Seorang gadis terlihat menggeliat dari tidurnya. Ia menyibakan selimut yang menutupi tubuh sambil terduduk di pinggir kasur. Kalea masih mencoba mengumpulkan nyawa sambil menatap sudut ruangan. Semalam, sepulang dari acara Kalea langsung tertidur karena kelelahan."Kalea, udah bangun belum? Keluar sekarang!" Terdengar suara seseorang yang mengetuk pintu dengan keras.Kening gadis itu berkerut. Dengan cepat Kalea berjalan ke arah pintu dan membukanya. "Papa?""Ini apa maksudnya?!" Pria itu langsung menunjukan layar ponselnya. Memperlihatkan sebuah berita yang beredar di sosial media. Kalea melirik lebih dulu Ibunya yang hanya diam. Orang tuanya terlihat seperti sedang panik, marah, dan bingung."Ada apa, sih?" tanya Kalea tak paham."Kamu liat sendiri!"Gadis itu mengerjapkan matanya beberapa kali mendengar suara tinggi Ayahnya. Perlahan ia meraih ponsel tersebut dan melihat apa yang dimaksud orang tuanya. Sebuah berita dimana ada foto Kalea dan Elkan yang terlihat begitu mesra. Dengan
Kalea menggeleng, tak habis pikir dengan saran dari Elkan. Dia pikir sarannya akan lebih baik, ternyata lebih parah. Yang membuatnya heran, pria ini sama sekali tidak terlihat panik. Justru di sini Kalea yang mendorongnya untuk bergerak."Gak mau. Lo juga udah punya calon tunangan, jadi lebih baik jujur aja.""Kalea, kamu gak punya banyak pilihan. Kamu mau jelasin seperti apa sama orang tua kamu?""Lo yang jeasin sama mereka," jawabnya santai."Saya juga tidak mau."Sebenarnya ini sebuah kesempatan emas agar Elkan bisa membatalkan pertunangannya. Kalea bisa membantunya bebas dari perjodohan konyol ini. Jadi dia tidak mau menyia-nyiakanya. Apalagi dengan mengeluarkan uang untuk menutup media-media itu.Kalea semakin kesal dengan pria ini. "Kenapa, sih? Gue curiga ini semua rencana lo. Oh, atau jangan-jangan lo emang sengaja biar bisa deket sama gue.""Saya gak selicik itu. Tapi kita bisa saling menguntungkan sekarang.""Maksudnya?"Elkan berjalan memutari Kalea dan berdiri di belakang
"Silahkan duduk, nak Elkan." Wilan mempersilahkan Elkan duduk dihadapannya. Setelah berbicara dengan orangtua Elkan, kini waktunya menjelaskan pada orang tua Kalea. Dua pria itu duduk berhadapan sedangkan Kalea berada di dapur menemani Ibunya membuat minum. Meski begitu Kalea masih bisa melihat mereka dari jauh. Seperti biasanya Elkan tetap terlihat tenang dan memasang senyum ramah. Berbeda dengan Kalea yang justru terlihat gelisah. Dia mencoba untuk menguping meski hasilnya sia-sia."Tentang berita yang beredar, sebenarnya apa hubungan nak Elkan dengan anak saya? Bukankah nak Elkan akan tunangan?"Pria itu menghela nafasnya sesaat. Melirik Kalea yang tengah menatapnya, namun gadis itu langsung buang muka. "Maaf, pasti ini sangat mengejutkan untuk Pak Wilan. Saya memang memiliki hubungan dengan Kalea, dan soal pertunangan itu, yang saya maksud juga Kalea.""Kenapa Kalea tidak memberitahu saya?" Tentu saja dia terkejut. "Sejak kapan kali
"Jadi semuanya cuma pura-pura?""Sstt..." Kalea membekap mulut Adel yang berbicara keras. Sepulang dari kuliah Adel beserta Oliv pergi ke rumah Kalea. Mereka tidak dapat menahan rasa kepo, terutama Adel. Dia sangat terkejut ketika Kalea menjelaskan semuahya. Yang ternyata hubungan itu hanya pura-pura alias palsu."Gila lo! Terus ciuman itu?" Adel kembali bertanya namun kali ini dengan suara pelan. Mereka berada di kamar Kalea sekarang.Wajah gadis itu seketika berubah merah. "Itu... gak tau, ah. Gak usah dibahas.""Tapi kalau diliat lagi, kalian keliatan cocok," kata Oliv ikut menggoda. "Ish, pada gak bener semua. Lagian ini cuma bohongan, jangan dianggap serius. Mana mau gue ounya cowok kayak gitu kalau bukan terpaksa?"Adel dan Oliv saling tatap dan tertawa. Menggoda Kalea ternyata menyenangkan juga. Apalagi dengan membahas Elkan, orang yang dibencinya. Tapi kalau kata orang benci dan cinta itu beda tipis. Mungkin saja sekarang Kalea membencinya. Taoi nanti? Tidak ada yang tau."E
"Pagi, Kak."Belina menghampiri Kalea yang berdiri di depan mobil milik Kakaknya. Ngomong-ngomong, dia sudah tau kalau hubungan Elkan dan Kalea hanya settingan. Belina juga tidak mau terlalu ikut campur, karena menurutnya sang Kakak tau yang terbaik untuk dirinya sendiri. Lagipula, menurutnya Kalea adalah orang yang baik."Mana Kakak kamu? Katanya mau pergi pagi-pagi," kata Kalea sedikit menengok ke belakang gadis di depannya."Lagi ngambil kunci." Kali ini Kalea akan pergi bersama Elkan ke kantornya. Tampilannya kali ini terlihat anggun. Bagaimanapun juga dia tidak mau membuat Elkan malu saat memperkenalkannya pada banyak orang. Meski mereka hanya berpura-pura, tapi orang lain taunya mereka nyata.Tak selang lama di belakang mereka Elkan datang dengan memainkan kunci mobil di jari telunjuknya. Pria itu tersenyum melihat Kalea yang sudah menunggunya. Seperti biasa, gadis itu selalu menarik perhatiannya. Apalagi dengan wajah manisnya dan penampilan yang selalu menggoda. Ah, apa yang b
Kalea mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia menggenggam tangan Elkan erat, seolah mempertanyakan apakah mereka salah tempat? Setelah sedikit drama yang terjadi di kantor, mereka langsung pergi. Namun tempat ini tidak terbayangkan olehnya.Kalea pikir mereka akan bertemu dengan rekan kerjanya Elkan di kafe. Ternyata tidak, justru Elkan membawanya ke tempat bowling. Iya, tempat seperti itu. Dimana teman kerjanya Elkan berada di sana bersama para istrinya."Akhirnya yang ditunggu datang juga." Mereka bersalaman, dan kini semua mata tertuju pada Kalea. "Apa ini perempuan beruntung itu? Ini kekasih Anda?"Elkan tersenyum, kembali merangkul Kalea. "Ya. Maaf kalau kami telat datang.""Tidak apa-apa. Lagipula kita di sini untuk bersenang-senang, bukan membahas masalah pekerjaan."Kalea hanya tersenyum sejak tadi. Karena dia tidak tau harus bagaimana jadi lebih baik diam. Daripada membuat malu Elkan dan salah bicara. Karena paham dengan kebingunan gadis di sampingnya, Elkan menuntun Kalea aga
"El, kenapa?" Kalea menyentuh tangan Elkan yang menariknya. Wajah pria itu terlihat kesal."Deon bilang kalau Belina diganggu sama laki-laki. Ayo masuk, kita pulang sekarang." Ia membukakan pimtu mobilnya.Bukannya masuk, Kalea malah diam berdiri. Dia teringat ajakan Rendi yang ingin bertemu demannya. Katanya ada hal penting yang ingin dibicarakan. Jadi ini kesempatannya untuk bertemu dengan sang Dosen."Kalea, ayo!""Lo bisa pulang duluan. Gue ada janji sama orang."Elkan menatapnya, menelisik. "Siapa? Kamu pergi sama saya, jadi pulang juga harus sama saya.""Duluan aja, gue bisa pulang sendiri nanti."Pria itu membuang nafas kasar. Dia tidak bisa terus berdebat hanya untuk mengajak Kalea pulang bersamanya. Saat ini Elkan harus segera pulang dan bertemu Belina. "Yasudah, tapi kalau nanti kamu mau saya jemput, kabari saya langsung. Kamu punya nomor saya, kan?"Kalea berdehem pelan. "Ya."****Seorang pria tengah memainkan ponselnya sambil duduk di salah satu kursi Kafe. Sesekali mata
Setelah kejadian kemarin, semalaman Elkan sulit tidur. Biasanya dia akan pergi ke luar menemui para keasihnya, atau paling tidak berkumpul dengan Deon dan Jonan di club malam. Namun rasanya malam tadi behitu beda. Dia tak memiliki selera ke luar rumah, dan memilih untuk tetap menjaga adiknya.Ngomong-ngomong, Elkan terlihat seperti ABG yang baru patah hati. Dia merasa semua ini tidak adil. Elkan merasa kesal karena mengetahui Kalea masih menyukai Dosennya, dan perasaannya terbalaskan. Seolah hanya dia yang merasa tersakiti. Sebagian hatinya mengatakan kalau di cemburu, dan mulai menyukai gadis itu. Tapi pemikiran seperti itu langsung ditepis."Gak mungkin saya suka sama dia secepat ini. Mugkin ini cuma karena saya takut kalah taruhan.""Kak." Balina menghampiri Elkan dengan ragu. Ia menyimpan secangkir kopi di atas meja. "Belum berangkat kerja?""Hari ini gak ke kantor.""Masalah kemarin aku minta maaf, ya. Kalau Kak El mau aku pulang, besok aku pulang. Tapi tolong jangan perbesar mas
Huek...Kalea mengusap mulutnya dengan air mengalir dan menatapnya di depan cermin. Tiba-tiba saja ia merasa mual. Kalea sempat berpikir ke arah lain apalagi dia telat haid 2 Minggu."Masa udah hamil lagi, sih? Jangan dulu dong. Kenan masih kecil."Kalea memang selalu menjaga dirinya setiap berhubungan dengan Elkan. Dengan memiliki suami yang selalu berhasrat membuat Kalea takut kebobolan. Dia ingin memiliki anak kedua jika Kenan memang sudah berusia 5 tahun agar dia juga masih mendapat perhatian dengan cukup.Wanita itu pergi ke luar kamar mandi dan mencari Elkan dan Kenan. Ayah dan anak itu ternyata berada di luar rumah. Elkan tengah mencuci mobilnya sedangkan Kenan bermain busa dengan sebuah bebek mainan yang terapung."Kenan main apa?" tanya Kalea ikut berjongkok di samping anaknya."Bun..""Main sabun? Bajunya basah ini. Nanti masuk angin sayang. Ini pasti Papa yang ajarin, kan?"Kenan yang dibawa-bawa langsung berbalik. "Kenapa aku? Itu mau anak kamu kok.""Anak kamu juga ini. S
2 tahun kemudian.Waktu terasa begitu cepat bagi orang tua untuk melihat tumbuh kembang sang anak. Contohnya Elkan, apalagi semenjak memiliki anak dia banyak menghabiskan waktu di rumah dan bekerja dari rumah. Hal itu juga yang membuat Kalea senang karena Elkan bisa membagi waktunya dengan baik.Kenan, anak itu sudah berusia 2 tahun sekarang. Semakin lucu dan semakin terlihat tampan seperti ayahnya. Bukan hanya parasnya yang menarik perhatian, tapi juga kepintarannya karena dia sudah mulai belajar berbicara. Selama di tahun kedua itu juga Kalea dan Elkan sama-sama banyak belajar. Menjadi orang tua tidak semudah itu. Bahkan tak menampik jika terkadang mereka bertengkar kecil. Namun itu juga tak akan lama karena diantara mereka akan selalu ada yang mengalah. Mungkin bisa dikatakan Elkan lebih banyak mengalah."Elkan! Udah siap belum?" teriak Kalea dari lantai bawah. Tak lama kemudian datanglah Elkan dengan Kenan di gendongannya. Bocah dua tahun itu merentangkan tangannya saat melihat K
"El bangun," bisik Kalea menepuk pipi Elan dengan pelan. Dia tidak ingin sang anak yang tengah tertidur jadi ikut terbangun."Eum.. ada apa?" gumam Elkan membuka matanya perlahan. Ia menarik tangan Kalea agar kembali berbaring di atasnya. "Aku masih ngantuk, Beb.""Bangun! Ini udah jam tujuh, nanti kan mama sama Papa mau ke sini. Aku mau mandi, kamu jagain Kenan, ya."Pria itu menekuk wajahnya. "Gak bisa mandi bareng, dong?"Kalea terkekeh pelan dan mengecup suaminya lembut. Maklumi saja karena Elkan ini memang sedikit gila dan dia mesum. Tapi terhitung sudah 4 bulan mereka tidak melakukan hubungan suami istri. Jadi sebagai pria Elkan sangat menginginkan hal itu. "Nanti tunggu Kenan besar.""Lama banget dong, Beb.""Aku mau mandi dulu, ya. Dah..." Wanita itu tertawa sambil bergegas masuk ke dalam kamar mandi, meninggalkan Elkan yang kini mendengus pelan.Tapi tidak apa-apa, dia juga hanya bercanda. Elkan tau Kalea masih baru beberapa hari ini melahirkan anaknya. Jadi Elkan hanya meng
Hari ini Kalea sudah bisa dibawa pulang bersama bayinya. Kalea menggendong bayinya dengan hati-hati dengan Elkan yang membawa tas, berjalan di belakangnya. Hari ini katanya khusus hari untuk Kalea dan Elkan bersama anaknya. Setelah ini barulah nanti orang-orang bisa bebas bermain dengan anak mereka.Untuk membiasakan diri sebagai orang tua baru. Kalea dan Elkan ingin mereka memiliki waktu bertiga terlebih dahulu. Dan dimulai sekarang Elkan akan menetapkan bahwa satu Minggu sekali dia ingin ada hari dimana mereka benar-benar bertiga."Selamat datang." Elkan membuka pintu apartemen lebar, membiarkan istri dan anaknya masuk lebih dulu."Makasih Papa," kata Kalea dengan suara anak kecil.""Sama-sama sayang."Elkan meletakan tas-tas berisi pakaian Kalea dan menghampiri istrinya tersebut. Setelah dipikir-pikir sepertinya Elkan berniat untuk pindah membeli rumah lagi. Jika tetap tinggal di apartemen pasti sulit juga, apalagi kini mereka sudah punya bayi. Sebenarnya Elkan juga belum menjual r
Setelah dua bulan perginya Belina ke Swiss, keluarga Cyrano mulai terbiasa. Mereka sering mendapat kabar dari Belina. Dan jika tidak ada kabar darinya maka Elkan akan meminta kabar dari Jonan. Pria itu cukup sering melihat Belina di asrama sekolah untuk memastikan keadaannya. Hal yang terdengar menenangkan adalah Belina kembali bisa bersosialisasi seperti biasa. Contohnya dengan Jonan, dia tidak takut seperti sebelumnya. Belina mulai terbiasa dan mulai melupakan masalahnya. Fokusnya hanya pada sekolah."Aw!" Kalea mendudukkan dirinya di kursi sambil memegangi perutnya yang terasa sakit."Kalea! Lo kenapa?" Adel bergegas menghampiri sahabatnya itu. Hari ini Kalea, Adel, dan Oliv berada di apartemen Kalea. Akhir-akhir ini mereka berdua memang sering menemui Kalea. Karena tengah hamil besar, tidak mungkin juga mereka membiarkan Kalea keluar rumah hanya untuk bertemu, jadi lebih aman jika Adel dan Oliv yang mendatanginya. Lagipula Elkan tidak mengizinkan istrinya itu keluar rumah tanpa
Belina berjalan masuk ke dalam rumah dan menatap Kakaknya yang tengah diobati oleh Kalea. Akibat kecelakaan tadi mereka langsung pulang. Kalea benar-benar khawatir meskipun Elkan mengatakan jika dirinya baik-baik saja.Memang tidak ada luka serius. Hanya telapak tangan yang berdarah dan celana bagian lutut yang sobek, namun tak ada luka parah di lututnya. Belina tak berani mendekat karena dia merasa bersalah. Dengan perlahan Jonan lagi-lagi mendekatinya. Namun kali ini Belina menghindar."Jangan deket-deket!"Pria itu tersenyum kecut. "Maaf." Ia sedikit menjauh dari perempuan di sampingnya. "Elkan itu gak sebrengsek yang kamu pikir. Dia cuma main-main sama ceweknya dulu. Gak ada paksaan sama sekali. Mungkin kamu jijik dengernya, tapi itu Elkan. Setelah Kalea datang, Kakak kamu itu gak pernah main cewek lagi. Dan ketakutan Elkan itu, adek ceweknya ketemu sama cowok yang gak bener. Karena dia gak mau kamu kenapa-napa.""Tetep aja ini karma." Belina menunduk memainkan ujung kaosnya."Jan
"Udah siap? Kita berangkat sekarang, yuk." Pagi ini Kalea dan Belina bersiap untuk jalan-jalan pagi ke luar. Bukan hanya mereka berdua, tapi ada Adel dan Oliv juga. Mereka mendukung Belina agar bisa berani ke luar rumah. Karena mereka juga tau kalau Belina tidak memiliki teman dekat di sekolahnya."Tapi, aku takut, Kak. Aku takut ketemu sama cowok," kata Belina memainkan jarinya."Gak semua laki-laki itu sama. Lagian ada aku, ada Adel, sama Oliv. Kita jagain kamu. Tapi kalau kamu gak mau gak apa-apa, deh. Padahal sebenernya aku lagi ngidam pengen makan bubur di taman sama kamu juga.""Kak..""Gak apa-apa kalau kamu mau ponakan ileran. Aku pergi sama temen-temen aku aja." Kalea mengusap perutnya dengan wajah memelas. Melihat itu Belina jadi tidak enak. Bagaimanapun juga ngidamnya ibu hamil kan harus dituruti. Diam-diam Kalea tersenyum senang saat adik iparnya itu mulai berpikir ulang. "Ya udah, kita berangkat sekarang."Adel membuka pintu kamar Belina lebar. "Ayo pergi sekarang."Kee
Sudah sekitar beberapa hari ini keadaan Belina semakin membaik. Dia tidak lagi berteriak saat melihat pria, namun untuk soal komunikasi memang masih sedikit sulit. Hari ini lagi-lagi Kalea mengantarkan makanan untuknya. Kali ini kesukaan Belina, yaitu sup Ayam.Ketika pintu kamar terbuka Kalea bisa melihat Belina yang sedang menyiapkan obat yang akan diminumnya. Namun bukan satu atau dua, tapi sekitar lima. Itu gila. Dengan cepat Kalea menghampirinya dan meletakan nampan di atas meja."Kamu ngapain?!" Kalea menepis tangan Belina hingga obat-obat itu berserakan. "Kamu mau overdosis?"Belina menatap obat miliknya yang jatuh. "Kenapa dibuang?" tanya Belina sambil mengepalkan tangannya."Kamu overdosis kalau minum obat sebanyak itu sekaligus. Obat apa itu?""Supaya aku gak hamil. Aku gak mau hamil."Kalea tertegun beberapa saat. Ternyata Belina beberapa hari ini mengkonsumsi obat anti hamil agar tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya setelah kejadian itu. Namun jika meminum sebanyak itu
Hari ini adalah pemeriksaan Belina untuk kedua kalinya. Belum ada perubahan, dan dia terus melamun dan menyendiri. Untuk masalah makan, dia hanya makan sedikit itupun dengan susah payah dibujuk. Dan tau siapa yang berhasil membujuknya? Psikolog itu sendiri.Kalea turun dari tangga menuju ke ruang bawah menyusul Elkan yang menunggunya di mobil. Hari ini Elkan mau kembali bekerja seperti biasanya, dan Kalea akan pergi bertemu dengan Adel. Karena masalah yang menimpa Belina, mereka berdua memang sepakat untuk tinggal di rumah orang tuanya Elkan sampai Belina menjadi lebih baik."Kalea," panggil Domini yang baru saja keluar dari kamar Belina. Ya, pria tua itu datang pagi-pagi untuk melihat keadaan cucunya. Dia menghampiri Kalea yang menuju ke luar rumah. "Bisa bicara sebentar?""Oh, boleh."Kalea tersenyum canggung saat mereka kini berdiri berhadapan. Setelah mengetahui bahwa Kakek ini adalah Kakeknya Elkan, Kalea jadi sedikit sungkan. Sementara Domini terlihat biasa saja."Ada apa, Kek?