"Kak, di depan ada Kak Sisil, tuh."Naura yang tengah berbaring di kasurnya sontak merubah posisi menjadi duduk. "Suruh tunggu. Aku ke luar sekarang."Gadis itu mengambil mengambil jaket miliknya yang tergantung dan sebuah sepatu. Niatnya memang hari ini mereka berdua akan pergi. Sudah lama dua perempuan itu tidak menghabiskan waktu bersama karena kesibukan kerja.Setelah siap Naura segera keluar kamar untuk menemui Sisil di luar sana. Rencananya mereka akan pergi ke pasar malam di dekat komplek. Dia sengaja tak membawa Ajun agar pemuda itu menjaga rumah. Lagipula Nuara juga tak akan lama. Di sisi lain Sisil tengah duduk di bangku teras sambil memainkan ponselnya. Ia melirik-lirik sekilas rumah di samping yang terlihat kosong dan sepi. Tetangga Naura yang culun itu tidak ada?"Hey, ayo jalan sekarang." Tiba-tiba Naura muncul dengan pakaian yang sudah rapih.Sisil seketika tersentak. "Udah siap?""Udah. Ayo.""Tunggu sebentar." Gadis itu berdiri dari duduknya dan kembali menatap rumah
"Lo kenapa, Jev?"Jerry menghampiri temannya yang minum alkohol di depan rumah. Malam-malam begini pria itu datang dan mengatakan ingin menginap dan raut wajahnya kusut seperti memiliki suatu masalah. Mungkin ini ada hubungannya dengan Naura."Gue cuma lagi pengen minum," balas Jevran kemudian menyalakan sebatang rokok yang diapit kedua jarinya. "Yakin gak mau cerita sama gue? Ini tentang Naura, ya?"Jevran menghisap sebatang nikotin itu dan mengangguk. "Naura minta gue menjauh. Sedangkan Lo tau gue gimana. Gue gak akan nyerah sampe gue dapetin apa yang gue mau."Itu, terdengar tidak asing. Jevran memang orang yang seperti itu. Sejak dulu dia punya tekad kuat dan juga nekat. Apapun yang ia inginkan maka akan diperjuangkan. Apalagi ini masalah hati, tentunya tidak mudah dilepas. Jerry juga melihat bagaimana ketertarikan temannya pada gadis itu. Ia akui Naura memang cantik dan menarik. "Tapi Lo juga jangan terlalu agresif. Kalau Naura malah ilfeel sama Lo gimana?" Pria itu ikut mengam
Kini Jevran berada di pengadilan bersama kedua orang tuanya dan juga Aurel beserta keluarganya. Pria itu juga membawa pengacara ternama untuk menangani kasus ini. Awalnya Jerry memang ingin ikut menyaksikan keputusan hakim namun ia tidak bisa karena harus menggantikan Jevran di kantor. Jadi dia hanya perlu menunggu kabar dari Jevran.Sebelum persidangan dilaksanakan kedua orangtuanya Aurel terlihat memohon pada Jevran agar laporannya dibatalkan. Namun sayang sekali hal itu mustahil. Jevran bahkan tak menanggapi mereka yang berusaha berbicara dengannya. Sama seperti mengabaikan Aurel meski gadis itu menangis agar orang tuanya tidak dibawa ke pengadilan."Jev, aku minta tolong sama kamu kali ini aja. Maafin orang tua aku. Mereka gak bener-bener punya niat buat celakain Kakek kamu."Jevran tak menanggapi. Ia sibuk dengan ponselnya dan sama sekali tidak menoleh. Sekali lagi Aurel menatap kedua orang tua Jevran. "Om, Tante, aku mohon. Aku masih calon menantu kalian, kan?""Maaf Aurel, tapi
"Hah? Kak Naura udah jadian sama Kak Jevran?"Ajun mengikuti Kakaknya yang berjalan menuju dapur, mengambil sebotol air dingin di kulkas. Tentu ini mengejutkan karena sangat tiba-tiba dan begitu berani. Padahal kemarin Kakaknya masih terlihat 'galau' dengan perasaannya.Satu lagi, dikatakan sangat berani karena Ajun tau Naura belum pernah memiliki hubungan dengan lelaki manapun. Kalaupun Naura suka dia tidak punya keberanian untuk menjadi sepasang kekasih, atau lebih tepatnya pasangannya juga tidak berani untuk bertemu Papa mereka."Kalau Papa sama Bang Rival tau gimana? Kak Naura gak minta izin dulu?"Gadis itu menutup kembali kulkas dan mengangkat alisnya bertanya. "Kenapa harus minta izin? Sekarang aku sadar kalau kita punya hak tau. Aku berhak suka sama orang dan Jevran juga setuju kalau nanti dia yang bicara sama Papa.""Tapi..."Ajun menggeleng tak ingin melanjutkan ucapannya. Kakaknya belum tau jika ada yang disembunyikan Jevran darinya. Yaitu identitas sebagai Joko yang belum
Untuk kesekian kalinya ucapan Naura selalu melayang-layang di kepala Arga. Selama bekerja dia banyak terdiam hanya untuk memikirkan apakah benar jika Sisil menyukainya? Namun tetap saja dia hanya menginginkan Naura, yang sayangnya sudah menempatkan pria lain di hatinya.Arga mencintai Naura dengan gila, begitu ia dikenal teman-temannya. Termasuk Sisil yang selalu tau bagaimana setiap cerita yang keluar dari mulut Arga. Selalu menunjukan rasa cintanya dengan terang-terangan dan satu-satunya orang yang tak gentar dengan Ayahnya Naura. Karena apa? Karena dia bersembunyi dibalik kata teman.Yang harus diketahui, segila-gilanya orang jatuh cinta, dilarang untuk mengambil kekasih orang lain. Arga menyukai Naura tapi dia tidak segila itu untuk memaksakan perasannya. Sakit hati? Tentu saja. Namun dari awal dia punya komitmen dengan diri sendiri. 'Dia akan memperjuangkan perasaannya sampai Naura memiliki pilihan sendiri.'"Hari ini tiba. Sialan, harusnya gue yang sama Naura," ucapnya lirih dan
Haris bertanya pada Ajun, "kamu kelas berapa?""Baru 3 SMP, Om.""Jadi kamu sama Kakak kamu itu cuma tinggal berdua? Apa gak repot?""Enggak, kok. Paling ribut doang," jawab Ajun terkekeh.Pria paruh baya itu tersenyum kecil. Ajun ini mengingatkan dirinya pada Jevran muda. Sama-sama ditinggal orang tuanya. Bedanya Ajun masih dalam lingkup seorang Kakak sedangkan Jevran tidak.Haris mengusap dagunya pelan. "Saya lihat kamu ini suka tertarik sama koleksi-koleksi di depan?""Ajun ini suka koleksi sepatu," celetuk Jevran memindahkan acara Tv."Eh, enggak kok. Itu cuma iseng doang. Harganya juga gak mahal-mahal. Yang paling mahal itu sepatu yang dikasih Kak Jevran," elak Ajun. Toh memang benar.Haris menggeleng tak setuju. "Jangan menganggap sepele hal kecil. Semua koleksi yang kamu lihat itu dimulai dari saya iseng. Kalau kamu mau nanti habis makan malam saya kasih liat koleksi sepatu di atas. Beda kalau Jevran ini gak suka mengoleksi barang. Sukanya mengoleksi mantan.""Wah, parah. Mau di
Hari demi hari berlalu. Semakin hari kedekatan Naura dan Jevran semakin dekat. Mereka banyak menghabiskan waktu bersama-sama. Selain bekerja di tempat yang sama, Jevran juga mengajak Naura jalan diluar jam kerja. Hubungan mereka tumbuh dengan baik, bahkan setelah makan malam itu Naura juga kembali bertemu dengan Ibunya Jevran.Saat ini Naura akan pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya. Meskipun pulang sedikit telat tapi Naura senang karena dia tidak lembur. Jevran hanya membiarkan gadis itu melihat ulang hasil kerjanya di rumah. Daripada harus membiarkannya lembur, sedangkan Jevran tak bisa menemaninya di sini karena memiliki urusan dengan Jerry malam ini."Kamu jalan duluan, ya. Aku mau ke kamar mandi. Tunggu di mobil aja," ucap Jevran mengusap rambut Naura pelan."Oke. Jangan lama-lama."Naura pergi menuju lift dan menekan tombol menuju lantai bawah. Gadis itu terlihat membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Sampai di lantai bawah ia segera keluar dari lift dan berjalan men
"Kak Arga? Tumben ke sini." Ajun yang sedang duduk di teras rumah melihat kedatangan Arga sudah lama tidak datang. Padahal biasanya bisa setiap hari. Apakah karena dia sudah tau kalau Kakaknya sudah punya pacar? Ajun tentu tau jika teman Kakaknya ini memiliki perasaan rasa suka."Naura belum pulang?""Belum. Mau titip pesan apa mau tunggu?"Arga menyodorkan sebuah paper bag pada pemuda itu. "Kasih ke Naura kalau pulang, bilang gue datang ke sini tadi.""Gak mau tunggu dulu? Nanti dibuatin minum.""Yaudah, deh," ucap Arga beralih duduk di sana.Ajun membawa paper bag tadi ke dalam sambil mengambil minum untuk Arga. Saat menunggu di luar Arga melihat kedatangan seseorang. Dia adalah Rival, yang memarkirkan mobilnya di halaman dan berjalan ke arahnya.Pria bertubuh tegap itu menatap tajam Arga yang berada di sana. Pasti mau mendekati adiknya lagi. "Ngapain Lo di sini?""Bang, gue lagi nunggu Naura pulang.""Dia belum pulang kerja? Terus di rumah ada siapa?""Ajun," jawabnya.Rival meleta
Tok.. tok.. tok...Naura yang baru saja mengganti pakaian pergi ke depan untuk membuka pintu. Ternyata yang datang adalah Jevran. Pria itu merentangkan tangannya."Jevran?" Naura memeluknya dan disambut dengan hangat."Tadi aku ke toko ternyata kamu udah tutup. Jadi langsung ke sini.""Ayo masuk."Naura mengajak Jevran masuk dan kembali menutup pintunya. Jevran menatap ke sekeliling. "Ajun mana?""Baru aja pergi. Katanya mau nginep di rumah temen dua hari."Jevran mengikuti Naura yang berjalan menuju dapur. Sepertinya Naura akan membuat kue, terlihat dari bahan-bahan yang sudah disiapkan. Apakah gadis ini tidak lelah membuat kue sepanjang hari? Pria tersebut melihat-lihat belanjaan di atas meja. "Mau buat keu, ya?""Iya pesenan Jerry, katanya buat temennya. Tapi jujur ini pertama kali aku buat kue yang tinggi kayak gini," kata Naura terdengar ragu."Kamu bisa, kok. Oh iya, Ra. Besok aku mau ajak kamu makan malam. Nanti aku jemput, ya?""Makan malam di rumah kamu?" tanya Naura."Di lu
Hari demi hari berlalu. Hari ini Jevran melakukan pelepasan gips pada tangannya. Dokter sendiri yang datang ke rumah. Karena ini hari Minggu ada Naura dan Ajun juga yang menemani. Seperti kata Jevran sesibuk apapun mereka berdua setidaknya luangkan satu hari untuk bersama dan itu adalah akhir pekan.Begitu benda tersebut dilepaskan Jevran mulai merasa lega. Akhirnya hari ini tiba dimana ia bisa beraktivitas seperti biasa. Tidak perlu kesusahan lagi untuk melakukannya."Silahkan pelan-pelan digerakkan tangannya. Pelan aja biar gak kaget," ucap sang dokter.Jevran mengatur nafasnya sesaat. Ia meluruskan tangan kanannya dan bergerak sesuatu arah. Kanan, kiri, atas, bawah, dan berputar sesuai arah jarum jam."Bagaimana?""Gak sakit," jawab Jevran."Kalau begitu tangannya sudah sembuh dan kembali seperti semula. Selamat, ya.""Terimakasih, dok."Nilam mengusap punggung Jevran. "Syukurlah kalau sudah sembuh total.""Kalau begitu tugas saya selesai, Pak, Bu. Saya pamit kembali ke rumah sakit
Kemarin Jevran mengeluarkan banyak uang untuk belanja es krim anak-anak di taman. Tapi dia menikmati waktunya yang menghabiskan sebagian harinya dengan anak kecil. Semua itu menyenangkan apalagi jika ada Naura di sampingnya.Karena semakin hari semakin membaik, Jevran berusaha mencari ide agar dirinya tidak merasa bosan. Tangannya juga semakin pulih dan saat pagi tadi pemeriksaan, dokter bilang beberapa hari lagi gips sudah boleh dilepas. Itu membuatnya tenang.Setelah pulang dari rumah sakit untuk mengecek keadaannya, Jevran langsung ke tempat Naura. Ya, di toko kue tempat Naura mendapat kesibukannya. Gadis itu juga belum tau kalau Jevran akan datang ke sini sekarang. "Permisi, saya mau pesan kue.""Silahkan ma-" saat menoleh Naura terkejut melihat kehadiran Jevran. "Kamu kok di sini? Sama siapa? Kenapa gak bilang mau ke sini?""Stttt...."Jevran menempelkan telunjuknya pada mulut Naura. "Aku gak disuruh masuk?""Oh, iya. Ayo masuk."Pria itu masuk ke dalam dan melihat sekitar. Bagu
Sementara itu di atas sana kini Jevran berdiri di depan jendela. Dia sedang mencoba menghubungi Naura karena hari ini belum mendengar kabar darinya. "Kamu lagi dimana? Aku pulang hari ini kenapa gak ikut jemput aku?"'Loh, kamu udah pulang? Aku lagi di toko. Tadinya aku mau ke rumah sakit nanti sore. Tapi ternyata kamu udah pulang.'"Yaudah, gak usah."'Maaf, ya. Beneran deh hari ini ada pesanan. Sayang kalau aku tolak. Kamu gak marah, kan?' tanya Naura terdengar menyesal. Jevran terkekeh pelan. "Gak apa-apa, aku ngerti kok. Tapi besok ke sini, ya."'siap, bos.'"Papa kamu udah berangkat, Ra?"'Papa sama Bang Rival udah berangkat. Terus mereka titip salam buat kamu semoga cepet sembuh. Mereka gak sempet jenguk kamu lagi.'Naura sudah tau jika Papanya memberi restu pada hubungan Jevran dan Naura. Dia benar-benar senang dan tidak bisa mengatakan apapun lagi selain mengatakan jika dirinya bahagia. Perjuangan Jevran ternyata tidak sia-sia.Sebelum pergi Bahar juga bilang oada Naura jika
Ajun keluar dari kamarnya dengan tubuh yang lebih fresh. Karena sudah mandi setelah seharian menggunakan seragam sekolah sampai tidur di rumah sakit. Dia sudah kembali pulang hari ini.Pemuda itu berjalan menuju dapur untuk minum namun ia mengurungkan niatnya. Di sana ada Bahar, Rival, dan Naura. Ajun sedang kesal dan dia belum mau bertemu dengan mereka. Apalagi Abangnya."Mau kemana? Sini makan sama-sama," kata Naura melihat Ajun yang hendak pergi."Gak laper.""Sini, Jun. Papa mau bicara sama kamu."Ajun berdecak pelan dan kembali berbalik menghampiri mereka. Dia berdiri di samping Papanya dan tepat dihadapan Rival dan Naura. "Kenapa?""Abang kamu udah cerita sama Papa."Rival yang sedang makan menghentikan makanannya. Ia mengambil minum dan fokus pada pembicaraan. Dia juga tidak bisa menjelaskan pada Ajun sendiri jadi Rival harap dengan Papanya tau masalah ini mereka bisa sama-sama berubah.Sesaat Ajun membuang muka ke samping. Dia tak mau membicarakan masalah ini sebenarnya. "Teru
"Maafin aku.""Liat sini." Jevran meminta Naura menatapnya. "Apapun keputusan Papa kamu. Aku bakal terima itu, kok. Tapi bukan berarti aku berhenti buat perjuangin kamu.""Tapi bagi aku kamu berhasil."Gadis itu mendongak menahan air matanya agar tak terus keluar. Naura memeluk Jevran dari samping dan menyandarkan kepalanya di bahu kiri. Namun Jevran tersentak saat Naura melakukan itu.Jevran menahan nafasnya karena sebenarnya bahu yang kiri juga sakit, meski tak separah yang kanan. Tapi dia tak mau Naura melepaskan pelukannya. Jadi Jevran tetap membiarkan gadis itu di sana."Jangan nangis lagi. Aku gak bisa peluk kamu," ucap Jevran hanya menggenggam tangan Naura.Gadis itu terkekeh. Seketika ia duduk tegap dan menghapus air matanya. "Gak nangis, kok.""Bagus.""Eumm... Kamu lagi makan tadi? Aku ganggu dong? Aku bantuin, ya." Naura mengambil semangkuk bubur ke pangkuannya namun Jevran menahan."Aku bisa sendiri.""Tangan kamu lagi sakit. Aku suapin aja, ya."Jevran menggeleng. Sungguh
"Heh! Bangun!"Dengan susah payah Jevran meraih satu pack tisu dan melemparnya ke arah sofa dimana Jerry dan Ajun tengah tidur di sana. Sayang sekali meleset. Ia mencari benda lain yang aman untuk dilempar.Semalam mereka bilang akan menjaga Jevran 24 jam. Tapi buktinya semalaman mereka tidur pulas sedangkan Jevran masih sadar dan terus menatap langit-langit ruangan. Padahal semalam hanya ditinggal tidur sebentar tapi begitu Jevran bangun karena haus mereka sudah tidur semua. "Ini udah jam berapa? Bangun! Sebenarnya yang sakit siapa sih? Kenapa jadi gue yang jagain mereka," kata Jevran kesal.Pria itu mengambil botol plastik bekas minum yang sudah habis. Kembali dilempar ke arah mereka namun tetap tidak ada yang bangun. Ini kebo semua."Ish! Berisik apaan sih ganggu orang tidur aja."Jevran mendelik melihat Jerry yang merenggangkan tubuhnya. "Bangun! Katanya mau jagain tapi dua-duanya malah tidur.""Eh, iya ya?""Bantuin geu ke kamar mandi buruan. Gue pengen kencing."Jerry masih sem
"Pah, Jevran sadar, Pah!" Nilam menepuk pundak Haris agar suaminya menoleh. Setelah lama menunggu Jevran terlihat mulai sadar. Pria itu mengerjapkan matanya beberapa kali menyeimbangkan cahaya yang masuk ke Indra pengelihatannya. "Jevran? Kamu denger Mama? Ini Mama sayang."Jevran meringis pelan ketika merasa tubuhnya seperti tak bisa digerakan. Apalagi bagian bahu membuatnya ngilu dan pegal. "Mah? Minum," ucapnya terbata-bata. "Sini, pakai sedotan aja." Haris membantu Jevran minum air melalui sedotan."Naura mana?"Sepasang suami istri itu saling tatap. "Udah pulang.""Tapi dia baik-baik aja?""Kamu gak usah khawatirkan Naura, dia aman. Sekarang fokus sama kesembuhan kamu dulu. Ada keluhan gak? Biar Papa panggilkan Dokter."Jevran menggeleng pelan. "Gak ada."Tok... Tok... Tok... "Loh, Ajun? Kok bisa datang sama Jerry?" tanya Haris."Tau nih Om. Ketemu di jalan terus maksa mau ke sini buat jenguk Jevran.""Tapi itu masih pakai seragam sekah," kata Nilam bingung.Ajun tersenyum ca
"Apa aku bilang? Kamu itu cuma anak mami yang gak bisa apa-apa tanpa ajudan kamu itu. Jadi gimana kamu mau bebasin Naura sedangkan kamu kesakitan kayak gini?"Jevran tak mendengarkan perkataan Aurel dengan baik. Dia hanya sedang merasakan sakit yang luar biasa. Di kepalanya hanya berputar suara Naura yang mengalun. Jika Jevran seperti ini apa yang akan terjadi lada gadis itu?Tak ada tenaga lagi untuk melawan. Jevran pasrah karena tangannya sudah mati rasa. Punya kesadaran untuk membuka mata saja sudah bersyukur.Aurel melepaskan bekapan mulut Naura. "Silahkan. Ada kata-kata terakhir sebelum kalian berpisah?""Tolong bebasin Jevran. Dia kesakitan. Biar aku aja yang gantiin dia.""Eum, romantis banget. Tapi gak ngaruh. Jadi gimana kalau kalian berdua aja yang sama-sama pergi?"Di sisa kesadarannya Jevran merasakan tak ada lagi tangan yang menginjak bahunya. Mereka berdua justru berjalan menghampiri Naura. "Jangan sentuh Naura!" ucapnya pelan.Mereka menghiraukan perkataan Naura. Jevran