"Hentikan semua omong kosongmu, Zea Anastasia. Sungguh, aku sangat muak mendengarnya. Kenapa? Apa bagimu sesulit itu menjadi diri sendiri? Kau ingin aku ajarkan bagaimana cara hidup yang baik? Hey, di sini tidak ada orang yang mendengar dan melihat kita. Jadi, kau tak usah berpura-pura lagi."Zea mengendus, "Kau—""Apa kau tak lelah selalu berpura-pura seperti itu di depan semua orang? Hey, hentikan. Hentikan semua sikap seolah kau merasa paling tersakiti, selalu merasa menjadi korban hanya untuk menarik perhatian semua orang. Bersikap lemah agar semua orang merasa iba padamu. Kau benar-benar menyedihkan, Zea Anastasia." ucap Tiffany yang sontak membuat Zea mendongak menatapnya. "Apa maksudmu? Apa sama sekali tak mengerti.""Kau gadis pintar, kau tak mungkin tak mengerti maksudku, Zea. Aku tahu bahwa kau selama ini hanya berpura-pura menjadi gadis polos dan baik hati. Kau bahkan sama sekali tidak memiliki riwayat penyakit apapun." Zea yang mendengar itu sontak mengerutkan keningnya.
"Hm?""Jujur saja, aku sebenarnya bukan termasuk gadis yang ingin tahu tentang kehidupan orang lain. Tapi, kemarin, saat kau mengalami sesak napas yang menurut orang lain dikarenakan oleh ulahku, aku merasa sedikit bersalah. Tidak! Bukan merasa bersalah tapi aku merasa bertanggung jawab. Karena itulah, aku datang ke rumah sakit dan berbaik hati berniat untuk membayarnya. Namun, aku malah menemukan sebuah fakta bahwa kau sama sekali tidak memiliki penyakit apapun." Tiffany tersenyum sinis yang membuat Zea meneguk air liurnya dengan susah payah. Tubuh gadis model itu bergetar, wajah putihnya kian memucat."Zea Anastasia, menurut hasil pemeriksaan, anda sebenarnya sama sekali tidak memiliki penyakit asma. Mungkin, dapat saya katakan bahwa anda dalam kondisi sehat, baik-baik saja. Dan, sama sekali tidak me-""Bu Dokter, saya tahu itu, tapi bisakah anda merahasiakannya dari siapapun? Dari siapapun yang bertanya tentang kondisi saya. Katakan pada mereka bahwa saya benar memiliki penyakit as
"Ada apa ini? Kau baik-baik saja?" Seseorang menyela dari arah belakang Tiffany yang seketika saja berlari dan menghampiri keduanya, tidak bukan keduanya, ia datang ke arah Zea, memapah tubuh gadis itu yang hampir jatuh ke belakang. David Mahesa, pria itu datang dengan tiba-tiba dan melihat bagaimana arah tatapan matanya yang terlihat begitu tajam pada Tiffany. Pria itu dengan sigap merangkul tubuh Zea dan memapah gadis itu agar berdiri. Zea tak mengeluarkan suara sedikitpun, ia sedari tadi hanya diam. Kali ini, ia tak berbohong dengan kondisinya. Wajahnya benar-benar pucat, seputih kapas. Bahkan, bibir merahnya kini berubah seperti di lapisi bedak. Sungguh, Zea yang melihat itu sungguh tak menyangka. Tiffany Hwang gadis yang bahkan belum lama menetap di Jakarta ini dengan mudahnya mengetahui kebohongan yang selama ini ia berusaha menutupinya. Lalu, bagaimana jika semua orang tahu kebenarannya? Bagaimana jika ada orang yang mendengar percakapannya dengan Tiffany? Terutama, David. Ba
"David....""Aku paling tidak suka jika apa yang sudah menjadi milikku disentuh apalagi disakiti oleh orang lain. Kau ingat ini baik-baik, Zea!"Lagi, Zea menitikkan air mata tak percaya. Terutama, saat kini David berlalu pergi dari hadapannya. Punggung pria itu semakin jauh dari pandangannya. Ini semua tidak benar! Ia tidak menduga bahwa semuanya akan terbongkar secepat ini, apalagi selama ini ia sudah dibodohi oleh David. Perkataan pria Bali itu padanya benar-benar membuatnya sangat terkejut.***Goffee JakartaCafe ini menawarkan konsep tempat makan indoor modern dengan menu andalan berupa minuman kopi beraneka rasa, seperti Avogato (kopi rasa alpukat), Goffee Latte Gula Aren,Black Coffee, Royal Regal, Pandan Lattee, Earl Grey, dll. Secara keseluruhan, cafe ini tergolong cukupnyaman untuk dijadikan sebagai tempat ngumpul dan nongkrong di waktu luang. Terlebih banderol harga makanan yang ditawarkannya pun tergolong cukup ramah kantong.Itu sebabnya, mengapa ketiga manusia ini memi
"Wah, sepertinya idemu ini sangat bagus, Tif!""Dan, kau Matthew! Mulai sekarang, aku menerimamu menjadi kekasihku! Ya, anggap saja kau adalah kekasih keduaku.""Hah?""Ya, apa kau tak mengerti? Apa kau sudah tidak berniat menjadi kekasih keduaku?""Hm?"***David yang baru saja sampai di loby kantor mengernyit bingung. Tak seperti hari-hari sebelumnya, pria itu tak menemukan seorang gadis yang biasa nunggunya di depan lobby hanya untuk masuk ke dalam kantor ini bersamanya. Nihil! Otak harga mulai berpikir apakah ia lebih dulu datang ke kantor pagi ini ketimbang sosok Tiffany? Tapi, ternyata dugaannya salah. David dapat menangkap sosok gadis itu berjalan lebih dulu darinya. Itu berarti, ia telah datang seperti biasa tanpa menunggunya lagi. "Pagi!" Sapaan itu terdengar saat ia masuk ke dalam kantor. Ada beberapa gadis yang memang setiap hari menyiapkannya seperti itu termasuk Tiffany. Namun sekarang, gadis itu hanya berbalik menatapku sejenak lalu kembali berjalan seakan tak melihat k
Zea menggigit bibir bawahnya yang kini nampak bergetar takut, tubuhnya sudah polos tanpa busana di atas kasur dengan kedua tangan dan kakinya saling terikat pada ujung kasur. Seorang pria, lebih tepatnya, ayah angkatnya itu sedang duduk tepat menghadap ke arah Zea seraya mengisap rokoknya. Pria itu terkekeh begitu melihat sorot ketakutan terpancar dari mata gadis itu. "Kau sangat menggoda, Zea. Anakku sayang." Zea tak menghiraukan, ayah angkatnya ini sudah gila! Hanya karena ia pulang larut malam karena kerjaan saja, ia harus di hukum seperti ini. Sungguh, tubuh Zea sudah sangat lelah melayani nafsu pria tua itu yang seolah tak ada habisnya. Bahkan, kini, sudah terhitung delapan jam sejak mereka kembali bersenggama. Sekarang, mereka sedang beristirahat, kata pria itu biar lubang milik Zea mengering dulu dengan pendingin ruangan agar kembali merasakan sensasi nikmat. Benar-benar bodoh! "Hey, kenapa kau menangis lagi? Kau ingin aku hukum lagi?!" gertak Randy seraya menggebrak meja de
Jika, menurut Salsha, Tiffany telah berhasil mengacuhkan sosok David Mahesa dengan mudah, maka pada kenyataannya malah berbanding terbalik. Jujur saja, semuanya tak semudah perkiraan Tiffany. Bagaimana mungkin ia dapat mendiamkan David saat pria itu malah selalu menggodanya?Seperti sekarang, sudah sejak tadi Tiffany menatap layar ponselnya untuk tak membalas pesan dari David. Rasanya, jarinya sudah sangat gatal ingin mengetikkan balasan atau apapun itu pada David. "Ada apa denganmu, Zea? Apa kau sungguh salah makan? Kau menghindariku? Apa kau tega menghindari kekasih tampanmu ini, Tiffany?"Ini sejarah menurut Tiffany! Bagaimana tidak?! Itu adalah pesan pertama yang David kirimkan padanya. Mengingat, mereka selama ini hanya saling mengetahui nomor telepon tanpa saling sapa sebelumnya. Tak ada yang ingin menjadi orang pertama yang membuka obrolan.Bahagia? Tiffany merasa tubuhnya sudah panas dingin hanya karena menerima pesan singkat tak jelas dari pria bali itu. Sudah berulang lagi
Kedua matanya menggeledah seisi kamar, namun ia tak menemukan siapapun kecuali dirinya. Zea menghela napas berat, selalu seperti ini. Setelah, Alex sudah puas memakai tubuhnya, pria tua itu akan langsung meninggalkannya sendiri, benar-benar tak peduli jika Zea akan kesusahan berjalan karena sudah seharian kemarin mereka bercinta. Kini, Zea benar-benar terlihat seperti pelacur sungguhan. Perlahan, Zea bangkit dari tidurnya. Gadis itu mengigit bibir bawahnya, menahan sakit pada area selangkangannya. Rasanya, seperti sangat ngilu dan perih menjadi satu. Rutinitas pagi yang selalu ia rasakan setelah semalaman bercinta dengan Ayah angkatnya. Dengan tertatih-tatih, Zea merambat pada tembok dengan selimut tebal yang membungkus tubuh polosnya. Bau sisa percumbuan mereka sangat menguar di hidungnya. Bahkan, Zea harus menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk sampai ke kamar mandi, yang seharusnya saja tidak sampai lima menit pun, ia sudah sampai. Zea menghela napas lega begitu akhirnya i