Jevano berjalan dari arah parkiran hotel, dengan tenang. Beberapa staf hotel yang berpapasan menyapanya seperti biasa. Dan Jevano akan membalas seperlunya. Keramaian orang-orang tak mempengaruhinya, karena Jevano masih memakai earcphone bluetooth dan mendengarkan suara Katya yang masih mengobrol dengan Sesyl. "Oh My God, jadi Kevin juga ngajak kamu night club? Terus?""Aku udah bilang kalau aku gak berminat, dan gak mungkin Jevano akan mau meskipun aku ajak. Dia cuma bilang oke, tapi gak berangkat. Terus, aku bilang aku jauh lebih baik sendiri, i mean aku mempersilakan dia untuk pergi.""Ya, dan kamu gengsi untuk bilang maksud kamu ke Jevano?" tebak Sesyl."Iyap, dan kayanya dia tersinggung, akhirnya pergi ke sana malam itu.""Astaga, Kat. Kenapa kamu gak ikut aja sama Jevan? Mereka seru kok, Kevin juga gak semenyebalkan yang kamu pikir.""Aku ... gak bisa ada di tempat semacam itu, Syl," ucap Katya pelan."Oh, ya. Of course, kamu kan anak baik-baik," ledek Sesyl tertawa bersama Katy
Dering ponsel Katya berbunyi ketika perempuan itu sedang menulis rencananya setelah pergi dari Prancis dan kembali ke Indonesia. Sejak kemarin, Katya berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau dua bulan yang tersisa akan terasa cepat. Ia akan segera kembali ke Indonesia dan terlepas dari segala hal yang berkaitan dengan Jevano.Begitu Katya melirik layar ponselnya, ia melihat nomor tak dikenal itu lagi yang meneleponnya. Dan saat ini, Katya sudah pada ambang batas kesabarannya. Jika saja ia tahu bagaimana memblokir nomor di negara ini, pasti sudah sejak tadi Katya melakukannya. "Hallo?""Kat..."Katya yang sudah siap untuk mengeluarkan seluruh kekesalannya jika benar yang meneleponnya adalah si peneror. Tapi ternyata, suara Bagaskara yang pertama kali didengarnya. Dan itu terdengar sangat tenang, sama seperti dulu ketika Bagaskara pertama kali meneleponnya. Suara seorang laki-laki yang sangat sopan dan ramah."Kat, aku tahu kamu gak simpen nomor aku. Tapi kamu pasti masih inget kan sa
"Gimana bisa kamu berpikiran kalau ini semua ulahnya Bagas?" tanya Katya dengan sinis. Ia sudah menyiapkan semua makanannya di meja makan. Mereka hanya tinggal menunggu sup bawang yang dibuat Jevano selesai dimasak."Apa kamu gak berpikir, mungkin ini ulah dari perempuan-perempuan yang kamu temui di klub malam?" ucap Katya sambil memperhatikan Jevano yang sedang menuangkan sup itu ke dalam mangkuk."Saya gak pernah memiliki hubungan apapun dengan wanita manapun. Itu semua hanya sebatas satu malam-""Dan dari mana kamu tahu mereka gak melepas kamu? Sebrengsek apapun manusia, saya yakin mereka masih punya hati, Jevan. Gimana bisa kamu memastikan gak ada satupun dari mereka yang menaruh perasaan sama kamu dan sampai berbuat nekat begini?"Jevano menaruh kembali pot yang digunakannya ke atas kompor, kemudian ia berbalik menatap Katya yang kelihatan begitu berapi-api."Apa kamu bisa menaruh perasaan pada orang lain hanya dalam satu malam?" tanya Jevano. Katya menahan napasnya, ia tahu kala
Setelah pembicaraan dengan Rosa berakhir, Katya segera berjalan menuju kamar Jevano. Ia membuka kembali buku catatan yang pernah ditemukannya di laci meja paling bawah Jevano."Sejak kecil, Jevano dan Julian sangat dekat. Meskipun mereka memiliki kepribadian yang berbeda, Jevano selalu memahami Julian begitu pun sebaliknya. Rachel, mungkin Jevano enggan membicarakan tentang Julian lagi. Entah karena dia marah, entah karena dia kecewa. Mereka memang menyukai satu perempuan yang sama saat itu. Tapi Jevano bukan menjadikan hal itu alasan untuk membunuh kakaknya sendiri. Nenek percaya itu."Katya tak menemukan foto wanita yang ia cari. Ia ingin tahu wajah wanita yang menjadi rebutan mereka berdua. Karena tiba-tiba saja Katya merasa, mungkin saja wanita itu adalah orang yang menerornya selama ini? Katya menahan napasnya. Ia harus melihat foto wanita itu. Tapi di mana ia akan menemukannya? "Jevano gak pernah menceritakan Kakaknya, Nek. Rachel penasaran, untuk lihat mereka.""Hmm... Nenek
Jevano masih berusaha mendobrak pintu. Ia menggedor-gedor pintu tersebut dan mencoba memanggil orang-orang."Jevan, mereka gak akan mendengar. Lebih baik kamu berhenti mendobrak pintu atau badan kamu akan sakit."Sayangnya Jevano tak menyahuti kalimat Katya. Tapi ia mencoba mencari cara lain dengan melihat-lihat ke sekitar pintu. Ia tak yakin, tapi ia berharap ada sesuatu yang bisa ia gunakan untuk membuka pintu ini.Katya juga berusaha mencari sesuatu yang mungkin bisa menghancurkan pintu itu. Namun, kemudian ia terkejut saat Jevano menendang pintu itu dengan kesal lalu menjatuhkan dirinya duduk di salah satu anak tangga.Awalnya, Katya merasa bingung. Aneh saja baginya, kenapa laki-laki seperti Jevano sepanik ini. Padahal basement ini masih berada di sekitar rumahnya sendiri. Mengenai celah ventilasi, ruangan ini memilikinya meskipun tak besar.Akan tetapi saat melihat Jevano gelisah dan seperti sulit bernapas, Katya buru-buru menghampirinya."Jev, kamu gak apa-apa?" tanya Katya.J
Sebenarnya, Jevano enggan memberitahu Katya mengenai rekaman CCTV tadi. Tapi ia pikir, bagaimana pun ia sudah berjanji pada Katya akan memberitahukan wanita ini apa saja yang ia temukan tentang si penguntit.Dan benar saja seperti dugaannya, reaksi Katya kelihatan panik. Ia mulai gelisah dengan menekan-nekan telapak tangannya sendiri. Tapi hingga kini, Katya belum mengatakan apa-apa sehingga membuat Jevano merasa bersalah."Kat, kamu harus ingat. Saya akan selalu buat kamu aman. Saya tahu kejadian tadi membuat saya lemah, tapi kamu harus percaya sama saya. Saya gak akan membiarkan mereka menyentuh kamu sedikit pun." Jevano menggenggam tangan Katya meskipun dirinya sendiri masih kelihatan belum tenang.Bukan sekali dua kali Jevano merasa diteror oleh seseorang. Tapi kali ini, entah kenapa ada sesuatu yang membuatnya jauh lebih takut, merasa memiliki kekhawatiran yang sebelumnya jarang ia rasakan."Sebaiknya kamu istirahat dulu. Semua ini biar saya yang urus.""Jevan, maafin saya. Saya
"Saat itu usia saya baru 7 tahun. Seseorang menyekap saya. Saya gak tahu itu di mana dan berapa lama. Yang pasti, kejadian itu yang membuat saya trauma sampai saat ini. Itu memang bukan kelemahan terbesar saya, sama halnya dengan teror yang dilakukan orang itu hari ini. Saya rasa hanya peringatan," ucap Jevano setengah memejamkan matanya.Jadi, maksud Jevano, kejadian di basement tadi bukanlah untuk menjebaknya? Melainkan Jevano? Katya pikir, si pelaku hanya tahu di basement itu Katya, karena Jevano pun masuk secara mendadak. Lalu dia mngunci pintu basement. Tapi dengan mengunci pintu, mematikan lampu, semua itu sudah sangat sempurna untuk membuat Jevano kelimpungan. Misi penjebakkan hari ini memang seolah sengaja membuat Jevano menderita."Jadi siapa yang memungkinkan melakukan ini semua menurut kamu?" tanya Katya pelan."Ada banyak kemungkinan, Kat... Pelakunya ... Bisa saudara saya, bahkan Ibu saya. Mereka semua tahu insiden itu.""Ibu kamu? Gak mungkin -""Dia yang melakukan itu s
Ponsel Bagaskara bergetar tanda notifikasi pesan masuk ketika ia sedang memeriksa beberapa berkas yang diberikan oleh sekretarisnya. Sebenarnya, ia jarang sekali menerima pesan masuk dari orang asing apalagi jika hanya berisi spam. Tapi siang ini, ia mendapatkan pesan masuk dari nomor tak dikenal yang mengirimkannya sebuah foto. Dan begitu ia membukanya, dahinya berkerut heran. Itu adalah foto Katya yang berada di sebuah supermarket seorang diri.Perempuan itu kelihatan tersenyum antusias melihat-lihat bahan makanan. Sudah sangat lama sekali Bagaskara tak melihat Katya tersenyum lebar seperti itu. Dan sejujurnya bagaskara merindukan gadis itu. Wing Seng, 2 Rue Rebeval, 75019 ParisBagaskara tahu alamat yang dituliskan dalam pesan itu. Pesan ini seolah mengajaknya untuk menyusul Katya ke sana. Tapi siapa orang ini? Apa ini nomor baru Katya? Dan walaupun awalnya sempat ragu, Bagaskara akhirnya beranjak dari duduknya sambil membawa kunci mobilnya. Ia hanya ingin memastikan jika Katya be