Sehun mengusap kedua matanya yang masih terasa berat untuk di buka, kemudian ia mengulet lalu menatap ke kanan dan ke kiri, bibir Sehun lantas tersenyum saat mendapati wajah pulas Aydan di sampingnya. Semenjak bertemu dengan Aydan dan Resya, Sehun jadi selalu tersenyum setelah bangun tidur. Ia juga tampak lebih bahagia dan semangat menjalani harinya.
Sehun mendekatkan wajahnya pada wajah polos Aydan, dengan penuh kelembutan Sehun mengecup pipi kemerahan Aydan. "Bunda kamu kemana, nak?" bisik Sehun sambil menerbitkan senyum tersipu.
"Panas banget anjir." desis Sehun seraya bangkit dan mengibas-ngibas bajunya. Kalau di ingat-ingat semalam Sehun terbangun sampai lima kali karena kegerahan, kipas angin di kamar Resya tidak keluar anginnya, meskipun baling-balingnya menyala, tapi menurut Sehun kipas itu tidak menghasilkan angin sama sekali. Sehun berjalan kearah dapur, kamar mandi dan ruang tengah, ia mencari Resya namun tidak menemukannya.
"Jang
Ergian menatap penjuru rumahnya, luas, megah dan mewah, rumah yang di idam-idamkan oleh orang-orang di luar sana. Namun anehnya, anak dan istrinya tidak betah tinggal di rumah megah ini dan memilih untuk pergi. Ergian menghembuskan napas beratnya, ia merenung seraya menatap kearah luar jendela rumahnya. Semua yang ia miliki saat ini adalah hasil dari kerja kerasnya.Selama hidupnya, Ergian tidak pernah bermalas-malasan, ia selalu rajin bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Meskipun keluarga kecilnya itu terbentuk karena sebuah paksaan dari orang tuanya, tapi setidaknya ada secuil keinginan di lubuk hatinya Ergian, ia menginginkan keluarga yang harmonis.Ergian memang tidak pandai cara mengungkapkan kasih sayangnya, tapi ia ingin membahagia orang-orang di sekitarnya, salah satunya Sehun. Hanya saja, sifat Ergian yang akuh membuat Sehun dan istrinya tidak melihat ketulusan Ergian.Ergian ingin membahagia anak dan istrinya dengan caranya sendiri, sementara ana
Sehun menghembuskan napas panjang saat bibirnya selesai mengucapkan ijab kobul dengan lantang dan hanya satu kali tarikan napas saja. Bibir Sehun tersenyum sumringah saat matanya mendapati Resya yang berjalan kearahnya dengan di dampingi Melati. Perempuan bergaun putih itu sudah resmi menjadi miliknya.Cantiknya, hati Sehun bergumam. Pandangannya tak lepas menatap Resya yang tersenyum kaku, cewek anggun itu tampak gerogi. Sehun spontan berdiri saat Resya telah tiba di sampingnya, dengan sigap Sehun menarik kursi untuk mempersilahkan Resya duduk di sebelah nya.Resya melempar senyum manis ke arah Sehun, senyuman yang membuat jantung Sehun semakin berdebar keras. Resya sungguhan cantik hari. Setiap hari Resya memang cantik, tapi saat ini cantiknya berlipat ganda sebab wajahnya di poles dengan make-up yang membuat pipi dan bibirnya merah merona."Hallo, istri." bisik Sehun menggoda. Ia memasangkan cincin ke jari manis Resya sambil terus memandan
"Kamu punya nomor hape Chandra gak, Hun?" Mata Sehun langsung menatap sinis saat mendengar pertanyaan dari Resya. Ia baru saja tiba di rumah, harusnya Resya melayaninya seperti mengambilkan makan untuknya atau menyiapkan air hangat untuk mandi, tapi Resya malah menanyakan nomor ponsel Chandra. "Kenapa memangnya?" tanya Sehun dingin. Resya memainkan bibirnya, ia sadar kalau sudah salah bertanya kepada Sehun tentang Chandra. "Hmm, buat nanya keadaan papah kalau papah gak bisa di hubungin." jawab Resya jujur. Ia memang tidak ada maksudnya lain. "Nanti aku minta sama papah. Tapi aku gak bagi kamu, biar aku aja yang simpan nomornya." kata Sehun seraya merebahkan tubuhnya di atas ranjang kamarnya yang sudah lama tidak ia tiduri. "Ya sudah." balas Resya tidak memaksa. "Kamu mau makan dulu atau mandi?" tanya Resya mengubah topik pembicaraan mereka. "Mandi." jawab Sehun, di lihat dari raut wajahnya yang datar, sepertinya
Resya POV "Berhenti merajuk dan makan nasimu!" Sehun hanya mendengus merespon omelanku. Ya, seperti ini Sehun, pemaksa, keras kepala dan tukang merajuk. Bahkan di umur pernikahan kami yang sudah ke 5 tahun, tidak ada yang berubah darinya, ia malah lebih manja dari pada Aydan. Aku menghela napas jengah melihat Sehun yang masih mengabaikanku dan fokus pada ponselnya. Raut wajahku berubah saat menatap Aydan yang sedang memakan sarapannya dengan lahap. "Habiskan sarapannya ya anak pintar." ujarku seraya mengusap rambut Aydan, Aydan hanya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum tipis. "Aydan," Sehun mendekatkan wajahnya pada Aydan. Akhirnya ia melupakan ponselnya yang sedari tadi lepas dari tangan dan matanya. "Ya, Ayah?"&nbs
"Positif.."Resya membekap mulutnya dengan raut wajah tak percaya, mata yang membinar perlahan berlinang. Seperti ada yang meledak-ledak di dalam dadanya saat melihat dua garis merah yang tergambar di alat tes kehamilan yang beberapa menit lalu ia gunakan.Punggung tangannya bergerak mengusap air mata bahagia yang menetes. Rasa haru dan bahagia bercampur menjadi satu."Bunda."Mendengar suara Aydan yang memanggilnya dari luar, dengan cepat Resya mengusap air mata dan meletakan alat tes kehamilan yang tadi ia genggam di atas wastafel. Lalu ia keluar dari dalam kamar mandi untuk menemui Aydan."Kenapa, sayang?" tanya Resya menatap Aydan kebingungan."Boleh aku main keluar?" Aydan bertanya dengan wajah polosnya.Resya melirik kearah jam dinding, sudah jam 4 sore. Ia menggigit bibirnya, menimbang sejenak permintaan Aydan yang ingin main di luar rumah. Sebenarn
Ketika kakinya sudah berpinjak di kediaman nya, Sehun langsung masuk ke dalam kamar untuk memastikan keadaan Resya karena istrinya itu tidak datang menyambut kepulangan nya. Ya, gimana mau di sambut kalau di rumah sakit tadi Sehun memarahi dan menyindir istrinya habis-habisan. Sehun menghela napas lega saat mendapati Resya yang sudah terlelap di atas ranjang. Ia berjalan ke depan lemari pakaian, membuka jas, ikat pinggang dan jam tangan secara bergantian. Lalu Sehun mencari piyama untuk ia kenakan setelah mandi. Sehun tersenyum tipis, jarang sekali ia menyiapkan pakaiannya sendiri seperti saat ini. Sejak menikah dengan Resya lima tahun lalu, semua kebutuhannya selalu Resya yang handle, istrinya itu melayani nya dengan sangat baik. Itu mengapa sekarang Sehun menyesal sekali sudah mengatakan kalau kerjaan Resya hanya berleha-leha saja di rumah. Tanpa melupakan rasa bersalahnya Sehun beranjak masuk ke dalam kamar mandi, ini sudah larut, namun t
"Aku mau ice cream, Sehun!""It's midnight, babe. Besok, ya?"Resya menggeleng dengan raut wajah cemberut, tak senang mendengar penolakan dari suaminya barusan, padahal ini keinginan anaknya di dalam kandungan.Tanpa berkata apapun, Resya merebahkan tubuhnya dan menarik selimut hingga atas dada, ia memiringkan tubuhnya memunggui Sehun.Sehun yang melihat itu lantas menghela napas berat, tangannya bergerak menyetuh pundak Resya."Janji besok pulang kerja aku bawain ice cream sekulkas." rayu Sehun sambil mengusap-usap pundak Resya. Namun Resya masih diam tak bergeming."Re... jangan ngambek dong, sayang, lihat tuh ini udah jam 12 malam, lhoo!"Resya memutar tubuhnya, kini tatapan tajamnya menghunus Sehun dalam. "Kamu kalau nobar bola bisa sampai jam 2 malam di rumah Julian, giliran beli ice cream buat istrinya sebentar aja ke minimarket depan gak mau!" omel
"Kali ini salah aku apa lagi?"Sehun menghembuskan napas berusaha sabar. Memasuki bulan kelahiran anak keduanya yang semakin dekat, Resya juga semakin gencar menguji kesabarannya. Setiap hari yang ia lakukan selalu saja salah di mata istrinya. Kadang kalau saking kesalnya, Sehun sampai lebih memiliki pergi keluar bersama Aydan, dari pada menambah kacau suasana hati Resya."Aku udah bilang kalau ambil baju di lemari itu ditarik, bukan diangkat! Capek deh aku udah bilang berkali-kali tapi kamu gak dengerin!" gerutu Resya sambil melotot jengkel, ia kesal melihat Sehun mengacak lemari pakaiannya."Iya deh, maaf ya sayang, besok aku ambil bajunya di angkat." rayu Sehun sambil mendusel dibahu sempit Resya."Awas aja kalau bohong aku suruh k