“Gemma!”“Ayah, menyingkir!”Jo dan Nero bergerak secepat kilat menuju ke arah yang berbeda. Jo melompat kepada Jonah dan menubruknya hingga mereka berdua jatuh ke balik meja, sedangkan Nero menerjang Gemma, memeluknya, dan menjatuhkannya. Tangan Gemma masih tegak lurus ke depan, dan kini mengarah ke langit-langit ruang kerja Jonah. Ledakan pun terjadi, meluncur keluar dari telapak tangan Gemma seperti bom waktu. Suaranya memekakkan telinga, cahayanya membutakan.Dalam satu kedipan mata, atap ruang kerja Jonah hancur dan Gemma bisa melihat langit cerah di luar sana sesaat sebelum reruntuhan menimpa dirinya dan Nero.Lalu semuanya terjadi dengan cepat. Orang-orang berdatangan dan mengeluarkan mereka dari puing-puing. Telinga Gemma berdenging akibat ledakan dan matanya perih oleh debu. Dia tak berkata apa-apa, tak bisa berpikir, hanya terus mengikuti kerumunan orang yang berulang kali berbicara kepadanya, menanyakan keadaannya.“Gemma….”Seseorang memanggilnya. Suaranya mengambang, baga
Napas Gemma memburu seiring detak jantungnya yang meningkat. Udara yang keluar dari bibir Nero terasa hangat menyapu bibirnya, tetapi masih ada kurang dari satu jengkal jarak di antara mereka. Gemma terlalu canggung dengan situasi ini, mengingat dia tak punya pengalaman dengan laki-laki selain Jo. Bahkan sebenarnya Jo tak masuk hitungan. Sebenarnya, Gemma punya… dengan orang yang sama di hadapannya sekarang. Namun seperti waktu itu, saat ini ia tak bisa menghadapinya dengan baik. Gemma berpikir cepat. Lalu dia menutup mata erat-erat hingga ujung matanya terasa ngilu. Kemudian Gemma merasakan ruang kosong di antara mereka melebar dan ia pun membuka mata. Nero tak lagi berada di dekatnya. Dia duduk di ujung ranjang, membuka jarak di antara mereka. Gemma ingin bertanya kenapa, tetapi dia tak mau terdengar terlalu berharap atau menunjukkan perasaan apapun pada Nero. Bagaimanapun juga, Gemma lah yang telah menolak Nero. Nero mengangkat satu kaki ke atas ranjang lalu menekuknya, kemudia
Gemma menelusuri lorong demi lorong tak berjendela, satu-satunya pencahayaan berasal dari lampu-lampu neon yang menggantung di langit-langit yang rendah. Derap langkahnya teredam di lantai kelabu, beriringan dengan langkah dua prajurit yang mengawalnya. Bahu-bahu prajurit itu tegang, seolah mereka merasakan bahwa Gemma adalah ancaman. Kedua prajurit berhenti di depan sebuah pintu besi ganda berwarna abu-abu. Salah seorang dari mereka mendorong pintu itu hingga terbuka dan pandangan mata Gemma langsung bertemu dengan berpasang-pasang mata milik orang-orang yang duduk di balik sebuah meja panjang yang besar. Gemma melangkah masuk tanpa dipersilakan dan segala ketenangan yang melingkupinya ketika bersama Nero tadi langsung hilang dalam sekejap. Tak ada wajah yang ia kenal di sini dan ia bertanya-tanya bagaimana kondisi Paman Jonah sekarang. “Gemma Ammaire.” Salah seorang dari para petinggi Archturian itu memanggil namanya dan Gemma memantapkan pandangan kepada mereka. Ya, mereka adal
“Aku sudah mendengar apa yang terjadi di ruang pertemuan.” Jo bersidekap dan maju satu langkah agar bisa berdiri lebih dekat pada Gemma. “Apa kau gila?”“Aku ingin membunuhnya,” gumam Gemma. Matanya tak menatap ke arah Jo melainkan pada Jonah yang kini terbaring di ranjang rumah sakit.Dia menderita luka bakar di tubuh bagian atas dan kepalanya harus dijahit karena tertimpa reruntuhan bangunan. Jonah segera dilarikan ke rumah sakit milik Archturian setelah insiden terjadi dan ia langsung menjalani operasi. Sampai saat ini dia belum sadarkan diri.Semua ini terjadi karena Gemma.Tidak. Semua ini terjadi karena Lanaya dan bangsa aliennya.Ya… setidaknya dengan menyalahkan orang yang sudah tiada bisa membuat beban Gemma berkurang tanpa merasa bersalah karena telah menimpakan kesalahan pada orang lain.“Aku baru tahu ternyata Archturian adalah sekumpulan pasukan menyebalkan,” ucap Gemma lagi.“Yeah. Kau pasti bersyukur sekarang karena tidak jadi bergabung bersama kami.”“Kau salah,” timpa
Barak khusus. Tempat yang pernah Gemma impikan menjadi tempat tinggalnya beberapa tahun yang lalu. Namun sekarang barak terasa seperti penjara untuknya. Gemma menyandang satu tas di bahu kanan dan tangan kirinya membawa sebuah tas jinjing besar berwarna hitam. Ia melompat turun dari mobil patroli Archturian, menjejakkan kaki di tanah lapang berhiaskan rumput kering. Sejauh mata memandang hanya ada hamparan rumput dan bangunan-bangunan persegi berwarna hijau, yang terbagi dalam beberapa petak. “Selamat datang di rumah,” ucap Chastity setelah dia turun dari mobil dan berdiri di samping Gemma. “Kau pasti akan senang berada di sini.” “Ooh… aku meragukannya,” gumam Gemma. Gemma hendak berjalan menuju ke salah satu bangunan saat Chastity mencengkeram pundaknya. “Tunggu sebentar,” katanya. Gemma berputar dan berhadapan dengan Chastity. “Apa?” “Aku sudah mendengar dari para petinggi soal kemampuanmu.” Chastity melirik tangan Gemma yang terbalut perban. “Aku harap kau tidak menggunakan
Hari pertama berlalu dengan menyebalkan. Chastity menyuruh Gemma berhenti berlari setelah putaran yang kedua puluh, setelah itu dia memberi pelatihan khusus pada Gemma, yang disaksikan oleh semua anggota Alkalurops. Hari sudah menjelang malam ketika Gemma selesai berlatih. Ia segera mandi, berganti pakaian dan menuju ke ruang makan untuk mengisi perut karena ia kelaparan sampai rasanya ingin mati. Namun setelah tiba di sana, ruangan itu telah bersih. Tak ada makanan, tak ada orang. Sialan. Gemma kembali ke kamar dan mendapati dirinya berada dalam ruangan yang sama dengan wanita yang tidak mau memberitahukan letak kamar Gemma. Dosa apa yang sudah ia lakukan hingga hari ini terus saja menjadi lebih buruk. Tangan Gemma terasa gatal ketika melihat wanita itu. Perkelahian adalah salah satu hal yang ia rindukan dalam keberadaannya di tempat ini yang kurang dari dua puluh empat jam. Gemma pikir di tempat ini ia bakal melakukan perkelahian tanpa henti, dan latihan fisik yang mampu meni
“Girga Nero!”Chastity terdengar panik dan Gemma tertegun mendengar gelar yang Chastity berikan pada Nero. Sejak kapan dia naik pangkat menjadi Girga?Gemma tahu Nero menggantikan posisi Jonah, tetapi bukankah itu hanya sementara?Chastity, dan semua prajurit yang lain terkecuali Gemma, memberi hormat pada Nero. Nero berhenti di sebelah Gemma lalu menoleh kepadanya.“Apa?” Gemma balas memandangnya dan bertanya dengan nada galak.Nero mengembuskan napas panjang. “Hukuman untukmu, Gemma Ammaire, karena tidak memberi hormat kepada atasan. Temui aku setelah aku menyelesaikan urusanku di sini.”Hukuman? Bisa-bisa Gemma menjadi gila di tempat ini karena terlalu banyak menerima hukuman. Dan lagi dari semua orang yang bisa ia harapkan, Nero justru membuat darahnya semakin mendidih.“Asal kau tahu saja, aku tidak—“Nero mengangkat tangan ke hadapan wajah Gemma, menyuruhnya berhenti bicara. Setelah itu dia memberikan lirikan tajam. “Hukuman setelah urusanku selesai.” Ia mengulangi kata-katanya
Kedua mata Gemma melebar. Itu sesuatu yang tak pernah ia sangka akan diucapkan untuknya. Selama ini orang-orang melihatnya sebagai wanita yang kuat dan ia pun memperlakukan dirinya demikian. Bahkan dihadapan Jo atau Lysis, atau siapapun itu, Gemma tak pernah mengizinkan dirinya untuk tampak terpuruk, meski dalam kondisi yang paling menyedihkan. Dia harus kuat karena dia tak memiliki siapa-siapa selain dirinya sendiri. Nero menjelajah raut wajah Gemma dengan tatapannya yang sendu. Tidak, dia tidak sedang mengasihani Gemma. Namun tetap saja, tatapan itu terasa menyakitkan. “Kenapa kamu meminta hal seperti itu?” tanya Gemma. Dia berpaling dan tersenyum pahit. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk bersandar pada orang lain.” “Kau bisa melatihnya denganku,” jawab Nero. Saat Gemma menatapnya lagi, Nero memberinya cengiran kecil, yang membuat Gemma sesaat lupa bahwa Nero kini adalah seorang Girga, hanya satu tingkat lebih rendah dari para petinggi Archturian. Bibir Gemma berk
Pengejaran yang Gemma dan Lysis lakukan membawa mereka ke pusat keramaian Ulyos. Sebelum terjadi serangan Draconian, sepertinya tempat ini dipadati oleh penduduk Ulyos yang ingin menghabiskan malam hari di ruang terbuka.Jajaran kios penjual makanan memenuhi sisi jalan. Banyak kendaraan terparkir di beberapa titik dan sampah dari bungkus makanan, yang masih terdapat makanan di dalamnya, berserakan di atas aspal. Masih ada orang-orang yang berlari menuju ke tempat evakuasi. Mereka berteriak histeris ketika melihat Pelayan terbang ke arah mereka dengan pedang di tangan.Gemma mengangkat tangan dan menembakkan energinya kepada Pelayan, yang berhasil ia hindari dengan mudah.Pelayan pun berbalik dan turun. Ia berjalan cepat ke arah Gemma lalu mengayunkan pedangnya, tetapi Lysis dengan sigap menangkisnya dengan tombak.“Hentikan!” bentak Lysis. “Kami bukan musuh!”Pelayan tersenyum mengejek. “Pengkhianat,” katanya. &l
Ulyos dalam keadaan kacau balau ketika Gemma dan yang lainnya tiba. Mobil Jo hanya bisa melaju sampai di pinggir kota. Jembatan yang menuju ke Ulyos nyaris hancur dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. “Seperti menyaksikan hari kiamat,” gumam Jo ketika mereka bertiga turun dari mobil dan berdiri di tepi jembatan yang separuh runtuh. Ada keheningan yang ganjil di tengah kota yang porak poranda itu. Padahal Gemma baru mendatangi kota ini beberapa jam yang lalu, tetapi apa yang ia saksikan sekarang sama sekali berbeda dari ingatannya tentang tempat ini. Saat mereka bertiga berjalan lebih jauh ke pusat kota, Gemma menyadari keanehan apa yang sedari tadi ia rasakan. Kota ini terlalu sunyi. Dengan kehancuran di sana-sini, mayat-mayat kering yang menghitam bergelimpangan di tepi jalan, dan aura gelap yang pekat dan menyesakkan. Tak ada pertempuran. Tak ada Draconian melawan Archturian. Lysis berlutut di satu kaki untuk mengambil sesuatu dari jalanan. Serpih-serpih hitam yang sek
Setelah memerintahkan para prajurit Alkalurops untuk membereskan kekacauan dan memastikan semua orang yang terluka mendapat pertolongan medis, Nero menemui Chastity di kantornya. Ketika Nero masuk, wanita itu sedang menelepon seseorang.Sepertinya dia tengah melaporkan kejadian ini ke para petinggi Archturian.Chastity langsung mengakhiri panggilannya begitu melihat Nero.“Kau memperbolehkan seorang pelaku kriminal pergi,” tudingnya. “Bersiaplah karena sebentar lagi para petinggi akan memanggilmu. Jangan salahkan aku jika kau kehilangan pekerjaan.”Ancaman dengan membawa-bawa nama-nama penting itu terasa kosong di telinga Nero.Gemma tidak mungkin mengamuk tanpa sebab.Sebenarnya Nero sudah merasa ada yang tidak beres semenjak kedatangannya semalam. Cara Chastity memperlakukan Gemma dan pandangan para prajurit lain terhadapnya.Terlebih setelah pembagian tugas kemarin, Nero semakin merasa tidak tenang.Meski begitu, Nero tak mungkin mengikuti Gemma di dalam misinya karena dia tidak ma
“Gemma, hentikan!” Teriakan dari suara yang begitu Gemma kenal menyentaknya. Masih dengan tangan teracung ke arah Chastity, Gemma menoleh dan melihat Jo berdiri beberapa meter darinya. Jo tidak terlihat marah padanya, dia justru… khawatir. Seperti yang selalu dia lakukan setiap kali Gemma terlibat dalam masalah. Melihat Jo membuat tangis Gemma nyaris meledak, tetapi dia tak akan menangis di depan orang-orang brengsek ini. Gemma menurunkan tangannya dan mematung. “Jonathan,” katanya lirih. Gemma sangat jarang memanggil Jo dengan nama Jonathan. Jika sampai dia melakukan itu, berarti situasinya sangat serius. Jo menghampirinya dengan langkah panjang dan mencengkeram pergelangan tangannya begitu ia sampai di dekat Gemma. “Ayo pergi,” ajaknya. Dia tidak menanyakan apa yang terjadi, tidak memarahi Gemma, tidak menceramahi Gemma soal tindakan sembrono dan perkelahian yang tidak perlu. Jo tahu Gemma tidak membutuhkan itu semua. Memang Jonathan yang paling mengerti Gemma. Gemma mengang
Tidak. Dia bukan Lanaya. Itu seorang laki-laki. Sesuatu bergerak di belakang laki-laki itu dan tampaklah seorang perempuan dengan rambut hitam yang menjuntai hingga ke bawah pinggang. Laki-laki itu menatap Gemma sejenak dengan mata peraknya yang tajam sebelum berkata, “Habisi dia.” Wanita di belakangnya mengangguk. Sekonyong-konyong munculah pedang di tangan wanita itu. Cahaya dan cara pedang itu menjelma dari udara mengingatkan Gemma akan tombak milik Lysis. “Tunggu sebentar—“ Namun kata-kata Gemma tenggelam dalam serangan yang wanita itu luncurkan dengan secepat kilat. Tak ada belas kasihan atau keraguan sedikitpun di kedua matanya yang berwarna merah seperti bintang yang terbakar. Pedang bercahaya emas itu hampir saja menembus jantung Gemma jika ia tidak segera menghindar. Gemma berkelit ke samping, menarik bahunya hingga ia berada dalam posisi miring dan tatapannya dengan wanita itu bertemu. “Aku tahu siapa kalian! Hentikan!” Gemma membentak, tetapi nada bicaranya yang kasa
Jantung Gemma berdegup kencang. Paru-parunya seperti mau meledak. Tangannya panas hingga mati rasa, dan kakinya kesemutan. Dia tak punya alasan yang bagus untuk meledakkan energinya sehingga dia tak punya pilihan lain selain menahannya dan membiarkan tekanan energi itu menghilang dengan sendirinya.Proses yang sangat menyiksa.Orang-orang yang tadi bersembunyi di bawah meja mulai keluar. Mereka tampak ketakutan dan sebagian besar dari mereka langsung meninggalkan tempat setelah memastikan keadaan telah aman.Sepertinya si bartender menelepon polisi karena tak lama kemudian Gemma mendengar suara sirene di kejauhan.Gemma berbalik untuk mencari bartender itu. Dia ada di sudut bar, dekat pesawat telepon. Gemma menghampirinya dan saat ia membuka mulut untuk berbicara, sesuatu mengalir keluar dari sudut bibirnya.“Miss,” sang bartender memanggilnya dengan raut wajah cemas. “Ada darah di mulutmu.”Gemma tak menjawab, hanya menyeka darah yang kini mengalir di dagunya dengan punggung tangan.
Gemma membeku di tempatnya berdiri.Berubah menjadi Draconian?Ini sama seperti kasus yang dulu menimpa Jo. Darimana orang bernama Jef mendapatkan benda itu?Dari tempatnya sekarang, Gemma bisa melihat Heidi yang duduk membelakanginya di bar.Sialan. Seharusnya tadi Gemma membiarkan Heidi ikut bersamanya, sehingga mereka bisa langsung menyusun strategi sekarang juga.Gemma bisa saja bergerak sendiri, tetapi dia tidak mau menimbulkan masalah atau memberi kesempatan pada Chastity untuk menyalahkannya. Dia akan mencoba mengikuti permainan mereka. Dia juga mempertimbangkan Nero, yang telah menyarankannya untuk bergabung di sini. Gemma tidak mau membuat Nero kesulitan.Gemma kembali memusatkan perhatian pada percakapan Jef dan orang yang hendak membeli benda mengerikan itu.Terdengar bunyi ‘klik’ dan sesaat Gemma mengira seseorang diantara mereka menodongkan pistol. Ternyata itu adalah bunyi kunci koper yang menutup. Lalu seseorang berkata, “Kau tidak menghitung uangnya?”Hening sejenak. “
Ini seperti de javu.Gemma berjalan masuk bersama dengan Heidi ke sebuah bar yang menjadi tempat berkumpul para geng motor di kota Ulyos, sebuah kota yang terkenal dengan tingkat kriminalitas tinggi, hampir setara dengan kota Fiend. Kota ini terletak di sebelah utara Elenio, di balik gunung yang menjadi tempat tragedi besar dua tahun lalu.Semenjak pemerintah mencabut aturan jam malam, kehidupan malam meledak seperti bom waktu, terutama dari orang-orang yang sedari dulu melanggar aturan itu. Banyak kelab dan bar yang beroperasi hingga dini hari, seperti bar yang kini Gemma datangi.Gemma mengerling ke arah jam dinding di atas rak penyimpanan minuman keras di dekat bar. Pukul sembilan malam. Lalu dia memandang ke arah panggung kecil di pojok ruangan, dan melihat mikrofon yang terpasang di sebuah penyangga, serta gitar yang bertengger di tempatnya di pojok panggung.Seketika itu juga kenangan masa lalunya menyeruak dan menghimpit hatinya. Gemma memilih mengalihkan pandangan dan berjalan
Kedua mata Gemma melebar. Itu sesuatu yang tak pernah ia sangka akan diucapkan untuknya. Selama ini orang-orang melihatnya sebagai wanita yang kuat dan ia pun memperlakukan dirinya demikian. Bahkan dihadapan Jo atau Lysis, atau siapapun itu, Gemma tak pernah mengizinkan dirinya untuk tampak terpuruk, meski dalam kondisi yang paling menyedihkan. Dia harus kuat karena dia tak memiliki siapa-siapa selain dirinya sendiri. Nero menjelajah raut wajah Gemma dengan tatapannya yang sendu. Tidak, dia tidak sedang mengasihani Gemma. Namun tetap saja, tatapan itu terasa menyakitkan. “Kenapa kamu meminta hal seperti itu?” tanya Gemma. Dia berpaling dan tersenyum pahit. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk bersandar pada orang lain.” “Kau bisa melatihnya denganku,” jawab Nero. Saat Gemma menatapnya lagi, Nero memberinya cengiran kecil, yang membuat Gemma sesaat lupa bahwa Nero kini adalah seorang Girga, hanya satu tingkat lebih rendah dari para petinggi Archturian. Bibir Gemma berk