Hari telah memasuki sore menjelang malam. Para penduduk Washington DC sedang memadati jalanan untuk pulang ke tempat tinggal masing-masing setelah seharian bekerja. Padatnya jalanan semakin bertambah dengan adanya beberapa mobil yang menyalakan sirinenya.
Andrea Izmaylov dan sejumlah anggota FBI mendatangi sebuah apartemen. Mereka telah menerima laporan bahwa di sana terjadi aktivitas yang mencurigakan. Beberapa orang berwajah Arab keluar-masuk apartemen itu dan membentak orang-orang yang berpapasan dengan mereka.
Sayangnya, apartemen itu telah kosong saat Andrea datang.
“Telusuri seluruh apartemen. Aku ingin mendapatkan informasi yang lengkap.” Katanya.
“Baik, Ma’am.”
“Mereka sudah pergi.” Sebuah suara muncul entah dari mana.
“Sudah berapa lama kau di sini?” tanya Andrea.
“Hampir sama denganmu.” Jawab Caliph.
“Aku ingin memeriksa sidik jadi yang ada di are
Aisha Mahmood membereskan peralatannya. Ia tahu bahwa tidak lama lagi Rais Hoetomo akan datang untuk menguji-coba kamera hasil pengembangan mereka untuk kasus sungguhan.Ketika Aisha memasuki ruangan kerjanya, sekretarisnya telah menunggu.“Ms. President, seseorang ingin menemui Anda.”“Siapa?”“Diona Dublin dari bagian keamanan.”“Baiklah, silakan.”Seorang perempuan paruh baya memasuki ruangan Aisha.“Selamat pagi, Ms. President.” Sapa perempuan itu.“Selamat pagi, Mrs. Dublin. Apakah ada yang bisa saya bantu?”“Tergantung apa yang bisa Anda tawarkan untuk saya.”“Maksud Anda?” Aisha memandangi Dublin, mencoba menangkap maksud perempuan ini.“Anda tidak perlu menutupinya, Ms. President. Kita tahu bahwa negara kita sedang berada di tengah perang dengan teroris. Dan tadi malam, katakan saja secara tidak dis
Rais dan Aisha telah berada di tengah-tengah proses analisis mereka. Dari hasil rekaman kameranya, Rais telah memproses citra-citra yang diperoleh menjadi sebuah simulasi di layar komputer. Seperti yang diharapkan, kamera buatan mereka berhasil merekam semua suara, panggilan, sinyal, maupun perubahan udara di apartemen semalam.Dan seperti yang mereka duga, ada sebuah kontak misterius yang mengarah ke suatu tempat. Tempat itu masih berada di Washington DC.Aisha meresumekan hasil pencitraan mereka.“Ini dia identifikasi suara dan sinyal yang ada.” Katanya.Aisha memproses beberapa perintah di papan ketik, lalu muncullah identifikasi alamat yang ada.“Ini, adalah lokasi yang berhasil diidentifikasi.” Lanjutnya.“Oke, terima kasih. Kerja bagus.”“Dr. Hoetomo, saya kira kita harus memproteksi keamanan data kita lebih tinggi lagi.”“Maksudmu?”“Seorang petugas
Pagi ini cukup cerah. Ini adalah sebuah hari yang baru di Washington DC. Terutama di National Mall. Di dalamnya terdapat tempat bernama United States Holocaust Memorial Museum, yaitu museum untuk memperingati kejadian Holocaust.Hari ini, Museum Peringatan Holocaust akan dikunjungi oleh siswa dari berbagai sekolah dasar di Washington DC.Pada pukul sembilan pagi, mereka semua sudah datang dan memasuki area pelataran museum. Petugas keamanan mengatur barisan anak-anak itu. sementara guru-guru pendamping mereka terus mengingatkan agar menjadi anak-anak yang baik dan tidak merepotkan Bapak-bapak petugas keamanan.Anak-anak berbaris dengan rapi. Mereka saling bercengkerama dengan riang gembira.Di sekitar sana, Andrea Izmaylov telah datang. Matanya waspada mengamati sekitar. Beberapa saat lalu, informasi anonim telah memasuki ponselnya.Walaupun informasi tersebut anonim, tapi Andrea tahu bahwa pengirimnya adalah orang yang sangat bisa ia percaya.
Semua stasiun televisi di Amerika Serikat meliput kejadian pemboman di Holocaust Museum. Meskipun belum ada pihak yang mengklaim bertanggungjawab, namun spekulasi telah bermunculan.Nama Al Qassar disebut-sebut. Tapi yang mengejutkan, muncul juga rumor yang menyebut nama Caliph.Tiba-tiba CNN melakukan breaking news. Mereka mengatakan bahwa seorang narasumber hendak mengungkap siapa di belakang kejadian ini.Seketika perhatian para pemirsa tertuju pada CNN. Karena mereka tahu kelas CNN, maka mereka juga tahu narasumber yang didatangkan pasti tidak sembarangan. Layar pun menunjukkan pembaca berita yang sekaligus bertindak sebagai pewawancara telah memperkenalkan narasumber mereka.Dia adalah Diona Dublin.Aisha Mahmood memperhatikan layar televisi. Ia mencoba menyusun sejumlah alternatif langkah antisipasi untuk segala kemungkinan yang terjadi.“Mrs. Dublin, berapa lama Anda suda
“Mrs. Dublin, apa yang Anda lakukan?” tanya Al Qassar.“Maaf, saya tidak mengerti...” Dublin nampak ketakutan.“Sudahlah, Anda sudah mengkhianati kami.”“Maaf, ini pasti kesalahan...”“Anda tidak perlu mengelak lagi. Kini Anda mengorbankan kepentingan organisasi dan mengambil panggung demi kepentingan pribadi Anda?”Diona Dublin nampak kebingungan, ia meminta tolong kepada orang sekitarnya dan berusaha menjelaskan hal yang ia sendiri tidak mengerti.“Saya tidak ingin Anda mencuri panggung kami.” Kata Al Qassar. “Maka saya yang akan mengumumkannya. Diona Dublin bekerja bersama kami. Ialah informan utama kami. Dan ya, kami berada di balik pemboman Museum Holocaust. Jika Anda ingin mengadili orang yang paling bertanggung-jawab, maka orang itu ada di layar televisi Anda sekarang. Terima kasih.”
Aisha memeriksa tubuh Rais dengan scanner di laboratorium mereka.“Tidak ada kerusakan apa pun.” Kata Aisha.“Alhamdulillah.” Timpal Rais.“Dia tidak akan berhenti di sini.” Kata Malikha.“Tentu saja. Ia masih memegang tantangannya kepadaku.”“Jadi apa rencanamu?” tanya Aisha.“Oh, aku akan memainkan apa yang ia kira sedang dimainkannya.”Capitol Hill, keesokan paginya.Abdul Aziz berjalan berputar-putar di ruang kerjanya.Pintu ruangannya terbuka. Andrea Izmaylov masuk.“Sudah ada kabar tentang Al Qassar?” tanya Abdul Aziz.“Belum. Ia menghilang sejak tadi malam.”“Tidak ada jejak?”Izmaylov menggeleng.“Kita harus mendapatkan orang ini.”“Barangkali bisa kita mulai dari Iqbal Anwar.”&ldq
Andrea Izmaylov mengumpulkan semua anggota FBI di bawah kordinasinya. Ia juga memanggil pasukan SWAT untuk bergerak bersama dengan FBI. Tanpa ketinggalan, Andrea meminta CIA untuk ikut mencari Al Qassar.Ia berjaga-jaga jika ada kejutan lagi dalam waktu dekat. Semua yang terjadi sudah berada di luar nalarnya.“Panggil semua agen federal. Kerahkan semua sumber daya yang ada. Presiden telah memerintahkan kita. Prioritas kita adalah menemukan lokasi Al Qassar berada. Tidak ada yang boleh berhenti sebelum kita menemukannya!” perintah Andrea.“Agen Izmaylov, jadi tadi Anda dipanggil oleh Presiden?” tanya seorang agen.“Ya, dan ia memerintahkanku langsung untuk memimpin pencarian ini. Segera lakukan tugasmu.”“Siap, Bos.”Si agen segera pergi.Sementara di ruang rahasia, Rais dan Aisha bergeming di depan komputer.“Kau sudah berhasil meretas jaringan CNN?” tany
Iqbal Anwar membalas tatapan Abdul Aziz. Mereka berdua beradu pandang tanpa berkedip. Iqbal mengeluarkan senyum liciknya. Sementara Abdul Aziz masih bergeming.Abdul Aziz berdiri dan duduk di sisi meja tempat Iqbal duduk.“Aku tidak ingin membuang banyak waktu di sini. Jadi, sebaiknya kau bekerja sama.” Kata Abdul Aziz.Iqbal tersenyum lagi.“Aku tahu kau berusaha mempermainkan kami. Tapi percayalah, di sini bukan tempat kau bisa melakukan itu. Pikirkanlah, berapa lama kau akan bisa bertahan dengan terus bersikap seperti ini.”“Memangnya apa yang akan kau lakukan?”“Itu bukan wewenangku. Bahkan bukan hakku untuk berada di sini dan menginterogasimu. Tapi aku bisa berada di sini, di hadapanmu, tanpa ada satu pun petugas yang mendampingiku. Kau tahu kenapa? Karena mereka sudah muak terhadapmu sehingga harus memintaku untuk turun tangan. Dan kau tahu? Aku tidak memiliki dasar pelatihan interogasi. Karena