Belina memainkan jarinya sendiri saat melihat sang Kakak keluar dari dalam mobil. Ditemani dengan Kalea di sampingnya, gadis itu berniat ikut menjelaskan. Belina ingin Kalea membantunya agar Elkan tak salah paham nanti. Jangan sampai Kakaknya tau masalah hari ini."Kamu tenang aja," bisik Kalea.Tepat di depan sana Elkan berjalan menghampiri mereka. Dia menatap adiknya seolah ingin segera bertanya. Melihat itu Belina hanya tersenyum kecil. Dia tidak boleh membuat curiga."Kenapa kamu udah pulang? Kakak tunggu kamu di gerbang sekolah dari tadi," omel Elkan."Maaf, Kak. Soalnya tadi kepala aku pusing jadi izin pulang duluan. Terus karena Kak El belum pulang jadi aku di rumah Kak Kalea dulu."Elkan terlihat percaya-percaya saja. Dia juga melihat wajah sang adik yang sedikit pucat. Padahal Belina sedang ketakutan jika Elkan sempat masuk ke sekolahnya tadi. Bukan karena dia sakit. "Kamu sakit? Harusnya kamu bilang supaya Kakak jemput kamu tadi." "Ekhem!" Kalea mengusap tengkuknya pelan.
Belina menuruni tangga menuju ke dapur. Karena berbohong sedang sakit, Kakaknya berubah menjadi protektif. Elkan bahkan langsung memberinya obat saat mereka di rumah. Sampai Belina harus pura-pura menelennya, padahal dia sembunyikan di bawah bantal. Hei, dia ini tidak sakit.Di ruang tengah Elkan melihat terlihat duduk memainkan ponselnya, ditemani secangkir kopi. Dia tidak kembali ke kantor karena tidak mau meninggalkan adiknya sendiri. Elkan itu menyayangi Belina, tapi terkadang dia menjadi orang yang menyebalkan. "Mau apa?" tanya Elkan melihat Belina berjalan ke dapur. "Ambil minum."Pria itu berdiri dan menyimpan ponselnya di atas meja. Berjalan menghampiri Belina yang tengah membuka kulkas. "Kakak mau tanya. Kamu keliatan deket banget sama Kalea.""Gimana, ya. Kak Kalea itu orangnya seru. Terus asik aja gitu kalau ngobrol. Jadi kayak lagi sama temen sendiri.""Menurut kamu cocok gak sama Kakak?"Belina memicingkan matanya. "Kenapa tanya gitu? Cocok, sih. Tapi enggak, deh. Kak E
"Kalea, ayo bangun! Adel sama Oliv udah tunggu kamu di bawah," teriak Vita sambil mengetuk pintu kamar putrinya."Tunggu, Mah."Tak berselang lama Kalea keluar dari kamarnya dengan penampilan yang sudah siap. Mengenakan celana training, hoodie, dan sepatu sneakers berwarna senada. Rencananya pagi ini Kalea pergi ke taman bersama kedua temannya, untuk jogging bersama. Berhubung hari ini hari libur."Ayo, turun. Mereka lagi duduk di teras. Sudah Mama suruh masuk tapi mereka enggak mau."Gadis itu segera turun ke bawah untuk menemui Adel dan Oliv. Sebenarnya semalam dia memaksa Oliv untuk ikut bersama. Karena Oliv awalnya tidak mau ikut. Kalea ingin Oliv tidak terlalu tertutup. Dia harus bersenang-senang dimasa mudanya, pikir Kalea.Sampai di bawah sana ia melihat kedua temannya sedang berbincang. Adel yang melihat Kalea ke luar dari rumah langsung berdiri dari duduknya, diikuti dengan Oliv. Mereka baru saja membicarakan soal masalah di kamp
Hanya berawal dari mendisain gaun untuk calon tunangan Elkan, Kalea mendapat banyak tawaran kerja sama. Ibunya bilang hari ini saja sudah banyak yang datang ke butik. Para pengunjung itu mengaku mendapat rekomendasi dari Irma, Ibunya Elkan.Seperti malam ini Kalea diundang ke sebuah acara pertemuan antara para pembisnis besar. Orangtuanya benar-benar bangga saat tau Kalea menarik perhatian orang ternama. Apalagi Vita, dia senang anaknya belajar bisnis secepat ini. Jadi butiknya berada di tangan yang tepat."Kal, kayaknya ini terlalu cepat buat kita. Aku masih belum percaya kalau kita bakal kerja sama dengan orang-orang besar. Sejauh ini kamu hebat banget," kata Mia yang duduk di samping Kalea. Mereka sedang berada di mobil menuju perjalanan. "Tante Vita pasti bangga sama kamu."Tentu saja Kalea akan pergi bersama Mia. Karena wanita itu sudah lebih berpengalaman di butik. Ibunya juga yang ingin Kalea belajar banyak dari Mia, asistennya."Ini semua juga karena Mbak Mia dan karyawan lain
Seorang gadis terlihat menggeliat dari tidurnya. Ia menyibakan selimut yang menutupi tubuh sambil terduduk di pinggir kasur. Kalea masih mencoba mengumpulkan nyawa sambil menatap sudut ruangan. Semalam, sepulang dari acara Kalea langsung tertidur karena kelelahan."Kalea, udah bangun belum? Keluar sekarang!" Terdengar suara seseorang yang mengetuk pintu dengan keras.Kening gadis itu berkerut. Dengan cepat Kalea berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Papa?""Ini apa maksudnya?!" Pria itu langsung menunjukan layar ponselnya. Memperlihatkan sebuah berita yang beredar di sosial media. Kalea melirik lebih dulu Ibunya yang hanya diam. Orang tuanya terlihat seperti sedang panik, marah, dan bingung."Ada apa, sih?" tanya Kalea tak paham."Kamu liat sendiri!"Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali mendengar suara tinggi Ayahnya. Perlahan ia meraih ponsel tersebut dan melihat apa yang dimaksud orang tuanya. Sebuah berita dimana ada foto Kalea dan Elkan yang terlihat begitu mesra. Dengan
Kalea menggeleng, tak habis pikir dengan saran dari Elkan. Dia pikir sarannya akan lebih baik, ternyata lebih parah. Yang membuatnya heran, pria ini sama sekali tidak terlihat panik. Justru di sini Kalea yang mendorongnya untuk bergerak."Gak mau. Lo juga udah punya calon tunangan, jadi lebih baik jujur aja.""Kalea, kamu gak punya banyak pilihan. Kamu mau jelasin seperti apa sama orang tua kamu?""Lo yang jeasin sama mereka," jawabnya santai."Saya juga tidak mau."Sebenarnya ini sebuah kesempatan emas agar Elkan bisa membatalkan pertunangannya. Kalea bisa membantunya bebas dari perjodohan konyol ini. Jadi dia tidak mau menyia-nyiakanya. Apalagi dengan mengeluarkan uang untuk menutup media-media itu.Kalea semakin kesal dengan pria ini. "Kenapa, sih? Gue curiga ini semua rencana lo. Oh, atau jangan-jangan lo emang sengaja biar bisa deket sama gue.""Saya gak selicik itu. Tapi kita bisa saling menguntungkan sekarang.""Maksudnya?"Elkan berjalan memutari Kalea dan berdiri di belakang
"Silahkan duduk, nak Elkan." Wilan mempersilahkan Elkan duduk dihadapannya. Setelah berbicara dengan orangtua Elkan, kini waktunya menjelaskan pada orang tua Kalea. Dua pria itu duduk berhadapan sedangkan Kalea berada di dapur menemani Ibunya membuat minum. Meski begitu Kalea masih bisa melihat mereka dari jauh. Seperti biasanya Elkan tetap terlihat tenang dan memasang senyum ramah. Berbeda dengan Kalea yang justru terlihat gelisah. Dia mencoba untuk menguping meski hasilnya sia-sia."Tentang berita yang beredar, sebenarnya apa hubungan nak Elkan dengan anak saya? Bukankah nak Elkan akan tunangan?"Pria itu menghela nafasnya sesaat. Melirik Kalea yang tengah menatapnya, namun gadis itu langsung buang muka. "Maaf, pasti ini sangat mengejutkan untuk Pak Wilan. Saya memang memiliki hubungan dengan Kalea, dan soal pertunangan itu, yang saya maksud juga Kalea.""Kenapa Kalea tidak memberitahu saya?" Tentu saja dia terkejut. "Sejak kapan kali
"Jadi semuanya cuma pura-pura?""Sstt..." Kalea membekap mulut Adel yang berbicara keras. Sepulang dari kuliah Adel beserta Oliv pergi ke rumah Kalea. Mereka tidak dapat menahan rasa kepo, terutama Adel. Dia sangat terkejut ketika Kalea menjelaskan semuahya. Yang ternyata hubungan itu hanya pura-pura alias palsu."Gila lo! Terus ciuman itu?" Adel kembali bertanya namun kali ini dengan suara pelan. Mereka berada di kamar Kalea sekarang.Wajah gadis itu seketika berubah merah. "Itu... gak tau, ah. Gak usah dibahas.""Tapi kalau diliat lagi, kalian keliatan cocok," kata Oliv ikut menggoda. "Ish, pada gak bener semua. Lagian ini cuma bohongan, jangan dianggap serius. Mana mau gue ounya cowok kayak gitu kalau bukan terpaksa?"Adel dan Oliv saling tatap dan tertawa. Menggoda Kalea ternyata menyenangkan juga. Apalagi dengan membahas Elkan, orang yang dibencinya. Tapi kalau kata orang benci dan cinta itu beda tipis. Mungkin saja sekarang Kalea membencinya. Taoi nanti? Tidak ada yang tau."E