Share

The Billionaire's Bride
The Billionaire's Bride
Penulis: Riri Lidya

Betrayal

Seorang pria bersandar di jendela dengan salah satu tangan berada di dalam saku celana sedangkan tangan lainnya menggoyangkan pelan gelas wiski. Tatapannya yang dalam dan tenang menatap ke langit malam di luar jendela unit apartemen tersebut.

"Sir."

Begitu sekretarisnya memanggilnya, dia pun menoleh dan menatap pria yang memegang tumpukan kertas. Dia berjalan menuju meja kopi sambil mendengarkan perkataan sekretarisnya, Albar.

"Ini daftar wanita yang lajang. Dan ini yang memiliki kekasih. Lalu ini yang sudah bertunangan."

Mengambil satu tumpukan pertama, dia mengembuskan napas singkat. Karena perintah kakeknya, dia harus menambah jam kerjanya demi hal yang tidak berguna seperti ini.

Dan setelah memakan waktu 1 jam, dia akhirnya memilih empat nama. Empat wanita yang berpotensial melahirkan seorang penerus untuknya.

"Buat janji temu dengan mereka satu per satu." Setidaknya dia harus melihat langsung mereka untuk diseleksi sekali lagi.

"Baik. Saya akan mengambil sekitar 2 jam kosong Anda tiap pertemuannya."

Ketika Albar menyusun kertas kandidat yang tidak dipilihnya untuk dihancurkan, dia tidak sengaja melihat sebuah foto pada lembar paling atas.

"Tunggu."

Albar berhenti dan menoleh menunggu perintah selanjutnya.

"Dia dulu."

Albar melihat nama Rhea Pramidita di sana, salah satu kandidat yang sebenarnya sudah memiliki kekasih. Walaupun begitu, Albar tidak banyak bertanya dan segera mengangguk. "Baik, Pak."

***

Keluar dari taksi, seorang wanita berparas cantik namun dingin itu segera berlari kecil ke bangunan apartemen di depannya dan memasuki lift yang kosong. Wanita itu bernama Rhea Pramidita. Dia berusaha berdiri dengan tenang walau wajah cantiknya memiliki kerutan tipis di ruang antara alisnya yang rapi. Rhea membawa tangannya ke dadanya karena khawatir. Dia berharap kekasihnya tidak ikutan sakit seperti ayahnya yang berada di rumah sakit.

Selama di dalam taksi, dia berusaha menghubungi kekasihnya namun pria itu tidak mengangkatnya. Karena tidak ada jawaban tersebut, tentu saja dia menjadi gelisah padahal dia sangat membutuhkan Enzo sekarang.

Lift terbuka dan Rhea segera keluar, berjalan cepat di lorong yang sepi tersebut menuju pintu unit yang sudah tidak asing lagi. Dengan menggunakan key card yang diberikan Enzo kepadanya selama ini, dia membuka pintu tersebut dan melihat sepasang stiletto merah muda tergeletak di sana. Dia terdiam untuk beberapa waktu lamanya.

Bingung dan sedikit takut. Itu yang ia rasakan. Tangannya yang memegang gagang pintu dengan perlahan mulai kehilangan tenaganya membuat ia mencengkeram pintu erat. Menghirup lalu mengembuskan napas dalam-dalam, ia berusaha untuk tenang dan mencoba berpikir positif.

Tidak ada yang terjadi.

Rhea melangkahkan kaki ke dalam. Dan begitu dia menginjak lantai unit tersebut, dia merasa langkahnya terasa berat. Langkah demi langkah yang ia ambil menjadi semakin berat dan lebih berat karena dia tidak melihat tamu kekasihnya di mana pun, begitu pun kekasihnya.

Tanpa sadar kakinya menuntunnya menuju lorong kamar Enzo. Dari jauh dia mendengar suara tawa nakal wanita yang samar keluar dari kamar Enzo yang tidak tertutup, membuatnya tertegun dan berhenti kembali. Suara itu terdengar familiar baginya.

Tidak mungkin ....

Kedua tangannya gemetar dan dia mengepalkannya erat berusaha menghentikan rasa kalutnya.

Tidak ada yang terjadi. Tidak akan ada yang terjadi ....

Entah sudah berapa kali Rhea ucapkan di dalam hati hanya supaya pikirannya tetap dingin dan tenang. Dan semakin mendekati kamar, ia mengulangi kalimat itu terus-menerus secara berlebihan hingga dia mendengar jeritan.

"Ah! Lebih cepat, Sayang!"

Dengan wajah mengeras, Rhea melangkahkan kembali kakinya, kali ini berjalan cepat mengikuti suara yang tidak asing itu.

Masuk ke dalam kamar, Rhea harus tertegun dan membeku. Di kamar yang beraroma menjijikkan itu, dia hanya bisa melihat kekasihnya bersenggama dengan seorang wanita tanpa bisa melakukan apa pun. Rhea tidak bisa melihat wajah wanita itu selain rambut panjangnya. Siapa wanita berambut pirang yang dipeluk kekasihnya? Dari suaranya hingga rambutnya mengingatkan Rhea pada seseorang yang dia kenal.

Saat wanita itu akhirnya mendongak dan dilihatnya wajah itu, sontak saja dia terkejut. Itu ... sahabatnya.

Dua orang yang ia kenal serta percayai tidak mengenakan busana apa pun dan saling memberi kepuasan tanpa menyadari jika seseorang telah masuk. Enzo, kekasih yang ia cintai dan ia pikir adalah seorang pria setia ternyata bermain di belakangnya dengan satu-satunya sahabat Rhea, Andini.

Terguncang dan tidak bisa melakukan apa pun, itu yang terjadi pada Rhea sekarang. Tubuhnya membeku seolah kakinya tertancap dengan paku di lantai, namun tidak terasa sakit. Dadanya yang terasa sangat menyakitkan hingga menyesakkan. Dia bahkan tidak ingat jika tangannya masih mengepal sampai sekarang.

Tiba-tiba tatapannya dan Andini bertemu namun anehnya wanita itu tidak terkejut seperti yang dialami Rhea. Wanita itu malah tersenyum dan mencium Enzo dengan lapar. Apakah Andini tidak melihatnya tadi? Apakah itu hanya perasaannya saja?

Rhea mulai mendapatkan kendali penuh atas dirinya. Melirik ke samping, dia mengambil laptop Enzo di atas meja dan menjatuhkannya di lantai untuk menarik perhatian dua orang yang sedang bersenang-senang itu. Dan seperti yang dia duga, Enzo dan Andini terkejut. Mereka secara naluriah menoleh ke pintu. Begitu melihat Rhea, Andini langsung menjerit takut lalu berusaha menutupi tubuhnya dengan selimut.

"Rhea? Apa yang kamu lakukan di sini? Tunggu, apa itu MacBook-ku? Kenapa kamu menghancurkannya? Apa kamu tahu berapa banyak file penting di sana?"

Rhea menatap Enzo. Pria itu memunguti celananya di lantai dan memakainya dengan santai.

"Apa maksudnya ini?"

Enzo mengusap rambutnya dan menghela napas ringan. "Kamu sudah melihatnya. Dan membuat alasan akan sia-sia di sini."

"Apa maksud semua ini?" Napas Rhea mulai berat ketika menekankan tiap kata.

Enzo berdecak. "Apa aku perlu menjelaskannya lagi? Kamu gadis pintar, Rhe. Kamu pasti paham apa yang kami la—"

"Aku bertanya kenapa harus dia?"

"Aku tahu mengenai kondisi papamu. Dia ada di rumah sakit, kan? Dan aku tebak kedatanganmu kemari untuk meminta pertolongan untuk papamu."

Rhea mengernyit. Dia tahu tapi tidak mengunjungi ayah Rhea? Betapa jahatnya dia!

"Perusahaannya akan diambil alih oleh pamanmu, iya kan? Jadi kenapa aku harus tetap bersamamu? Kamu pikir aku akan menikahi wanita dari keluarga yang sudah tidak memiliki apa-apa lagi? Aku akan mengaku, aku dan Andini ...."

Penjelasan panjang lebar yang mengerikan dari Enzo hilang begitu saja dari indra pendengarannya. Dia terkejut untuk kesekian kalinya. Bisa-bisanya pria ini berbicara dengan begitu ringan seolah ucapannya tidak akan membuat Rhea sesak. Dia pikir hati Rhea terbuat dari besi? Mengetahui jati diri Enzo yang berbanding terbalik dari apa yang pria ini perlihatkan biasanya, rasanya sungguh menyakitkan sampai sulit untuknya bernapas di ruangan itu.

Dia beralih pada Andini. Dia menatap wanita yang sedang menatapnya dengan air mata berlinang.

Tunggu, kenapa kau menangis? Aku adalah korban yang sebenarnya. Dan kau yang melakukan kejahatan di sini. Jadi hentikan tangisan menjijikkanmu itu, Jalang Sialan.

"Rhe, bisa kamu suruh Enzo kemari? Ada yang ingin Papa bicarakan dengannya tentang kalian."

Itu keinginan ayahnya beberapa hari lalu. Lalu setelah melihat adegan sampah di depannya, apakah dia masih harus membawa Enzo ke hadapan ayahnya?

Kepalan Rhea semakin kuat karena mendengar suara isakan pelan yang menyakiti telinganya. Ingin sekali dia mencakar Andini atau melakukan kekerasan apa pun padanya untuk meluapkan emosinya. Namun hebatnya dia masih bisa mengontrol emosinya dan tidak ingin melakukannya karena ia tahu begitu dia bergerak selangkah saja, Enzo akan melindungi wanita sampah ini dan dia akan menjadi hiburan untuknya.

"Sebenarnya sudah lama aku ingin memutuskan hubungan kita hanya saja aku belum memiliki waktu yang baik untuk membicarakan hal itu denganmu. Aku kasihan pada Andini karena harus menyembunyikan hubungan kami beberapa bulan ini. Aku harap kamu tidak memarahinya biar bagaimanapun kalian itu bersahabat."

Ah begitu ternyata ..., batin Rhea. Enzo menyukainya hanya karena dia dari keluarga terpandang. Dan dia terpikat dengan Andini ketika mereka masih berpacaran.

Dengan wajah kesal, salah satu sudut bibir Rhea terangkat dan mendengus. Pasti selama ini mereka menertawakannya di belakang.

Apakah Rhea pernah menelepon salah satu di antara mereka berdua ketika mereka sedang melakukan kegiatan memalukan ini? Memikirkan salah satu di antaranya mengangkat panggilannya ketika bersetubuh membuat perutnya bergejolak ingin muntah.

Andini melihat Rhea berjongkok mengambil laptop yang sudah terbelah lalu menatapnya dengan dingin, dia dengan wajah pucat dan takut menatap Enzo. "E-Enzo."

Enzo yang juga khawatir akan kondisi kekasih gelapnya yang lemah lembut membuatnya secara naluriah berdiri di depan Rhea, menghalanginya untuk melihat Andini. "Rhea, apa yang ingin kamu lakukan?"

"Kau penasaran apa yang ingin aku lakukan?" tanya Rhea pelan. Dia mendongakkan kepalanya dan menatap Enzo tanpa emosi. "Aku ingin membunuhmu."

Enzo segera memegang tangan Rhea dan berbisik cepat, "Ikut aku."

Sebelum diseret Enzo, Rhea menatap Andini untuk yang terakhir kalinya. Dan Andini di sisi lain setelah ditinggal sendiri, dia berdecih pelan dengan kerutan tipis di dahi.

Dia bergumam, "Jangankan menjadi gila, dia bahkan tidak emosi sama sekali." Kenapa bisa ada wanita seperti itu?

Di lorong depan pintu unitnya barulah Enzo melepaskan tangan Rhea. Dia mengembuskan napas lelah. Dan dengan perasaan yang penuh percaya diri, dia berkata, "Aku tahu kamu masih mencintaiku dan tidak dapat hidup tanpaku. Kamu pun pasti terluka tapi aku bisa apa? Aku menyukai Andini begitu juga dia."

Oh lihat. Betapa mengagumkannya Enzo! Pria ini bisa mengatakan itu dengan santai seolah sedang menayangkan berita hiburan. Setelah tertangkap basah dia sama sekali tidak menyesal. Dari awal ... dari saat dia memergokinya, saat dia menggunakan celananya, sampai dia berbicara seolah Rhea akan mengemis cinta padanya. Bagaimana bisa ada pria seperti ini di dunia?!

Sial, Rhea tidak bisa menahankan sikap elegannya yang hebat lebih lama.

"Jadi aku mohon, jangan pernah mencariku la—"

Bruk!

Tidak sabar, Rhea yang tanpa emosi memukul wajah Enzo yang tidak siap dengan layar laptop yang dia pegang.

"Ugh! Dammit!" Enzo mundur beberapa langkah sambil menyeimbangkan langkahnya. Dia menyentuh wajahnya yang sakit, terlebih lagi hidung dan bibirnya.

Dan Rhea berseru seraya mengembuskan napas puas, "Whoo!"

Well, tidak juga. Rhea masih belum puas sebenarnya walaupun suasana hatinya sedikit lebih baik. Banyak hal yang ingin ia lakukan pada Enzo sebelum dia beralih ke Andini. Dia menatap Enzo. Melihat bahwa hidungnya hanya mengeluarkan darah, Rhea mendengus. Seharusnya dia memukulnya lebih keras. Setidaknya sampai hidungnya patah. Tunggu, apakah itu patah?

"Ah sial, hidungku. Hei, apa kau gila?!"

"Kau bertanya apa aku gila? Mau lihat kegilaanku yang sebenarnya? Lebarkan kakimu."

"Apa?"

"Aku bilang lebarkan kakimu, Bedebah." Rhea kembali mengangkat layar laptop dengan mata terfokus pada selangkangan Enzo namun pria itu yang memiliki firasat buruk dengan cepat merampasnya.

"Sial ...," Enzo kembali mengumpat setelah melempar layar laptop sejauh-jauhnya.

Namun, Rhea tidak berhenti sampai di situ saja. Dia memukul dada Enzo bertubi-tubi tanpa suara.

"Hei, hentikan. Rhe-" Dilihatnya mata Rhea yang memerah dan air mata yang ingin jatuh, dia terdiam. Apa wanita ini benar-benar menangis?

Kepalan tangan kecil Rhea berhenti di udara cukup lama sebelum menariknya kembali. 

"Dengar, jangan pernah mencariku lagi. Aku sudah selesai denganmu," ujarnya setelah melemparkan key card Enzo. Dia pun berbalik meninggalkan Enzo yang menggeram di belakangnya. 

Riri Lidya

Hola, it's me Riri! WARNING!!! • Cerita ini adalah romansa dewasa. • Mengandung konten dewasa dan bahasa kasar. • JANGAN COPY CERITA INI DAN JANGAN POSTING INI DI WEBSITE APAPUN. • Buku ini adalah karya fiksi. Semua nama, karakter, lokasi, dan kejadian adalah produk dari imajinasi penulis. Kemiripan apa pun dengan orang yang sebenarnya hidup atau mati, tempat, atau peristiwa sepenuhnya kebetulan. Semoga kalian suka, selamat membaca cintaku!

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status