Share

Tetanggaku Rajin (Minta)
Tetanggaku Rajin (Minta)
Penulis: Dianti W

Baru Pindah

Penulis: Dianti W
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Tetanggaku Rajin (Minta)

 

Part 1

 

Baru Pindah

 

 

"Rin, minta cabe, doonk!" Dia petik di pot langsung.

 

"Rin, minta minyak goreng segelas aja." Yang dibawa mangkuk, bukan gelas.

 

"Rin, minta bawang segenggem, ya!" Padahal dia bawa segembol.

 

"Rin, minta deterjen dikit." Dia bawa sewadahnya.

 

"Rin, ini sisa sabun colek aku minta, ya." Padahal itu bukan sisa, tapi sabun yang baru aku pakai seuprit di ujung bungkusnya.

 

"Rin, minta korek kupingmu ini sebungkus, ya!" Dia bawa sekotak, bukan sebungkus.

 

"Eh ada opor ayam, bagi ya!" Langsung dia ambil dari kuali, pakai mangkuk besar. Mangkuk pun melayang jadi miliknya. Kadang kalau diminta baru dikembalikan.

 

Setiap hari, Mbak Kiki, begitulah dia mengenalkan dirinya, selalu menyambangi rumahku untuk meminta sesuatu mulai dari hal remeh sampai barang-barang penting lainnya tak luput dari jarahan tangannya. Tak menunggu izin dariku, Mbak Kiki langsung mengambil apa yang dia mau lalu bergegas pulang.

 

Rumahnya tepat di sebelah kanan rumahku. Semula aku terkejut karena aku baru sebulan tinggal di rumah ini, tapi Mbak Kiki sudah begitu sok akrab padaku. Sementara aku bukan tipe orang yang mudah akrab pada orang baru, butuh penyesuaian diri yang cukup lama untuk akhirnya menyatakan nyaman berteman dengan seseorang. Namun sebagai warga baru sebisa mungkin aku berusaha bersikap baik kepada semua tetangga.

 

Kami pindah ketika Mas Hadi -suamiku- baru selesai merenovasi rumah ini karena sebelumnya dibeli dalam keadaan setengah jadi. Entah alasan apa si empunya sebelumnya menjual rumah ini dengan harga yang lumayan murah. Sehingga Mas Hadi tertarik untuk membelinya. Lumayan bisa irit katanya jika dibandingkan memulai membangun sendiri dari awal.

 

Lingkungan di daerah ini cukup asri dan sudah agak ramai. Beberapa tetangga adalah pasangan bekerja dan anak-anak yang sudah besar. Cuma aku dan Mbak Kiki yang masih memiliki balita dan tidak bekerja, hanya sebagai IRT biasa. Mbak Kiki bukan orang susah, perhiasan di badannya lebih dari cukup untuk menunjukkan bahwa sebenarnya ia mampu membeli tanpa harus selalu meminta apa-apa di rumahku. Katanya sih suaminya kontraktor, sedang suamiku hanya seorang pengusaha pemula, usahanya baru berjalan satu tahun.

 

Semakin lama aku semakin dibuat jengah pada sikap Mbak Kiki. Lebih sering aku mengurung diri di dalam rumah apabila Mas Hadi telah berangkat bekerja. Bermain dengan Davi anakku yang baru berusia tiga setengah tahun. Sebisa mungkin aku berusaha menghindar dari Mbak Kiki. Selain hobi meminta, Mbak Kiki juga hobi bergosip. Nah yang digosipin itu siapa aku juga belum terlalu kenal.

 

Sebagai orang baru aku tak pernah langsung percaya pada ucapan Mbak Kiki. Mana mungkin aku membenci tetangga lain hanya karena mendengar gosip dari mulut Mbak Kiki. Sedangkan aku pun belum terlalu mengenal mereka. Hanya menyapa sesekali jika kebetulan bertemu saat membeli sayur ataupun saat gotong royong ibu-ibu lingkungan RT.

 

Suatu hari, minggu pagi, suamiku tengah mengikuti kegiatan bersih-bersih saluran air di RT tempat tinggal kami, kegiatan rutin setiap bulan yang digagas oleh Pak RT. Tinggallah aku di rumah bersama putraku, aku baru selesai menyuapi anakku dengan lauk sayur sop ayam kesukaannya di ruang tengah sambil menonton tayangan kartun di tv, tiba-tiba Mbak Kiki masuk dari pintu depan, pasti tadi Mas Hadi lupa menutup pintu, eh tapi bisa saja memang Mbak Kiki yang sengaja masuk tanpa izin, tanpa mengucap salam meski pintu depan tertutup.

 

"Wa'alaikum salam, Mbak," ujarku ketika ia sudah di dalam rumah.

 

"Eh Rini, maaf lupa ngucap salam kirain kamu di dapur, gak bakalan dengar juga kalau aku ngucapin salam," ujarnya sambil cengengesan. Tubuhnya yang tambun dengan warna kulit eksotis alias gelap, langsung selonjoran disampingku.

 

"Ada apa Mbak?" Sebenarnya aku malas juga bertanya apa perlunya.

 

"Hehee ndak ada Rin, aku cuma mau numpang nonton TV."

 

"Lah, emang TV di rumah Mbak kenapa?"

 

"Gak kenapa-kenapa, kemarin siang aku lihat kamu sepertinya beli TV baru, ya?"

 

"TV baru? Hahhaa ngaco aja si Mbak, mana ada aku beli TV baru, tuh buktinya TV ku masih itu." Sepertinya dia melihat kardus besar yang dibawa pulang Mas Hadi kemarin. Padahal isinya bukan TV, cuma kardusnya saja bekas TV.

 

"Ooh ... bukan TV baru, toh? Syukur deh, kirain kamu beli baru. Eh, kamu masak apa? Minta donk!"

 

"Aku ndak masak Mbak, tadi beli di pasar sayur sop seporsi udah habis buat sarapan."

 

"Huuh ... padahal aku belum sarapan, ya sudah aku mau beli juga." Lalu dia bangkit menuju keluar.

 

"Ya sono Mbak, kalau masih sanggup beli memang sebaiknya jangan suka minta-minta!" Aku bergumam pelan sambil mengemasi bekas makan anakku dan membawa ke dapur lalu mencucinya.

 

"Riiinn ... aku minta daun seledriiiii!"

 

Huh! Baru saja sampai halaman, dia sudah berteriak meminta tanaman seledriku, aku memang hobi menanam sayuran ataupun tanaman hias di halaman rumah yang lumayan luas ini. Lumayan daripada tak ada kegiatan. Tapi sepertinya sebentar lagi hasil panen sayuranku bakalan ada yang ganggu.

 

Sebaiknya langsung aku petik saja setelah ini. Sebelum cabai, terung, sawi, dll berpindah tangan. Susah payah kubawa para tanaman kesayanganku dari rumah sebelumnya, syukur masih mau tumbuh subur. Si Mbak enak saja setiap hari meminta hasil tanamanku. Bahkan aku sendiri masih sayang untuk memetik, menunggu benar-benar siap di panen, malah duluan tetangga.

 

Benar saja, esok harinya Mbak Kiki bertanya padaku dari depan pagar rumah, ia bertanya perihal tanaman cabai, terung, dan sawi di halaman rumahku yang sudah tak ada lagi.

 

"Rin, panen cabe, ya? Kok di pot udah gak ada buahnya? Terong juga semalam perasaan masih ada. Bagi doonk!"

 

"Gak ada, Mbak, aku cuma nyisain dikit doank di kulkas, udah aku anterin ke rumah ibuku tadi malam sayuran sama cabenya."

 

"Diiih ... kamu ya pelit amat, cabe dikit doank gak mau bagi!"

 

"Sory Mbak, tuh kang sayur lewat, beli aja sono!" ujarku santai. Kebetulan si Akang sayur berhenti di depan pagar rumahku.

 

"Keluar duit deh," ujarnya sewot, biarin lah kamu tau rasa Mbak, besok mau ku pindahin semua polibag tanaman sayurku ke belakang rumah biar dia tak bisa sembarangan metik tanamanku lagi. Karena halaman belakang rumah ada pagarnya, cuma bisa masuk melalui pintu dapurku saja. Biarlah dianggap pelit oleh orang celamitan. Bukan aku yang pelit, tapi dia yang pelit pada dirinya sediri.

 

"Eeh Sukiyem, lama gak nongol, lu?" ujar Kang sayur.

 

"Iye lagi banyak stok sayur maren-maren mah, Kang."

 

Aku terkikik dari balik pagar. Ternyata Mbak Kiki punya nama asli Sukiyem, pede amat minta dipanggil Kiki. Stok sayur dari Hongkong, nyomot di dapurku dan halamanku mah iya. Kuhampiri mereka lalu mengambil sekilo ayam dan tahu tempe.

 

"Udah nih Kang, berapa?" tanyaku pada kang sayur.

 

"Tiga puluh enam ribu Neng," jawab si akang.

 

"Ini Kang, kembaliannya buat Akang!" Kuserahkan dua lembar uang berwarna hijau.

 

"Hatur nuhun atuh Neng, mudah-mudahan banyak rezeki nyak," ujar si Kang sayur senang.

 

"Eeh, Rin buat aku aja itu empat ribunya, kan lumayan buat tambahan beli tahu!" Tiba-tiba Mbak Sukiyem menyela.

 

"Enak aja kamu Sukiyem, utang kamu juga masih ada di saya, bayar atuuh masa rejeki saya mau kamu caplok juga," sengit si Kang sayur. Aku terkikik lagi.

 

"Ya elah Kang, emang utang saya berapa? Belum sejuta kan? Sombong amat sih baru aja jadi tukang sayur."

 

"Yee ... biarin atuh saya juga cuma tukang sayur, paling tidak saya ditungguin ibu-ibu baik tiap hari, gak kaya kamu bisanya cuma ngutang, malu atuh sama perhiasan di leher, kalau beli sayur aja utang!"

 

"Ya ampuun bac*t amat nih tukang sayur, berapa utang gue?" Mbak Kiki sepertinya sangat marah dengan kata-kata kang sayur.

 

"Dua ratus empat puluh rebu, sinikeun uangnya! Udah dua bulan ini jugak."

 

"Nih, gue bayar dua ratus rebu dulu, sisanya kapan-kapan!" Mbak Kiki membanting duit merah dua lembar di atas tumpukan sayuran.

 

"Ya udah atuh kalau gitu, itu yang mau kamu beli sekarang apa?" Kang sayur masih sabar juga rupanya.

 

"Nih! Daging sekilo, kangkung seikat, cabe setengah, bawang merah setengah, gabungin sama sisa utang aja!" ketus Mbak Kiki.

 

Terlihat si Akang memasukkan belanjaan ke dalam kantong besar, tiba-tiba si Akang berkata, "Sukiyem, itu apa di kaki kamu? Uang siapa itu jatuh?"

 

Reflek lah si Mbak mencari-cari uang yang disebutkan si Akang, tubuh tambunnya berputar-putar sambil melihat ke bawah, lalu Kang sayur menstarter motornya dan berlalu sambil berteriak,

 

"Kapan-kapan aja belanjanya Sukiyeeeemm, daripada Akang bangkruuuuutttt!" Lalu ia melaju dengan kencang.

 

"Eh Kang sayur kurang ajaaarrr, belanjaan gue wooooyy." Mbk Kiki berusaha mengejar Kang sayur yang sudah berlalu cukup jauh. Aku tertawa ngakak melihat Mbak Kiki dikerjai Kang sayur. Rasain lu Mbak.

 

"Heh, ngapain ketawa? Seneng lu liat gue dikerjain tukang sayur?" hardiknya saat melihatku terpingkal-pingkal menahan tawa sampai sakit perut

 

"Jarang-jarang lihat lawakan live begini Mbak, aku masuk dulu yaa. Baaayy!" Aku masuk masih sambil ngakak. Lalu ku kunci pintu depan khawatir makhluk aneh sebelah rumah tiba-tiba nyelonong masuk lagi.

Tak ku hiraukan lagi Mbak Kiki yang sedang ngomel-ngomel gak jelas.

 

***

 

Selesai beberes rumah dan memasak, aku mengajak anakku makan siang sambil menonton TV. Ternyata setelah makan anakku langsung mengantuk dan tertidur. Tiba-tiba terdengar suara pintu depan digedor-gedor.

 

"Riiin bukain pintu Riinnn!" Hmm ... suara Mbak Kiki, batinku. Aku tak menjawab, kubiarkan saja karena anakku baru saja tidur siang, kasihan kalau terbangun lagi gara-gara suara tetangga satu ini. Tau aja nih tetangga, waktunya makan siang, pasti mau nebeng lauk lagi.

 

Tampaknya Mbak Kiki menyerah setelah cukup lama gedorannya tak ku respon, hihihi sesekali harus dilawan tetangga model begini mah. Datang cuma untuk bergosip ataupun minta isi dapurku. Belum lagi rasa penasarannya yang pengen baget buka lemari kaca berisi koleksi gamisku yang ku letakkan di ruang sholat. Untung kukunci.

 

Pernah dia memaksaku untuk membukanya alasannya ingin lihat-lihat koleksiku. Padahal isinya tak banyak, sebagian lagi adalah mukena, bukan gamis semua.

 

"Buka donk, Rin! Aku pengen nyoba satu aja, cantik-cantik ih model gamis kamu."

 

"Maaf ya Mbak, itu di dalam lemarinya di atas gantungan gamis ada laci, isinya berkas-berkas penting punya Mas Hadi, jadi kuncinya sama Mas Hadi, aku gak tau dia simpan dimana, lagian size kita beda kali Mbak, gak bakalan muat juga!" jawabku santai.

 

"Diiih kamu sepele banget Rin, aku sekarang langsing tauuu, ini udah turun BB akuu, bulan lalu 95 kilo sekarang tinggal 93 kilo." Aku mendadak ngakak tak terkendali.

 

"Wakakakkakakk 93 kilo mah bukan langsing Mbak, tapi LANGSUNG!" ujarku sambil masih memegangi perut menahan tawa.

 

"Awas, ya, kamu ngeledekin aku lagi. Aku mau pergi sama Mas Bowo ke Moool, mau borong gamis di butik terkenaalll. Kamu gak akan sanggup deh belinya," ujarnya sambil memonyongkan bibirnya yang bergincu merah cabe.

 

"Lah, yo bagus atuh Mbak. Beli yang banyak ya, biar gak panas lagi lihat isi lemariku! Hahhaahhaahha." Kudorong saja dia ke arah teras lalu menyuruhnya pulang, dia pun bergegas pulang. Mungkin akan mengajak suaminya langsung ke Mall buat shopping. Tetangga aneh, mendadak stress kalau lihat barang milik orang lain.

 

Ya Tuhan, masukkan saja dia ke surga, aku malas ribut. Hahahaa ....

Bab terkait

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Akibat celamitan

    Tetanggaku Rajin (Minta) Part 2 Dua hari Mbak Kiki tak muncul ke rumahku, dunia serasa tenang sekali. Tapi walaupun tetangga satu ini menyebalkan, dia juga menghibur. Kepolosannya tak jarang membuatku terpingkal-pingkal. Hari ini aku membuat cemilan kue pisang manis berbungkus daun pisang, berhubung pohon pisang di belakang rumah sedang berbuah, jadi aku bisa membuat kue lumayan banyak, nanti akan aku bagikan kepada tetangga. Setelah kue matang dan selesai beberes rumah, kubungkus kue-kue ke dalam kantong plastik. Lalu kuajak Davi menemaniku mengantarkan kue-kue ini. Kumulai saja dari sebelah kiri, para tetangga sangat senang dengan pem

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   PoV Sukiyem

    PoV SukiyemHai readers, nama gue Sukiyem. Gue paling suka kalau dipanggil "Kiki" sama orang-orang. Kesannya jadi manis sama imut fitu, deh. Meskipun sebenarnya gue gembrot dan gak ada imut-imutnya. Gue ibu seorang balita berusia 3 tahun, namanya Azriel, noh mirip nama anaknye artis Anang Darmansyah.Suami gue kerjanya sebagai kontraktor. Iya! Baru bisa ngontrak doang, belum punya rumah sendiri. Untung juga rumah yang kami tempati sekarang punya Mpok gue. Die ngizinin kami beli ini rumah dengan cara dicicil tiap bulan.Udeh dua tahun lamanya kami tinggal di sini. Nama daerahnye Kampung Rawagemes, Jalan Rawagenit, Gang Rawarontek. Ah, gue ngasal saja! Mana ada nama daerah seperti itu.Lebih sebulan yang lalu, ade tetangga baru menempati rumah yang mereka beli dari keluarga Bang Kodri. Bang Kodri ini menjual rumah setengah jadi. Aneh kan?Gue dan istri Bang Kodr

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   PoV Bang Kodri

    Tetanggaku Rajin (Minta)Part 4PoV Bang KodriNamaku Hasyim Al Qodri. Ah! Sudah panggil saja aku Bang Kodri. Jangan kaget kelen, ya, kalok baca logatku kayak Mak Beti. Iya aku memang orang Medan.Ada lah kurasa 10 tahun aku meranto dari Medan ke Jawa. Pas udah sah nya aku nikah sama si Rusita Boru Harahap itu, langsung kubawak la itu binikku meranto. Belajar hidup mandiri di kampung orang. Udah ada kerjaanku sebelum kami nikah.Selama meranto udah lumayan sukses nya hidup kami. Udah bisa kubelikkan binikku rumah walaupun tak besar-besar kali, tapi cukuplah, anakku pun baru dua nya. Kerjaan mapan, keluarga pun bahagia.Cuman palaknya aku, semenjak ada data

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Sakit Perut deh

    Tetanggaku Rajin (Minta)Part 5Jam 2 siang, aku mengisi mangkuk ukuran sedang dengan rendang buatanku untuk kuberikan kepada Mbak Kiki. Sebagai penebus rasa bersalah karena tadi pagi kubiarkan dia yang tak sengaja memakan Dryfood milik Udin kucingku. Akupun penasaran ingin tahu reaksi perutnya seperti apa setelah makan makanan si Udin."Assalamu'alaikum, Mbaaak," panggilku sambil mengetuk pintu rumahnya. Namun tak ada jawaban."Mbaak, ini Rini, bawain rendang," ujarku lagi sedikit berteriak. Masih hening."Kemana sih, Mbak? Ah aku bawa pulang saja lah, orangnya lagi pergi kali tuh," gumamku.Tapi tiba-tiba pintu dibuka. Keluarlah sesosok pria, te

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Covid melanda

    Aku Lebih Cantik dari Gundik SuamikuPart 19PoV FriscaSial sial siaaalll! Mbak Widya itu benar-benar licik. Sengaja ia meminta cerai dari Mas Khalid dan memancing dengan cek senilai satu milyar. Nyatanya itu cuma akal-akalan dia saja untuk membuatku terusir dari rumahnya.Bodohnya lagi, ternyata Mas Khalid malah memilih mempertahankan rumah tangganya bersama Mbak Widya. Bagai kerbau dicocok hidungnya. Mas Khalid malah mengucapkan kata cerai padaku. Awalnya kupikir aku tak akan rugi karena aku sudah mendapatkan uang satu milyar itu. Tapi ternyata dugaanku meleset jauh. Cek itu tak bisa dicairkan meski satu rupiah pun. Kali ini aku masuk dalam perangkap yang dibuat oleh Mbak Widya. Benar-benar licik!Tapi tunggu dulu, bukan Frisca namanya kalau kehabisan cara untuk mencari keuntungan. Aku sudah pernah merasakan pahitnya hidup miskin akibat usaha Ayahku yang mengalami keterpurukan hingga bangkrut total. Aku tak mau itu terulang lagi. Terlebih lagi,

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   PoV Mas Bowo

    PoV Mas BowoPerkenalkan, aku Bowo Purnomo. Bekerja sebagai sopir distributor produk rokok. Aku memiliki seorang istri yang sangat baik, lucu, dan menggemaskan. Kami sudah dikaruniai seorang putra yang sangat lucu, saat ini usianya menginjak 3 tahun. Suki baru melahirkan saat usia pernikahan sudah menginjak empat tahun. Artinya Sudah lebih 7 tahun kami menikah. Sungguh tak terasa waktu berlalu begitu cepat.Pertama kali berkenalan dengan Suki pada saat aku mengantar order rokok di warung milik ibunya. Saat itu Suki yang sedang menjaga warung milik ibunya. Sekali dua kali bertemu masih biasa saja. Tetapi lama kelamaan aku jatuh cinta. Meskipun secara tampilan biasa saja, tapi bagiku dia sangat memesona.Akhirnya untuk kesekian kalinya kami bertemu saat mengantar barang, kuberanikan diri mengajaknya berkenalan."Dek. Sudah lama kita sering bertemu, siapa sih nama Adek?" Tanyaku."Masa iya belum tau nama Adek Bang?" Jawabnya malu-malu."Kenalan

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   PoV Mas Hadi

    PoV Mas HadiPerkenalkan, aku Hadiwijoyo, suami Rini Yulianti. Aku ingin bercerita tentang awal mula aku dan keluarga kecilku tinggal di rumah kami yang sekarang. Entah mimpi apa aku, tiba-tiba ada seorang teman yang menawariku untuk membeli rumah ini dengan harga yang jauh dibawah pasaran. Meskipun kondisinya setengah jadi, tak apalah. Bagiku harga yang ditawarkan masih terjangkau meskipun harus melanjutkan pembangunannya hingga selesai.Aku memiliki usaha sendiri yang baru berjalan selama sekitar satu tahun belakangan. Usaha di bidang pembuatan Mebel dan Kitchen Set. Tempat usahaku sebut saja Panglong. Jarak rumah dan panglong tak terlalu jauh, hanya butuh waktu tempuh sekitar 30 menit saja. Aku memiliki beberapa karyawan tetap yang ahli dibidang perkayuan, pembuatan, dan perakitan produk usahaku.Suatu hari, seorang teman datang ke panglong untuk memesan Kitchen Set. Lalu iseng-iseng dia menawariku sebuah lahan serta bangunan rumah setengah jadi milik teman k

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Pup di celana

    Hari ke-5 berdiam diri di dalam rumah. Siapa yang tak bosan? Ditambah lagi berita yang kami tonton semuanya tentang Corona. Kekhawatiran terhadap sebaran virus yang semakin cepat, membuatku begitu ingin mengetahui kabar seluruh keluargaku yang tinggal berjauhan.Ku kirim pesan-pesan melalui aplikasi hijau di gawaiku. Syukurlah mereka mengabarkan kondisinya dalam keadaan baik. Namun perasaan cemas masih tetap membayangi. Yah, ikhtiar dan do'a sudah kami lakukan, selebihnya kami pasrahkan takdir kami kepada Allah Tuhan Yang Maha Kuasa."Mah, liat Udin gak?" Suamiku bertanya. Aku yang sedang rebahan segera bangkit."Udin? Ooh tadi dia pamit mau keluar Pah." Jawabku ngasal."Hahaha apaan sih Mamah, emang Udin bilang apa?""Biasa, mau nemuin si Kessie, kucingnya Pak Robert dan Bu Sofia.""Hahaha dipakein masker gak Mah?" Suamiku mulai melawak lagi."Ogah katanya Pah. Lha si Udin kan emang udah kena Virus.""Virus apaan Mah? Ja

Bab terbaru

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Buka Warteg

    Mbak Kiki Buka Warteg“Kenape, sih, Rin? Jadi elu yang histeris begitu?”“Aneh kamu, Mbak! Aku suruh tulis apa yang ada di kepala itu bukan kutu! Tapi ide yang muncul dari pemikiranmu sendiri!”“Lah jadi apa, dong? Elu ngomongnya begitu, ya gue ikutin, lah.”“Bahkan kamu lupa kalau di kepalamu juga ada otak, kan?”“Oh, iye, lupa gue, Rin!” ujarnya sambil garuk-garuk kepala. Emang lah dasar!“Hadeuuuh … punya otak pun bisa sampe lupa!”“Jadi yang bener pegimane?”“Searching, dong, Mbak! Di internet banyak contoh karya tulis. Belajar dulu sebelum menulis!”“Gue kan cuma ngikut ape yang elu bilang! Kenapa gue yang disalahin?”“Bukan nyalahin, hadeuuuh entahlah Tuhaaan ….”“Sedih gue, Rin, gak jadi dapet lima juta.”“Lebih sedih mereka kalau kamu yang menang, Mbak!”“Kamu, mah, sirik aja jadi orang!”“Bukan sirik, ngapain sirik sama ban kontainer?”“Ngomong ape, lu, barusan?”“Gak!”“Elu ajarin gue, kek!”“Terlambat sudah! Sono balik! Aku mau mandi.”“Gak, ah. Gue di sini aja. Laki gue la

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Isi Kepala

    Isi Kepala“Rin!” Lagi-lagi terdengar panggilan dari alam ghoib.“Apa? pagi-pagi udah nongol ke rumah tetangga. Kebiasaan!”“Apaan, sih? Sewot aje, lu? Gue kesel tauk?”“Hadduuuh … kapan dirimu itu gak kesel?”“Serius, Rin! Mas Wowo maksa nyuruh gue jual emas.”“Ya udin, jual aja napa? Mumpung harga emas lagi bagus!”“Gara-gara elu, sih, kaga mau minjemin duit! Susah kan jadinye gue?”“Laaah … enak aja nyalahin orang! Lebih baik jual apa yang ada daripada berhutang, Mbak! Lagian disuruh dateng ketemu papahnya Davi kamu gak mau!”“Bukan gue yang gak mau, tapi Mas Wowo, noh! Katanya gue malu-maluin aja mau minjem-minjem duit ama tetangga!”“Nah, waras tuh suamimu, Mbak! Pertahankan, jangan sampai lepassss!”“Ah elu, mah, sama aja! Bukannye kasih solusi, malah nyalahin gue!”“Mbak, kamu kan punya banyak perhiasan, ngapain disimpen-simpen? Ini lah saatnya perhiasan itu digunakan untuk keperluan usaha baru suamimu! Nanti, kalau usahanya maju, sukses, pasti bakalan dapet gantinya lebih, Mba

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Pinjem Duit

    Pinjem duit buat apa lagi?Aneh-aneh aja kelakuan Mbak Kiki. Sudah selesai minta kerokin, pake curhat panjang lebar. Aku jadi telat sarapan, deh.“Saaayuuurr ….” Terdengar suara Kang sayur membahana seperti biasanya. Kali ini gak absen dulu, lah. Aku masih punya sayur dan bahan makanan yang lain. Kulanjutkan saja aktivitasku mengurus rumah.Kebun di belakang rumah juga sudah cukup lama dibiarkan. Rumput dan tanaman sudah saling berlomba unjuk gigi, eh, unjuk daun.Sejak hari itu, aku memang sering melihat suaminya Mbak Kiki lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Tapi hikmahnya, Mbak Kiki jadi jarang mampir ke rumahku.“Kenapa, Mah? Dari tadi Papah lihat Mamah nengok ke arah rumah Mbak Kiki terus,” ujar Mas Hadi mengejutkanku.“Dih, Papah. Kaget, tauk? Itu, Mbak Kiki kemarin bilang kalau suaminya resign.”“Lho, kenapa?”“Gak tau pastinya, Pah.”“Ya udah, do’ain aja semoga Mas Bowo lekas dapat kerjaan yang baru.”“Iya, Pah. Aamiinn ….”“Ya udah, Papah berangkat kerja dulu, ya.”“i

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Curhatan gak Penting

    Curhat gak penting“Aduh, Rin … makasih banget, ye. Enakan, nih, badan gue. Eeerrgghhh ….” Mbak Kiki sendawa panjang setelah selesai dikerokin. Sebenarnya aku malas, tapi ya kasihan juga. Gak apa lah, sesekali baik-baikin dia. Kali aja besok dia sudah tiada, eh, Astaghfirullah.“Nih, bawa pulang dakimu, Mbak. Mayan bisa dibikin jadi dodol!” ujarku sambil menyerahkan tisu bekas lap kerokan.“Hehehe … bise aje, lu, Rin!”“Udeh, sono pulang!”“Entar nape, Rin. Gue masih pen curhat same elu.”“Curhat apa lagi?”“Gini, lho, Rin. Mas Wowo mau berenti kerja jadi sales rokok, Rin!”“Lah, kenapa? Korupsi?”“Et, dah! Sembarangan aje, lu!” Bugh! Mbak Kiki menampol lenganku dengan cukup keras. Gak nyadar amat ni orang, tangan udah kaya godam palugada gedenya.“Sakit, Mbak! Kira-kira, dong, kalo nampol!”“Hehehe … iye sory! Abisnye elu juga ngasal aje ngomongnye. Bukan karena korupsi kalee.”“Trus kenapa? Bukannya selama ini juga kerja di sana enak? Gajinya lumayan, bonusannya juga banyak!”“Kata

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Sukiyem Beli AC

    Sukiyem Beli AC“Pagi, Mbak Kik!” sapaku pagi itu, disaat Mbak Kiki lewat di depan rumah.“Mbak Kik, Mbak Kik! Yang bener, dong, elu kalau manggil nama gue!” ucapnya sewot.“Ya udah … pagi, Yem!”“Hish! Elu, ye, sengaja amat bikin gue kesel.”“Lah, emang namamu Sukiyem, kan?”“Nama gueh prinses Kiki Asmirandah! Ngerti, lo?”“Kikikikikk … princes konon. Mau kemane? Udah gak sakit gigi lagi?”“Masih, dikit. Gue lagi cari si Ilham. Elu ade nampak die kagak?”“Enggak. Paling juga cari kucing betina ke tetangga.”“Lah, si Ilham, kan, kucing betina!”“Hah? Gak salah? Kucing betina dikasih nama Ilham?”“Kagak! Nama penjangnye Siti Ilhamiah!”“Yak ampun! Islami banget nama kucingmu, Mbak!”“Iya, dong! Emang elu aje yang bisa kasih nama bagus buat kucing? Kalo kucing elu Zainudin, nama kucing gue Siti Ilhamiah.”“Ya elah, ngasih nama kucing aja pake saingan segala, Mbak! Kenapa gak dipanggil Siti aja? biar orang tau kalau itu kucing betina.”“Gue emang gitu orangnye, kaga suka disaingin. Elu g

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Sakit Gigi

    Sukiyem Sakit GigiSetelah Mbak Kiki pergi, cepat-cepat aku mengganti pakaianku. Aku dan Davi bersiap untuk pergi belanja bulanan ke Supermarket. Setelah celingukan kanan kiri dan terlihat aman, aku pun langsung gas pol ke Supermarket, mumpung banyak diskonan juga.Sampai di Supermarket, kami langsung mengambil troli dan mengambil barang-barang sesuai daftar belanjaan. Gaya aja, sih, padahal yang mau dibeli gak banyak-banyak amat. Cuman pengen nyenengin Davi aja, naik ke troli dan didorong kesana-sini. Hihihi …Beres belanja, kami pun singgah sebentar di café dekat supermarket. Davi pengen makan steak katanya. Davi suka iri kalau lihat Udin makan wetfood, katanya mirip steak yang dipotong kecil-kecil. Ada-ada si Davi.Setelah puas belanja dan jalan-jalan, kami pun pulang. Lumayan repot juga bawa barang belanjaan, tapi akhirnya sampai juga di rumah.“Riniii … dari mane, lu? Shopping, ye? Kok gak ngajakin gue?” Begitulah teriakan Mbak Kiki saat aku lewat di depan rumahnya.“Iya, doong!

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Kuda dan Kijang

    Bahasa MinangHari ini, aku lagi duduk santai di teras sambil nungguin Kang sayur lewat. Niat hati mau belanja bulanan ternyata kemarin hujan turun seharian jadi belum sempat pergi.Seperti biasa, kalau aku keluar rumah, pasti bau-baunya langsung sampai di hidung tetangga absurd. Kayak hafal banget sama aroma parfumku, dia langsung senyum-senyum berusaha nyelip hendak masuk lewat gerbang pagar yang terbuka sedikit.“Doroong! Kaga bakalan muat kamu nyelip lewat situ, Mbak!”“Hehehe … iye, ternyata kaga muat, Rin!” ujarnya sambil mendorong pintu pagar agar terbuka lebih lebar.“Ngapain? Mau konsultasi perbaikan keturunan lagi?” tanyaku iseng.“Diih, elu, Rin! Ya nungguin Kang sayur, lah!”“Ooh … kalau gitu aku gak belanja ah!” jawabku.“Kenape?”“Pen minta aja sama kamu, Mbak!”“Enak aje, lu! Beli sendiri, lah! Itu duit dari lakimu jangan disimpen-simpen mulu! Entar habis dimakan rayap.”“Kagak bakalan kuat si rayap ngabisin duit aku, Mbak!”“Kenape? Saking banyaknya duit elu, gitu? Swo

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Beri-beri

    Beri-beri“Riniii ….”Duh, pagi-pagi udah terdengar auman harimau sumatera dari depan rumah. Mau ngapain lagi, tuh, emak-emak? Gak tau orang lagi sarapan apa, ya?“Solmet Mamah udah manggil-manggil, tuh!” canda Mas Hadi.“Diih … solmet? Mendingan ngurus panggilan alam dulu, deh, Mas! nih, perut Mamah udah manggil-manggil minta diisi.”“Bwahahaha … lagian masih pagi begini, mau ngapain dia manggil-manggil tetangga?”“Biasa, Mas! kalau sehari dia gak ngabsen di pager, mungkin dia langsung meriang!”“Hahahaha … Udin aja sono, suruh bukain gerbang!”“Udin masih molor.”“Ya udah, biarin aja dulu, palingan juga dia balik lagi kalau gak dibukain.”“Iya, Mas! Mas sarapan yang banyak, biar kuat menghadapi kenyataan hidup!”“Kenyataan apa?”“Kenyataan kalau ternyata Mamah ini istri yang baik hati, tidak sombong, pinter masak, dan juga rajin menabung. Hihihihi ….”“Hmm … ada maunya, nih!”“Hahaha … Papah tau aja! Minta duit!”“Entar Papah transfer.”“Asyiik, makasih, ya, Pah!”“Mau beli apa?”“B

  • Tetanggaku Rajin (Minta)   Kejutan Ultah Mas Bowo

    Kejutan Ultah MAs Bowo“Riin ….”Baru satu jam yang lalu, Mbak Kiki berusaha mengerjaiku di depan orang-orang, sekarang malah udah teriak-teriak lagi di depan rumah. Haddeeeuuh! Males banget rasanya bukain pintu buat dia. Entah mau apa lagi dia.Tok tok tok …“Riiin ….”“Bentaaaaar ….”Akhirnya terpaksa aku sahuti juga, budeg kupingku lama-lama. Pintu depan rumah pun aku buka.“Apaan sih, Mbak? Gak bosen apa berurusan sama aku?”“Diih, kamu ini!”“Iya, jam segini udah gedor-gedor aja. Mau ngapain?”“Ya digedor, lah! Orang pintumu ketutup, kalo kebuka apanya yang mau gue gedor cobak?”“Angin!”“Bwahahaha ….”“Mau apa lagi?”“Hehehe … sabar nape lu, Rin!”“Iya aku masih banyak kerjaan!”“Entar aku bantuin, asalkan kamu bantuin aku dulu!”“Bantu apaan?”“Kan besok laki gue ultah, gue mau kasih supris!”“Surpraaaaaaiiisss! Supris, supris! Sok Inggit banget!”“Iye lah itu, ah! Ribet amat! Kalo menurutmu laki-laki itu sukanya dikasih kado apa ye, Rin?”“Ya elaaah. Kupikir tadi urusan yang p

DMCA.com Protection Status