"Hai,"
Kedua alis tebal Resya menungkik saat mendapati Sehun yang berdiri didepan pintu rumahnya. Sepasang mata Resya berkedip beberapa kali guna menyadarkan dirinya yang terpanah sesaat kala melihat Sehun yang semakin tampan sore ini, setelan cowok itu berbeda dari yang tadi pagi dipakainya, lebih casual dan mempesona.
"Hai," balas Resya seraya tersenyum kaku, dengan gelagat salah tingkahnya yang khas Resya menggaruk tengkuknya, "Ada apa?" lanjut Resya bertanya, sebenarnya Resya terkejut melihat Sehun yang tiba - tiba datang padahal tadi pagi mereka baru bertemu.
Sehun mengeluarkan senyumannya, entah senyuman yang keberapa ia terbitkan hari ini, "Gue mau ajak lo sama Aydan jalan-jalan, boleh?" tanya Sehun to the point, tanpa ragu dan penuh percaya diri. Sehun bahkan sampai kembali kerumah papahnya secara diam-diam untuk berganti pakaian, padahal saat ini ia masih perang dingin dengan papahnya dan tidak berniat untuk kembali kerumah kecuali ada hal yang kepepet.
Jadi seperti ini rasanya jika berkeluarga, seperti ini rasanya jalan-jalan bersama anak dan sosok laki-laki yang melengkapi. Biasanya, Resya hanya memandang iri kelurga kecil yang sedang menikmati waktu bersama, sementara ia hanya berdua dengan Aydan saja. Tapi, hari ini akhirnya Resya merasakan bahagianya menikmati waktu bersama Ayah dari anaknya."Harganya mahal sekali, Sehun" bisik Resya sembari menatap Sehun dengan mata melotot lebar, memperingati cowok itu untuk tidak membeli sepatu couple untuk mereka bertiga. Sepatunya memang bagus, tapi begitu melihat harganya Resya langsung meringis.Sehun tertawa kecil, harga tidak jadi masalah untuknya, tentu saja. Mungkin Resya lupa kalau Sehun bahkan bisa membeli toko sepatu tersebut."Saya beli yang ini." ujar Sehun kepada karyawan toko yang berdiri menunggu di sebelahnya.Karyawan anggun itu mengangguk seraya tersenyum sopan, "Baik, kak." ujarnya kemudian mengambil tiga sepatu couple untuk ukura
Hari demi hari berlalu, Resya yang awalnya ingin meninggalkan Jogjakarta hanya satu minggu tak terasa sudah hampir satu bulan. Bukannya tak ingat pulang, tapi, Sehun yang meminta Resya untuk tidak pergi. Hubungan mereka mulai membaik, keduanya bahkan saling menemui psikiater, Resya yang meminta karena cewek itu merasa mereka berdua butuh penanganan untuk mental tidak sehatnya. Dengan perlahan tapi pasti baik Resya maupun Sehun mencoba memperbaiki dan memantapkan diri, mereka sudah menjadi orang tua, apa lagi di usia yang relatif muda. Saat melahirkan Aydan dan merawatnya hingga saat ini, Resya memang tidak memiliki bekal yang banyak sebagai orang tua saat itu,tapi dia menjalani hidupnya dengan cukup santai tanpa adanya tekanan. Tapi, saat Sehun mengatakan bahwa mereka akan merawat Aydan sama-sama, ada rasa cemas dan takut gagal menjadi orang tua melanda Resya.Niat Sehun memang baik, ia ingin Aydan tumbuh dengan kasih sayang dari kedua orang tua. Tapi yang Resya takuti,
"Resya baru saja pergi, Sehun. Sekitar dua puluh menit yang lalu." Wajah Sehun yang semula cerah, berubah datar saat mendengar apa yang baru saja Lina katakan. "Pergi kemana, bu?" tanya Sehun mulai panik, ia harap semua tidak seperti yang ia bayangkan. Lina meremas jemari tangannya, sebenarnya Resya meminta Lina untuk tidak memberitahu Sehun, tapi Lina sudah terlanjur menyukai sosok Sehun, dan berharap Sehun menjadi menantunya, ia percaya apa yang wanita bernama Renatta katakan itu tidak benar. Lina dapat melihat mata tulus Sehun saat memandang Resya dan Aydan, laki-laki itu pasti tidak akan mengkhianati Resya. "Jogja- Sehun" Lina menahan tangan Sehun yang ingin bergegas pergi. Sehun menatap Lina dengan raut wajah tak sabaran. "Kenapa, bu?" tanya Sehun kebingungan. "Tadi Renatta datang menemui Resya. Apa benar kamu menghamilinya?" tanya Lina langsung ke inti. Sehun praktis menggelengkan kepalanya. Menghamili? Apa-apaan Re
Sehun mengusap kedua matanya yang masih terasa berat untuk di buka, kemudian ia mengulet lalu menatap ke kanan dan ke kiri, bibir Sehun lantas tersenyum saat mendapati wajah pulas Aydan di sampingnya. Semenjak bertemu dengan Aydan dan Resya, Sehun jadi selalu tersenyum setelah bangun tidur. Ia juga tampak lebih bahagia dan semangat menjalani harinya. Sehun mendekatkan wajahnya pada wajah polos Aydan, dengan penuh kelembutan Sehun mengecup pipi kemerahan Aydan. "Bunda kamu kemana, nak?" bisik Sehun sambil menerbitkan senyum tersipu. "Panas banget anjir." desis Sehun seraya bangkit dan mengibas-ngibas bajunya. Kalau di ingat-ingat semalam Sehun terbangun sampai lima kali karena kegerahan, kipas angin di kamar Resya tidak keluar anginnya, meskipun baling-balingnya menyala, tapi menurut Sehun kipas itu tidak menghasilkan angin sama sekali. Sehun berjalan kearah dapur, kamar mandi dan ruang tengah, ia mencari Resya namun tidak menemukannya. "Jang
Ergian menatap penjuru rumahnya, luas, megah dan mewah, rumah yang di idam-idamkan oleh orang-orang di luar sana. Namun anehnya, anak dan istrinya tidak betah tinggal di rumah megah ini dan memilih untuk pergi. Ergian menghembuskan napas beratnya, ia merenung seraya menatap kearah luar jendela rumahnya. Semua yang ia miliki saat ini adalah hasil dari kerja kerasnya.Selama hidupnya, Ergian tidak pernah bermalas-malasan, ia selalu rajin bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun keluarga kecilnya itu terbentuk karena sebuah paksaan dari orang tuanya, tapi setidaknya ada secuil keinginan di lubuk hatinya Ergian, ia menginginkan keluarga yang harmonis.Ergian memang tidak pandai cara mengungkapkan kasih sayangnya, tapi ia ingin membahagia orang-orang di sekitarnya, salah satunya Sehun. Hanya saja, sifat Ergian yang akuh membuat Sehun dan istrinya tidak melihat ketulusan Ergian.Ergian ingin membahagia anak dan istrinya dengan caranya sendiri, sementara ana
Sehun menghembuskan napas panjang saat bibirnya selesai mengucapkan ijab kobul dengan lantang dan hanya satu kali tarikan napas saja. Bibir Sehun tersenyum sumringah saat matanya mendapati Resya yang berjalan kearahnya dengan di dampingi Melati. Perempuan bergaun putih itu sudah resmi menjadi miliknya.Cantiknya, hati Sehun bergumam. Pandangannya tak lepas menatap Resya yang tersenyum kaku, cewek anggun itu tampak gerogi. Sehun spontan berdiri saat Resya telah tiba di sampingnya, dengan sigap Sehun menarik kursi untuk mempersilahkan Resya duduk di sebelah nya.Resya melempar senyum manis ke arah Sehun, senyuman yang membuat jantung Sehun semakin berdebar keras. Resya sungguhan cantik hari. Setiap hari Resya memang cantik, tapi saat ini cantiknya berlipat ganda sebab wajahnya di poles dengan make-up yang membuat pipi dan bibirnya merah merona."Hallo, istri." bisik Sehun menggoda. Ia memasangkan cincin ke jari manis Resya sambil terus memandan
"Kamu punya nomor hape Chandra gak, Hun?" Mata Sehun langsung menatap sinis saat mendengar pertanyaan dari Resya. Ia baru saja tiba di rumah, harusnya Resya melayaninya seperti mengambilkan makan untuknya atau menyiapkan air hangat untuk mandi, tapi Resya malah menanyakan nomor ponsel Chandra. "Kenapa memangnya?" tanya Sehun dingin. Resya memainkan bibirnya, ia sadar kalau sudah salah bertanya kepada Sehun tentang Chandra. "Hmm, buat nanya keadaan papah kalau papah gak bisa di hubungin." jawab Resya jujur. Ia memang tidak ada maksudnya lain. "Nanti aku minta sama papah. Tapi aku gak bagi kamu, biar aku aja yang simpan nomornya." kata Sehun seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang sudah lama tidak ia tiduri. "Ya sudah." balas Resya tidak memaksa. "Kamu mau makan dulu atau mandi?" tanya Resya mengubah topik pembicaraan mereka. "Mandi." jawab Sehun, di lihat dari raut wajahnya yang datar, sepertinya
Resya POV "Berhenti merajuk dan makan nasimu!" Sehun hanya mendengus merespon omelanku. Ya, seperti ini Sehun, pemaksa, keras kepala dan tukang merajuk. Bahkan di umur pernikahan kami yang sudah ke 5 tahun, tidak ada yang berubah darinya, ia malah lebih manja dari pada Aydan. Aku menghela napas jengah melihat Sehun yang masih mengabaikanku dan fokus pada ponselnya. Raut wajahku berubah saat menatap Aydan yang sedang memakan sarapannya dengan lahap. "Habiskan sarapannya ya anak pintar." ujarku seraya mengusap rambut Aydan, Aydan hanya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum tipis. "Aydan," Sehun mendekatkan wajahnya pada Aydan. Akhirnya ia melupakan ponselnya yang sedari tadi lepas dari tangan dan matanya. "Ya, Ayah?"&nbs