Antareja keluar dari kantor Kementerian dan menaiki mobilnya selama perjalanan pulang menuju rumahnya, Antareja termenung atas apa yang dilakukan oleh para Dewan tadi, rasanya ia tak ingin terlebih dahulu membahas mengenai beberapa masalah di club malam yang dikelola oleh keluarganya.
"Antarkan aku ke jalan Cendrawasih, ada yang ingin aku lakukan " pinta Antareja kepada Semar, ia masih harus mengurus beberapa masalah kecil di club malam dan kasino yang sempat menimbulkan perdebatan. Antareja melepasan pakaian kerjanya di dalam mobil mengantinya dengan jas merah yang biasa ia gunakan serta menganti riasannya dengan menambahkan lipstik merah diatas bibirnya. Mobil berhenti di tempat yang di tuju, Bima setia selalu mengekori Antareja memastikannya tetap aman. Mereka berjalan memasuki kasino dan langsung di sapa dengan beberapa bodyguard yang menjaga, Antareja memasng wajah tegas begitu memasuki ruangan pertemuan para Mafia, masalah pengkianatan membuat banyak orang enggan bekerja sama. Karena hal itulah Antareja harus turun tangan menjelaskan apa terjadi dan menjamin bahwa hal itu tak akan terulang kembali. Ia berjanji bahwa ia akan menghukum pengkhianat itu dengan sangat kejam. "Aku selalu menduga bahwa wanita bukanlah orang yang ideal untuk menjadi pemimpin, aku merasa kasian dengan reputasi yang telah di bangun oleh ayahmu dan di hancurkan oleh anak yang tidak berguna " komentar Pablo, Mafia dari Brazil. Mendengar komentar tersebut, Antareja meminta Bima untuk mengeret pengkhinat tersebut di hadapan para Mafia. " Bukankah anda harus lebih melihat siapa yang berkhianat Tuan Pablo, jangan sekali - kali buta bahwa bawahan anda lah yang berkhianat kepada kasino kami - " Antareja memperlihat penyelidikan yang telah di lakukan oleh Timnya, " Sama sekali tak menyangka bahwa anda sendirilah yang menyuruh untuk menyabotase kerja sama kami. " Mendengar penjelasan itu wajah Pablo seketika memucat sebari melihat orang yang diseret oleh Bima. Antareja membawa kopi hangat yang di sajikan dan langsung menyiramkannya pada pengkhianat tesebut. Pria itu langsung menjerit kesakitan. "Katakanlah siapa yang menyuruhmu ? jika tidak ingin membuka mulut maka aku tak akan segan - segan untuk menyiksamu lebih jauh. " suara riuk dari cambukan yang Antareja lakukan menambah riak suara dari mafia yang lain, ia membuktikan kepada mreka bahwa ia bisa sama kejamnya dengan pria. Bima meringis melihat penyiksaan yang dilakukan oleh Antareja, ia tak menduga bahwa Antareja memiih untuk menyiksa pria tersebut di hadapan banyak orang dibandingkan membunuhnya. Pria itu menjawab, ''Sengkuni lah yang meyuruhku untuk melakukannya. Ia menginginkan semua keuntungan mengalir kepadanya, ia kemudian berjanji kepadaku bahwa keamananku ada padanya. " Sengkuni secara tiba - tiba mengacukan pistolnya kehadapan Antareja ketika ingin menarik pelatuknya Antarja langsung menembaknya yang membuat ruang semakin tercekam , bodyguard dari Pablo mengacungan senjata kepada Antareja tetapi langsung ditepis olehnya, " Menyerahlah, kecuali kau ingin bernasib sama seperti tuanmu " mereka menyerah dan Antareja dengan lantang mengatakan " Mulai hari ini. siapa orang berkhianat akan berakhir seperti mereka!!" Mereka dengan cepat meringis mendengar perkataan tersebut. Antareja menunjuk Bima " Bakar dan hilangkan jejak mereka " Ia langsung meninggalkan kasino dengan segera dan kembali ke rumah. Langkah kaki Antareja memasuki lorong rumah, bunyi suara high heels terdengar dengan begitu keras. Ia memasuki ruang kerjanya membuka file keluarga dari Sengkuni, ia berencana untuk mengusainya. Antareja tidak suka seorang pengkhianat, ia akan menghabisi apa yang tersisa. Ketukan pintu menyadarkannya, Antreja segera bangkit dan membukanya, Puna telah membawakanya secangkir kopi yang selalu ia minta, sudah menjadi rutinitas sedari lama sebelum ia menjabat sebagai menteri, Puna meletatakan gelas pada meja kerja Antareja sebari mengajaknya mengobrol " Ku dengar kau telah mengeksekusi Sengkuni " "Darimana kau tahu ? " Antareja mengerutkan dahinya, bukankah Puna sudah lama tidak berada di dunia Mafia. Dari mana ia bisa mengetahuinya ? "Ayahmu memiliki banyak telinga, tidak ada mungkin yang tidak ia ketahui " Antareja hanya terdiam, ia tak begitu menyukai pembahasan mengenai Ayahnya sederhana saja pria itu hanya menyukai adiknya saja yang notabenya laki -laki sedangkan ayahnya tidak pernah mengapresiasi segala keberhasilanya. "Aku minta maaf atas apa yang telah ku katakan " sesal Puna setelah melihat raut muka Antareja, ia kemudian " Aku berterima kasih karena berhasl menghabisi Pablo, pria itu memang sudah bermasalah sedari dulu " "Bermasalah ? " "Dia korup, berhati - hatilah setelah kejadian kasino itu pasti banyak orang yang mengincar kepala mu " pesan Puna, dunia Mafia bukanlah hal yang mudah untuk di jalani, Puna sendirilah yang pernah merasakan kejamnya dunia Mafia. Bima membawa mayat pria tersebut beserta Pablo ke sebuah perapian yang berada di sebuah rumah makan. Keluarga Baladewa selalu memiliki cara untuk menutupi identitas asli mereka. Mereka berdua akan di kremasi dan abunya mungkin akan dibuang ke sebuah laut pada keesokan harinya, meski Bima tak begitu yakin bahwa Antareja akan memberikan penghormatan mengingat mereka berdua adalah pengkhianat. "Apa yang akan dilakukan Nona Antareja dengan mayat ini ? " tanya Bima pada salah satu orang yang bertugas sebagai orang yang membakar mayat Pria itu dan Sengkuni. "Tergantung suasana hati Nona Antareja, tetapi ia berpesan untuk menjadikannya sebagai bahan aspal " jawab Bagong atas pertanyaan yang diajukan oleh Bima, Bagong mulai menyalakan api dan menunggu waktu sampai mereka benar - benar menjadi abu. Bima melihat kobaran api dari dalam mesin dengan, pikirannya kembali berkelana bagaimana ia bisa menjadi bodyguard dari Antareja. Bima pada saat itu berada dalam ring tinju mempertaruhkan hidupnya demi puluhan juta uang yang akan menjadi salah satu batu loncatannya di dunia tinju. Sebenarnya, Bima bukanlah seseorang yang kesusahan. Ia hanya menyukai sedikit tantangan. Orangtuanya tak pernah berada di rumah membuat kesepian, dikenal oleh seorang teman ia mulai menjajak dunia tinju. Kemenangan pertamanya didapatkan dengan cukup mudah dan dilanjutkan dengan kemenangan – kemenangan berikutnya. Sampai kemenangan terakhirnya yang mendekatkan ia pada wanita mafia dari keluarga Baladewa. “Selamat atas kemenangan anda, Bima. Ada yang ingin saya bicarakan “ Antareja menghampiri Bima yang sedang merayakan kemenangannya dia mengajak Bima untuk memasuki salah privat room di Bar tempat mereka bertarung. Bima hanya mengikuti sebari bertanya – tanya apa yang sedang terjadi ? badan terasa sangat lelah, dan matanya ingin segera memejam, tidur untuk memulihkan tenaga pasca bertarung. Ruangan itu dipenuhi oleh beberapa bodyguard yang berjaga. Ia diduduki disalah satu sofa dan dan disuguhi dengan berbagai minuman keras. “Apa yang terjadi ? “ tanya Bima pada Petruk, salah satu bodyguard yang berjaga di sampingnya. Petruk hanya terdiam dan membuat Bima semakin curiga dengan apa yang terjadi Ia tak melihat Antareja dimana pun, kemudian terdengar suara keributan diluar, suara yang Bima ketahui Bargawa, orang yang mengenalkannya dengan dunia tinju. Apa yang terjadi di sana? “Bima tak akan menjadi Bodyguard mu, anda tidak tahu siapa dia ?“ Bargawa menatap segit Antareja dan mengembalikan check yang telah diberikan, melihat itu Antareja tertawa, “ Memang siapa dia ? bukankah ia hanya seorang petinju “ “Dia lebih dari itu “ “Baiklah, jika anda tidak menginginkan cara yang baik untuk bernegosiasi maka - Antareja mengeluarkan sebuah pisau dan menusuk mata Balgawara, suara kesakitan melangung di luar ruang tersebut, penasaran dengan apa yang terjadi Bima menyerobot keluar dan menyebabkan koridor dipenuhi oleh bodyguard. Setelah melihat Balgawara tak berdaya. Bima melawan dan berakhir dengan sebuah pukulan dikepala yang melumpuhkannya. Yang terakhir ia ingat Antareja menatapnya. Bima mengantar abu yang akan dibuang ke laut, Di sepanjang perjalanan ia berpikir apa yang terjadi jika Antareja mengetahui identitas ia yang sebenarnya ? Apakah ia akan mati ? Atau keluarganya yang akan mati ? Bima hanya berharap bahwa ia akan mati. “Tuan “ suara dari Petruk menyadarkannya, bahwa mereka telah berada di pinggir laut. Bima memutuskan untuk turun dan segera membuang abu tersebut ke laut, ia bahkan memberikan salah satu penghormatan terakhir dengan mendoakan agar kedua pria itu tenang dialam baka. Melihat Bima yang terkesan baik, Petruk bertanya – tanya mengapa nyonya sangat menginginkan pria ini, ia hanya berharap bahwa pria ini tak akan berakhir buruk seperti mantan Antareja yang berakhir bunuh diri. Petruk mendoakan agar Bima selamat dan bahagia. “Petruk “ panggilan dari Bima menyadarkan Petruk dari lamunannya, pandangan Bima di bawah sinar matahari sangatlah mempesona, rambut keritingnya berkibar indah mengikuti pergerakan angin, cahaya matahari yang mewarnai kulitnya jauh lebih menawan serta bibirnya yang merah membuat Petruk terpesona. Akhirnya ia tahu apa yang di inginkan oleh nyonyanya dari pria ini, Antareja ingin memiliki Bima sebagai pasangannya. Itulah, mengapa ia meminta Petruk untuk terus mengawasinya. “Ya, ada yang bisa dibantu ? “ Bima hanya terdiam, matanya mengamati apakah Petruk memiliki pistol, ia sangat ingin mati. “Bisakah kau menembakku ? “ Mendengar permintaan aneh Bima, Petruk hanya menjawab. “ Tidak, saya tak ingin mati. Mari kita pulang. “ Perjalanan pulang terasa sangat hening, Bima tertidur di salah satu seat mobil dan Petruk hanya mengawasi dari kaca spion, memastikan apakah Bima baik – baik saja. Ia menelepon Antareja sebagai jaminan bahwa Bima tak kabur.Petruk menelepon Antareja sebagai jaminan bahwa Bima tak kabur. “Kami akan segera pulang, Nyonya “ lapornya. “Pastikan bahwa kalian baik – baik saja “ pesan Antareja. Pertruk segera mematikan telepon dan melanjutkan perjalanan untuk pulang. Mendengar, laporan dari Petruk membuat Antareja merasa lega bahwa pria yang dicintainya tidak memutuskan untuk kabur. Antareja mulai tersenyum memikirkan tanggal berapa ia melamar Bima. Apakah harus di hotel ? Pantai atau dimana ? Rasanya ia semakin tak sabar. Bima hanya dimiliki olehnya. Melihat Antareja yang tersenyum – senyum membuat semua staf terdiam, tak menyangka bahwa bos mereka bisa tertingkah seperti seorang gadis yang jatuh cinta. Mereka penasaran dengan siapa Antareja jatuh cinta, apakah ia tampan ? Mudah – mudahan pria itu akan mempermudah tugas mereka, seperti mantan pacar Antareja yang bernama Arjuna. Mobil yang dikendarai Petruk sudah berada di depan kediaman Antareja. Petruk kemudian turun dan mengajak Bima untuk masuk. Bi
Bima membaca rute denah pavilion utama dengan benar, memastikan bahwa Ia harus mulai mempersiapkan rencananya dengan nyata dan realistis. Karena, jika rencana kaburnya gagal maka dapat dipastikan ia akan disiksa dengan kejam oleh Antareja. Perempuan itu tak akan membiarkan pergi semudah itu, ketakutan Bima adalah apakah dia akan menjadi sangat gila jika Bima menghilang. Ketika Bima sedang termenung dan berpikir, seseorang mengetuk pintu kamarnya, membuatnya terkejut. "Siapa ? " tanya Bima dari dalam kamar. " Apakah kau mendadak lupa dengan saudara bosmu, Bima ? " Mendengar pertanyaan itu, Bima langsung membuka pintu dan menyambut Antasena yang sudah berada di depan pintu sambil cemberut. "Tentu tidak, Tuan. apakah ada sesuatu yang bisa ku bantu ? " tanya Bima pada Antasena. "Tidak, aku hanya ingin menyampaikan bahwa kau hanya pria yang beruntung, jadi jangan merasa aji mumpung dengan keadaanmu sekarang, apalagi kau berharap bisa mendekati kakakku. Aku tidak akan membiarkan
Yudistira semakin curiga akan sumber bercak darah dia mencoba untuk menelepon sepupunya, Antareja. Sayangnya, sudah beberapa Yudistira menelepon sama sekali tak ada jawaban dari, maka Yudistira pun memutuskan untuk kembali mencari sumber dari bercak darah di bunga anggreknya. Betapa terkejut Yudistira ketika mengetahui bercak darah itu berasal seseorang yang leher terluka. Melihat keadaan pria itu yang mengkhawatirkan ia memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Ia sana sekali tak tahu, bahwa membawa pria yang Ia selamatkan itu bisa menjadi masalah baru bagi hubungannya dengan Antareja. Petruk mencari - mencari keberadaan Bima yang mendadak hilang, bahkan barang - barang pun hilang. Itu membuat Petruk menjadi kebingungan, tetapi sebuah peta paviliun utama menjadi perhatiannya, apakah Bima memutuskan untuk kabur ? Mengingat kemungkinan itu, Petruk menggerutukkan giginya. Ia harus menemukannya sebelum Nyonya Antareja melihat ada kejanggalan ini. Bisa habis dirinya. Petruk ke
Katnia menghampiri ayahnya yang saat itu sedang berada di ruangannya. Matanya melihat bagaimana ruangan kerja ayahnya ini tidak banyak berubah sejak ia sedang kecil. "Selamat sore, Ayah " sapa Kania pada Ayahnya yang masih memeriksa berkas rumah sakit. Mendengar sapaan putrinya itu, Dr Karya mendongkak melihat kearah Kathia. " Selamat sore, Kathia sayang. Sudah makan? " Tanya sang ayah. Mendengar pertanyaan itu Kathia langsung menjawab dengan singkat, "Belum. " Pikirkannya masih dipenuhi oleh kepergian Bima yang entah kemana. Dr Karya kemudian menawarkan Kathia untuk makan bersama dengannya di Kedai mie Mpok Tarmi yang tak berada jauh dari Rumah Sakit. Kathia tersenyum, ayahnya sangat perhatian tahu bahwa ia sangat kelaparan. Melihat, Kathia yang menyetujui ajakannya, Dr. Karya hanya tersenyum, Putrinya telah kembali. Kepergian Bima tak menjadi masalah lagi bagi putrinya. Meski, sejujurnya kepergian Bima masih menjadi kesedihan bagi Kathia. Antareja kembali ke rumah dan dikejut
Yudistira membawa Bima ke taman Rumah Sakit, ia mengantarkan dengan hati - hati, Dani melihat itu dengan raut muka yang aneh. Dia sama sekali tak terbiasa melihat perilaku Yudistira yang seperti ini. Ini aneh. Sepanjang perjalanan, Yudistira mengajak Bima untuk berbicara terutama tentang Antareja dan mengapa ia bisa menjadi salah satu dari bodyguard wanita itu. "Kau tahu, melihatmu seperti membuatku bertanya - tanya apa hebatnya dirimu? " tanya Yudistira sambil menempatkan Bima di sisi pohon. Mendengar pertanyaan Bima memutarkan mata, "Saya sendiri saja tak tahu mengapa dia memilih saya ? Mungkin dia membutuhkan hiburan? " Yudistira tertawa, "Hiburan? Antareja mungkin tipikal wanita yang aneh, dia seperti tante - tante girang. Berapa usiamu? " Bima menggeleng kepala, " Aku masih dua puluh tiga tahun, komentarmu membuat Antareja terlihat seperti cukup buruk " "Wanita ittu memang iblis " Yudistira memandang wajah Bima, memang benar pria ini terlihat menawan untuk hanya sekeda
"Dia masih hidup, Nyonya kata salah satu Bodyguardnya yang bernama Bagal Buntung. "Bawa dia ke paviliun utama, aku akan menghukumnya." Antareja langsung meninggalkan gedung tua tersebut diikuti dengan para Bodyguardnya yang menggendong Bima. Antareja tidak akan membiarkan Bima meninggalkan lagi, Ia tidak akan membiarkanya mati seperti Arjuna. Gatotkaca kembali dibawa ke ruang sidang, untuk membahas perkara masa hukumannya. Ibunya berhasil untuk mendapatkan dukungan tambahan untuk membebasannya. Ia benar - benar berpikir, seberapa banyak uang yang digelontorkan ibunya kali ini. "Seberapa besar, dia membayarmu kali ini?" Gatotkaca bertanya pada Arok, Pengacaranya. Mendengar itu, Arok, Pengacaranya langsung menjawab. "Cukup besar, Urangayu yang tak mungkin membiarkan putranya mati mendekam dipenjara sia - sia. Ia masih membutuhkan pewaris untuk melanjutkan namanya" Gatotkaca mendengkus, "Wanita tua itu masih mempedulikan namanya disaat seperti ini. Tetapi, kalau boleh jujur, aku
Seminggu setelah kejadian itu, Bima kembali pergi bersama Antareja. Bersama dengan beberapa bodyguard lain, ia berdiri ditemani dengan Petruk dan Barong. Ada bodyguard baru yang akan menemani Antareja. Bima merasa bersyukur karena ia tak harus lagi menemani Antareja. Siapa juga yang mau bekerja dengan wanita iblis itu, ia tak sudi lagi. Melihat Eksprei Bima, Petruk hanya bisa tertawa mengingat kejadian kemarin. Dimana ketika mereka mengucapkan selamat tinggal pada Tuan Besar dan Bima tak sengaja terpeleset akibat menginjak tali sepatunya ketika berjalan pasca bangkit dari membungkuk. Antareja hanya terdiam melihat kelakuan pria konyol itu, sedangkan Bika Sena hanya mengangkat alisnya dengan ekspresi datar. Mobilnya belum berangkat sedari tadi. Itu sangat konyol, Petruk berharap kehadiran Bima bisa memberikan hiburan bagi para Bodyguard lain. Bima menatap Petruk yang menahan tawanya ketika Anateja memarahinya. "Ayolah, itu tak sengaja." elak Bima pada Antareja yang mem
Antareja dan Bima dikagetkan dengan kedatangan Batara, Bima bahkan sampai hampir menabrak dinding didepannya sakin terkejutnya dia. "Apakah semua sudah baik - baik saja?" tanya Antareja sebari melihat kearah Batara yang ternyata di alisnya terdapat luka. Batara hanya terdiam ketika Antareja menyentuh alisnya, sedangkan Bima melihat itu semua dengan mata yang melotot. Ia tak bisa melihat Antareja bersama orang lain. Batara terdiam melihat tingkah laku Antareja, ini bukan sesuatu yang biasa yang dikeluarkan oleh bosnya, tetapi ini terasa bagus. "Saya baik- baik saja Nyonya, tidak ada yang perlu diperhatikan." Antareja mengangkat alisnya, "Benarkan?" Batara menganggukkan kepalanya, "Ya" Bima melihat itu langsung berdehem. Ia tak suka dengan apa yang terjadi. "Ehm, apa yang kau disini, Batara?" tanya Bima pada Batara, ia penasaran dengan apa yang dilakukan Batara disini. Batara hanya menjawab," Semua sudah aman, jadi kita bisa kembali paviliun utama" Antareja melihat ke arah
Bima kemudian menyerah dan memutuskan untuk mengganti pakaiannya, Antareja yang melihat itu pun tersenyum. Anjing kesayangannya sangatlah penurut. Antasena membuka matanya, matanya kemudian melihat kearah cermin yang ada diatas tempat tidurnya. Ia melihat bahwa lehernya dirantai oleh seseorang, 'Siapa yang melakukan ini padanya?' ingatan Antasena kembali memutar kembali apa yang terjadi, ia tertangkap saat sedang berada di bandara, ia sama sekali tak mengingat apapun selain ketika ia mengunjungi kamar mandi seorang pria membiusnya. Seorang wanita dengan menggunakan jas dokter datang, ia menyapa Antasena dengan ramah, meski disalah satu sudut bibitnya terdapat bekas luka, "Selamat pagi, bagaimana kabarmu?" Antasena memandang wanita itu dengan curiga, "Siapa kamu?" Wanita itu mendekat dan berbisik ke telinga Antasena, "Aku yang membawamu kesini. Apa kau keberatan?" Antasena langsung marah, ia langsung memukul wajah wanita itu membuat wanita itu terkekeh dan menyalakan a
Antareja dan Bima dikagetkan dengan kedatangan Batara, Bima bahkan sampai hampir menabrak dinding didepannya sakin terkejutnya dia. "Apakah semua sudah baik - baik saja?" tanya Antareja sebari melihat kearah Batara yang ternyata di alisnya terdapat luka. Batara hanya terdiam ketika Antareja menyentuh alisnya, sedangkan Bima melihat itu semua dengan mata yang melotot. Ia tak bisa melihat Antareja bersama orang lain. Batara terdiam melihat tingkah laku Antareja, ini bukan sesuatu yang biasa yang dikeluarkan oleh bosnya, tetapi ini terasa bagus. "Saya baik- baik saja Nyonya, tidak ada yang perlu diperhatikan." Antareja mengangkat alisnya, "Benarkan?" Batara menganggukkan kepalanya, "Ya" Bima melihat itu langsung berdehem. Ia tak suka dengan apa yang terjadi. "Ehm, apa yang kau disini, Batara?" tanya Bima pada Batara, ia penasaran dengan apa yang dilakukan Batara disini. Batara hanya menjawab," Semua sudah aman, jadi kita bisa kembali paviliun utama" Antareja melihat ke arah
Seminggu setelah kejadian itu, Bima kembali pergi bersama Antareja. Bersama dengan beberapa bodyguard lain, ia berdiri ditemani dengan Petruk dan Barong. Ada bodyguard baru yang akan menemani Antareja. Bima merasa bersyukur karena ia tak harus lagi menemani Antareja. Siapa juga yang mau bekerja dengan wanita iblis itu, ia tak sudi lagi. Melihat Eksprei Bima, Petruk hanya bisa tertawa mengingat kejadian kemarin. Dimana ketika mereka mengucapkan selamat tinggal pada Tuan Besar dan Bima tak sengaja terpeleset akibat menginjak tali sepatunya ketika berjalan pasca bangkit dari membungkuk. Antareja hanya terdiam melihat kelakuan pria konyol itu, sedangkan Bika Sena hanya mengangkat alisnya dengan ekspresi datar. Mobilnya belum berangkat sedari tadi. Itu sangat konyol, Petruk berharap kehadiran Bima bisa memberikan hiburan bagi para Bodyguard lain. Bima menatap Petruk yang menahan tawanya ketika Anateja memarahinya. "Ayolah, itu tak sengaja." elak Bima pada Antareja yang mem
"Dia masih hidup, Nyonya kata salah satu Bodyguardnya yang bernama Bagal Buntung. "Bawa dia ke paviliun utama, aku akan menghukumnya." Antareja langsung meninggalkan gedung tua tersebut diikuti dengan para Bodyguardnya yang menggendong Bima. Antareja tidak akan membiarkan Bima meninggalkan lagi, Ia tidak akan membiarkanya mati seperti Arjuna. Gatotkaca kembali dibawa ke ruang sidang, untuk membahas perkara masa hukumannya. Ibunya berhasil untuk mendapatkan dukungan tambahan untuk membebasannya. Ia benar - benar berpikir, seberapa banyak uang yang digelontorkan ibunya kali ini. "Seberapa besar, dia membayarmu kali ini?" Gatotkaca bertanya pada Arok, Pengacaranya. Mendengar itu, Arok, Pengacaranya langsung menjawab. "Cukup besar, Urangayu yang tak mungkin membiarkan putranya mati mendekam dipenjara sia - sia. Ia masih membutuhkan pewaris untuk melanjutkan namanya" Gatotkaca mendengkus, "Wanita tua itu masih mempedulikan namanya disaat seperti ini. Tetapi, kalau boleh jujur, aku
Yudistira membawa Bima ke taman Rumah Sakit, ia mengantarkan dengan hati - hati, Dani melihat itu dengan raut muka yang aneh. Dia sama sekali tak terbiasa melihat perilaku Yudistira yang seperti ini. Ini aneh. Sepanjang perjalanan, Yudistira mengajak Bima untuk berbicara terutama tentang Antareja dan mengapa ia bisa menjadi salah satu dari bodyguard wanita itu. "Kau tahu, melihatmu seperti membuatku bertanya - tanya apa hebatnya dirimu? " tanya Yudistira sambil menempatkan Bima di sisi pohon. Mendengar pertanyaan Bima memutarkan mata, "Saya sendiri saja tak tahu mengapa dia memilih saya ? Mungkin dia membutuhkan hiburan? " Yudistira tertawa, "Hiburan? Antareja mungkin tipikal wanita yang aneh, dia seperti tante - tante girang. Berapa usiamu? " Bima menggeleng kepala, " Aku masih dua puluh tiga tahun, komentarmu membuat Antareja terlihat seperti cukup buruk " "Wanita ittu memang iblis " Yudistira memandang wajah Bima, memang benar pria ini terlihat menawan untuk hanya sekeda
Katnia menghampiri ayahnya yang saat itu sedang berada di ruangannya. Matanya melihat bagaimana ruangan kerja ayahnya ini tidak banyak berubah sejak ia sedang kecil. "Selamat sore, Ayah " sapa Kania pada Ayahnya yang masih memeriksa berkas rumah sakit. Mendengar sapaan putrinya itu, Dr Karya mendongkak melihat kearah Kathia. " Selamat sore, Kathia sayang. Sudah makan? " Tanya sang ayah. Mendengar pertanyaan itu Kathia langsung menjawab dengan singkat, "Belum. " Pikirkannya masih dipenuhi oleh kepergian Bima yang entah kemana. Dr Karya kemudian menawarkan Kathia untuk makan bersama dengannya di Kedai mie Mpok Tarmi yang tak berada jauh dari Rumah Sakit. Kathia tersenyum, ayahnya sangat perhatian tahu bahwa ia sangat kelaparan. Melihat, Kathia yang menyetujui ajakannya, Dr. Karya hanya tersenyum, Putrinya telah kembali. Kepergian Bima tak menjadi masalah lagi bagi putrinya. Meski, sejujurnya kepergian Bima masih menjadi kesedihan bagi Kathia. Antareja kembali ke rumah dan dikejut
Yudistira semakin curiga akan sumber bercak darah dia mencoba untuk menelepon sepupunya, Antareja. Sayangnya, sudah beberapa Yudistira menelepon sama sekali tak ada jawaban dari, maka Yudistira pun memutuskan untuk kembali mencari sumber dari bercak darah di bunga anggreknya. Betapa terkejut Yudistira ketika mengetahui bercak darah itu berasal seseorang yang leher terluka. Melihat keadaan pria itu yang mengkhawatirkan ia memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Ia sana sekali tak tahu, bahwa membawa pria yang Ia selamatkan itu bisa menjadi masalah baru bagi hubungannya dengan Antareja. Petruk mencari - mencari keberadaan Bima yang mendadak hilang, bahkan barang - barang pun hilang. Itu membuat Petruk menjadi kebingungan, tetapi sebuah peta paviliun utama menjadi perhatiannya, apakah Bima memutuskan untuk kabur ? Mengingat kemungkinan itu, Petruk menggerutukkan giginya. Ia harus menemukannya sebelum Nyonya Antareja melihat ada kejanggalan ini. Bisa habis dirinya. Petruk ke
Bima membaca rute denah pavilion utama dengan benar, memastikan bahwa Ia harus mulai mempersiapkan rencananya dengan nyata dan realistis. Karena, jika rencana kaburnya gagal maka dapat dipastikan ia akan disiksa dengan kejam oleh Antareja. Perempuan itu tak akan membiarkan pergi semudah itu, ketakutan Bima adalah apakah dia akan menjadi sangat gila jika Bima menghilang. Ketika Bima sedang termenung dan berpikir, seseorang mengetuk pintu kamarnya, membuatnya terkejut. "Siapa ? " tanya Bima dari dalam kamar. " Apakah kau mendadak lupa dengan saudara bosmu, Bima ? " Mendengar pertanyaan itu, Bima langsung membuka pintu dan menyambut Antasena yang sudah berada di depan pintu sambil cemberut. "Tentu tidak, Tuan. apakah ada sesuatu yang bisa ku bantu ? " tanya Bima pada Antasena. "Tidak, aku hanya ingin menyampaikan bahwa kau hanya pria yang beruntung, jadi jangan merasa aji mumpung dengan keadaanmu sekarang, apalagi kau berharap bisa mendekati kakakku. Aku tidak akan membiarkan
Petruk menelepon Antareja sebagai jaminan bahwa Bima tak kabur. “Kami akan segera pulang, Nyonya “ lapornya. “Pastikan bahwa kalian baik – baik saja “ pesan Antareja. Pertruk segera mematikan telepon dan melanjutkan perjalanan untuk pulang. Mendengar, laporan dari Petruk membuat Antareja merasa lega bahwa pria yang dicintainya tidak memutuskan untuk kabur. Antareja mulai tersenyum memikirkan tanggal berapa ia melamar Bima. Apakah harus di hotel ? Pantai atau dimana ? Rasanya ia semakin tak sabar. Bima hanya dimiliki olehnya. Melihat Antareja yang tersenyum – senyum membuat semua staf terdiam, tak menyangka bahwa bos mereka bisa tertingkah seperti seorang gadis yang jatuh cinta. Mereka penasaran dengan siapa Antareja jatuh cinta, apakah ia tampan ? Mudah – mudahan pria itu akan mempermudah tugas mereka, seperti mantan pacar Antareja yang bernama Arjuna. Mobil yang dikendarai Petruk sudah berada di depan kediaman Antareja. Petruk kemudian turun dan mengajak Bima untuk masuk. Bi