“Ingat ini, Hwang Yooshin. Membunuhmu adalah hal yang sangat mudah dan itu bisa saja aku lakukan sejak lama. Tapi apa? Nara memintaku agar tidak mengusikmu dan ia bahkan memohon agar aku tidak melukaimu meski aku ingin. Jadi, bukan kau yang melindunginya. Tapi justru gadis itulah yang melindungimu.” Yooshin menggenggam erat pedang yang masih berada di tangannya. Sejak kedatangan Moa ke sana, perasaan lelaki itu menjadi tak menyenangkan. Segala perasaan sedih, bersalah, serta menyesal kembali menggeluti dirinya. Rasanya Yooshin seperti ditampar oleh perkataan Moa.“Tuan Hwang terlihat gelisah sejak tadi. Apa ada sesuatu?”Kepala Yooshin menoleh pada Haewon yang sudah berdiri di sebelahnya. “A-ah, tidak ada.”“Anda pasti merasa bersalah sekali atas kejadian kemarin. Tapi ucapan Tuan Kim juga memang benar, kalau semua ini bukan semata-mata karena kelalaian Anda. Jika ada yang perlu disalahkan, aku rasa semua ini salahku karena saat itu hanya akulah yang berada di dekat Nona Son.”Usai
Haewon menatap pintu kamar Nara yang menutup. Sudah beberapa menit ia berdiri di sana tanpa berniat masuk ke dalam atau memanggil Yooshin yang masih berada di sana untuk meminta izin masuk. Hari sudah cukup larut jadi Haewon berpikir kalau Yooshin kemungkinan sedang tertidur di dalam sana atau meskipun lelaki itu masih terjaga, tak ada sedikit pun ia memiliki niatan untuk mengganggunya.“Nona akan baik-baik saja bersama dengan Tuan Hwang,” batin Haewon. Gadis itu menatap ke sekitar dan tak melihat siapa pun. Kemudian ia membuang napasnya pelan seraya memakaikan jangot hingga menutupi rambut dan sebagian tubuhnya, sebelum akhirnya melangkah pergi dari sana.Langkahnya sempat berhenti begitu mendengar derap langkah kaki mendekat. Gadis itu pun dengan segera berpindah ke salah satu dinding hingga dua orang lelaki benar-benar berjalan melewatinya. Penjagaan kediaman Kim Seungmo sedikit lebih ketat dari biasanya semenjak Nara jatuh sakit. Hal itu membuat Haewon semakin yakin kalau Nara aka
Sepulang dari kediaman Hwang untuk mengambil pakaian milik Yooshin, Haewon kembali menaikkan jangot miliknya dan diam-diam pergi ke sebuah tempat sepi yang ada di desa, tak jauh dari kediaman Kim.Usai berhasil menemukan sosok yang ia cari, perlahan gadis itu menurunkan jangot-nya. “Yang semalam—apa mungkin artinya Anda … tak mau membantuku?” ujar Haewon. Ia sekali lagi memastikan kalau di sekitar tempatnya berada tak ada satu orang pun yang menguping pembicaraannya.“Kau tidak perlu sampai melakukan ini, kan?” ujar Moa. “Si Tua Bangka dan anak buahnya sedang berusaha mencari—”“Apa Anda benar-benar tidak merasa kasihan pada Nona Son?” Haewon dengan segera berujar begitu Moa berniat beranjak dari posisinya. “Apa Anda … benar-benar tidak peduli?” Ia kembali berujar.“Jika si Hwang tahu kalau kau melakukan hal ini, dia akan sangat marah padamu. Tunggu saja hasil pencarian Si Tua Bangka itu dan jangan terlalu berharap padaku.”Setelahnya Moa benar-benar pergi dari sana, meninggalkan Haew
“Detak jantungnya lemah sekali.”Haewon sudah menjatuhkan tubuhnya di sebelah Nara dengan air mata yang berderai. Kemungkinan racun yang masih tersisa di tubuh gadis malang itu sudah semakin menyebar ke sebagian besar anggota tubuhnya, mengingat sang tabib juga tak bisa menghilangkan seluruh racunnya.“No-Nona … kumohon bertahanlah.” Haewon menggenggam salah satu tangan Nara yang kian dingin.“Kau tunggu di sini, aku akan memanggil tabib—” Kalimat Yooshin mendadak berhenti begitu ia baru saja beranjak dari posisinya.Menyadari hal itu pun Haewon perlahan mengangkat wajahnya dan mengikuti arah pandangan Yooshin. Tepat di sebelah pohon camelia yang ada di luar, seseorang terlihat berdiri menghadap ke arah mereka.“Mo-Moa … “ Suara Haewon nyaris tak terdengar.“Mau apa kau ke sini?” Yooshin dengan segera mencabut keluar pedangnya begitu melihat Moa yang mulai melangkah mendekat. Ia mengeratkan pegangannya dan sesekali menatap Nara yang terbaring di belakang.“Jangan harap kau bisa—”“Ak
“Jadi, Moa datang ke sini?” tanya Seungmo usai mendengarkan penjelasan dari Yooshin. Karena khawatir para pelayan lain yang ada di kamar Nara mendengar, pada akhirnya Yooshin pun memutuskan untuk berbicara di ruangan lain.“Aku tidak melakukan apa-apa selama di sini. Bahkan menyembuhkan Nona saja aku tidak bisa melakukannya.” Yooshin berujar dengan nada penyesalan.“Tidak, Yooshin. Jangan berkata seolah-olah kau tidak berguna di sini. Kau sudah banyak sekali membantu,” ujar Seungmo. Ia melirik salah satu tangan Yooshin yang sudah mengepal kuat, meremas pakaian yang dikenakannya hingga kusut.“Tapi … aku masih tidak habis pikir kalau ternyata mahluk itu bisa melakukan hal yang bahkan sebelumnya tak pernah aku bayangkan.” Seungmo melanjutkan. “bagaimana pun, sejak bertahun-tahun lamanya ia berusaha membunuh Nara dengan kedua tangannya sendiri. Tapi sekarang, semuanya seolah berbalik. Moa justru seperti mati-matian melindungi cucuku. Apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka? Apakah p
Dengan bantuan Yooshin dan juga Haewon, Nara berhasil sampai di halaman belakang rumahnya, tempat biasa ia berlatih memanah. Rasanya sudah lama sekali ia tidak ke sana padahal hanya lewat beberapa hari saja.“Luka Anda belum sepenuhnya kering jadi mohon lebih berhati-hati dan jangan terlalu banyak bergerak untuk sementara ini. Jika Tuan Kim tahu, beliau pasti akan sangat marah,” ujar Haewon.Haewon sudah kembali bisa berujar panjang lebar yang artinya gadis itu sudah mulai menjadi Haewon yang seperti biasanya.“Kakekku sedang pergi, kan? Artinya dia tidak akan tahu,” ujar Nara dengan seulas senyuman tipis di bibirnya.“Berhentilah membuat Nona Choi kesulitan,” tegur Yooshin setelahnya.Nara kemudian terkikih, “Iya, iya, maaf. Aku hanya merasa bosan di dalam kamar dan ingin menghirup udara segar di sini. Sejujurnya aku ingin berjalan-jalan ke luar rumah tapi seperti yang Haewon katakan, luka di perutku ini sepertinya memang belum bisa diajak berkompromi. Kali ini aku mengalah,” ujarnya
“Saya turut senang begitu mendengar kabar kalau kondisi Anda sudah membaik.” Tuan Hwang berujar sesaat setelah ia menyesap teh yang sebelumnya disajikan oleh Haewon di atas meja. Kedatangannya ke kediaman Kim disambut dengan baik oleh Seungmo serta yang lain, tak terkecuali Nara. Setelah Yooshin pulang kembali ke rumahnya dan menceritakan perihal kondisi terbaru Nara, Tuan Hwang memutuskan untuk pergi ke kediaman Kim untuk menjenguk gadis itu.“Terima kasih karena Anda juga sudah meluangkan waktu untuk datang kemari. Aku juga mendengar dari Yooshin kalau Anda sudah semakin pulih,” ujar Nara dari tempat tidurnya. Semula ia hendak beranjak dari sana akan tetapi Tuan Hwang menyuruhnya agar ia tetap pada posisinya, hingga akhirnya Nara pun menyuruh Haewon dan pelayan yang lain untuk menyiapkan meja untuk Tuan Hwang di sana.“Ngomong-ngomong, saya juga berterimakasih untuk obat yang pernah Anda berikan waktu itu. Aku mendengar dari Yooshin kalau Anda sampai hujan-hujanan demi mencarinya.”
“Nona, apa Anda yakin ini tak apa-apa? Bagaimana jika Anda terkena masalah lagi? Mungkin saja kali ini Tuan Kim akan marah besar, apalagi kondisi Anda belum sembuh.” Haewon berujar dari balik selimut yang menutupi sebagian tubuh bawahnya.Nara mengikat tali hanbok yang ia kenakan lalu menoleh pada Haewon seraya mengangguk mantap, seolah kalau apa yang sedang ia lakukan itu bukanlah hal yang besar, berbanding terbalik dengan Haewon yang sudah terlihat semakin pucat dengan bulir keringat yang perlahan muncul di permukaan dahinya meski ini malam musim dingin.“Maaf karena merepotkanmu, Nona Choi. Tapi aku benar-benar bergantung padamu kali ini. Lagi pula ini sudah malam dan hampir semua orang sudah tidur, jadi tak akan ada yang masuk ke sini,” ujar Nara dengan penuh keyakinan. Ia sudah menaikkan jangot hingga mencapai bahunya dan kembali menyuruh Haewon berbaring kembali di tempat tidur, tak lupa menyuruhnya menutup tubuhnya dengan benar menggunakan selimut.“Aku akan kembali sebelum mat
Seorang anak kecil terlihat berlari mengejar-ngejar seekor kelinci yang ada di halaman rumahnya. Beberapa orang wanita yang ada di sana melihat ke arah itu dengan seulas senyuman lebar yang terlihat begitu bahagia. "Nona Sowon terlihat begitu senang, bukankah begitu?" Salah seorang wanita yang baru saja selesai menjemur pakaian itu pun berujar. "Dia terlihat menggemaskan, sama seperti Nona Nara dahulu sewaktu beliau masih kecil," jawab rekannya. "Aku dulu sempat khawatir jika Nona Nara benar-benar akan berakhir persis seperti mendiang ibunya dulu, tapi aku benar-benar bersyukur karena ternyata Nona Nara memiliki seseorang di dekatnya seperti Tuan Yooshin, bahkan hingga mereka berdua menikah pun, Tuan Yooshin terlihat semakin bahagia, kurasa beliau memang sudah memiliki perasaan yang lebih kepada Nona Nara sejak lama, atau mungkin sejak mereka masih anak-anak karena mereka sering sekali menghabiskan waktunya berdua." Wanita yang merupakan seorang pelayan di kediaman itu pun membuan
Sebuah upacara pernikahan baru saja selesai diadakan begitu hari menjelang siang. Orang-orang yang datang terlihat begitu bergembira, menatap sepasang pengantin baru yang beberapa saat lalu mengucapkan janji sehidup semati.Takdir memang tak ada yang tahu, begitu pun dengan setiap rencana milik Tuhan. Namun sebaik apapun rencana yang manusia pilih, rencana dari Tuhan adalah rencana yang terbaik dari yang paling baik.Langit pun tampak begitu cerah, seolah mendukung pasangan muda ini untuk menikmati waktu bahagia mereka.Pasangan yang dulu dikenal sebagai sahabat dekat sedari usia mereka masih belia, kini bertranformasi menjadi pasangan yang sesungguhnya. Nara melingkarkan tangannya di salah satu lengan milik Yooshin, menatap pria itu selama beberapa saat sebelum akhirnya mereka berdua berjalan menyapa para tamu undangan.Kedua sudut bibir milik Nara naik ke atas melihat betapa bahagianya orang-orang di sana. Dan tanpa ia sadari pula, sedari tadi Yooshin menatapnya dari samping, menat
Moa menyentuh permukaan wajahnya yang lain menggunakan tangan, dan menemukan adanya darah di sana, sebelum akhirnya kembali menatap Nara. Kini gadis itu bersungguh-sungguh untuk membunuhnya, tanpa mau memikirkan hal lain lagi. Nara beberapa kali melayangkan serangan padanya tanpa adanya ragu sedikit pun. "Nara ... " Yooshin berniat berdiri untuk membantu Nara. Dengan menggunakan pedangnya untuk tumpuan, pria itu berdiri dari posisinya dan mendekati Nara secara perlahan. Yooshin berlari sekuat yang ia bisa dengan pedang yang sudah bersiap di tangannya. Namun sebelum ia benar-benar mendekati Moa, mahluk itu sudah terlebih dulu berbalik dan menangkis serangannya dan memukul bahu Yooshin beberapa kali hingga tubuh pria itu terdorong beberapa kali ke belakang. "Yooshin!!" Di saat lengah itulah, Moa memanfaatkan kesempatan untuk melancarkan serangan terakhirnya pada Yooshin. "Matilah kau!!!" Tangan Moa sudah siap mengoyak perut Yooshin, membuat Nara membelalakkan kedua matanya. "Ti
"A-aku percaya Paman adalah orang yang baik." Kalimat itu menjadi kalimat terakhir yang keluar dari gadis kecil malang yang berusaha menyelamatkan Nara. Haewon tak bisa berkata-kata lagi. Wanita itu terduduk di atas permukaan tanah dengan air mata yang berderai."Tidakkk!!" Nara langsung bergerak dari posisinya dan meraih tubuh kecil yang kini tak berdaya itu. Air matanya berderai, tak percaya kalau seorang gadis kecil akan berbuat sampai sejauh itu demi menyelamatkan hidupnya. Gadis itu tak bersalah. Ia tak ada kaitannya dengan ini dan tak seharusnya berkorban sampai sejauh itu. Yooshin yang melihat itu tampak tak menduga kalau hal seperti ini akan terjadi, bahkan Moa sekalipun tak bisa menghindar. Gadis kecil yang baru saja meregang nyawa di hadapannya itu tak lain adalah gadis kecil yang beberapa waktu terakhir pernah ia selamatkan. Satu-satunya orang lain yang menganggapnya sebagai orang baik dan memperlakukannya layaknya seperti orang yang tak pernah membunuh.Dan siapa sangka
"Nara, kau—" Kedua mata Yooshin membulat saat melihat Nara yang benar-benar berhasil mencabut pedang itu sepenuhnya. "Yooshin, aku berhasil." Nara menatap Yooshin. Gadis itu berhasil. Yooshin dengan segera membantu Nara agar gadis itu tak kehilangan keseimbangannya. Pria itu lalu menatap luka yang ada di punggung Nara. "Nara, tapi lukamu tak menghilang sedikit pun." Napas Nara tersengal, "tak apa, Yooshin. Aku sudah tak lagi merasakan sakitnya. Ha-hanya saja—" Tubuhnya tiba-tiba limbung namun Yooshin dengan sigap menahannya. "Nara, kau tak apa?" tanya Yooshin cemas. "Aku tak apa, rasa sakitnya sudah berkurang, hanya saja aku merasa kalau tenagaku terkuras banyak hingga aku merasa kalau kedua kakiku tak sanggup menahan beban tubuhku sendiri," lirih Nara. "Ayo, kembali ke desa. Kita harus menolong semua orang. Mereka pasti memerlukan bantuan." Yooshin mengangguk. Ia segera memapah Nara dan mulai bergerak keluar dari hutan. *** Moa menggeram dengan darah yang menetes dari ujung
"AKU TAK AKAN MENGAMPUNMU!" Seungmo merasakan rasa sakit yang luar biasa pada bagian perutnya begitu salah satu tangan Moa berhasil merobek permukaan kulitnya. "Entah apa saja yang sudah kau katakan pada Nara yang jelas kau sudah menghancurkan semuanya!!" Moa berteriak tepat di depan wajah Kim Seungmo. Ia seakin mendorong masuk kuku-kuku di tangannya ke dalam, membuat Sungmo terbatu dengan darah yang keluar dari mulutnya. "Tuan Kim!" Tuan Hwang berdiri sekuat tenaga dengan bertumpu pada pedangnya dan pria itu berjalan mendekat ke arah Moa dan Seungmo. Moa langsung melompat menghindar tapat ketika Tuan Hwang mengayunkan pedang ke arahnya. "Semua kekacauan yang terjadi di desa ini, aku takkn pernah bisa memaafkanmu!" murka Tuan Hwang. "Kenapa, Kim Seungmo?" Kedua tangan Moa mengepal dengan kuat. "Kenapa kau melakukan hal ini lagi? Kenapa kau selalu saja menggagalkan semua rencanaku?!" "Ka-karena aku tak ingin menyerahkan cucuku padamu, Moa." Seungmo kembali terbatuk setelahnya.
Nara mencoba bergerak namun ia merasakan sakit yang luar biasa di bagian punggungnya. Salah satu tangannya mencoba meraih punggungnya dan ia berhasil menemukan sebuah luka di sana. Ia merasa permukaan kulitnya robek dan itu pasti berasal dari serangan Moa tadi. Rasa sakit ini seolah membawa Nara kembali ke hari di mana ia mendapatkna luka di lehernya. Kedua tangannya meremas kuat dedaunan kering yang berada di sekitarnya namun rasa sakit itu masih bisa ia rasakan. Sementara itu, Yooshin yang menemukan kuda milik Nara berada di perbatasan hutan pun segera turun dari kudanya dan ia dengan segera berlari masuk ke dalam hutan. Ia harus cepat sebelum Moa melakukan sesuatu yang buruk pada Nara. Tidak lama setelah ia masuk ke dalam hutan itu, ia melihat siluet seseorang mendekat dari depan dengan cepat. Yooshin segera menyembunyikan dirinya di balik sebuah pohon besar dan lelaki itu mengintip dari baliknya. Moa terlihat bergerak menjauhi hutan sebelum akhirnya benar-benar menghilang dari
"Mau ke mana kau sepagi ini?" Seungmo mengadang Nara yang yang hendak pergi. Gadis itu sudah bersiap dengan pedang dan juga panah yang berada di punggungnya. "Minggir," tegas Nara seraya menatap kakeknya dengan pandangan tajam. "Nara, ini masih terlalu pagi. Kau berencana menemui Moa dengan kondisi seperti itu? Jangan menemuinya dengan ambisi seperti itu-" "Kubilang minggir!" ulang Nara dengan nada yang lebih keras, membuat tubuh Seungmo tersentak pelan dan pria itu itu pada akhirnya memilih menyingkir dan membiarkan gadis itu berjalan melewatinya. "Nara!" Dengan sedikit berlari, Seungmo berusaha mencegah Nara yang kini sudah menaiki kudanya. Namun gadis itu seakan menulikan indra pendengarannya dan ia benar-benar diselimuti oleh kebencian yang timbul dalam dirinya. Perasaan sakit hati yang ia rasakan membuatnya kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Nara merasa dipermainkan, setelah apa yang ia lakukan. "Naraaa!!" Nara sudah melesat keluar dari kediamannya. Beberapa orang pela
Musim dingin kali ini benar-benar dimanfaatkan oleh Nara dengan sebaik mungkin, karena ia yang tak ingin kehilangan momen berharga bersama dengan orang-orang terdekatnya. Salju-salju sudah mulai menghilang dan hanya tersisa sebagian kecil. Bunga-bunga dan pohon sudah mulai mempersiapkan diri menyambut angin musim baru.Keadaan desa juga baik-baik saja, membuat Nara bersyukur. Ia, Yooshin dan juga Haewon sempat berhenti di tengah perjalanan pulang ke rumah.“Bintang-bintang banyak bermunculan malam ini, Nona,” ujar Haewon.“Kau benar.” Nara tersenyum tipis, akan tetapi hal itu tak berlangsung lama begitu ia kembali mengingat apa yang harus ia lakukan setelah ini. Mungkin, momen seperti ini akan menjadi salah satu yang ia rindukan.Diam-diam, Nara menatap Yooshin yang berdiri di sebelahnya. Wajah itu terlihat menanggung tanggung jawab yang teramat besar, akan tetapi tak pernah sekali pun Nara mendengar lelaki itu mengeluh padanya. Malahan justru Nara yang lebih sering meminta maaf padan