Tubuh Bau Ba Chin terdorong hingga keluar ring pertempuran dan menghancurkan pedang api milik Chin Cong di luar ring. Dia pun berkata kepada gadis itu sembari tersenyum tipis, "selamat, kau mengalahkanku!""Apa-apaan ini?" Dahi Chin Cong berkerut. Ia merasa tidak terima menang dengan cara wseperti itu. "Apa kau sedang mempermainkanku?" gertaknya mengepal kedua tangan."Mempermainkanmu? Aku sama sekali tidak ada maksud seperti itu," sahut Bau Ba Chin."Cih!" Chin Cong mengeluarkan sebuah pedang api yang lebih besar dari sebelumnya. Ia menggenggam erat pedang itu dan mengarahkannya ke leher Bau Ba Chin yang berada di luar ring. "Bertarunglah dengan benar!"Bau Ba Chin pun menatap gadis itu tanpa rasa takut. "Bintang panggung unjuk bakat kali ini adalah saudaraku, Qu Cing. Kau seharusnya menantangnya bertarung, bukan menantangku!""Qu Cing? Haha!" ejek Chin Cong tertawa. "Apa yang bisa dia lakukan? hanya sebuah trik murahan! Ckck.""Trik murahan?" Gigi Bau Ba Chin menggertak kesal dengan
Baam! Baam! Baam!Seribu bola api menyerbu tak henti. Qu Cing masih di tempat tak goyah sedikitpun. Lapisan bola cahaya menahan serangan itu dengan kokoh. Sampai lesatan terakhir, Chin Cong mengejutkan Qu Cing dengan serangan pedang api membara.Whuuuuuush!Tiba-tiba, dalam benak Qu Cing terbayang-bayang sebuah tulisan yang menerangkan tentang teknik pelindung. Tentu saja tulisan itu berasal dari Kitab Sang Raja Kera yang telah diserapnya.Menambah lapisan elemen spiritual dapat memperkuat pertahanan. Namun, Qu Cing menemukan sesuatu yang lebih menarik, yaitu memantulkan serangan. Dia bisa memantulkan serangan dengan teknik pelindung dengan sedikit gerakan dari dalam. Yakni, gerakan yang berbobot dan mampu menekan serangan tersebut dengan tenaga dalam."Bola cahaya seratus lapis!"Pelindung bola cahaya, menebal semakin kokoh. Kepalan kedua tangan Qu Cing yang menyatu, merenggang dan dia menyatukannya kembali dengan posisi telapak tangan seperti bertapa. Kemudian, anak itu melangkahkan
"Ka-kau!" Mata Ben Cong melotot. Tubuhnya sedikit gemetar melihat sosok lelaki itu. "Nie Lee!"Padahal, dia telah menghancurkan tubuh dan wajahnya agar tidak ada siapapun yang bisa mengenalinya. Bagaimana bisa wajah dan postur tubuhnya kembali seperti sedia kala? Pikir Ben Cong."Siapa pria itu?" tanya Chin Cong kepada Qu Cing."Dia adalah guruku, Kepala Perguruan Lee," jawab Qu Cing meringis.Tak lama kemudian, Gu Wang datang mengekor Nie Lee. "Aku tidak boleh melewatkan pertunjukan menarik," gumamnya tersenyum simpul.Untuk memastikan bahwa itu benar-benar Nie Lee, Ben Cong beranjak mendekati lelaki itu. Lalu, ia menyerangnya dengan serangan kejutan.Whuuuuuush!Seratus ekor burung api, terbang cepat mengepakan sayap ke arah Nie Lee. Setiap satu kepakan sayap, mengeluarkan satu ring api yang akan langsung melesat ke arah target.Syuuut syuuut syuuut!Mata Nie Lee menyipit. Ia bersiap dengan posisi kuda-kuda. Menggerakkan salah satu tangannya ke depan. Kelima jari saling berhimpitan
Hari liburan pun tiba. Sebagian besar para murid, pulang ke kampung halaman untuk melepas rindu terhadap keluarga mereka. Namun, tidak dengan Qu Cing dan Bau Ba Chin.Meskipun Guru Shi tidak lagi menjadi guru mereka setelah kenaikan kelas, mereka tetap menyempatkan diri untuk berkunjung ke kediamannya. Mereka berdua memanfaatkan sebagian waktu libur untuk berlatih bersama Nie Lee.Kedua bocah itu beradu tanding dengan sang guru. Nie Lee sengaja melakukan itu untuk mengetes sejauh mana kemampuan mereka."Serang aku! Jika kalian bisa menggoreskan sedikit luka di tubuhku, aku akan membawa kalian pergi ke pusat perbelanjaan Kota Ni, untuk membeli banyak makanan enak. Ehem!" Nie Lee mendekatkan kepalan tangan ke depan mulut. "Tan-pa tong-kat sak-ti!" lanjutnya, yang seketika itu membuat Qu Cing dan Bau Ba Chin tampak bersemangat. Kota Ni adalah kota terdekat, yang terletak di bagian selatan Perguruan Long Ji. Kota ini, didominasi oleh Klan Ma, yaitu klan tempat Nie Lee tumbuh besar."Sabi
Dua buah sabit, yaitu dari kekuatan spiritual cahaya dan kegelapan, bersatu memutar spiral membentuk seperti ujung tombak. Semakin melesat mendekati Nie Lee, semakin kedua sabit itu membesar. Bukan hanya bentuknya yang membesar, tapi juga berbobot.Nie Lee bersiap menerima serangan itu, dengan gigih menyilangkan kedua tangan di dalam bola pelindung.Pyaaaar!Serangan mereka berhasil menembus pertahanan Nie Lee dan bola pelindung pun hancur. Mata pria itu seketika membulat. Serangan itu membuat tubuhnya terdorong hingga beberapa meter. Tanpa ia sadari, ujung mulutnya mengalirkan darah segar sampai ke dagu dan menetes ke tanah.Kemudian, pria itu tersenyum simpul dan berkata, "bagus! Ha ha ha." Dia tertawa puas.Setelah latihan selesai, Nie Lee langsung mengajak mereka ke sebuah rumah makan di Kota Ni. Mereka memilih duduk di bagian sudut ruangan dekat jendela.Seorang pelayan datang membawa papan pipih berbentuk petak. Selembar lontar bertuliskan beberapa menu makanan terselip pada pap
Spontan, gadis itu berbalik dan lari. Dia tidak ingin Qu Cing melihat keadaan yang seperti ini.Dahi Qu Cing berkerut. "Cing Ge?" Hanya satu orang yang memanggilnya dengan sebutan itu. Dia pun beranjak lari mengejar gadis itu. "Siapa yang membuatmu menjadi seperti ini, Jie Jie?" tanya Qu Cing dengan cepat berhasil menghadangnya.Shi Jie terperanjat. Lalu kepalanya menunduk tanpa kata-kata. Kakinya melangkah mundur berusaha menghindar. Dia kembali membalikan badannya dengan cepat, akan tetapi Qu Cing tiba-tiba sudah berada di hadapannya. Anak itu menyentuh hidung mungilnya dan energi penyembuh milik Qu Cing pun menyebar perlahan ke permukaan kulit."Dasar bodoh! Mengapa kau malah sembunyi dan menghindar dariku?!" Qu Cing mencubit kedua pipi gadis itu dengan gemas sekaligus untuk menyembuhkannya.Gadis itu merasa, Qu Cing telah melakukan sesuatu terhadap wajahnya. "Apa yang Cing Ge lakukan terhadap wajahku?" ujarnya sembari menyentuh kedua pipi setelah Qu Cing mencubitnya."Pulanglah d
Qu Cing memanggil sang tongkat sakti, lalu melesat cepat. Karena jarak Hutan Lembah Siluman sudah dekat, hanya dengan beberapa kejapan mata, anak itu pun sampai di depan kediaman sang raja ular."Apa yang membuatmu begitu tergesa-gesa datang ke tempatku, teman kecil?" ujar Raja Tham Fan tampak sedang duduk santai sembari menikmati secangkir cairan merah kecoklatan di depan kediamannya."Bersiaplah! Musuh akan datang!""Apa!" Raja Tham Fan menegakkan tubuhnya. Secangkir minuman yang baru saja ia nikmati, seketika tak lagi berselera untuk menikmatinya. Lalu, dia berdiri dan berkata, "siapa yang akan datang?""Bell Lee Yong. Dia meminta bantuan kepada anak tertua dari Klan Dhulam untuk membunuh Anda!" ungkap Qu Cing menjelaskan.Mata sang raja terbelalak. Lalu, bibirnya mengantup dan kedua tangan mengepal erat. Ia pun berpaling dari Qu Cing dan memerintahkan seluruh pasukannya untuk bersiap-siap menyambut musuh di perbatasan. "Aku
Beberapa saat sebelum Bau Phe Sing menyerang, Qu Cing melihat raut wajah Bau Ba Chin penuh dendam. Ia menepuk sisi bahunya. "Apa yang membuatmu begitu membenci pria itu?" "Seluruh manusia di Kediaman Bau, menganggapku sebagai anak yang akan mendatangkan malapetaka. Tapi, sebagian mereka ada yang menampakkan rasa iba terhadapku, sehingga aku hanya diasingkan dari kediaman. Jikalau, Kakak Tertua tidak membuat masalah dan melimpahkan semua kesialan dikarenakan kehadiranku, Keluarga Bau tidak akan sampai merencanakan tindakan pembunuhan terhadapku," terang Bau Ba Chin. "Aku ... ingin membunuhnya!" Tangan anak berkulit hitam itu mengepal kuat. Matanya mulai menghintam seperti kejadian saat bertarung dengan Du Bai dan teman-temannya waktu itu. Jika sang kegelapan telah menguasai dirinya, maka pikirannya akan terkontaminasi. Dia tidak akan berhenti bertarung, sampai salah satu dari mereka mati. Qu Cing menepuk punggungnya. "Tenanglah! Itu akan ada saatnya nanti, Teman. Kita harus lebih
Pou Cong tidak memberi Qu Cing kesempatan untuk bernapas. Begitu melihat bocah itu bangkit dengan tongkat bercahaya di tangannya, ia langsung mengayunkan tangannya ke depan.Wooosh!Semburan api melesat dari telapak tangannya, membentuk naga raksasa yang mengaum dan menerjang ke arah Qu Cing.Boom!Ledakan besar mengguncang arena, membuat para murid Klan Naar menjerit dan mundur lebih jauh. Asap hitam mengepul, menutupi seluruh area tempat Qu Cing berdiri.Pou Cong tersenyum dingin. "Kau boleh cepat, tapi kau bukan tandinganku, Bocah!"Namun, senyum itu seketika menghilang ketika sebuah bayangan tiba-tiba melesat dari dalam asap.Swish!Pou Cong nyaris tak sempat bereaksi saat cahaya oranye berkelebat di sisinya. Instingnya menendang masuk, dan ia segera berbalik, mengayunkan pukulan berapi ke arah bayangan itu.Boom!Udara di sekitarnya meledak akibat panas dari pukulannya. Namun, serangannya hanya mengenai udara kosong."Mustahil…" Pou Cong menyipitkan mata, mencoba mencari keberada
Angin berhembus pelan, membawa ketegangan yang semakin memuncak di halaman pelatihan Klan Naar. Para anggota klan yang menyaksikan pertarungan ini menahan napas mereka, mata mereka terpaku pada sosok kecil yang berdiri di hadapan pemimpin klan mereka.Pou Cong, seorang pria yang dikenal sebagai salah satu pengendali api terkuat, menatap Qu Cing dengan tajam. Ia sama sekali tidak menganggap serius bocah ini. Namun, saat Qu Cing berdiri dengan penuh percaya diri, sesuatu di dalam dirinya berkata bahwa anak ini bukan lawan biasa."Jika kau benar-benar ingin menantangku, maka buat aku jatuh ke tanah hingga mengalami luka yang cukup serius."Kata-kata itu masih terngiang di udara ketika Qu Cing mulai bergerak.Wuussh!Dalam sekejap, tubuhnya menghilang dari pandangan!Pou Cong mengerutkan kening. Cepat!Tiba-tiba—Slash!Sebuah luka tipis muncul di bahu kanan Pou Cong, darah segar menetes ke tanah. Semua orang yang menyaksikan tersentak kaget.Pou Cong menggerakkan kepalanya dengan cepat,
Di halaman pelatihan kediaman Klan Naar, seorang gadis muda berlutut di tanah, tubuhnya gemetar penuh luka. Kulitnya penuh bekas cambukan, beberapa di antaranya masih berdarah. Setiap kali ia gagal dalam pelatihan, hukumannya tetap sama—seratus kali cambukan.Chin Cong tidak lagi terlihat seperti jenius yang dulu dibanggakan klannya. Matanya yang dulu bersinar penuh percaya diri kini suram dan hampa. Setiap hari adalah penderitaan, dan ayahnya, Pou Cong, tidak pernah menunjukkan belas kasihan.Pou Cong berdiri di atas panggung pelatihan, memegang cambuk panjang yang berlumuran darah. Wajahnya dingin tanpa ekspresi. "Berdiri!" perintahnya. "Kau harus kuat. Seorang anak dari Klan Naar tidak boleh menunjukkan kelemahan!"Chin Cong berusaha berdiri, tetapi tubuhnya terlalu lemah. Kakinya gemetar, dan ia terjatuh lagi.Pou Cong menghela napas, lalu mengangkat cambuknya. Namun, tepat sebelum cambuk itu menghantam tubuh Chin Cong—Whuuuuuus!Sebuah bayangan melesat dengan kecepatan luar bias
Bau Ba Chin menatap Miao Meng dengan penuh rasa ingin tahu. “Bibi, apakah Anda orang tua Qu Cing?” tanyanya dengan nada hati-hati. Miao Meng tidak langsung menjawab. Ia justru menatap Bau Ba Chin dalam-dalam, lalu menghela napas pelan. “Apa yang membuatmu berpikir begitu?” tanyanya balik. Bau Ba Chin melirik Qu Cing, lalu kembali menatap Miao Meng. “Energi penyembuhan itu… sangat mirip dengan miliknya. Dan cara Bibi memandangnya bukan sekadar seperti seorang kenalan.” Qu Cing diam saja. Dalam hatinya, ia juga merasakan hal yang sama. Entah kenapa, sejak pertama kali melihat Miao Meng, ada sesuatu dalam dirinya yang merasa dekat dengan wanita itu. Miao Meng tersenyum tipis, lalu mengalihkan pandangannya ke langit. “Belum saatnya kalian tahu kebenarannya,” katanya dengan suara lembut. “Tapi aku berjanji, jika kau berhasil mencapai ranah spiritual tingkat sembilan, aku akan memberitahumu segalanya.” Qu Cing mengepalkan tangannya. Tingkat sembilan? Itu bukan hal yang mudah dicap
Suara Seo Rang terdengar serak, tetapi masih penuh dengan kesombongan. Ketika debu mulai mereda, sosoknya kembali terlihat.Tubuhnya penuh luka bakar akibat cahaya suci, kulitnya tampak hangus di beberapa bagian, dan tanduk kecil di kepalanya retak. Namun, matanya masih bersinar dengan keganasan yang tak surut."Menarik… sangat menarik…" Seo Rang menggerakkan lehernya ke kanan dan kiri, suara retakan tulang terdengar jelas. "Aku tidak mengira ada seseorang yang bisa menyerangku dengan cara seperti ini."Ia mengangkat tangan, jari-jarinya bergetar karena efek serangan sebelumnya. Namun, dalam hitungan detik, kegelapan kembali menyelimuti tubuhnya, menutupi luka-luka yang menganga.Kemudian, ia melirik sekeliling, mencoba mencari sosok Miao Meng, tetapi yang ia temukan hanyalah keheningan yang aneh.Alisnya berkerut. Ia yakin wanita itu ada di hadapannya beberapa saat lalu, dalam kondisi lemah dan nyaris tak bisa berdiri. Tidak mungkin ia bisa kabur begitu saja.‘Apa yang sebenarnya ter
Namun, Miao Meng sudah siap. Ia melompat ke samping, lalu dengan cepat menciptakan lapisan es tebal di sekelilingnya. Tombak itu menghantam es dengan keras, tetapi tidak langsung menembus.Miao Meng mendarat ringan di atas salah satu pilar es, lalu mengangkat satu tangan ke udara. Udara di sekitar mereka menjadi semakin dingin. Salju turun lebih deras, dan napas Seo Rang mulai mengembun.“Jangan meremehkanku,” ucapnya pelan.Dalam sekejap, badai salju menerjang. Angin es berputar liar, menutupi pandangan Seo Rang.Pria itu menyipitkan mata, lalu menyebarkan kegelapan dari tubuhnya, mencoba menyingkirkan salju itu. Namun, Miao Meng sudah berada di belakangnya, menciptakan bilah es yang lebih besar dan lebih tajam.“Serangan yang bagus,” Seo Rang berkata tanpa menoleh. “Tapi masih belum cukup.”Ia berbalik dengan cepat, menangkap bilah es itu dengan tangannya yang berselimut cahaya. Dalam sekejap, bilah es itu retak dan hancur berkeping-keping.Miao Meng terkejut, tetapi ia tidak menunj
"Pria itu hanya akan mengejar satu orang dalam satu waktu! Jika kita tetap bersama, ini hanya mempermudahnya menangkap kita semua sekaligus!" jelas Qu Cing.Miao Meng menggertakkan giginya. Ia tahu pernyataan itu memang ada benarnya. Namun, meninggalkan Qu Cing sendirian dengan pria seperti Seo Rang bukanlah pilihan yang baik.Qu Cing akhirnya membuat keputusan. "Aku akan menjadi umpan!" ujarnya tiba-tiba.Miao Meng tersentak. "Apa? Tidak, kau tidak bisa—""Sepertinya, dia lebih menginginkan kematianku dari pada menangkap Anda kembali, Bibi! Jika aku pergi ke arah lain, dia pasti akan mengejarku! Gunakan kesempatan itu untuk kabur!"Miao Meng tampak ragu. Matanya menatap anak itu dengan kebimbangan yang dalam."Percayalah padaku, Bibi!" Qu Cing menegaskan.Wajah Bau Ba Chin berkerut. "Tapi, ini akan sangat beresiko untukmu."Miao Meng menghentikan langkahnya. Napasnya memburu, bukan karena kelelahan, tetapi karena gejolak dalam hatinya yang tak bisa ia abaikan. Sementara itu, Qu Cing
Bau Ba Chin membuka matanya kembali. Kali ini, warna bola matanya berubah menjadi hitam pekat, memancarkan aura kelam yang begitu menakutkan.Dengan satu gerakan tangannya, kabut hitam mulai membubung dari tanah, merayap ke setiap celah di hutan. Kegelapan itu bukan sekadar bayangan, melainkan energi yang mampu menghisap cahaya, menipu mata, dan membingungkan panca indera.Para pengawal yang mengejar Qu Cing dan Miao Meng langsung tersendat. Kabut hitam itu seperti makhluk hidup, menjerat kaki mereka, membelit tubuh mereka, dan menarik mereka ke dalam kekosongan."A-Apa ini?!" salah satu pengawal berteriak, mencoba menebas kegelapan dengan pedangnya, namun usahanya sia-sia. Semakin ia berusaha, semakin dalam ia terjebak.Di kejauhan, Qu Cing menoleh ke belakang dan melihat pemandangan itu. Ia tahu bahwa ini adalah ulah Bau Ba Chin."Terima kasih, Bau Ba Chin..." gumamnya dalam hati.Namun, ketenangan itu tidak bertahan lama. Sebuah cahaya keemasan tiba-tiba bersinar dari dalam kabut. S
Qu Cing mengeraskan rahangnya. Jari-jarinya mengepal, matanya menatap lurus ke arah sangkar cahaya yang menahan Miao Meng. Ia tahu, satu-satunya cara untuk membebaskan wanita itu adalah dengan menggunakan kekuatan yang tersembunyi dalam dirinya—kekuatan yang belum pernah ia gunakan dalam pertempuran besar. Tanda Matahari.Sebuah lambang berbentuk matahari terukir di telapak tangan kanannya sejak ia kecil. Ia tidak tahu dari mana asalnya, tetapi ia selalu merasakan energi aneh yang mengalir dalam simbol itu. Sang tongkat sakti pernah berkata bahwa tanda ini mampu melahap cahaya, panas, dan melenyapkan kegelapan.Hingga kini, ia belum pernah menggunakannya dalam skala besar. Namun, tidak ada waktu untuk ragu.Qu Cing melompat turun dari pohon dengan gesit, mendarat di tanah dengan ringan. Ia segera membentangkan telapak tangan kanannya ke arah sangkar cahaya yang mengurung Miao Meng."Lahap!"Begitu kata itu terucap, tanda matahari di telapak tangannya mulai berpendar. Dalam sekejap, se