Anton keluar rumah ketika mendengarkan teriakan Berlian. "Apa yang kamu lakukan?" tanya Yuliani panik. Akan tetapi tidak dihiraukan Berlian, wanita itu terus memanggil suaminya."Ada apa sih? Kenapa kalian ribut? Apa gak bisa akur sebentar saja!" celetuk Anton kesal. Ternyata dua istri membuat kepalanya semakin pusing seakan mau pecah. Padahal dalam pikirannya, pria itu akan bahagia dan diperlakukan seperti raja."Aku dianiaya, Mas. Sama dia, padahal aku sudah berbaik hati membelikannya mie instan. Tapi dia gak mau," dusta Berlian melancarkan aksinya."Bohong, Mas. Aku tidak pernah melakukan itu. Dia saja yang banyak drama. Aku tidak melakukan apa yang dia katakan. Kamu harus percaya sama aku, Mas." Yuliani berusaha membela diri."Pokoknya aku gak mau dia tinggal di sini lama, Mas. Dia harus pergi secepatnya, agar hidup kita semakin tentram tanpa hadirnya perusak rumah tangga orang yang jahat seperti dia!" pinta Berlian tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada."Please, Mas! Pe
Berlian menatap tajam ke arah Yuliani, lebih sinis dan menakutkan dibandingkan wanita yang tengah hamil tersebut."Harusnya aku yang tanya, kamu ngapain di kamarku? Mengambil alih lemariku. Jangan harap kamu bisa mengambil semua yang sudah menjadi hakku, termasuk mengambil mas Anton dariku. Kamu cuma bumerang dalam rumah tanggaku!" jelas Berlian mempertegas ucapannya. "Aku cuma mau meminta hakku saja, kita sama-sama seorang istri. Sudah pasti aku juga berhak berada di kamar utama," cetus Yuliani sinis."Aku gak habis pikir, masih ada wanita yang memiliki watak sepertimu. Sudah tahu salah, menikah dengan suami orang. Malah tidak memiliki perasaan bersalah sedikitpun. Sebenarnya hatimu itu terbuat dari apa? Kenapa sekeras batu? Apakah kamu tidak berpikir ada wanita dan gadis kecil yang tersakiti karena ulahmu!" seru Berlian berusaha untuk memberikan pengertian kepada Yuliani. Dia berharap setiap ucapan yang keluar dari bibirnya bisa membuat wanita cantik itu sadar akan perbuatannya yang
Berlian berpaling pergi, tidak ingin melihat pemandangan di depannya lebih lama. "Dari pada aku emosi, mending aku pergi sebentar dari rumah ini." Berlian kembali ke kamar dan mengambil Ayra untuk dibawa pergi. Dia ingin pergi ke taman hiburan yang ada di ujung desa. Kepergian istri pertama tidak ada yang tahu, sebab dia tidak pamit. Namun, baik Anton dan Yuliani melupakan Berlian."Kamu lapar?" tanya Anton ketika selesai membersihkan gudang.Yuliani menyeringai, lalu memegang perutnya. "Iya, Mas. Akhir-akhir ini aku sering lapar, padahal sudah makan. Mungkin karena sudah aku sudah berbadan dua kali ya, Mas." Yuliani menebak meskipun tidak yakin."Bisa jadi begitu, tapi bisa juga semua terjadi karena kamu doyan makan," kata Anton sedikit meledek."Yah ... kamu bisa saja. Kita mau makan apa, Mas?" tanya Yuliani berharap di rumah ada bahan makanan yang bisa dimasak. Paling tidak suaminya akan mengajak Yuliani belanja."Kita makan singkong rebus saja, kebetulan aku tadi bawa dari ladang
"Kenapa mas Anton lama sekali? Ada apa sebenarnya?" pikir Yuliani sembari melihat ke arah Anton yang masih berdiri di tempat memesan makanan.Yuliani berniat untuk menghampiri, tapi diurungkan ketika ada wanita yang menghentikannya. "Dasar wanita yang tidak tahu malu," ujar Berlian menghina.Istri pertama melihat suami dan madunya bersama ketika lewat di depan warung tersebut."Mbak Berlian? Kamu di sini juga?" cecar Yuliani basa-basi."Gak usah sok akrab deh! Aku tidak akan pernah memaafkan kamu, cuma karena kamu bersikap baik padaku." Berlian mendengus kesal."Jangan emosi dulu, Mbak. Mending duduk dulu di sini, kita makan bersama saja. Mbak Berlian pasti tidak pernah merasakan makan bersama dengan mas Anton 'kan? Aku yakin deh, setiap harinya Mbak Berlian diperlakukan seperti pembantu. Ups!" Yuliani langsung membungkam mulutnya dengan tangan kanannya."Kamu jangan sembarangan berbicara! Kamu lihat saja nanti, paling mas Anton berbuat manis di waktu awal saja. Nanti juga kamu akan
Berlian meminta maaf kepada pelayan sebagai perwakilan dari suaminya, Anton. Sedangkan pria itu malu dan langsung menghampiri Yuliani dan Ayra."Ayo, kita pergi dari sini sekarang juga!" ajak Anton tanpa memberikan penjelasan."Kita belum makan, Mas. Kenapa harus pergi dengan cepat? Makanan yang kita pesan juga belum datang." Yuliani menuntut kejelasan karena tidak mungkin dia pulang dalam perut yang masih lapar."Justru karena pelayanannya lelet, kita gak jadi makan di sini. Lagi pula Berlian sudah berbaik hati mengajak kita makan di rumah saja. Dia yang akan memasak makanan untuk kita," jelas Anton berdusta. Kepada Yuliani pria itu tidak mungkin jujur, sebab mereka baru menikah. Sedangkan pada Berlian, pria itu sudah tidak malu lagi. Mengingat wanita yang satu itu juga ada perasaan yang sama kuat dengan cintanya karena materi saja."Coba saja mbak Berlian tidak ke warung ini, sudah pasti aku makan enak. Semua terjadi gara-gara dia. Pasti wanita itu sengaja melakukan semua untuk memb
"Ternyata benar dugaanku dari awal, Mas. Dia hanya wanita murahan yang menjual dirinya?" tanya Berlian menebak."Hati-hati kalau bicara, Berlian. Dia bukan seperti apa yang kamu pikirkan! Semua terjadi begitu saja, aku juga melakukan semuanya karena khilaf. Bukan dengan sengaja." Anton tidak terima dengan kalimat yang dilontarkan Berlian. "Khilaf katamu, Mas? Kurasa kata itu tidak tepat untuk pria yang suka memainkan perasaan wanita sepertimu. Kamu itu cuma serakah, Mas. Tidak cukup memiliki satu wanita saja." Berlian naik pitam atas omongan Anton.Pria itu berusaha menahan amarah, sebab tidak ingin dirinya sampai bermain tangan. Mengingat Berlian bukan wanita bodoh yang bisanya cuma diam saja, pasti wanita itu nekat melakukan apa pun yang diinginkannya. Dia kembali fokus untuk memasak telur ceplok untuk Yuliani, mulai dari memasang gas. Kemudian menyalakan kompornya. Minyak goreng sudah dituangkan di atas wajan, tinggal menunggu panas dan memasukkan telur ke dalam minyak yang panas.
"Ayra! Kamu di mana?" teriak Anton dan Berlian bersamaan. Mereka mencari ke teras depan karena pintu rumah telah terbuka."Kamu cari ke kanan, aku ke arah kiri. Nanti kita bertemu lagi di sini." Anton menunjuk agar mereka berpencar. Anton berteriak kencang agar Ayra ditemukan, tapi ternyata tidak ada sahutan. "Ke mana perginya kamu, Nak?" pikir Anton putus asa.Dia terus berkeliling di tempat sekitar, tapi tidak ada juga. Pun Berlian yang tidak menemukan puteri kesayangannya ada di mana."Bagaimana, Mas? Aku sudah mencari ke mana-mana, tapi tetap gak ada juga." Berlian mengeluh saat mereka bertemu di titik yang sudah ditentukan sebelumnya. "Aku juga belum menemukan Ayra. Entah di mana dia sekarang. Semua ini terjadi gara-gara kamu. Coba saja kamu gak ceroboh, sudah pasti anak kita tidak akan hilang," hardik Anton menyalahkan Berlian. Wajahnya memerah karena amarah yang tidak bisa dibendung lagi."Kamu jangan cuma bisa menyalahkan aku saja, Mas! Kita ini suami istri, sudah menjadi t
Berlian pulang dengan raut wajah murung, sedangkan Anton juga memutuskan untuk pulang saat teringat akan Yuliani yang ditinggalkan seorang diri di rumah. Dia khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada istri keduanya, mengingat pria itu juga berjanji akan makan malam bersama meskipun sudah lewat waktunya."Semoga saja Yuliani tidak menungguku dan sudah tertidur pulas," gumam Anton penuh harap.Dia tidak ingin istri keduanya kurang istirahat gara-gara menunggunya, terlebih pria tampan itu tidak berpamitan saat keluar rumah untuk mencari Ayra.Sesampainya di rumah, Berlian yang masuk terlebih dulu berteriak histeris. Sehingga membuat Anton mempercepat langkah kakinya."Ada apa, Berlian? Sudah malam, jangan teriak!" cetus Anton melihat ke arah Berlian yang sedang berdiri mematung di depan pintu kamar Ayra."Coba kamu lihat, Mas!" tunjuk Berlian ke arah tempat tidur Ayra.Pria tampan sontak melihat dengan seksama ke arah tempat tidur Ayra, kebetulan lampu kamar juga menyala. Jadi, Anton meli
Semakin hari Kevan serta Anton semakin dekat saja, bahkan pria itu menggunakan putranya sebagai alat agar bisa menerima pria itu lagi. Namun, orang tua Yuliani sudah tidak menyetujui. Mereka tidak yakin kalau pria tampan akan benar-benar berubah. Pun Yuliani juga merasa bahwa mantan suaminya tidak akan pernah berubah. Jadi, dia dilema dengan semua yang terjadi dalam hidupnya."Ayah menyarankan kamu untuk menikah dengan Reza agar tidak dikejar terus oleh Anton. Lagi pula, sampai detik ini Reza masih mencintaimu dan berharap kamu membalas cintanya, Yul." Mark memberikan nasihat."Dari mana Ayah tahu semuanya? Padahal sudah lama dia tidak pernah ke sini lagi sejak aku memintanya untuk tidak menganggu kehidupanku lagi." Yuliani heran pada Mark yang masih tetap pada pendiriannya. "Sebenarnya, dari awal Ayah bekerja dengannya, Yul. Maaf, karena sampai detik ini Ayah tidak pernah mengatakan pada kalian," aku Mark menundukkan kepala merasa bersalah.Dina terkejut mendengar pengakuan suaminya,
Anton kembali datang ke rumah Yuliani, hingga membuat Reza salah paham. Pria itu pamit pergi setelah meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengganggu wanita itu lagi."Ngapain lagi kamu ke sini?" tanya Yuliani ketus. Wanita itu sampai gak menghiraukan Reza yang sudah pergi dan menghilang dari hadapannya."Aku mau minta maaf, Yul. Aku juga ingin melihat anakku," sahut Anton dengan netra berkaca-kaca."Aku sudah memaafkanmu," ucap Yuliani tanpa rasa iba. Dia tidak akan membiarkan Anton bertemu dengan Kevan. "Aku ingin bertemu Kevan," ucap Anton lirih."Dia sudah tidur, lebih baik kamu pergi sekarang juga!" usir Yuliani pelan. Dia tidak ingin ada keributan, jadi berbicara begitu pelan."Aku memang salah, tapi apa aku gak berhak melihat anakku?" tanya Anton mengharapkan iba."Ini sudah malam, dia sudah tidur. Lebih baik kamu pergi, jangan sampai istirahatnya berkurang karena hadirmu." Yuliani berusaha untuk memberikan pengertian."Besok pagi aku akan kembali ke rumah ini untuk bertemu Ke
Obrolan Reza hanya sebatas itu saja, sebab pria itu juga belum siap untuk ditolak lagi oleh wanita yang dicintainya. "Aku pamit pulang dulu, ya." Reza pamit karena tidak nyaman terlalu lama berada di samping Yuliani."Kenapa buru-buru?" tanya Yuliani basa-basi."Iya, soalnya sudah malam." Reza tidak memiliki alasan. Sebenarnya dia masih betah dan ingin berlama-lama, tapi pria itu tahu diri juga.Yuliani meninggalkan Reza sendiri untuk memanggil kedua orang tuanya. "Kenapa gak menginap saja di sini?" tanya Mark, tapi lengannya justru disenggol oleh Dina."Mungkin lain kali, Om." Reza malah menanggapi. Wanita yang sedang menggendong Kevan itu pun merasa tidak enak hati. Dia terlihat malu karena kelakuan ayahnya.Mark mengantarkan Reza hingga ke depan rumah, mereka berdua juga tidak lupa untuk mengobrol perihal perasaan. "Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah kamu berusaha mencoba sekali lagi?" tanya Mark penasaran akan obrolan putrinya dengan Reza."Aku belum memiliki nyali, Om. Sebel
Seluruh keluarga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Mark bekerja di bengkel milik teman Reza, sedangkan Yuliani masih setia berpartner dengan ibunya. Kevan yang masih kecil juga bisa diajak bekerja sama. Bisnis mereka saat ini adalah dekorasi pelaminan, mereka mendapatkan modal dari meminjam ke bank. Mereka nekat melakukan semua demi sebuah kesuksesan yang mereka yakini akan datang. Awalnya Dina ragu, tapi semua sirna saat Yuliani meyakinkannya. "Jatuh bangun dalam usaha itu pasti, Bu. Tapi kita harus bangkit, bukan menyerah dan meratapi sebuah keadaan. Yuliani sudah banyak belajar dari kejadian di masa lalu, Bu. Bahwa Allah akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang mau berusaha." Yuliani menasihati panjang lebar. Dia berpikir, mungkin saja ibunya sedang kehilangan pegangan. Maka sudah menjadi tugasnya untuk mengingatkan. *** Tiga tahun segera berlalu, usaha mereka terbilang cukup sukses karena hutang pada bank berhasil dilunasi. Dekorasi yang mereka miliki juga banyak yan
Hari mulai sore, tapi Mark belum juga mendapatkan pekerjaan. "Aku harus tetap berusaha agar bisa mendapatkan pekerjaan." Mark bergumam. Dia sudah berkeliling, bahkan ke beberapa bengkel untuk menawarkan diri agar bisa bekerja. Namun, tdiak ada satu pun yang mau menerima. Hingga pria itu bertemu dengan Reza yang sedang membeli buah di pinggir jalan."Om!" panggil Reza ketika melihat Mark."Reza!" Mark membalas sapaan."Om mau ke mana? Biar aku antar," tanya Reza menawari."Om lagi cari pekerjaan, Reza. Namun, sampai detik ini belum mendapatkan pekerjaan juga. Sulit sekali mencari pekerjaan sekarang ini," sahut Mark lirih. Terlihat jelas dari raut wajahnya, kalau pria itu terlihat kelelahan. "Usaha kuenya bagaimana, Om? Bukannya lagi berkembang pesat ya?" cecar Reza. Pria itu memang akhir-akhir ini tidak terlalu mengetahui detail apa yang terjadi pada keluarga wanita yang masih dicintainya."Sudah gak ada yang percaya untuk memesan kue keluarga kami, Reza." Mark menghela nafas panjan
Setelah perceraian itu, Yuliani kini fokus menjalani hari-harinya untuk Kevan. Dia juga membantu usaha Dina untuk membuat kue, satu-satunya cara untuk mereka bertahan hidup dan bisa membeli makan. Akan tetapi, ada saja ujian dan cobaan yang harus mereka hadapi ketika mereka mau menuju sukses. Pria tampan yang diceraikan tujuh bulan yang lalu tidak terima, jadi hadir untuk membalaskan dendam."Apa yang kamu inginkan, Anton? Kenapa kamu masih tetap menganggu hidupku? Semua urusan kita sudah selesai, lantas kenapa kamu harus datang lagi dan merusak semuanya?" cecar Yuliani menghampiri Anton yang masih tetap tinggal di rumah yang lama."Aku masih sakit hati padamu, Sayang. Tidakkah kamu mengerti? Aku juga tidak ingin melihatmu dan seluruh keluargamu bahagia serta sukses. Makanya aku fitnah kalian agar pelanggan kue yang kalian jual kabur semua!" papar Anton tanpa merasa bersalah. Pria itu sudah tidak memiliki hati, sebab hatinya sudah diselimuti oleh perasaan benci."Aku tidak menyangka k
Yuliani masih terngiang akan lamaran Reza, tapi wanita itu tidak mungkin secepat itu mengambil keputusan untuk menerima. Terlebih, perceraian masih dalam proses di pengadilan. Dia tidak mungkin terburu-buru sekalipun surat cerai sudah ada digenggaman tangannya. "Aku belum siap menerima siapa pun untuk hadir dalam hidupku. Butuh waktu yang lama buatku untuk kembali menikah, sebab rasa trauma yang masih aku rasakan. Aku harap kamu mengerti dengan ucapanku, dan aku merasa tidak pantas untukmu." Itulah kalimat jawaban yang diberikan Yuliani pada Reza. Tidak hanya mengerti, pria itu bahkan siap untuk menunggu wanita yang dicintai sampai kapan pun juga, hingga mau membuka hati untuknya. Yuliani merasa bingung dengan semuanya. "Kenapa aku harus dihadapi dengan persoalan perasaan lagi?" pikirnya. Dia memijat keningnya yang merasa pusing karena memikirkan semuanya."Ibu sakit?" tanya Kevan ketika melihat ibunya masih belum tidur. "Ibu hanya pusing sedikit saja. Kamu mending istirahat ya, so
Sebuah keajaiban datang, apa yang diharapkan Mark benar-benar terjadi. Seseorang datang memberikan bantuan pada keluarganya. "Terima kasih atas bantuannya, Reza," ucap Yuliani sembari tersenyum. Dia tidak menyangka pria itu akan membantunya. Memberikan tempat tinggal untuk keluarganya dan juga modal usaha."Sama-sama, gak usah sungkan begitu. Kita sudah lama kenal 'kan? Jadi anggap saja ini bantuan dari seorang teman." Reza memaparkan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman Yuliani."Aku dan keluargaku berjanji, pasti kita akan membayar semuanya," kata Yuliani menjelaskan."Gak usah, Yul. Aku ikhlas membantumu dan keluargamu." Reza tidak mau Yuliani dan keluarganya merasa memiliki hutang budi.Bukan Yuliani jika tidak keras kepala, wanita itu tetap akan mengembalikan semua yang sudah diberikan Reza. Dia menganggap bantuan dari pria itu sebagai pinjaman.Pria berkaki jenjang itu pun tidak tahu harus berbicara apalagi, selain mengiyakan apa pun yang dikatakan Yuliani. "Aku harus pergi d
Yuliani sekeluarga syok dengan semuanya, ternyata Anton sudah mengambil alih harta Mark dengan caranya yang licik. Sertifikat rumah juga sudah berpindah tangan pada pria tampan itu hingga keluarganya tidak memiliki harta benda lagi. Tidak hanya rumah, tapi juga bisnis yang dijalani pria setengah paru baya itu juga diambil alih."Kapan mas Anton melakukan semuanya, Ayah? Bukankah Ayah tidak pernah memberikan tandatangan Ayah kepada sembarang orang?" tanya Yuliani."Dia sudah mengelabuiku, Yul. Dia pernah meminta tanda tangan Ayah dengan alasan ingin memberikan Ayah tanah yang dia beli. Dengan segala bujuk rayunya, Ayah mau saja. Tidak pernah berpikir kalau dia akan melakukan semua ini." Mark baru sadar dan menceritakan semuanya. "Tapi kenapa Ayah tidak pernah bercerita?" tanya Dina kecewa."Soalnya Ayah sudah berjanji untuk tidak mengatakan kepada siapa pun termasuk kalian berdua." Mark menjawab sesuai yang diingat.Ketika mereka sedang panik karena telah kehilangan harta benda, Anton