Zea menggigit bibir bawahnya yang kini nampak bergetar takut, tubuhnya sudah polos tanpa busana di atas kasur dengan kedua tangan dan kakinya saling terikat pada ujung kasur. Seorang pria, lebih tepatnya, ayah angkatnya itu sedang duduk tepat menghadap ke arah Zea seraya mengisap rokoknya. Pria itu terkekeh begitu melihat sorot ketakutan terpancar dari mata gadis itu. "Kau sangat menggoda, Zea. Anakku sayang." Zea tak menghiraukan, ayah angkatnya ini sudah gila! Hanya karena ia pulang larut malam karena kerjaan saja, ia harus di hukum seperti ini. Sungguh, tubuh Zea sudah sangat lelah melayani nafsu pria tua itu yang seolah tak ada habisnya. Bahkan, kini, sudah terhitung delapan jam sejak mereka kembali bersenggama. Sekarang, mereka sedang beristirahat, kata pria itu biar lubang milik Zea mengering dulu dengan pendingin ruangan agar kembali merasakan sensasi nikmat. Benar-benar bodoh! "Hey, kenapa kau menangis lagi? Kau ingin aku hukum lagi?!" gertak Randy seraya menggebrak meja de
Jika, menurut Salsha, Tiffany telah berhasil mengacuhkan sosok David Mahesa dengan mudah, maka pada kenyataannya malah berbanding terbalik. Jujur saja, semuanya tak semudah perkiraan Tiffany. Bagaimana mungkin ia dapat mendiamkan David saat pria itu malah selalu menggodanya?Seperti sekarang, sudah sejak tadi Tiffany menatap layar ponselnya untuk tak membalas pesan dari David. Rasanya, jarinya sudah sangat gatal ingin mengetikkan balasan atau apapun itu pada David. "Ada apa denganmu, Zea? Apa kau sungguh salah makan? Kau menghindariku? Apa kau tega menghindari kekasih tampanmu ini, Tiffany?"Ini sejarah menurut Tiffany! Bagaimana tidak?! Itu adalah pesan pertama yang David kirimkan padanya. Mengingat, mereka selama ini hanya saling mengetahui nomor telepon tanpa saling sapa sebelumnya. Tak ada yang ingin menjadi orang pertama yang membuka obrolan.Bahagia? Tiffany merasa tubuhnya sudah panas dingin hanya karena menerima pesan singkat tak jelas dari pria bali itu. Sudah berulang lagi
Kedua matanya menggeledah seisi kamar, namun ia tak menemukan siapapun kecuali dirinya. Zea menghela napas berat, selalu seperti ini. Setelah, Alex sudah puas memakai tubuhnya, pria tua itu akan langsung meninggalkannya sendiri, benar-benar tak peduli jika Zea akan kesusahan berjalan karena sudah seharian kemarin mereka bercinta. Kini, Zea benar-benar terlihat seperti pelacur sungguhan. Perlahan, Zea bangkit dari tidurnya. Gadis itu mengigit bibir bawahnya, menahan sakit pada area selangkangannya. Rasanya, seperti sangat ngilu dan perih menjadi satu. Rutinitas pagi yang selalu ia rasakan setelah semalaman bercinta dengan Ayah angkatnya. Dengan tertatih-tatih, Zea merambat pada tembok dengan selimut tebal yang membungkus tubuh polosnya. Bau sisa percumbuan mereka sangat menguar di hidungnya. Bahkan, Zea harus menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk sampai ke kamar mandi, yang seharusnya saja tidak sampai lima menit pun, ia sudah sampai. Zea menghela napas lega begitu akhirnya i
"Ummm." jari Tiffany bergerak lincah untuk mengetikkan beberapa kata pada kotak pencarian di salah satu website terbesar di dunia itu. Ia berharap jika pemberitaan yang menyangkut pembunuhan yang dilakukan keluarga David beberapa tahun silam itu ada di Internet. Tiffany yakin, itu bukanlah berita biasa.Dapat! Setelah memasukkan beberapa kata kunci, tanpa sengaja Tiffany menemukan gambar seorang pria yang mirip sekali dengan David. Tiffany yakin, jika itu memang David. Tangan kanan Tiffany dengan cepat menemukan gambar itu sehingga menemukan sebuah artikel yang memang menuliskan berita tentang pembunuhan beberapa tahun lalu di Bali. Tentu saja, Tiffany mendapatkannya. Sebab, kasus itu merupakan kasus populer di kalangan para pebisnis Asia karena menyangkut keluarga Mahesa yang terkenal kaya raya. Kedua mata Tiffany membulat seraya mengerjap saat berusaha membaca satu per satu isi berita itu. Terkejut? Ya! Benar seperti yang dikatakan oleh David, keluarganya memang terlibat kasus pemb
"Bukan bermaksud tidak sopan, pria tampan. Tapi, bisakah kau pergi dulu? Aku ingin bicara dengan putriku." Wanita itu tersenyum pada Matthew yang hanya dapat mengangguk kaku.Namun, belum sempat Matthew melakukan perintahnya, Tiffany sontak menahan lengan Matthew agar pria itu tak pergi kemanapun. Lagi, itu membuat wanita itu dan Matthew menatapnya terkejut."Kenapa kau ikut campur? Kenapa kau menyuruh tamuku pulang? Aku belum selesai dengannya. Bukankah kau selalu mengatakan hal yang sama padaku, jangan mencampuri urusanmu. Ya, kali ini aku yang mengatakannya padamu. Aku pikir, kau sama sekali tidak peduli padaku, jadi teruslah bersikap seperti itu.""Tiffany Hwang!" tegas Sarah memanas. Tiffany mengepalkan tangannya kuat, bahkan sampai Matthew merasakan getaran hebat dari tubuhnya dari genggaman gadis itu. Seperti sekarang, ia lebih baik memilih diam."Entah bagaimana kau dapat tumbuh menjadi gadis kurang ajar seperti ini. Selama ini, aku atau ayahmu sama sekali tidak pernah mengaja
"Hanya kau yang dapat membuatku melakukan ini, David!" Tiffany mengumpat sejenak, sampai akhirnya ia berlari menyusul David. Ya, ia menyusul David. Tepatnya, membuntuti pria itu. Tiffany sama sekali sudah tidak bisa menahan rasa keingintahuannya akan sosok pria bernama David Mahesa ini. Semakin lama, pria yang berasal dari daerah Bali itu semakin membuatnya penasaran setengah mati. Tak ada kendaraan yang digunakan David. Motor besar juga mobil yang selama ini terlihat bersamanya kini tak terlihat. Memang benar, jika kontrakan David tak begitu jauh dari kantor. Sebenarnya, dari desas-desus yang ia dengar bahwa David sebenarnya memiliki sebuah apartemen mewah di pusat kota, tapi entah apa alasannya yang membuat pria itu memiliki kontrakan kecil di dekat kantor. Jika dikatakan besar, maka kontrakan berwarna putih ini termasuk dalam ukuran sedang. Namun, mengingat fasilitas yang ditawarkan tempat ini menjadikannya sebagai tempat tinggal yang memiliki kualitas mewah. Dengan kamar mandi d
"Ra-rajit?" Tiffany mengeja sebuah kalimat yang terdapat di bawah foto itu. Otaknya mulai bekerja, ia merasa pernah mendengar nama ini. Apa pria ini mungkin seseorang yang menjadi korban penusukan itu?Kedua mata Tiffany berpaling ke arah lain, mendapati beberapa foto lagi dengan orang yang berbeda. Terlihat juga seorang pria paruh baya yang tengah memegang seekor ayam, kemah tersenyum bersama pakaian putih layaknya seorang chef di restoran restoran ternama. Tiffany meyakini jika pria itu adalah Raden Mahesa, ayah dari David Mahesa. Mengingat, terdapat sebuah foto yang menunjukkan potret sebuah keluarga berbahagia, Di mana pria yang mengenakan pakaian saat itu tengah merangkum seorang wanita cantik dan pria kecil di pangkuannya. Tiffany sangat yakin jika wanita itu adalah istrinya dan pria kecil itu adalah anaknya, David. Yah, itulah terakhir kalinya keluarga mereka memiliki foto bersama sebelum kejadian itu terjadi. Bahkan, selama itu, David tak pernah lagi melihat ayah dan ibunya.
"David, aku—""Kau pikir aku akan membiarkan semua ini? Kau sendiri tahu bahwa aku sangat tak menyukai apapun yang aku miliki di sentuh oleh orang lain." David mendekat ke arah Tiffany, membuat gadis itu hanya menunduk. Entah kemana keberanian yang selama ini ada. Semua lenyap dan berbeda jika telah bersama pria ini.Satu tangan David memegang dagu runcing Tiffany, bermaksud untuk membuat gadis itu mendongak menatapnya. Tiffany kembali mengepalkan kedua tangannya. Jarak keduanya cukup dekat. Bahkan, Tiffany bisa merasakan hembusan napas hangat David yang menerpa wajahnya."Kau tahu? Jika, seseorang telah memasuki kehidupanku aku tidak akan melepaskannya. Seharusnya, sudah dari dulu aku menarikmu ke masalah ini.""Hah? A-apa maksudmu?""Kau kini berada dalam urusanku." David hanya menjawab itu seraya tersenyum miring, menatap bagaimana mata indah Tiffany mengerjap di hadapannya. Sungguh cantik. David sadar bahwa saat ini jantungnya berdegub sangat kencang karena gadis itu. Tidak, bukan
Menunggu sekitar lima belas menit, akhirnya dokter yang menangani Rosa keluar. "Bagaimana keadaannya, Dok?""Rosa baik-baik saja, dia hanya kelelahan saja. Bayinya juga baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan."Gilang yang mendengar itu, tanpa basa-basi lagi langsung menyerobot masuk ke dalam, ia ingin melihat keadaan Rosa secara langsung. Rupanya, gadis itu sudah sadar, tatapannya nampak kosong, ia hanya menatap datar ke arah Gilang yang kini sedang menatapnya sendu."Aku akan menikahimu, Rosa. Jadi, aku mohon, jangan melakukan hal yang tidak-tidak padanya, dia tidak salah apapun. Bagaimanapun aku ini ayahnya, aku ingin membesarkannya."Samar-samar, Rosa mendengar suara David yang sangat perhatian pada Tiffany, penuh kasih sayang dan sangat lembut. Rosa hanya tersenyum kecil, sedetik kemudian, ia merasa tubuhnya hangat dalam dekapan Gilang.***Satu bulan kemudian...Tiffany sedang menatap hamparan laut biru depannya, sepanjang mata memandang hanya ada keindahan air yang
Gilang yang sedang memainkan ponselnya, menanyakan bagaimana kabar Rosa sekarang. Namun, sudah dari setengah jam yang lalu, gadis itu tak kunjung membalas. Detik berikutnya, David kembali ke dalam mobil. Wajahnya kali ini nampak lebih segar dari sebelumnya, dapat ditebak jika sesuatu yang baik baru saja terjadi."Ey, ada apa, nih? Wajahmu sumringah seperti itu. Bagaimana dengan Tiffany tadi?""Tiffany akhirnya percaya padaku, tapi aku harus membuktikan semuanya.""Ya, kau memang harus melakukannya. Kebenaran yang ditutupi juga tidak akan berkunjung baik.""Jadi, apa rencanamu, David?""Aku akan melakukan tes DNA besok. Gilang, kau tolong sampaikan ini pada Rosa."***Saat ini, mereka semua berada di dalam sebuah ruangan VIP yang memang telah disediakan khusus, menunggu hasil pemeriksaan test DNA keluar. Tiffany, David, Zelo, Andre, Mario, Philip, Gilang, dan Rosa tidak ada yang bersuara. Ruangan itu nampak senyap, hanya terdengar suara jarum jam yang beputar. Dari sudut pandangnya,
"Rosa? Apa ini Rosa?" gumamnya pelan, ia sontak mengeluarkan ponselnya, meyakinkan asumsinya bahwa itu benar Rosa melalui nomor ponsel yang terdaftar di sana, ia ingin mencocokannya.Sedetik kemudian, Tiffany terkejut bukan main bahwa itu benar Rosa, sahabat David yang ia kenal selama ini. Jadi, Rosa hamil? Dengan siapa?Masih terkejut, Tiffany malah mendapati sebuah pesan email masuk dari orang yang tidak ia kenal. Ia mengklik sebuah dokumen di sana. Lagi, napasnya seperti tercekat, pasokan udara terasa menipis di dadanya. Lututnya kembali lemas dan ia terjatuh begitu saja. Ia sungguh terkejut melihat foto David dan Rosa yang berbaring tanpa busana. Jadi, mungkinkah anak yang dikandung Rosa anaknya David?"Tiffany!"Itu, suara Philip. Pria itu berlari mendekat dan mengambil posisi di samping Tiffany. Dari raut wajahnya, jelas memperlihatkan jika gadis itu sudah mengetahuinya."Tiff, kau baik-baik saja?"Tiffany menggeleng, wajahnya pucat pasi. "Philip, apa benar Rosa hamil anaknya Da
David mengkliknya dan sontak ia membulatkan kedua matanya. Ia tidak percaya dengan apa yang ia lihat sekarang, di sana terdapat banyak sekali foto yang menampilkan dirinya dengan Rosa yang sedang berbaring tanpa busana. David jelas tahu dimana tempat itu, di sebuah ruangan kecil yang memang ia sediakam untuk beristirahat. Dalam hati, ia meronta-ronta. Sungguh, ia berani bersumpah bahwa ia tidak yakin pernah berbuat sejauh ini dengan gadis itu. Yang ia ingat, ia hanya tertidur di ruangan itu, tidak lebih. Bahkan, ia juga ingat betul jika dirinya sangat bugar dan segar saat bangun, tidak seperti orang yang baru saja mengeluarkan tenaga banyak. Lagipula, ia tidak mengingat apapun. Sekalipun mabuk, ia yakin seratus persen jika ia tidak meminum jenis alkohol apapun saat ini. "David? Kau sudah melihatnya?""Tidak, aku tidak melakukannya. Sungguh, aku tidak pernah melakukannya. Aku harus meluruskannya langsung dengan Rosa.""Kau jangan gegabah. Aku dan yang lainnya sedang menuju ke tempatm
Baru saja, saat Tiffany ingin membuka ujung antiseptik, Philip dengan cepat menahan lengannya hingga pergerakannya terhenti secara tiba-tiba."Biar aku saja yang obati." ucap pria itu seraya mengambil alih lagi antiseptik itu. Ia meneteskan antiseptik pada kapas yang sudah dibalut kain kasa."Jangan diulangi lagi, aku tidak mau kau terluka."''Tidak perlu cemas, ini hanyalah luka kecil. Tidak seberapa."Philip tidak menggubris. Ia fokus mengobati bibir tipis Tiffany. Ia terdiam mengamati pemandangan dihadapannya. Bibir merah ranum itu lebih menggiurkan ketika dilihat dengan jarak dekat. Ya, seperti buah persik, atau mungkin rasanya juga sama. Pikir Philip. Ia semakingugup sekarang ketika membayangkan bagaimana tekstur dan rasanya. Namun, dengan cepat ia menepis semua pikiran jeleknya."Sudah. Jangan diulangi lagi."Tiffany tersenyum kecil, "Terima kasih."Tidak sengaja, saat ia hendak membereskan kotak P3K, matanya tidak sengaja melirik ke arah benda pipih yang tergeletak begitu saja
Di dalam mobil, Tiffany tentu mendengar teriakan itu. Ia hanya bisa diam dan sesekali melihat ke arah kaca spion yang masih menampilkan David hingga mereka berbelok di perempatan."Kau sebaiknya beristirahat malam ini. Kau tidak usah masuk dulu besok, aku akan memberitahu staff rumah sakit."Tak ada sahutan, Tiffany hanya diam saja seraya menatap lurus ke luar jendela. Ia sudah tidak menangis lagi, tenaganya sudah habis terkuras tadi. Yang tersisa hanya jejak air mata yang mengering di wajahnya. Philip memaklumi, ia tidak akan banyak omong.***Esok paginya, Tiffany terbangun dengan tubuhnya yang masih terasa lemas, juga wajahnya yang membengkak akibat menangis. Ia berada di apartemennya. Sebenarnya, ia sudah bangun sejak dua jam yang lalu, tapi rasanya ia sangat malas beranjak dari atas kasur. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas siang. Tidak ada yang ingin ia lakukan hari ini, apalagi mengingat kejadian semalam. Rasanya, seperti mimpi. Ia tidak pernah menyangka jika hub
"Tiffany, kau ingin keluar? Aku tidak nyaman berada di tengah-tengah mereka." "Baiklah. Sepertinya, udara di luar lebih sejuk." Tiffany merasakan hal yang sama, bau ruangan itu sudah bukan lagi aroma lezat makanan tapi sudah didominasi aroma minuman alkohol, ia tidak menyukainya.Tanpa berpamitan lagi pada David, Tiffany segera menyusul Rosa yang sudah lebih dulu keluar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sebuah danau kecil dengan beberapa pohon rindang di pinggirnya, gemerlap lampu yang temaram membuat suasana semakin nyaman dinikmati.Kedua gadis itu terus berjalan hingga mereka akhirnya tiba di sebuah jembatan kecil yang digunakan untuk menyebrangi sungai. Memang, di seberang sana ada kandang kuda dan juga lapangan golf. Besar sekali memang rumah Zelo. "Aroma parfummu sama sepertiku." Tiffany menyeletuk saat ia tidak sengaja mencium bau badan Rosa."Benarkah? Aku memakai parfum Channel no 5.""Benar! Aku juga memakainya, pemberian dari David."Rosa terkekeh, "Sepertinya, it
"Kau tidak ikut bermain?"Tiffany menoleh, Rosa sudah di sampingnya sedang mengikat rambut. "Tidak, aku tidak bisa bermain baseball.""Oh, benarkah? Padahal, David sangat menyukai permainan olahraga ini. Dari kecil, dia sudah sangat jago dan berlatih setelah pulang sekolah. Aku juga bisa bermain baseball karena David." Rosa berkata dengan senyumannya."Lebih menyenangkan jika kau bisa bermain baseball dengan seseorang yang kau sayangi, bukan?" Rosa melanjutkan dengan nada yang sedikit berbeda, seolah menyudutkan Tiffany.Tidak ada respon apapun yang diberikan Tiffany, ia hanya diam seraya memperhatikan Rosa yang tengah tersenyum miring ke arahnya seraya berjalan menuju sekumpulan pria itu. Di tempatnya, Tiffany hanya bisa memperhatikan mereka yang sedang asik bermain. Meski pandangannya tertuju pada lapangan juga David, tapi pikirannya sedang mengambang, ia kembali mengingat kejadian semalam dengan Salsha. Bukan hal yang tidak mungkin jika Rosa menaruh perasaan pada David, mereka sud
"Kau masih ingat bagaimana prianya?"Salsha mencoba mengingat kembali, "Sedikit. Aku ingat rambutnya."Tiffany dengan segera mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah foto yang berisi enam pria yang sedang tersenyum lebar di tengah-tengah lapangan baseball, lengkap dengan pakaian juga sebuah piala di sana."Apa ada di salah satu pria ini?"Salsha mengamatinya dengan teliti hingga ia merasa familiar dengan seorang pria di tengah-tengah, "Ini! Dia orangnya."Itu, Gilang.Setelahnya, Tiffany tidak banyak bicara, ia hanya diam mencoba mencerna apa yang terjadi selama ini. Mendapati hal ini, rasa curiga yang tadi sempat terpendam kini muncul kembali, ia menggali ingatannya dengan beberapa kejadian yang melibat Rosa belakangan ini. Gadis itu memang selalu hadir menjadi topik pertengkaran ia dan David hingga berujung salah paham."Tiffany, jika aku boleh menyarankan, kau harus berhati-hati dengan dia. Kau jangan terlalu percaya padanya. Dia memang sahabat David, tapi dia tetap orang asin