Saat Naura kembali ke rumah bersama Rival, mereka melihat Ayahnya tengah berada di halaman rumah bersama Ajun dan juga Joko. Naura terlihat sedikit terkejut dengan keberadaan Joko yang beberapa hari ini menghilang tanpa kabar. Sepasang adik dan Kakak itu ikut bergabung ke arah mereka, dengan Rival yang membawa barang belanjaan. "Joko? Kamu kemana aja?" tanya Naura."Pah, lagi ngapain, sih?" Kini Rival yang bertanya pada Ayahnya.Bahar menunjuk koper-koper yang berbaris di teras. Jevran juga membantu Ajun mengangkat koper tersebut. Bahar meminta bantuan Jevran agar dia bisa diandalkan. Ternyata tidak buruk juga untuk menerima lelaki itu sebagai teman anaknya. Ya, asal hanya untuk berteman. Karena yang dilihatnya sekarang Jevran terlihat seperti anak baik-baik, dan begitu polos. Berbeda dengan teman Naura yang bernama Arga, dia terlihat nakal."Cuma minta Joko bantuin buat bawa barang ke luar. Sebentar lagi, kan, kita berangkat. Biar gak buang-buang waktu abis Naura masak kita makan te
"eum, selalu enak. Setelah ini Papa bakal kangen masakan kamu," ucap Bahar kemudian meneguk minum. Naura hanya terkekeh pelan. Sejujurnya dia juga ingin Ayah dan Kakaknya itu tidak pergi. Tapi mereka harus tetap bekerja. Naura menginginkan keluarganya selalu berkumpul seperti ini di rumah, dan yang terjadi mereka hanya bertemu beberapa bulan sekali. Bahkan pernah selama satu tahun."Kalau gitu Papa minta pindah kerja ke sini lagi, jangan jauh-jauh ke luar kota," balas Naura."Gak bisa. Lagipula sebentar lagi Papa dapat pensiunan."Gadis itu tersenyum kecut dan menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Bahar tau putrinya pasti menginginkan sosok orang tua yang selalu ada di rumah. Bukan hanya Naura, Ajun juga menginginkannya. Untungnya Naura terdidik dengan mandiri hingga ia juga bisa mengurus dan membesarkan adiknya sendiri. Apalagi disaat Ayahnya sibuk dan saat Rival pelantikan dulu. Itu adalah masa tersulit karena usia Naura begitu muda, serta Ajun yang masih sulit diatur."Ekhem!"
Jevran memutuskan untuk sehari lagi menjadi Joko. Semalam dia tidur di rumahnya ini dan tidak pulang ke rumah orang tuanya. Niatnya hari ini Jevran akan membuat Joko mengundurkan diri dari OB, karena tentu akan menjadi sulit menjadi dua orang dalam waktu berdekatan. Karena itu Jevran tidak akan terlalu sering menjadi Joko, dia punya banyak pekerjaan di kantor.Sekarang pria itu tengah bersiap untuk pergi ke kantor. Di luar sana ia berpapasan dengan Ajun yang tengah berolahraga di depan rumah. Di hari libur seperti ini tak banyak yang bisa dilakukannya. Mau liburan dengan teman, tapi mereka pergi berlibur dengan keluarga. "Pagi," sapa Jevran menghampiri Ajun sesaat."Eh, mau berangkat, Kak?""Iya. Kamu ngapain? Naura mana?"Ajun mengangkat bahunya asal. "Gak tau. Mungkin masih siap-siap berangkat. Kak, yang kemarin itu jadi, kan?""Tenang aja, lusa kita pergi. Aman pokoknya. Asal mulutnya jangan ember sama Naura. Oke?" Jevran menyodorkan kelingkingnya dan dibalas oleh Ajun. Satu renca
Naura terduduk di meja kerjanya. Syukurlah hari ini tak terlalu banyak pekerjaan. Dengan begitu dia bisa pulang seperti biasanya tanpa lembur. Naura juga tidak bisa meninggalkan Ajun sampai malam, karena pemuda itu bisa saja pergi tanpa izin."Eh, kayaknya yang ini belum ditandatangani," gumamnya menatap berkas yang telah di cek. "Pak Jevran udah datang belum, ya?"Gadis itu pergi membawa berkas yang belum ditandatangani menuju ke ruangan Jevran. Mungkin malam itu, ini adalah salah satu yang terlewat. Atau bisa jadi Jevran memang sengaja menunda, maka dari itu Naura mencoba bertanya.Pintu diketuk beberapa kali namun tak terdengar suara orang dari dalam. Setelah ketiga kalinya Naura memberanikan masuk dan menatap ke dalam ruangan. Ia menatap ke segala penjuru namun tak melihat kehadiran sang Bos. Apa belum datang?Ia kembali melirik jam tangannya. "Ini udah jam 8. Datang telat kali, ya?"Tak lama dari itu Naura meletakkan berkas yang dibawanya ke atas meja. Biar saja jika Jevran datan
"Lo serius besok mau ke luar kota? Kenapa mendadak banget?" tanya Jerry menghampiri Jevran yang duduk menonton Tv."Gue dapet kabar juga kemarin. Udah Lo tenang aja, Lo fokus sama kesehatan biar gue yang berangkat. Lagian sekarang gue punya sekertaris," ucap Jevran kemudian meneguk minuman yang sempat dibuatkan oleh ART."Serius, gue tanya Lo suka sama sekertaris baru Lo itu, ya? Siapa namanya? Naura?"Pria itu tersenyum sekilas dan kembali acuh. "ga mungkin, lah.""Keliatan, kok. Jujur aja. Lagian Lo lagi free juga, kan? Atau emang mau sama Aurel?" kekeh Jerry meledeknya."Udahlah jangan bahas cewek. Giamana kaki Lo? Udah lumayan keliatannya." Jevran mencoba mengalihkan pembicaraan.Ya, Jerry terlihat berjalan dengan kakinya sendiri namun sangat hati-hati. "Kalau pelan bisa, tapi masih sedikit sakit. Kalau dibiasain jalan kayaknya engga, sih. Bentar lagi juga sembuh.""Bagus, deh. Nanti kalau gue udah pulang dari luar kota, Lo harus udah sembuh."Jerry hanya berdehem. Dia tau temanny
'Wih, udah kayak orang kaya aja.' Ajun tertawa sesaat melihat ke arah ponselnya. Pemuda itu tengah melakukan panggilan video dengan teman-temannya. Karena beberapa hari ini mereka memamerkan liburan bersama keluarganya. Seperti ke pantai, ke puncak, bahkan sampai ada yang pergi ke villa dan bersenang-senang di sana. Sedangkan Ajun kemarin belum tau akan liburan ke mana, bahkan sempat berpikir untuk menghabiskan libur sekolah di rumah.Sesaat ia mengarahkan kamera ponselnya ke luar jendela kamarnya. Memperlihatkan jalanan yang ramai dan gedung-gedung tinggi lainnya. Ikut memamerkan jika dirinya juga menikmati liburan tanpa di rumah saja.'Bukannya waktu itu Lo bilang kalau Kak Naura sibuk kerja?' tanya salah satu temannya yang terhubung dengan panggilan video."Masih inget Kak Jevran yang waktu itu traktir kita makan? Dia, kan, bos-nya Kak Naura. Karena ada kerjaan di luar kota katanya gue boleh ikut sekalian liburan."'Wah, beneran orang kaya, dong?'"Iya, lah. Udah dulu, deh. Gue ha
Naura bangun lebih awal dan pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Kebetulan di dapur ada beberapa bahan yang disiapkan, dan rasanya sia-sia jika tidak dimanfaatkan. Sambil menunggu Jevran dan Ajun yang belum bangun ia mencoba memasak sesuatu. Gadis itu menggulung rambutnya ke atas dan mulai mengambil beberapa bahan makanan. Tidak heran jika apartemen semahal ini bahkan sudah menyediakan makanan yang tergolong lengkap. Kebetulan juga Naura bisa memasak dan itu lebih baik daripada harus memesan makanan lagi. Karena semalam Jevran memesan makanan Barat yang tidak cocok di lidahnya. Naura juga tidak mau hanya menikmati fasilitas di sini tanpa melakukan sesuatu.Aroma masakan yang tercium membuat Ajun keluar dari kamarnya. Ia menghampiri Kakaknya yang sedang memasak. "Kak Naura masak?"Gadis itu menoleh sesaat dan mengangguk. "Kamu kenapa belum mandi? Mandi sana!""Nanti aja, lah. Lagian yang mau pergi kan cuma Kak Jevran sama Kak Naura ke kantor. Kalo aku di sini aja."Ajun duduk di m
"kamu lapar gak?" tanya Jevran sambil melepas jas-nya. Ia menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dan menatap Naura yang tengah fokus dengan layar monitornya.Gadis itu sontak mendongak dan mengangguk dengan senyum kecil. "Laper dari tadi. Gak ada makan siang," jawabnya bergumam."Tadi kita udah makan salad."Ya, Jevran meminta dibelikan makanan kantin kepada karyawannya. Seorang OB di sana membelikannya salad dan minuman dari kantin. Tapi bagi Naura selama dia belum makan nasi maka dia belum benar-benar makan. Bukankah itu kebiasaan banyak orang di Indonesia?"Makan salad doang mana kenyang.""Oke, sebelum kita pulang beli makan dulu." Jevran melirik jam di tangannya. "Kita pulang duluan aja. Sebentar lagi juga jam pulang kerja."Naura mengalihkan pandangannya dari layar monitor. "Terus kerjaannya gimana?""Bisa lanjut di rumah. Yang penting besok selesai."Setelah itu mereka memutuskan untuk pulang. Jevran juga tidak tega jika Naura harus pulang terlambat dan menahan lapar. Tapi bag
Tok.. tok.. tok...Naura yang baru saja mengganti pakaian pergi ke depan untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Jevran. Pria itu merentangkan tangannya."Jevran?" Naura memeluknya dan disambut dengan hangat."Tadi aku ke toko ternyata kamu udah tutup. Jadi langsung ke sini.""Ayo masuk."Naura mengajak Jevran masuk dan kembali menutup pintunya. Jevran menatap ke sekeliling. "Ajun mana?""Baru aja pergi. Katanya mau nginep di rumah temen dua hari."Jevran mengikuti Naura yang berjalan menuju dapur. Sepertinya Naura akan membuat kue, terlihat dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Apakah gadis ini tidak lelah membuat kue sepanjang hari? Pria tersebut melihat-lihat belanjaan di atas meja. "Mau buat keu, ya?""Iya pesenan Jerry, katanya buat temennya. Tapi jujur ini pertama kali aku buat kue yang tinggi kayak gini," kata Naura terdengar ragu."Kamu bisa, kok. Oh iya, Ra. Besok aku mau ajak kamu makan malam. Nanti aku jemput, ya?""Makan malam di rumah kamu?" tanya Naura."Di lu
Hari demi hari berlalu. Hari ini Jevran melakukan pelepasan gips pada tangannya. Dokter sendiri yang datang ke rumah. Karena ini hari Minggu ada Naura dan Ajun juga yang menemani. Seperti kata Jevran sesibuk apapun mereka berdua setidaknya luangkan satu hari untuk bersama dan itu adalah akhir pekan.Begitu benda tersebut dilepaskan Jevran mulai merasa lega. Akhirnya hari ini tiba dimana ia bisa beraktivitas seperti biasa. Tidak perlu kesusahan lagi untuk melakukannya."Silahkan pelan-pelan digerakkan tangannya. Pelan aja biar gak kaget," ucap sang dokter.Jevran mengatur nafasnya sesaat. Ia meluruskan tangan kanannya dan bergerak sesuatu arah. Kanan, kiri, atas, bawah, dan berputar sesuai arah jarum jam."Bagaimana?""Gak sakit," jawab Jevran."Kalau begitu tangannya sudah sembuh dan kembali seperti semula. Selamat, ya.""Terimakasih, dok."Nilam mengusap punggung Jevran. "Syukurlah kalau sudah sembuh total.""Kalau begitu tugas saya selesai, Pak, Bu. Saya pamit kembali ke rumah sakit
Kemarin Jevran mengeluarkan banyak uang untuk belanja es krim anak-anak di taman. Tapi dia menikmati waktunya yang menghabiskan sebagian harinya dengan anak kecil. Semua itu menyenangkan apalagi jika ada Naura di sampingnya.Karena semakin hari semakin membaik, Jevran berusaha mencari ide agar dirinya tidak merasa bosan. Tangannya juga semakin pulih dan saat pagi tadi pemeriksaan, dokter bilang beberapa hari lagi gips sudah boleh dilepas. Itu membuatnya tenang.Setelah pulang dari rumah sakit untuk mengecek keadaannya, Jevran langsung ke tempat Naura. Ya, di toko kue tempat Naura mendapat kesibukannya. Gadis itu juga belum tau kalau Jevran akan datang ke sini sekarang. "Permisi, saya mau pesan kue.""Silahkan ma-" saat menoleh Naura terkejut melihat kehadiran Jevran. "Kamu kok di sini? Sama siapa? Kenapa gak bilang mau ke sini?""Stttt...."Jevran menempelkan telunjuknya pada mulut Naura. "Aku gak disuruh masuk?""Oh, iya. Ayo masuk."Pria itu masuk ke dalam dan melihat sekitar. Bagu
Sementara itu di atas sana kini Jevran berdiri di depan jendela. Dia sedang mencoba menghubungi Naura karena hari ini belum mendengar kabar darinya. "Kamu lagi dimana? Aku pulang hari ini kenapa gak ikut jemput aku?"'Loh, kamu udah pulang? Aku lagi di toko. Tadinya aku mau ke rumah sakit nanti sore. Tapi ternyata kamu udah pulang.'"Yaudah, gak usah."'Maaf, ya. Beneran deh hari ini ada pesanan. Sayang kalau aku tolak. Kamu gak marah, kan?' tanya Naura terdengar menyesal. Jevran terkekeh pelan. "Gak apa-apa, aku ngerti kok. Tapi besok ke sini, ya."'siap, bos.'"Papa kamu udah berangkat, Ra?"'Papa sama Bang Rival udah berangkat. Terus mereka titip salam buat kamu semoga cepet sembuh. Mereka gak sempet jenguk kamu lagi.'Naura sudah tau jika Papanya memberi restu pada hubungan Jevran dan Naura. Dia benar-benar senang dan tidak bisa mengatakan apapun lagi selain mengatakan jika dirinya bahagia. Perjuangan Jevran ternyata tidak sia-sia.Sebelum pergi Bahar juga bilang oada Naura jika
Ajun keluar dari kamarnya dengan tubuh yang lebih fresh. Karena sudah mandi setelah seharian menggunakan seragam sekolah sampai tidur di rumah sakit. Dia sudah kembali pulang hari ini.Pemuda itu berjalan menuju dapur untuk minum namun ia mengurungkan niatnya. Di sana ada Bahar, Rival, dan Naura. Ajun sedang kesal dan dia belum mau bertemu dengan mereka. Apalagi Abangnya."Mau kemana? Sini makan sama-sama," kata Naura melihat Ajun yang hendak pergi."Gak laper.""Sini, Jun. Papa mau bicara sama kamu."Ajun berdecak pelan dan kembali berbalik menghampiri mereka. Dia berdiri di samping Papanya dan tepat dihadapan Rival dan Naura. "Kenapa?""Abang kamu udah cerita sama Papa."Rival yang sedang makan menghentikan makanannya. Ia mengambil minum dan fokus pada pembicaraan. Dia juga tidak bisa menjelaskan pada Ajun sendiri jadi Rival harap dengan Papanya tau masalah ini mereka bisa sama-sama berubah.Sesaat Ajun membuang muka ke samping. Dia tak mau membicarakan masalah ini sebenarnya. "Teru
"Maafin aku.""Liat sini." Jevran meminta Naura menatapnya. "Apapun keputusan Papa kamu. Aku bakal terima itu, kok. Tapi bukan berarti aku berhenti buat perjuangin kamu.""Tapi bagi aku kamu berhasil."Gadis itu mendongak menahan air matanya agar tak terus keluar. Naura memeluk Jevran dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri. Namun Jevran tersentak saat Naura melakukan itu.Jevran menahan nafasnya karena sebenarnya bahu yang kiri juga sakit, meski tak separah yang kanan. Tapi dia tak mau Naura melepaskan pelukannya. Jadi Jevran tetap membiarkan gadis itu di sana."Jangan nangis lagi. Aku gak bisa peluk kamu," ucap Jevran hanya menggenggam tangan Naura.Gadis itu terkekeh. Seketika ia duduk tegap dan menghapus air matanya. "Gak nangis, kok.""Bagus.""Eumm... Kamu lagi makan tadi? Aku ganggu dong? Aku bantuin, ya." Naura mengambil semangkuk bubur ke pangkuannya namun Jevran menahan."Aku bisa sendiri.""Tangan kamu lagi sakit. Aku suapin aja, ya."Jevran menggeleng. Sungguh
"Heh! Bangun!"Dengan susah payah Jevran meraih satu pack tisu dan melemparnya ke arah sofa dimana Jerry dan Ajun tengah tidur di sana. Sayang sekali meleset. Ia mencari benda lain yang aman untuk dilempar.Semalam mereka bilang akan menjaga Jevran 24 jam. Tapi buktinya semalaman mereka tidur pulas sedangkan Jevran masih sadar dan terus menatap langit-langit ruangan. Padahal semalam hanya ditinggal tidur sebentar tapi begitu Jevran bangun karena haus mereka sudah tidur semua. "Ini udah jam berapa? Bangun! Sebenarnya yang sakit siapa sih? Kenapa jadi gue yang jagain mereka," kata Jevran kesal.Pria itu mengambil botol plastik bekas minum yang sudah habis. Kembali dilempar ke arah mereka namun tetap tidak ada yang bangun. Ini kebo semua."Ish! Berisik apaan sih ganggu orang tidur aja."Jevran mendelik melihat Jerry yang merenggangkan tubuhnya. "Bangun! Katanya mau jagain tapi dua-duanya malah tidur.""Eh, iya ya?""Bantuin geu ke kamar mandi buruan. Gue pengen kencing."Jerry masih sem
"Pah, Jevran sadar, Pah!" Nilam menepuk pundak Haris agar suaminya menoleh. Setelah lama menunggu Jevran terlihat mulai sadar. Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali menyeimbangkan cahaya yang masuk ke Indra pengelihatannya. "Jevran? Kamu denger Mama? Ini Mama sayang."Jevran meringis pelan ketika merasa tubuhnya seperti tak bisa digerakan. Apalagi bagian bahu membuatnya ngilu dan pegal. "Mah? Minum," ucapnya terbata-bata. "Sini, pakai sedotan aja." Haris membantu Jevran minum air melalui sedotan."Naura mana?"Sepasang suami istri itu saling tatap. "Udah pulang.""Tapi dia baik-baik aja?""Kamu gak usah khawatirkan Naura, dia aman. Sekarang fokus sama kesembuhan kamu dulu. Ada keluhan gak? Biar Papa panggilkan Dokter."Jevran menggeleng pelan. "Gak ada."Tok... Tok... Tok... "Loh, Ajun? Kok bisa datang sama Jerry?" tanya Haris."Tau nih Om. Ketemu di jalan terus maksa mau ke sini buat jenguk Jevran.""Tapi itu masih pakai seragam sekah," kata Nilam bingung.Ajun tersenyum ca
"Apa aku bilang? Kamu itu cuma anak mami yang gak bisa apa-apa tanpa ajudan kamu itu. Jadi gimana kamu mau bebasin Naura sedangkan kamu kesakitan kayak gini?"Jevran tak mendengarkan perkataan Aurel dengan baik. Dia hanya sedang merasakan sakit yang luar biasa. Di kepalanya hanya berputar suara Naura yang mengalun. Jika Jevran seperti ini apa yang akan terjadi lada gadis itu?Tak ada tenaga lagi untuk melawan. Jevran pasrah karena tangannya sudah mati rasa. Punya kesadaran untuk membuka mata saja sudah bersyukur.Aurel melepaskan bekapan mulut Naura. "Silahkan. Ada kata-kata terakhir sebelum kalian berpisah?""Tolong bebasin Jevran. Dia kesakitan. Biar aku aja yang gantiin dia.""Eum, romantis banget. Tapi gak ngaruh. Jadi gimana kalau kalian berdua aja yang sama-sama pergi?"Di sisa kesadarannya Jevran merasakan tak ada lagi tangan yang menginjak bahunya. Mereka berdua justru berjalan menghampiri Naura. "Jangan sentuh Naura!" ucapnya pelan.Mereka menghiraukan perkataan Naura. Jevran