Ikhwan sekalian, dari tahun-tahun yang telah berlalu, aku menemukan diriku telah mengalami kemunduran secara fisik. Ini tidak lain, pasti karena usiaku yang sudah tidak lagi muda. Aku salah ketika berpikir bahwa kedigdayaanku adalah selamanya. Meskipun begitu, aku tidak kecewa.
Kini aku memiliki para mujahidin yang akan menjadi penerusku. Setiap harinya merela tidak pernah berhenti membuatku kagum. Mereka adalah umat terbaik dari yang terbaik yang pernah aku dapatkan. Sepertinya mereka tidak memiliki batas kekuatan.
Semula kupikir bahwa aku harus menjaga diriku dari harapan-harapan palsu. Aku tidak ingin kecewa seperti yang sudah kualami dengan beberapa orang. Dengan pasukanku sekarang, aku yakin tidak akan mengalaminya. Tidak ada orang yang kutemui sejauh ini, yang bisa menyamai semua keunggulan dan potensi mereka. Mereka adalah pengecualian dari umat kebanyakan.
Andai saja sejak dulu kutemukan orang seperti mereka, maka aku akan hidup lebih nyaman tanpa rasa k
Terkadang Rais sering bertanya-tanya mengenai keberadaan Ibnu Awwad. Sang penyelamat umat misterius ini hanya sekali-sekali muncul ke permukaan. Ia bahkan belum pasti apakah benar-benar tinggal di tempatnya menempuh latihan atau tidak. Terkadang Ibnu Awwad muncul dan memperhatikan pasukannya berlatih. Terus begitu tanpa bereaksi. Ia jarang berbicara ataupun menimbulkan suara-suara yang tidak perlu. Tapi kehadirannya begitu terasa.Seperti pagi ini, Ibnu Awwad menyaksikan Rais sedang berlatih dengan pakaian lengkap. Rais sedang menghadapi seniornya yang sepantar. Seseorang memanggil Rais dan membuyarkan konsentrasinya. Segera setelah konsentrasinya buyar, lawannya pun menghajar Rais habis-habisan.Rais tumbang.Semula Rais berpikir bahwa yang memanggilnya adalah Ibnu Awwad. Tapi ia segera menepis pikiran itu.Ternyata itu adalah suara dari Harun Bashar.Setelah ia mengetahui asal sumber suara, didapatinya Ibnu Awwad telah pergi.Harun Bashar
Harun Bashar tidak pernah menjadi mentor yang ramah. Tapi ikatannya dengan Rais jauh lebih penting daripada keramahan. Sedikit-banyak Raisk mulai merasa dekat dengan orang ini. Bahkan terbersit rasa sayang bahwa suatu saat mereka akan berhadapan satu lawan satu, dan mungkin juga saling meniadakan nyawa satu sama lain.Mungkinkah suatu saat ia harus menghabisi orang ini?Sementara orang ini telah mengajarinya banyak hal. Ia mulai menjadi seorang petarung sejati adalah berkat didikan orang ini. Semua penderitaannya seolah tidak berarti karena Harun mengajarinya cara mengompensasi penderitaan menjadi sebuah kekuatan. Itu adalah pertanyaan yang sulit dijawab oleh dirinya.Beberapa hari kemudian, beberapa orang tampak berdiskusi di tempat mereka. Rais memperhatikan orang-orang tersebut sangat serius.“Ada apa?” tanya Rais.“Besok kita akan melakukan serangan. Sudah terlalu lama sejak kita menyerang menara kembar hingga saat ini.”
Ikhwan sekalian.Akumulasi dari seluruh keraguanku yang melandaku selama bertahun-tahun ini akan segera terjawab. Walaupun sudah mengalami serangkaian ujian, aku akan menguji pasukanku dalam waktu yang tidak lama lagi.Semua kemampuan mereka akan diuji dan juga bagaimana mereka akan menyelesaikan semua tantangan yang diarahkan kepadanya.Aku akan melihat apakah mereka masih bisa dipengaruhi oleh segala ketakutannya, atau apakah mereka akan bisa mengatasi semuanya. Aku akan tahu apakah mereka masih memiliki kelemahan dan keraguan untuk melakukan hal yang disebut belas kasihan. Untuk melakukannya, mereka membutuhkan sebuah perilaku yang akan dapat menyelamatkan dunia, karena perilaku ini sangat penting.Perilaku tanpa belas kasihan.Akan ada waktu untuk memperbaiki semuanya dan mempersatukan semua yang ada. Aku tidak ingin menyesal dengan memilih mereka, mereka sangat kita butuhkan. Tapi semua itu akan terjadi nanti, saat semua tugas kita selesai dan
Rais mulai tidur di matrasnya malam itu. Harun Bashar datang ke barak mereka dan mengatakan bahwa ia harus berbicara dengan Rais.Rais bangkit, mengganti pakaiannya, dan mengikuti Harun. Mereka berjalan di bawah cahaya bulan purnama malam menuju hutan. Lalu mereka memasuki sebuah tempat yang tidak jajuh berbeda dengan tempat latihannya selama ini.“Kau datang kemari untuk menegakkan keadilan bagi umat muslim.” Kata Harun.Harun Bashar mengeluarkan buku catatan yang dititipkannya kepada Rais saat kali pertama ujiannya menemukan tempat mereka berada. Buku itu lalu dibuang Harun ke tanah.“Buku ini tidak berarti apa pun,” kata Harun.“Yang harus kau perhatikan adalah bagaimana kau meyakinkan dirimu, melawan semua keraguan atas jihad yang akan kita lakukan. Kau harus siap mati, semuanya demi umat, demi agama kita, demi Allah.”Harun menyiramkan minyak dan membakar buku yang ada di tanah. Rais menyaksikannya me
Pasukan yang disiapkan untuk menyerang Washington telah berkumpul. Masing-masing tahu apa yang akan dilakukannya. Semua orang menyimpan senjatanya di tempat yang akan mereka raih kurang dari satu detik saat diperlukan. Kode-kode rahasia sudah dikuasai di luar kepala. Serangan tinggal menunggu waktu.“Kau yang memimpin mereka, Rais.” Perintah Harun.“Tidak,” kata Rais. “Kita tidak berhak melakukannya.”“Rasa keadilanmu adalah kelemahan yang harus kau kalahkan.” Kata Harun.“Itulah yang membedakanku dari orang lain, karena aku memilikinya.”“Kau mau menegakkan agama Allah, mereka adalah musuh Allah.”“Mereka tetap berhak mendapat keadilan.”“Dari siapa?” jawab Harun. “Mengembalikan ke PBB dan berharap mereka akan berlaku adil? Kau tidak mungkin serius.”“Kau tidak dapat meminta keadilan sebelum kau memusnahkan semua m
“Rais, apa yang kau lakukan?” Malikha mendapati Rais yang berdiri mematung sambil matanya terpejam.Rais bergeming.Malikha diam memandanginya.Beberapa lama kemudian, barulah Rais perlahan membuka matanya.“Itu...adalah sebuah sumber energi yang sangat besar,” Rais menunjuk ke arah matahari.Malikha memandangi Rais, dan belum sepenuhnya memahami yang dimaksud pemuda ini.Rais tersenyum simpul.“Selama ini manusia tidak pernah menyadarinya. Mereka selalu berperang demi minyak dan sumber energi lainnya, padahal yang mereka perebutkan itu tidaklah selalu tersedia.”Malikha mengangkat bahunya dan memberi isyarat Rais untuk melanjutkan.“Malikha, energi yang terpancar dari sinar matahari ini adalah energi yang bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh umat manusia, selamanya.”“Kau...serius?”“Kau pasti belum memahaminya. Tapi suatu saat ka
Rais masih memejamkan matanya. Perlahan seluruh syarafnya telah menerima perintah dari otaknya dan mengaktifkan energi yang tersimpan. Rais telah mengembangkan teknologinya selama bertahun-tahun, sehingga energi matahari yang disimpannya tidak hanya bisa menghasilkan kekuatan dengan daya hancur setara nuklir, tapi juga meningkatkan ketahanan tubuh, kecepatan, ketangkasan, maupun kecerdasan dirinya.Maka tentara yang datang menyerang dengan senjata tajam dapat ditahannya dengan mudah. Diterimanya serangan samurai hanya dengan tangan kosong, secara langsung, menyebabkan pedang samurai tersebut patah. Berondongan peluru senapan mesin dengan mudah ditangkisnya.Rais bergerak secepat kilat, menghajar satu demi satu tentara yang mengepungnya. Tidak ada yang bisa melihat gerakan Rais. Mereka hanya mendapati sosok berkelebat di depannya, lalu kehilangan kesadaran. Termasuk Harun Bashar yang belum dapat menguasai dirinya sepenuhnya usai melihat apa yang terjadi.Mereka m
Andrew Cole membalas senyum pramugari yang menyambutnya. Andrew duduk di kabin dan sang pramugari segera menawarkan minuman hangat serta koran. “Ya, tolong, terima kasih.” Jawab Cole. “Tentu saja, Tuan.” Kata si pramugari sambil tidak berhenti tersenyum. Pramugari itu cantik dan nampak sangat muda. Andrew tidak berhenti memandangi perempuan itu. Tiba-tiba ia merasakan sikutan di lengannya. “Santailah, kawan.” Kata orang yang menyikutnya. Carlos, teman Andrew yang menyikutnya, tersenyum mengejek. “Ah, kau munafik.” Andrew balas mengejek. “Setidaknya aku tidak terlalu nampak jelas seperti kau memandangi pramugari itu tadi.” Balas Andrew. “Akuilah, kau juga tertarik, ‘kan?” “Ya, siapa yang tidak tertarik? Perempuan itu begitu cantik dan muda.” “Kalau begitu tidak perlu usil.” “Minimal bagi-bagi laaaah.” “Ingat istrimu” “Hei, lihat siapa yang bicara!” Beberapa s