Tembakan peringatan terdengar dari luar gudang, disusul teriakan yang memerintahkan semua orang yang bersembunyi untuk keluar.
“Sialan,” umpat Lysis. Satu tangannya memegang pistol yang menggantung di samping tubuh, sementara matanya menatap cemas ke arah Gemma yang berdiri di seberangnya. Mereka berdua tengah bersembunyi di balik tumpukan kotak-kotak kayu berisi senjata ilegal. “Seharusnya kita di rumah saja! Aku tidak peduli jika kita mati kelaparan ketimbang harus berada dalam situasi seperti ini!” desisnya dalam suara yang melengking.
Gemma hanya bisa memelototi Lysis dan memberi isyarat agar dia diam dengan menggerakkan tangan di depan leher, seperti hendak memotongnya.
“Tutup mulutmu!” pekik salah seorang rekan kerja mereka, yang bersembunyi di sebelah Gemma. “Bos sudah menyiapkan jalan keluar rahasia jika terjadi sesuatu seperti ini.”
“Lalu kenapa kita ada di sini dan bukannya kabur bersama dia?
Gemma menurunkan kedua tangannya. Hal yang paling ia takutkan terjadi. Mengapa dari semua prajurit Archturian, orang yang harus bertemu dengannya adalah Jo? Gemma tak akan menyalahkan Jo jika dia merasa kesal dan menembak kaki Gemma.“Aku bisa menjelaskan,” bisik Gemma. Dia melirik cemas ke arah prajurit lain yang berada di belakang Jo. Oh, bagus sekali. Itu Nero.“Jangan sekarang,” kata Jo. Ia terdengar kesal dan Gemma bisa mengerti hal itu. Bukan kali ini saja Jo mendapati Gemma membuat masalah, kan?Jo memberi isyarat agar Gemma menutup mulut, kemudian dia mengerling melewati pundak Gemma. Ada seseorang di belakang mereka. Detik berikutnya Gemma mendengar desing peluru melintas di samping lengannya. Hampir saja Gemma berteriak saat timah panas itu menembus lengan Jo. Darah mengalir dengan cepat membasahi seragam tempurnya. Namun luka itu tak lantas membuat Jo ketakutan, dia mendorong Gemma ke samping dan memberikan tembakan balasan. Ge
“Senjata,” bisik Gemma sambil memukul lengan Nero, “berikan aku senjata. Einar atau Alfhild.” “Aku hanya membawa Einar.” Mereka berdiri berdampingan dalam kegelapan. Tempat ini adalah loteng dari gudang tua yang terbengkalai dan Gemma sama sekali tidak memperhitungkan kalau dia bakal bertemu Draconian di sini. Seharusnya dia membawa Einarnya. Einar milik Nero yang dulu dia berikan pada Gemma, kini hanya menjadi pajangan berdebu di atas lemari pakaiannya. Nero mencabut Einar dari pinggang dan geraman-geraman dari makhluk berbau busuk itu semakin keras. Kurang dari sedetik kemudian, geraman berubah menjadi raungan dan langkah-langkah berat mendekat dengan cepat. Gemma menunduk saat Nero menyabetkan Einar melewati atas kepala Gemma dan terdengar lolongan panjang sebelum suara ledakan yang memekakkan telinga. Gemma mengumpat saat serpihan-serpihan tubuh Draconian jatuh menimpa kepalanya. Gemma menjulurkan kaki dan menendang tulang kering Draconian y
Cuaca bulan Juli yang hangat tak lantas membuat Gemma tidak menggigil saat merayap keluar dari sungai. Karena ini kota Fiend, Gemma hapal setiap jengkal jalan di sini. Tanpa banyak berpikir dia berjalan menelusuri trotoar rusak, menjauh dari pinggiran kota. Tubuhnya yang basah meneteskan air di sepanjang jalan. Ia ingin memeluk dirinya sendiri, tetapi kedua tangannya tak sanggup melakukan itu. Setelah keluar dari sungai, rasa perih di telapak tangannya seolah minta diperhatikan. Luka itu, ditambah dengan pakaiannya yang basah, membuat sekujur tubuhnya mati rasa.Gemma berjalan menunduk melewati gang-gang sempit yang sepi guna menghindari tatapan penasaran dari orang lain. tangannya menggantung di samping tubuh, sementara bibirnya bergetar pelan menahan gigil. Gemma bisa merasakan kehadiran Nero yang mengikutinya seperti bayangan. Tatapan mata tajamnya seolah menusuk bagian belakang kepala Gemma. Saat sudah hampir sampai di rumah, dia berbalik dan mendapati Nero berdiri sekita
Jo, masih mengenakan pakaian tempur tanpa helm, berhenti di samping Lysis dan ikut melongo. Wajahnya memerah dengan cepat dan kedua tangannya mengepal di samping tubuh.“Apa yang kau lakukan?!” Dia bergegas menghampiri Nero dan Gemma dan mengarahkan kaki kanannya sekuat tenaga ke wajah Nero.“Tunggu, Jo!” teriak Gemma, tetapi Jo tidak mendengarkannya.Dia menendang wajah Nero dan jika saja itu bukan Nero pasti tulang pipinya sudah retak sekarang. Nero mengangkat satu tangan dan menangkap ujung sepatu Jo sementara tangannya yang lain menahan tubuh agar tidak menindih Gemma. Dengan kekuatannya, Nero memuntir kaki Jo dan membuat Jo kehilangan keseimbangan. Pertarungan ini akan menjadi kemenangan mudah kalau saja Jo bukanlah prajurit terbaik kedua Archturian. Dia menggunakan cengkeraman Nero sebagai tumpuan dan saat Nero memutarnya, Jo melompat dan ikut memutar tubuhnya. Dia mengarahkan kaki kiri ke sisi wajah Nero. Tendangan itu sekali lagi
Gemma berlari keluar dari rumah, seperti biasanya. Dia selalu menghindar dari masalah, dari pembicaraan tentang perasaan yang membuat suasana tidak menyenangkan. Gemma tak pernah bisa menghadapi semua itu. Dia selalu memilih lari, sama seperti ketika ayahnya mengungkapkan rahasia pahit tentang dirinya. Kali ini pun Gemma berharap melarikan diri akan mampu menyelesaikan masalah.Gemma menuruni tangga dan berjalan cepat menelusuri trotoar, tetapi dia tak bisa pergi jauh. Langkahnya terhenti saat dia melihat dua orang, pria dan wanita, berdiri menghalangi jalannya.“Gemma Ammaire?” panggil salah seorang dari mereka. Seorang pria berbadan besar dengan kepala yang bersih tanpa rambut.Gemma tak menjawab sapaan lelaki itu. Dia hanya berdiri diam sembari menatap tajam dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana.Kali ini giliran si wanita yang angkat bicara. Wanita itu berbadan gempal dan berwajah garang, dengan rambut yang diikat kencang ke belakang. “Kami harus membawamu.”Gemma menelen
“Kalian….” Jonah menggelengkan kepala tak percaya sembari menekan pelipis. “Bukankah sudah kukatakan untuk bicara baik-baik padanya? Kenapa kalian malah menggunakan pistol kejut??”“Dia… melawan kami,” jawab Clay, satu dari dua anggota divisi tak resmi yang Jonah utus untuk menjemput Gemma dan membawanya ke markas divisi Intelijen.“Tidak. Mereka yang memulai pertarungan terlebih dulu,” sahut Jo.Jonah mengerling kepada Jo yang duduk di kursi yang ada di ujung meja kerja, kemudian menghela napas panjang. Anak buahnya bertarung dengan anaknya. Jonah tak tahu siapa yang harus ia bela sekarang. Tugas sederhana ini justru membuat kepalanya pening. Apalagi mereka semua sekarang dalam kondisi babak belur.“Kau tak ada di sana, bagaimana kau bisa bicara seperti itu??” geram Clay.“Aku mengenal Gemma. Dia tak akan memukul orang begitu saja jika tak ada pemicunya,” jawab Jo, tajam dan mantap.“Kita tunggu Gemma terlebih dahulu,” potong Jonah. Dia tak mau adu mulut ini menjadi berkepanjangan da
“Gemma!”“Ayah, menyingkir!”Jo dan Nero bergerak secepat kilat menuju ke arah yang berbeda. Jo melompat kepada Jonah dan menubruknya hingga mereka berdua jatuh ke balik meja, sedangkan Nero menerjang Gemma, memeluknya, dan menjatuhkannya. Tangan Gemma masih tegak lurus ke depan, dan kini mengarah ke langit-langit ruang kerja Jonah. Ledakan pun terjadi, meluncur keluar dari telapak tangan Gemma seperti bom waktu. Suaranya memekakkan telinga, cahayanya membutakan.Dalam satu kedipan mata, atap ruang kerja Jonah hancur dan Gemma bisa melihat langit cerah di luar sana sesaat sebelum reruntuhan menimpa dirinya dan Nero.Lalu semuanya terjadi dengan cepat. Orang-orang berdatangan dan mengeluarkan mereka dari puing-puing. Telinga Gemma berdenging akibat ledakan dan matanya perih oleh debu. Dia tak berkata apa-apa, tak bisa berpikir, hanya terus mengikuti kerumunan orang yang berulang kali berbicara kepadanya, menanyakan keadaannya.“Gemma….”Seseorang memanggilnya. Suaranya mengambang, baga
Napas Gemma memburu seiring detak jantungnya yang meningkat. Udara yang keluar dari bibir Nero terasa hangat menyapu bibirnya, tetapi masih ada kurang dari satu jengkal jarak di antara mereka. Gemma terlalu canggung dengan situasi ini, mengingat dia tak punya pengalaman dengan laki-laki selain Jo. Bahkan sebenarnya Jo tak masuk hitungan. Sebenarnya, Gemma punya… dengan orang yang sama di hadapannya sekarang. Namun seperti waktu itu, saat ini ia tak bisa menghadapinya dengan baik. Gemma berpikir cepat. Lalu dia menutup mata erat-erat hingga ujung matanya terasa ngilu. Kemudian Gemma merasakan ruang kosong di antara mereka melebar dan ia pun membuka mata. Nero tak lagi berada di dekatnya. Dia duduk di ujung ranjang, membuka jarak di antara mereka. Gemma ingin bertanya kenapa, tetapi dia tak mau terdengar terlalu berharap atau menunjukkan perasaan apapun pada Nero. Bagaimanapun juga, Gemma lah yang telah menolak Nero. Nero mengangkat satu kaki ke atas ranjang lalu menekuknya, kemudia