"Wah, sepertinya idemu ini sangat bagus, Tif!""Dan, kau Matthew! Mulai sekarang, aku menerimamu menjadi kekasihku! Ya, anggap saja kau adalah kekasih keduaku.""Hah?""Ya, apa kau tak mengerti? Apa kau sudah tidak berniat menjadi kekasih keduaku?""Hm?"***David yang baru saja sampai di loby kantor mengernyit bingung. Tak seperti hari-hari sebelumnya, pria itu tak menemukan seorang gadis yang biasa nunggunya di depan lobby hanya untuk masuk ke dalam kantor ini bersamanya. Nihil! Otak harga mulai berpikir apakah ia lebih dulu datang ke kantor pagi ini ketimbang sosok Tiffany? Tapi, ternyata dugaannya salah. David dapat menangkap sosok gadis itu berjalan lebih dulu darinya. Itu berarti, ia telah datang seperti biasa tanpa menunggunya lagi. "Pagi!" Sapaan itu terdengar saat ia masuk ke dalam kantor. Ada beberapa gadis yang memang setiap hari menyiapkannya seperti itu termasuk Tiffany. Namun sekarang, gadis itu hanya berbalik menatapku sejenak lalu kembali berjalan seakan tak melihat k
Zea menggigit bibir bawahnya yang kini nampak bergetar takut, tubuhnya sudah polos tanpa busana di atas kasur dengan kedua tangan dan kakinya saling terikat pada ujung kasur. Seorang pria, lebih tepatnya, ayah angkatnya itu sedang duduk tepat menghadap ke arah Zea seraya mengisap rokoknya. Pria itu terkekeh begitu melihat sorot ketakutan terpancar dari mata gadis itu. "Kau sangat menggoda, Zea. Anakku sayang." Zea tak menghiraukan, ayah angkatnya ini sudah gila! Hanya karena ia pulang larut malam karena kerjaan saja, ia harus di hukum seperti ini. Sungguh, tubuh Zea sudah sangat lelah melayani nafsu pria tua itu yang seolah tak ada habisnya. Bahkan, kini, sudah terhitung delapan jam sejak mereka kembali bersenggama. Sekarang, mereka sedang beristirahat, kata pria itu biar lubang milik Zea mengering dulu dengan pendingin ruangan agar kembali merasakan sensasi nikmat. Benar-benar bodoh! "Hey, kenapa kau menangis lagi? Kau ingin aku hukum lagi?!" gertak Randy seraya menggebrak meja de
Jika, menurut Salsha, Tiffany telah berhasil mengacuhkan sosok David Mahesa dengan mudah, maka pada kenyataannya malah berbanding terbalik. Jujur saja, semuanya tak semudah perkiraan Tiffany. Bagaimana mungkin ia dapat mendiamkan David saat pria itu malah selalu menggodanya?Seperti sekarang, sudah sejak tadi Tiffany menatap layar ponselnya untuk tak membalas pesan dari David. Rasanya, jarinya sudah sangat gatal ingin mengetikkan balasan atau apapun itu pada David. "Ada apa denganmu, Zea? Apa kau sungguh salah makan? Kau menghindariku? Apa kau tega menghindari kekasih tampanmu ini, Tiffany?"Ini sejarah menurut Tiffany! Bagaimana tidak?! Itu adalah pesan pertama yang David kirimkan padanya. Mengingat, mereka selama ini hanya saling mengetahui nomor telepon tanpa saling sapa sebelumnya. Tak ada yang ingin menjadi orang pertama yang membuka obrolan.Bahagia? Tiffany merasa tubuhnya sudah panas dingin hanya karena menerima pesan singkat tak jelas dari pria bali itu. Sudah berulang lagi
Kedua matanya menggeledah seisi kamar, namun ia tak menemukan siapapun kecuali dirinya. Zea menghela napas berat, selalu seperti ini. Setelah, Alex sudah puas memakai tubuhnya, pria tua itu akan langsung meninggalkannya sendiri, benar-benar tak peduli jika Zea akan kesusahan berjalan karena sudah seharian kemarin mereka bercinta. Kini, Zea benar-benar terlihat seperti pelacur sungguhan. Perlahan, Zea bangkit dari tidurnya. Gadis itu mengigit bibir bawahnya, menahan sakit pada area selangkangannya. Rasanya, seperti sangat ngilu dan perih menjadi satu. Rutinitas pagi yang selalu ia rasakan setelah semalaman bercinta dengan Ayah angkatnya. Dengan tertatih-tatih, Zea merambat pada tembok dengan selimut tebal yang membungkus tubuh polosnya. Bau sisa percumbuan mereka sangat menguar di hidungnya. Bahkan, Zea harus menghabiskan waktu setengah jam hanya untuk sampai ke kamar mandi, yang seharusnya saja tidak sampai lima menit pun, ia sudah sampai. Zea menghela napas lega begitu akhirnya i
"Ummm." jari Tiffany bergerak lincah untuk mengetikkan beberapa kata pada kotak pencarian di salah satu website terbesar di dunia itu. Ia berharap jika pemberitaan yang menyangkut pembunuhan yang dilakukan keluarga David beberapa tahun silam itu ada di Internet. Tiffany yakin, itu bukanlah berita biasa.Dapat! Setelah memasukkan beberapa kata kunci, tanpa sengaja Tiffany menemukan gambar seorang pria yang mirip sekali dengan David. Tiffany yakin, jika itu memang David. Tangan kanan Tiffany dengan cepat menemukan gambar itu sehingga menemukan sebuah artikel yang memang menuliskan berita tentang pembunuhan beberapa tahun lalu di Bali. Tentu saja, Tiffany mendapatkannya. Sebab, kasus itu merupakan kasus populer di kalangan para pebisnis Asia karena menyangkut keluarga Mahesa yang terkenal kaya raya. Kedua mata Tiffany membulat seraya mengerjap saat berusaha membaca satu per satu isi berita itu. Terkejut? Ya! Benar seperti yang dikatakan oleh David, keluarganya memang terlibat kasus pemb
"Bukan bermaksud tidak sopan, pria tampan. Tapi, bisakah kau pergi dulu? Aku ingin bicara dengan putriku." Wanita itu tersenyum pada Matthew yang hanya dapat mengangguk kaku.Namun, belum sempat Matthew melakukan perintahnya, Tiffany sontak menahan lengan Matthew agar pria itu tak pergi kemanapun. Lagi, itu membuat wanita itu dan Matthew menatapnya terkejut."Kenapa kau ikut campur? Kenapa kau menyuruh tamuku pulang? Aku belum selesai dengannya. Bukankah kau selalu mengatakan hal yang sama padaku, jangan mencampuri urusanmu. Ya, kali ini aku yang mengatakannya padamu. Aku pikir, kau sama sekali tidak peduli padaku, jadi teruslah bersikap seperti itu.""Tiffany Hwang!" tegas Sarah memanas. Tiffany mengepalkan tangannya kuat, bahkan sampai Matthew merasakan getaran hebat dari tubuhnya dari genggaman gadis itu. Seperti sekarang, ia lebih baik memilih diam."Entah bagaimana kau dapat tumbuh menjadi gadis kurang ajar seperti ini. Selama ini, aku atau ayahmu sama sekali tidak pernah mengaja
"Hanya kau yang dapat membuatku melakukan ini, David!" Tiffany mengumpat sejenak, sampai akhirnya ia berlari menyusul David. Ya, ia menyusul David. Tepatnya, membuntuti pria itu. Tiffany sama sekali sudah tidak bisa menahan rasa keingintahuannya akan sosok pria bernama David Mahesa ini. Semakin lama, pria yang berasal dari daerah Bali itu semakin membuatnya penasaran setengah mati. Tak ada kendaraan yang digunakan David. Motor besar juga mobil yang selama ini terlihat bersamanya kini tak terlihat. Memang benar, jika kontrakan David tak begitu jauh dari kantor. Sebenarnya, dari desas-desus yang ia dengar bahwa David sebenarnya memiliki sebuah apartemen mewah di pusat kota, tapi entah apa alasannya yang membuat pria itu memiliki kontrakan kecil di dekat kantor. Jika dikatakan besar, maka kontrakan berwarna putih ini termasuk dalam ukuran sedang. Namun, mengingat fasilitas yang ditawarkan tempat ini menjadikannya sebagai tempat tinggal yang memiliki kualitas mewah. Dengan kamar mandi d
"Ra-rajit?" Tiffany mengeja sebuah kalimat yang terdapat di bawah foto itu. Otaknya mulai bekerja, ia merasa pernah mendengar nama ini. Apa pria ini mungkin seseorang yang menjadi korban penusukan itu?Kedua mata Tiffany berpaling ke arah lain, mendapati beberapa foto lagi dengan orang yang berbeda. Terlihat juga seorang pria paruh baya yang tengah memegang seekor ayam, kemah tersenyum bersama pakaian putih layaknya seorang chef di restoran restoran ternama. Tiffany meyakini jika pria itu adalah Raden Mahesa, ayah dari David Mahesa. Mengingat, terdapat sebuah foto yang menunjukkan potret sebuah keluarga berbahagia, Di mana pria yang mengenakan pakaian saat itu tengah merangkum seorang wanita cantik dan pria kecil di pangkuannya. Tiffany sangat yakin jika wanita itu adalah istrinya dan pria kecil itu adalah anaknya, David. Yah, itulah terakhir kalinya keluarga mereka memiliki foto bersama sebelum kejadian itu terjadi. Bahkan, selama itu, David tak pernah lagi melihat ayah dan ibunya.