Kedua mata Gemma melebar. Itu sesuatu yang tak pernah ia sangka akan diucapkan untuknya. Selama ini orang-orang melihatnya sebagai wanita yang kuat dan ia pun memperlakukan dirinya demikian. Bahkan dihadapan Jo atau Lysis, atau siapapun itu, Gemma tak pernah mengizinkan dirinya untuk tampak terpuruk, meski dalam kondisi yang paling menyedihkan. Dia harus kuat karena dia tak memiliki siapa-siapa selain dirinya sendiri. Nero menjelajah raut wajah Gemma dengan tatapannya yang sendu. Tidak, dia tidak sedang mengasihani Gemma. Namun tetap saja, tatapan itu terasa menyakitkan. “Kenapa kamu meminta hal seperti itu?” tanya Gemma. Dia berpaling dan tersenyum pahit. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk bersandar pada orang lain.” “Kau bisa melatihnya denganku,” jawab Nero. Saat Gemma menatapnya lagi, Nero memberinya cengiran kecil, yang membuat Gemma sesaat lupa bahwa Nero kini adalah seorang Girga, hanya satu tingkat lebih rendah dari para petinggi Archturian. Bibir Gemma berk
Ini seperti de javu.Gemma berjalan masuk bersama dengan Heidi ke sebuah bar yang menjadi tempat berkumpul para geng motor di kota Ulyos, sebuah kota yang terkenal dengan tingkat kriminalitas tinggi, hampir setara dengan kota Fiend. Kota ini terletak di sebelah utara Elenio, di balik gunung yang menjadi tempat tragedi besar dua tahun lalu.Semenjak pemerintah mencabut aturan jam malam, kehidupan malam meledak seperti bom waktu, terutama dari orang-orang yang sedari dulu melanggar aturan itu. Banyak kelab dan bar yang beroperasi hingga dini hari, seperti bar yang kini Gemma datangi.Gemma mengerling ke arah jam dinding di atas rak penyimpanan minuman keras di dekat bar. Pukul sembilan malam. Lalu dia memandang ke arah panggung kecil di pojok ruangan, dan melihat mikrofon yang terpasang di sebuah penyangga, serta gitar yang bertengger di tempatnya di pojok panggung.Seketika itu juga kenangan masa lalunya menyeruak dan menghimpit hatinya. Gemma memilih mengalihkan pandangan dan berjalan
Gemma membeku di tempatnya berdiri.Berubah menjadi Draconian?Ini sama seperti kasus yang dulu menimpa Jo. Darimana orang bernama Jef mendapatkan benda itu?Dari tempatnya sekarang, Gemma bisa melihat Heidi yang duduk membelakanginya di bar.Sialan. Seharusnya tadi Gemma membiarkan Heidi ikut bersamanya, sehingga mereka bisa langsung menyusun strategi sekarang juga.Gemma bisa saja bergerak sendiri, tetapi dia tidak mau menimbulkan masalah atau memberi kesempatan pada Chastity untuk menyalahkannya. Dia akan mencoba mengikuti permainan mereka. Dia juga mempertimbangkan Nero, yang telah menyarankannya untuk bergabung di sini. Gemma tidak mau membuat Nero kesulitan.Gemma kembali memusatkan perhatian pada percakapan Jef dan orang yang hendak membeli benda mengerikan itu.Terdengar bunyi ‘klik’ dan sesaat Gemma mengira seseorang diantara mereka menodongkan pistol. Ternyata itu adalah bunyi kunci koper yang menutup. Lalu seseorang berkata, “Kau tidak menghitung uangnya?”Hening sejenak. “
Jantung Gemma berdegup kencang. Paru-parunya seperti mau meledak. Tangannya panas hingga mati rasa, dan kakinya kesemutan. Dia tak punya alasan yang bagus untuk meledakkan energinya sehingga dia tak punya pilihan lain selain menahannya dan membiarkan tekanan energi itu menghilang dengan sendirinya.Proses yang sangat menyiksa.Orang-orang yang tadi bersembunyi di bawah meja mulai keluar. Mereka tampak ketakutan dan sebagian besar dari mereka langsung meninggalkan tempat setelah memastikan keadaan telah aman.Sepertinya si bartender menelepon polisi karena tak lama kemudian Gemma mendengar suara sirene di kejauhan.Gemma berbalik untuk mencari bartender itu. Dia ada di sudut bar, dekat pesawat telepon. Gemma menghampirinya dan saat ia membuka mulut untuk berbicara, sesuatu mengalir keluar dari sudut bibirnya.“Miss,” sang bartender memanggilnya dengan raut wajah cemas. “Ada darah di mulutmu.”Gemma tak menjawab, hanya menyeka darah yang kini mengalir di dagunya dengan punggung tangan.
Tidak. Dia bukan Lanaya. Itu seorang laki-laki. Sesuatu bergerak di belakang laki-laki itu dan tampaklah seorang perempuan dengan rambut hitam yang menjuntai hingga ke bawah pinggang. Laki-laki itu menatap Gemma sejenak dengan mata peraknya yang tajam sebelum berkata, “Habisi dia.” Wanita di belakangnya mengangguk. Sekonyong-konyong munculah pedang di tangan wanita itu. Cahaya dan cara pedang itu menjelma dari udara mengingatkan Gemma akan tombak milik Lysis. “Tunggu sebentar—“ Namun kata-kata Gemma tenggelam dalam serangan yang wanita itu luncurkan dengan secepat kilat. Tak ada belas kasihan atau keraguan sedikitpun di kedua matanya yang berwarna merah seperti bintang yang terbakar. Pedang bercahaya emas itu hampir saja menembus jantung Gemma jika ia tidak segera menghindar. Gemma berkelit ke samping, menarik bahunya hingga ia berada dalam posisi miring dan tatapannya dengan wanita itu bertemu. “Aku tahu siapa kalian! Hentikan!” Gemma membentak, tetapi nada bicaranya yang kasa
“Gemma, hentikan!” Teriakan dari suara yang begitu Gemma kenal menyentaknya. Masih dengan tangan teracung ke arah Chastity, Gemma menoleh dan melihat Jo berdiri beberapa meter darinya. Jo tidak terlihat marah padanya, dia justru… khawatir. Seperti yang selalu dia lakukan setiap kali Gemma terlibat dalam masalah. Melihat Jo membuat tangis Gemma nyaris meledak, tetapi dia tak akan menangis di depan orang-orang brengsek ini. Gemma menurunkan tangannya dan mematung. “Jonathan,” katanya lirih. Gemma sangat jarang memanggil Jo dengan nama Jonathan. Jika sampai dia melakukan itu, berarti situasinya sangat serius. Jo menghampirinya dengan langkah panjang dan mencengkeram pergelangan tangannya begitu ia sampai di dekat Gemma. “Ayo pergi,” ajaknya. Dia tidak menanyakan apa yang terjadi, tidak memarahi Gemma, tidak menceramahi Gemma soal tindakan sembrono dan perkelahian yang tidak perlu. Jo tahu Gemma tidak membutuhkan itu semua. Memang Jonathan yang paling mengerti Gemma. Gemma mengang
Setelah memerintahkan para prajurit Alkalurops untuk membereskan kekacauan dan memastikan semua orang yang terluka mendapat pertolongan medis, Nero menemui Chastity di kantornya. Ketika Nero masuk, wanita itu sedang menelepon seseorang.Sepertinya dia tengah melaporkan kejadian ini ke para petinggi Archturian.Chastity langsung mengakhiri panggilannya begitu melihat Nero.“Kau memperbolehkan seorang pelaku kriminal pergi,” tudingnya. “Bersiaplah karena sebentar lagi para petinggi akan memanggilmu. Jangan salahkan aku jika kau kehilangan pekerjaan.”Ancaman dengan membawa-bawa nama-nama penting itu terasa kosong di telinga Nero.Gemma tidak mungkin mengamuk tanpa sebab.Sebenarnya Nero sudah merasa ada yang tidak beres semenjak kedatangannya semalam. Cara Chastity memperlakukan Gemma dan pandangan para prajurit lain terhadapnya.Terlebih setelah pembagian tugas kemarin, Nero semakin merasa tidak tenang.Meski begitu, Nero tak mungkin mengikuti Gemma di dalam misinya karena dia tidak ma
Ulyos dalam keadaan kacau balau ketika Gemma dan yang lainnya tiba. Mobil Jo hanya bisa melaju sampai di pinggir kota. Jembatan yang menuju ke Ulyos nyaris hancur dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. “Seperti menyaksikan hari kiamat,” gumam Jo ketika mereka bertiga turun dari mobil dan berdiri di tepi jembatan yang separuh runtuh. Ada keheningan yang ganjil di tengah kota yang porak poranda itu. Padahal Gemma baru mendatangi kota ini beberapa jam yang lalu, tetapi apa yang ia saksikan sekarang sama sekali berbeda dari ingatannya tentang tempat ini. Saat mereka bertiga berjalan lebih jauh ke pusat kota, Gemma menyadari keanehan apa yang sedari tadi ia rasakan. Kota ini terlalu sunyi. Dengan kehancuran di sana-sini, mayat-mayat kering yang menghitam bergelimpangan di tepi jalan, dan aura gelap yang pekat dan menyesakkan. Tak ada pertempuran. Tak ada Draconian melawan Archturian. Lysis berlutut di satu kaki untuk mengambil sesuatu dari jalanan. Serpih-serpih hitam yang sek
Pengejaran yang Gemma dan Lysis lakukan membawa mereka ke pusat keramaian Ulyos. Sebelum terjadi serangan Draconian, sepertinya tempat ini dipadati oleh penduduk Ulyos yang ingin menghabiskan malam hari di ruang terbuka.Jajaran kios penjual makanan memenuhi sisi jalan. Banyak kendaraan terparkir di beberapa titik dan sampah dari bungkus makanan, yang masih terdapat makanan di dalamnya, berserakan di atas aspal. Masih ada orang-orang yang berlari menuju ke tempat evakuasi. Mereka berteriak histeris ketika melihat Pelayan terbang ke arah mereka dengan pedang di tangan.Gemma mengangkat tangan dan menembakkan energinya kepada Pelayan, yang berhasil ia hindari dengan mudah.Pelayan pun berbalik dan turun. Ia berjalan cepat ke arah Gemma lalu mengayunkan pedangnya, tetapi Lysis dengan sigap menangkisnya dengan tombak.“Hentikan!” bentak Lysis. “Kami bukan musuh!”Pelayan tersenyum mengejek. “Pengkhianat,” katanya. &l
Ulyos dalam keadaan kacau balau ketika Gemma dan yang lainnya tiba. Mobil Jo hanya bisa melaju sampai di pinggir kota. Jembatan yang menuju ke Ulyos nyaris hancur dan hanya bisa dilalui dengan berjalan kaki. “Seperti menyaksikan hari kiamat,” gumam Jo ketika mereka bertiga turun dari mobil dan berdiri di tepi jembatan yang separuh runtuh. Ada keheningan yang ganjil di tengah kota yang porak poranda itu. Padahal Gemma baru mendatangi kota ini beberapa jam yang lalu, tetapi apa yang ia saksikan sekarang sama sekali berbeda dari ingatannya tentang tempat ini. Saat mereka bertiga berjalan lebih jauh ke pusat kota, Gemma menyadari keanehan apa yang sedari tadi ia rasakan. Kota ini terlalu sunyi. Dengan kehancuran di sana-sini, mayat-mayat kering yang menghitam bergelimpangan di tepi jalan, dan aura gelap yang pekat dan menyesakkan. Tak ada pertempuran. Tak ada Draconian melawan Archturian. Lysis berlutut di satu kaki untuk mengambil sesuatu dari jalanan. Serpih-serpih hitam yang sek
Setelah memerintahkan para prajurit Alkalurops untuk membereskan kekacauan dan memastikan semua orang yang terluka mendapat pertolongan medis, Nero menemui Chastity di kantornya. Ketika Nero masuk, wanita itu sedang menelepon seseorang.Sepertinya dia tengah melaporkan kejadian ini ke para petinggi Archturian.Chastity langsung mengakhiri panggilannya begitu melihat Nero.“Kau memperbolehkan seorang pelaku kriminal pergi,” tudingnya. “Bersiaplah karena sebentar lagi para petinggi akan memanggilmu. Jangan salahkan aku jika kau kehilangan pekerjaan.”Ancaman dengan membawa-bawa nama-nama penting itu terasa kosong di telinga Nero.Gemma tidak mungkin mengamuk tanpa sebab.Sebenarnya Nero sudah merasa ada yang tidak beres semenjak kedatangannya semalam. Cara Chastity memperlakukan Gemma dan pandangan para prajurit lain terhadapnya.Terlebih setelah pembagian tugas kemarin, Nero semakin merasa tidak tenang.Meski begitu, Nero tak mungkin mengikuti Gemma di dalam misinya karena dia tidak ma
“Gemma, hentikan!” Teriakan dari suara yang begitu Gemma kenal menyentaknya. Masih dengan tangan teracung ke arah Chastity, Gemma menoleh dan melihat Jo berdiri beberapa meter darinya. Jo tidak terlihat marah padanya, dia justru… khawatir. Seperti yang selalu dia lakukan setiap kali Gemma terlibat dalam masalah. Melihat Jo membuat tangis Gemma nyaris meledak, tetapi dia tak akan menangis di depan orang-orang brengsek ini. Gemma menurunkan tangannya dan mematung. “Jonathan,” katanya lirih. Gemma sangat jarang memanggil Jo dengan nama Jonathan. Jika sampai dia melakukan itu, berarti situasinya sangat serius. Jo menghampirinya dengan langkah panjang dan mencengkeram pergelangan tangannya begitu ia sampai di dekat Gemma. “Ayo pergi,” ajaknya. Dia tidak menanyakan apa yang terjadi, tidak memarahi Gemma, tidak menceramahi Gemma soal tindakan sembrono dan perkelahian yang tidak perlu. Jo tahu Gemma tidak membutuhkan itu semua. Memang Jonathan yang paling mengerti Gemma. Gemma mengang
Tidak. Dia bukan Lanaya. Itu seorang laki-laki. Sesuatu bergerak di belakang laki-laki itu dan tampaklah seorang perempuan dengan rambut hitam yang menjuntai hingga ke bawah pinggang. Laki-laki itu menatap Gemma sejenak dengan mata peraknya yang tajam sebelum berkata, “Habisi dia.” Wanita di belakangnya mengangguk. Sekonyong-konyong munculah pedang di tangan wanita itu. Cahaya dan cara pedang itu menjelma dari udara mengingatkan Gemma akan tombak milik Lysis. “Tunggu sebentar—“ Namun kata-kata Gemma tenggelam dalam serangan yang wanita itu luncurkan dengan secepat kilat. Tak ada belas kasihan atau keraguan sedikitpun di kedua matanya yang berwarna merah seperti bintang yang terbakar. Pedang bercahaya emas itu hampir saja menembus jantung Gemma jika ia tidak segera menghindar. Gemma berkelit ke samping, menarik bahunya hingga ia berada dalam posisi miring dan tatapannya dengan wanita itu bertemu. “Aku tahu siapa kalian! Hentikan!” Gemma membentak, tetapi nada bicaranya yang kasa
Jantung Gemma berdegup kencang. Paru-parunya seperti mau meledak. Tangannya panas hingga mati rasa, dan kakinya kesemutan. Dia tak punya alasan yang bagus untuk meledakkan energinya sehingga dia tak punya pilihan lain selain menahannya dan membiarkan tekanan energi itu menghilang dengan sendirinya.Proses yang sangat menyiksa.Orang-orang yang tadi bersembunyi di bawah meja mulai keluar. Mereka tampak ketakutan dan sebagian besar dari mereka langsung meninggalkan tempat setelah memastikan keadaan telah aman.Sepertinya si bartender menelepon polisi karena tak lama kemudian Gemma mendengar suara sirene di kejauhan.Gemma berbalik untuk mencari bartender itu. Dia ada di sudut bar, dekat pesawat telepon. Gemma menghampirinya dan saat ia membuka mulut untuk berbicara, sesuatu mengalir keluar dari sudut bibirnya.“Miss,” sang bartender memanggilnya dengan raut wajah cemas. “Ada darah di mulutmu.”Gemma tak menjawab, hanya menyeka darah yang kini mengalir di dagunya dengan punggung tangan.
Gemma membeku di tempatnya berdiri.Berubah menjadi Draconian?Ini sama seperti kasus yang dulu menimpa Jo. Darimana orang bernama Jef mendapatkan benda itu?Dari tempatnya sekarang, Gemma bisa melihat Heidi yang duduk membelakanginya di bar.Sialan. Seharusnya tadi Gemma membiarkan Heidi ikut bersamanya, sehingga mereka bisa langsung menyusun strategi sekarang juga.Gemma bisa saja bergerak sendiri, tetapi dia tidak mau menimbulkan masalah atau memberi kesempatan pada Chastity untuk menyalahkannya. Dia akan mencoba mengikuti permainan mereka. Dia juga mempertimbangkan Nero, yang telah menyarankannya untuk bergabung di sini. Gemma tidak mau membuat Nero kesulitan.Gemma kembali memusatkan perhatian pada percakapan Jef dan orang yang hendak membeli benda mengerikan itu.Terdengar bunyi ‘klik’ dan sesaat Gemma mengira seseorang diantara mereka menodongkan pistol. Ternyata itu adalah bunyi kunci koper yang menutup. Lalu seseorang berkata, “Kau tidak menghitung uangnya?”Hening sejenak. “
Ini seperti de javu.Gemma berjalan masuk bersama dengan Heidi ke sebuah bar yang menjadi tempat berkumpul para geng motor di kota Ulyos, sebuah kota yang terkenal dengan tingkat kriminalitas tinggi, hampir setara dengan kota Fiend. Kota ini terletak di sebelah utara Elenio, di balik gunung yang menjadi tempat tragedi besar dua tahun lalu.Semenjak pemerintah mencabut aturan jam malam, kehidupan malam meledak seperti bom waktu, terutama dari orang-orang yang sedari dulu melanggar aturan itu. Banyak kelab dan bar yang beroperasi hingga dini hari, seperti bar yang kini Gemma datangi.Gemma mengerling ke arah jam dinding di atas rak penyimpanan minuman keras di dekat bar. Pukul sembilan malam. Lalu dia memandang ke arah panggung kecil di pojok ruangan, dan melihat mikrofon yang terpasang di sebuah penyangga, serta gitar yang bertengger di tempatnya di pojok panggung.Seketika itu juga kenangan masa lalunya menyeruak dan menghimpit hatinya. Gemma memilih mengalihkan pandangan dan berjalan
Kedua mata Gemma melebar. Itu sesuatu yang tak pernah ia sangka akan diucapkan untuknya. Selama ini orang-orang melihatnya sebagai wanita yang kuat dan ia pun memperlakukan dirinya demikian. Bahkan dihadapan Jo atau Lysis, atau siapapun itu, Gemma tak pernah mengizinkan dirinya untuk tampak terpuruk, meski dalam kondisi yang paling menyedihkan. Dia harus kuat karena dia tak memiliki siapa-siapa selain dirinya sendiri. Nero menjelajah raut wajah Gemma dengan tatapannya yang sendu. Tidak, dia tidak sedang mengasihani Gemma. Namun tetap saja, tatapan itu terasa menyakitkan. “Kenapa kamu meminta hal seperti itu?” tanya Gemma. Dia berpaling dan tersenyum pahit. “Aku bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk bersandar pada orang lain.” “Kau bisa melatihnya denganku,” jawab Nero. Saat Gemma menatapnya lagi, Nero memberinya cengiran kecil, yang membuat Gemma sesaat lupa bahwa Nero kini adalah seorang Girga, hanya satu tingkat lebih rendah dari para petinggi Archturian. Bibir Gemma berk