”“Kau pasti belum memahaminya. Tapi suatu saat ka
Rais masih memejamkan matanya. Perlahan seluruh syarafnya telah menerima perintah dari otaknya dan mengaktifkan energi yang tersimpan. Rais telah mengembangkan teknologinya selama bertahun-tahun, sehingga energi matahari yang disimpannya tidak hanya bisa menghasilkan kekuatan dengan daya hancur setara nuklir, tapi juga meningkatkan ketahanan tubuh, kecepatan, ketangkasan, maupun kecerdasan dirinya.Maka tentara yang datang menyerang dengan senjata tajam dapat ditahannya dengan mudah. Diterimanya serangan samurai hanya dengan tangan kosong, secara langsung, menyebabkan pedang samurai tersebut patah. Berondongan peluru senapan mesin dengan mudah ditangkisnya.Rais bergerak secepat kilat, menghajar satu demi satu tentara yang mengepungnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakan Rais. Mereka hanya mendapati sosok berkelebat di depannya, lalu kehilangan kesadaran. Termasuk Harun Bashar yang belum dapat menguasai dirinya sepenuhnya usai melihat apa yang terjadi.Mereka m
Andrew Cole membalas senyum pramugari yang menyambutnya. Andrew duduk di kabin dan sang pramugari segera menawarkan minuman hangat serta koran. “Ya, tolong, terima kasih.” Jawab Cole. “Tentu saja, Tuan.” Kata si pramugari sambil tidak berhenti tersenyum. Pramugari itu cantik dan nampak sangat muda. Andrew tidak berhenti memandangi perempuan itu. Tiba-tiba ia merasakan sikutan di lengannya. “Santailah, kawan.” Kata orang yang menyikutnya. Carlos, teman Andrew yang menyikutnya, tersenyum mengejek. “Ah, kau munafik.” Andrew balas mengejek. “Setidaknya aku tidak terlalu nampak jelas seperti kau memandangi pramugari itu tadi.” Balas Andrew. “Akuilah, kau juga tertarik, ‘kan?” “Ya, siapa yang tidak tertarik? Perempuan itu begitu cantik dan muda.” “Kalau begitu tidak perlu usil.” “Minimal bagi-bagi laaaah.” “Ingat istrimu” “Hei, lihat siapa yang bicara!” Beberapa s
Pesawat berada dalam keadaan kacau. Sejumlah penumpang telah melakukan panggilan telepon melalui layanan telepon pesawat demi mengabari kepada dunia luar bahwa ada sejumlah orang yang telah membajak pesawat mereka.Beberapa penumpang bahkan sempat menyemprotkan semprotan merica atau gas air mata kepada para pembajak. Namun malang, mereka justru mendapatkan tusukan di tubuhnya.Para pembajak terlihat sangat terlatih. Mereka membawa peralatan tangan multifungsi serta berbagai jenis pisau dan belati.Tubuh-tubuh penumpang yang tergeletak nampak tidak lagi berdaya. Sementara itu, tidak ada lagi di antara para penumpang lainnya yang berani melakukan perlawanan.Para pembajak telah memperingatkan bahwa melawan adalah perbuatan sia-sia dan bodoh.Sementara para penumpang pun merasakan pesawat mereka telah berputar arah.Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Pertolongan pun entah kapan datangnya. Bahkan entah akan datang atau tidak.Mereka mera
Lima tahun telah berlalu sejak kejadian 11 September 2001. Namun Rais tidak pernah bisa mengesampingkan emosinya setiap kali dirinya mengingat peristiwa itu. Bertahun-tahun kehidupan keras yang ia jalani di jalanan, bahkan di Afganistan, telah menempa dirinya menjadi seorang ksatria sejati.Namun 11 September 2001 telah terpatri di dalam ingatannya. Tidak akan hilang sampai kapan pun.Konflik yang ditimbulkan oleh peristiwa tersebut selalu mengaduk-aduk perasaan Rais setiap kali ia membacanya.Rais menyadari bahwa kehidupan enam juta umat Muslim di Amerika telah berubah.Banyak kisah tentang kehidupan umat Muslim setelah 9/11 yang masih belum diceritakan. Tidak hanya di Amerika, tapi juga Suriah, Irak, Iran, juga Afganistan. Dan Rais berada di sini untuk membuat keadaan lebih baik.Rais tidak ingin membuat dirinya menjadi konsumsi publik. Oleh karena itu, ia sangat menjauhkan diri dari sensasi. Rais menyadari bahwa sebagai trilyuner muda, dirinya b