Jerry terlihat bersandar di dinding rumah sakit dengan wajah kusut. Di hadapannya ada kedua orang tua Jevran dan juga beberapa saudara. Mereka terlihat menangis dan Jerry tidak bisa melakukan apapun selain menunggu Jevran pulang.Kabar duka beberapa jam yang lalu dikabarkan pihak rumah sakit. Wilan, orang yang memiliki pengaruh besar di keluarga Abimanyu itu dikabarkan mengalami kondisi yang buruk. Dia kritis dan detak jantungnya melemah. Awalnya hanya ada Jerry yang menjaga malam itu. Karena keadaannya yang memburuk pihak rumah sakit meminta agar keluarga pasien datang.Tentu itu bukan masalah sepele. Jerry juga memberi kabar pada Jevran, namun siapa sangka beberapa menit dari itu Wilan dinyatakan meninggal dunia. Nyawanya tidak dapat diselamatkan dan, ya, keluarga Abimanyu diliputi duka sekarang."Kapan Jevran datang, Jer?" tanya Aris pada sahabat anaknya itu. "Harusnya sebentar lagi, Om. Saya udah telepon sekretaris-nya tapi ga diangkat."Bukan hanya bagi keluarga, namun kabar ini
Sepulang dari pemakaman Naura kembali ke kantor bersama karyawan lain. Gadis itu berjalan bersama Arga. Awalnya biasa saja namun saat mereka berada di lobby, orang-orang itu mulai berbisik. Terdengar samar mereka membicarakan Naura dan ada yang berbicara secara terang-terangan."Pantes aja waktu penerimaan sekretaris kamu bisa lolos. Mentang-mentang cantik jadi bisa godain orang yang udah punya pasangan, ya? Dasar centil!""Jangan waktu di luar kota mereka juga berduaan terus.""Gak nyangka, ya. Keliatan baik tapi ternyata cewek gatel.""Taulah cewek sama cowok berduaan pasti ngapain."Kira-kira seperti itulah omongan mereka. Naura menunduk dan memerat rok yang dikenakannya. Sekarang namanya dikenal buruk setelah Aurel yang membuat berita bohong."Gak usah ngerumpi! Kalian di sini buat kerja bukan buat ngomongin orang!" kata Arga membela. Kalau boleh jujur Arga memang sedikit kecewa. Dia takut jika apa yang dikatakan orang-orang benar namun sebagian hatinya mengatakan Naura tidak mun
Naura keluar dari rumahnya dengan Ajun yang mengikuti di belakang. Pagi ini mereka berniat untuk pergi ke taman untuk jalan-jalan pagi. Sebenarnya ini adalah ide Ajun agar kakaknya tidak terus memikirkan masalah kemarin. Bahkan sekarang Naura memutuskan untuk kembali tidak masuk kerja. Naura juga tidak ingin bertemu lagi dengan Jevran. Bukan karena membenci namun dia tidak ingin ada masalah baru. Yang memang sejak awal Naura tidak boleh memiliki perasaan ini. Tidak seharusnya dia menyukai bos-nya sendiri dan mengharapkan sesuatu. Yang nyatanya Jevran bahkan memiliki pasangan.Naura mengunci pintu rumahnya dan tak sengaja ia melihat seorang pria yang tengah menyapu halaman. "Joko? Loh, itu Joko, kan?"Mendengar itu Ajun sontak menoleh ke arah yang ditunjuk kakaknya. Benar saja itu adalah Joko. Tetangga culun mereka yang sudah cukup lama tidak bertemu. Naura dengan tersenyum senang menghampiri Joko."Tungguin, Kak!" kata Ajun mengikuti Naura dari belakang.Naura menghampiri Joko dan me
"Denger kabar gak? Katanya Naura sekretarisnya Pak Jevran gak kerja lagi di sini. Dia malu karena kebusukannya terbongkar," ucap salah seorang karyawan yang merumpi di dekat pantry."Pantes aja kemarin gak liat dia datang ke kantor," timpal yang lain.Berita tersebut tentu langsung banyak dibicarakan. Menjadi berita panas di kantor sejak kemarin. Mereka mengatakan jika Naura terlihat polos di luar namun dalamnya seperti wanita penggoda. Apalagi dengan cerita-cerita terkenal jika banyak kasus sekretaris dan atasan yang memiliki hubungan. Tentu sebagian dari mereka berpikir yang tidak-tidak. Sebenarnya tidak semua orang juga percaya rumor itu. Karena bagaimanapun Naura dikenal baik selama dirinya diterima bekerja di perusahaan ini. Contohnya gadis itu suka menyapa ramah karyawan yang berpapasan dengannya. Bahkan Naura dikenal baik oleh para OB."Eh, itu bukannya Naura?" Mereka sontak menoleh melihat Naura yang baru saja datang dengan senyuman yang tak luput dari wajahnya. "Pagi semuan
Saat ini Jevran dan Jerry pergi ke kantor polisi. Salah seorang polisi menghubungi Jerry jika tahanan mereka meminta untuk bertemu Jevran. Yang tak lain dan tak bukan adalah mantan ajudan Kakeknya yang telah tiada. Entah untuk apa orang itu ingin kembali bertemu dengan Jevran.Mereka masuk ke ruang tunggu lapas untuk bertemu orang di sana. Tepat sekali ini adalah waktu untuk menerima kunjungan. Kini mereka berada di satu meja, bertiga, dengan seorang polisi yang mengawasi di sisi lain."Terimakasih Tuan muda masih mau bertemu dengan saya di sini," ucap pria dengan borgol di kedua tangannya. Awalnya dia pikir Jevran tidak mungkin datang ke sini untuk menemuinya, apalagi dia dikenal sibuk dengan pekerjaannya."Jadi kenapa kamu minta kita ketemu di sini?" tanya Jevran memainkan korek apinya. Polisi itu memperhatikan Jevran dan siap menegur jika saja pria itu merokok di dalam ruangan.Di sisi lain Jerry menelisik. Sebenarnya apa yang ingin dikatakan orang di depannya? Padahal sudah diputu
"Kak, di depan ada Kak Sisil, tuh."Naura yang tengah berbaring di kasurnya sontak merubah posisi menjadi duduk. "Suruh tunggu. Aku ke luar sekarang."Gadis itu mengambil mengambil jaket miliknya yang tergantung dan sebuah sepatu. Niatnya memang hari ini mereka berdua akan pergi. Sudah lama dua perempuan itu tidak menghabiskan waktu bersama karena kesibukan kerja.Setelah siap Naura segera keluar kamar untuk menemui Sisil di luar sana. Rencananya mereka akan pergi ke pasar malam di dekat komplek. Dia sengaja tak membawa Ajun agar pemuda itu menjaga rumah. Lagipula Nuara juga tak akan lama. Di sisi lain Sisil tengah duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Ia melirik-lirik sekilas rumah di samping yang terlihat kosong dan sepi. Tetangga Naura yang culun itu tidak ada?"Hey, ayo jalan sekarang." Tiba-tiba Naura muncul dengan pakaian yang sudah rapih.Sisil seketika tersentak. "Udah siap?""Udah. Ayo.""Tunggu sebentar." Gadis itu berdiri dari duduknya dan kembali menatap rumah
"Lo kenapa, Jev?"Jerry menghampiri temannya yang minum alkohol di depan rumah. Malam-malam begini pria itu datang dan mengatakan ingin menginap dan raut wajahnya kusut seperti memiliki suatu masalah. Mungkin ini ada hubungannya dengan Naura."Gue cuma lagi pengen minum," balas Jevran kemudian menyalakan sebatang rokok yang diapit kedua jarinya. "Yakin gak mau cerita sama gue? Ini tentang Naura, ya?"Jevran menghisap sebatang nikotin itu dan mengangguk. "Naura minta gue menjauh. Sedangkan Lo tau gue gimana. Gue gak akan nyerah sampe gue dapetin apa yang gue mau."Itu, terdengar tidak asing. Jevran memang orang yang seperti itu. Sejak dulu dia punya tekad kuat dan juga nekat. Apapun yang ia inginkan maka akan diperjuangkan. Apalagi ini masalah hati, tentunya tidak mudah dilepas. Jerry juga melihat bagaimana ketertarikan temannya pada gadis itu. Ia akui Naura memang cantik dan menarik. "Tapi Lo juga jangan terlalu agresif. Kalau Naura malah ilfeel sama Lo gimana?" Pria itu ikut mengam
Kini Jevran berada di pengadilan bersama kedua orang tuanya dan juga Aurel beserta keluarganya. Pria itu juga membawa pengacara ternama untuk menangani kasus ini. Awalnya Jerry memang ingin ikut menyaksikan keputusan hakim namun ia tidak bisa karena harus menggantikan Jevran di kantor. Jadi dia hanya perlu menunggu kabar dari Jevran.Sebelum persidangan dilaksanakan kedua orangtuanya Aurel terlihat memohon pada Jevran agar laporannya dibatalkan. Namun sayang sekali hal itu mustahil. Jevran bahkan tak menanggapi mereka yang berusaha berbicara dengannya. Sama seperti mengabaikan Aurel meski gadis itu menangis agar orang tuanya tidak dibawa ke pengadilan."Jev, aku minta tolong sama kamu kali ini aja. Maafin orang tua aku. Mereka gak bener-bener punya niat buat celakain Kakek kamu."Jevran tak menanggapi. Ia sibuk dengan ponselnya dan sama sekali tidak menoleh. Sekali lagi Aurel menatap kedua orang tua Jevran. "Om, Tante, aku mohon. Aku masih calon menantu kalian, kan?""Maaf Aurel, tapi
Tok.. tok.. tok...Naura yang baru saja mengganti pakaian pergi ke depan untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Jevran. Pria itu merentangkan tangannya."Jevran?" Naura memeluknya dan disambut dengan hangat."Tadi aku ke toko ternyata kamu udah tutup. Jadi langsung ke sini.""Ayo masuk."Naura mengajak Jevran masuk dan kembali menutup pintunya. Jevran menatap ke sekeliling. "Ajun mana?""Baru aja pergi. Katanya mau nginep di rumah temen dua hari."Jevran mengikuti Naura yang berjalan menuju dapur. Sepertinya Naura akan membuat kue, terlihat dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Apakah gadis ini tidak lelah membuat kue sepanjang hari? Pria tersebut melihat-lihat belanjaan di atas meja. "Mau buat keu, ya?""Iya pesenan Jerry, katanya buat temennya. Tapi jujur ini pertama kali aku buat kue yang tinggi kayak gini," kata Naura terdengar ragu."Kamu bisa, kok. Oh iya, Ra. Besok aku mau ajak kamu makan malam. Nanti aku jemput, ya?""Makan malam di rumah kamu?" tanya Naura."Di lu
Hari demi hari berlalu. Hari ini Jevran melakukan pelepasan gips pada tangannya. Dokter sendiri yang datang ke rumah. Karena ini hari Minggu ada Naura dan Ajun juga yang menemani. Seperti kata Jevran sesibuk apapun mereka berdua setidaknya luangkan satu hari untuk bersama dan itu adalah akhir pekan.Begitu benda tersebut dilepaskan Jevran mulai merasa lega. Akhirnya hari ini tiba dimana ia bisa beraktivitas seperti biasa. Tidak perlu kesusahan lagi untuk melakukannya."Silahkan pelan-pelan digerakkan tangannya. Pelan aja biar gak kaget," ucap sang dokter.Jevran mengatur nafasnya sesaat. Ia meluruskan tangan kanannya dan bergerak sesuatu arah. Kanan, kiri, atas, bawah, dan berputar sesuai arah jarum jam."Bagaimana?""Gak sakit," jawab Jevran."Kalau begitu tangannya sudah sembuh dan kembali seperti semula. Selamat, ya.""Terimakasih, dok."Nilam mengusap punggung Jevran. "Syukurlah kalau sudah sembuh total.""Kalau begitu tugas saya selesai, Pak, Bu. Saya pamit kembali ke rumah sakit
Kemarin Jevran mengeluarkan banyak uang untuk belanja es krim anak-anak di taman. Tapi dia menikmati waktunya yang menghabiskan sebagian harinya dengan anak kecil. Semua itu menyenangkan apalagi jika ada Naura di sampingnya.Karena semakin hari semakin membaik, Jevran berusaha mencari ide agar dirinya tidak merasa bosan. Tangannya juga semakin pulih dan saat pagi tadi pemeriksaan, dokter bilang beberapa hari lagi gips sudah boleh dilepas. Itu membuatnya tenang.Setelah pulang dari rumah sakit untuk mengecek keadaannya, Jevran langsung ke tempat Naura. Ya, di toko kue tempat Naura mendapat kesibukannya. Gadis itu juga belum tau kalau Jevran akan datang ke sini sekarang. "Permisi, saya mau pesan kue.""Silahkan ma-" saat menoleh Naura terkejut melihat kehadiran Jevran. "Kamu kok di sini? Sama siapa? Kenapa gak bilang mau ke sini?""Stttt...."Jevran menempelkan telunjuknya pada mulut Naura. "Aku gak disuruh masuk?""Oh, iya. Ayo masuk."Pria itu masuk ke dalam dan melihat sekitar. Bagu
Sementara itu di atas sana kini Jevran berdiri di depan jendela. Dia sedang mencoba menghubungi Naura karena hari ini belum mendengar kabar darinya. "Kamu lagi dimana? Aku pulang hari ini kenapa gak ikut jemput aku?"'Loh, kamu udah pulang? Aku lagi di toko. Tadinya aku mau ke rumah sakit nanti sore. Tapi ternyata kamu udah pulang.'"Yaudah, gak usah."'Maaf, ya. Beneran deh hari ini ada pesanan. Sayang kalau aku tolak. Kamu gak marah, kan?' tanya Naura terdengar menyesal. Jevran terkekeh pelan. "Gak apa-apa, aku ngerti kok. Tapi besok ke sini, ya."'siap, bos.'"Papa kamu udah berangkat, Ra?"'Papa sama Bang Rival udah berangkat. Terus mereka titip salam buat kamu semoga cepet sembuh. Mereka gak sempet jenguk kamu lagi.'Naura sudah tau jika Papanya memberi restu pada hubungan Jevran dan Naura. Dia benar-benar senang dan tidak bisa mengatakan apapun lagi selain mengatakan jika dirinya bahagia. Perjuangan Jevran ternyata tidak sia-sia.Sebelum pergi Bahar juga bilang oada Naura jika
Ajun keluar dari kamarnya dengan tubuh yang lebih fresh. Karena sudah mandi setelah seharian menggunakan seragam sekolah sampai tidur di rumah sakit. Dia sudah kembali pulang hari ini.Pemuda itu berjalan menuju dapur untuk minum namun ia mengurungkan niatnya. Di sana ada Bahar, Rival, dan Naura. Ajun sedang kesal dan dia belum mau bertemu dengan mereka. Apalagi Abangnya."Mau kemana? Sini makan sama-sama," kata Naura melihat Ajun yang hendak pergi."Gak laper.""Sini, Jun. Papa mau bicara sama kamu."Ajun berdecak pelan dan kembali berbalik menghampiri mereka. Dia berdiri di samping Papanya dan tepat dihadapan Rival dan Naura. "Kenapa?""Abang kamu udah cerita sama Papa."Rival yang sedang makan menghentikan makanannya. Ia mengambil minum dan fokus pada pembicaraan. Dia juga tidak bisa menjelaskan pada Ajun sendiri jadi Rival harap dengan Papanya tau masalah ini mereka bisa sama-sama berubah.Sesaat Ajun membuang muka ke samping. Dia tak mau membicarakan masalah ini sebenarnya. "Teru
"Maafin aku.""Liat sini." Jevran meminta Naura menatapnya. "Apapun keputusan Papa kamu. Aku bakal terima itu, kok. Tapi bukan berarti aku berhenti buat perjuangin kamu.""Tapi bagi aku kamu berhasil."Gadis itu mendongak menahan air matanya agar tak terus keluar. Naura memeluk Jevran dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri. Namun Jevran tersentak saat Naura melakukan itu.Jevran menahan nafasnya karena sebenarnya bahu yang kiri juga sakit, meski tak separah yang kanan. Tapi dia tak mau Naura melepaskan pelukannya. Jadi Jevran tetap membiarkan gadis itu di sana."Jangan nangis lagi. Aku gak bisa peluk kamu," ucap Jevran hanya menggenggam tangan Naura.Gadis itu terkekeh. Seketika ia duduk tegap dan menghapus air matanya. "Gak nangis, kok.""Bagus.""Eumm... Kamu lagi makan tadi? Aku ganggu dong? Aku bantuin, ya." Naura mengambil semangkuk bubur ke pangkuannya namun Jevran menahan."Aku bisa sendiri.""Tangan kamu lagi sakit. Aku suapin aja, ya."Jevran menggeleng. Sungguh
"Heh! Bangun!"Dengan susah payah Jevran meraih satu pack tisu dan melemparnya ke arah sofa dimana Jerry dan Ajun tengah tidur di sana. Sayang sekali meleset. Ia mencari benda lain yang aman untuk dilempar.Semalam mereka bilang akan menjaga Jevran 24 jam. Tapi buktinya semalaman mereka tidur pulas sedangkan Jevran masih sadar dan terus menatap langit-langit ruangan. Padahal semalam hanya ditinggal tidur sebentar tapi begitu Jevran bangun karena haus mereka sudah tidur semua. "Ini udah jam berapa? Bangun! Sebenarnya yang sakit siapa sih? Kenapa jadi gue yang jagain mereka," kata Jevran kesal.Pria itu mengambil botol plastik bekas minum yang sudah habis. Kembali dilempar ke arah mereka namun tetap tidak ada yang bangun. Ini kebo semua."Ish! Berisik apaan sih ganggu orang tidur aja."Jevran mendelik melihat Jerry yang merenggangkan tubuhnya. "Bangun! Katanya mau jagain tapi dua-duanya malah tidur.""Eh, iya ya?""Bantuin geu ke kamar mandi buruan. Gue pengen kencing."Jerry masih sem
"Pah, Jevran sadar, Pah!" Nilam menepuk pundak Haris agar suaminya menoleh. Setelah lama menunggu Jevran terlihat mulai sadar. Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali menyeimbangkan cahaya yang masuk ke Indra pengelihatannya. "Jevran? Kamu denger Mama? Ini Mama sayang."Jevran meringis pelan ketika merasa tubuhnya seperti tak bisa digerakan. Apalagi bagian bahu membuatnya ngilu dan pegal. "Mah? Minum," ucapnya terbata-bata. "Sini, pakai sedotan aja." Haris membantu Jevran minum air melalui sedotan."Naura mana?"Sepasang suami istri itu saling tatap. "Udah pulang.""Tapi dia baik-baik aja?""Kamu gak usah khawatirkan Naura, dia aman. Sekarang fokus sama kesembuhan kamu dulu. Ada keluhan gak? Biar Papa panggilkan Dokter."Jevran menggeleng pelan. "Gak ada."Tok... Tok... Tok... "Loh, Ajun? Kok bisa datang sama Jerry?" tanya Haris."Tau nih Om. Ketemu di jalan terus maksa mau ke sini buat jenguk Jevran.""Tapi itu masih pakai seragam sekah," kata Nilam bingung.Ajun tersenyum ca
"Apa aku bilang? Kamu itu cuma anak mami yang gak bisa apa-apa tanpa ajudan kamu itu. Jadi gimana kamu mau bebasin Naura sedangkan kamu kesakitan kayak gini?"Jevran tak mendengarkan perkataan Aurel dengan baik. Dia hanya sedang merasakan sakit yang luar biasa. Di kepalanya hanya berputar suara Naura yang mengalun. Jika Jevran seperti ini apa yang akan terjadi lada gadis itu?Tak ada tenaga lagi untuk melawan. Jevran pasrah karena tangannya sudah mati rasa. Punya kesadaran untuk membuka mata saja sudah bersyukur.Aurel melepaskan bekapan mulut Naura. "Silahkan. Ada kata-kata terakhir sebelum kalian berpisah?""Tolong bebasin Jevran. Dia kesakitan. Biar aku aja yang gantiin dia.""Eum, romantis banget. Tapi gak ngaruh. Jadi gimana kalau kalian berdua aja yang sama-sama pergi?"Di sisa kesadarannya Jevran merasakan tak ada lagi tangan yang menginjak bahunya. Mereka berdua justru berjalan menghampiri Naura. "Jangan sentuh Naura!" ucapnya pelan.Mereka menghiraukan perkataan Naura. Jevran