Rumah sederhana akan menjadi tempat tinggal Yuliani untuk sementara waktu. Anita yang bukan termasuk orang kaya, tapi sudah berbaik hati memberikan tempat tinggal pada ponakan yang terbilang memiliki keluarga mapan."Maaf, Yuliani. Tante cuma bisa memberikan tempat tinggal seperti ini. Sangat jauh berbeda dengan rumah yang ditinggali olehmu," kata Anita gak enak hati."Justru Yuliani senang, Bi. Karena Bibi masih ingat sama aku, dan mau membantu." Yuliani sedikit sungkan, sebab Bibi yang selama ini tidak begitu dihiraukan ternyata dia yang paling peduli padanya. Bahkan saudara yang lain boro-boro membantu, pura-pura bertanya justru tidak ada. Diberikan tempat tinggal saja wanita itu sudah bersyukur, gratis pula. Anita menunjukkan kamar yang akan ditempati Yuliani."Kamarnya kecil, karena di rumah ini cuma bisa membuat dua kamar dengan ukuran 3x4. Rencananya kamar ini nanti untuk anak Bibi." Anita menjelaskan dengan netra berkaca-kaca. Sudah lama sekali wanita itu menginginkan anak ya
Dia berjalan mengikuti Anita dari belakang, hingga sampai di ruang makan yang terlihat sederhana. Ruangan yang dibagi dua dengan ruang tamu. Jadi tidak heran kalau tempatnya sempit.Yuliani duduk dengan ragu, pandangannya terus awas pada Farhan. Ternyata pria itu tetap asik makan tanpa menghiraukan kedatangannya bersama Anita."Kenapa paman diam saja? Aku pikir akan bertengkar dengan Bibi. Syukurlah kalau begini," gumam Yuliani. Ada perasaan lega dalam hatinya, ternyata apa yang dikhawatirkan tidak terjadi dan tidak sesuai ekspektasinya."Kamu makan yang banyak ya, jangan sampai nutrisinya kurang," kata Anita menuangkan nasi dan ayam goreng yang sudah dimasak. Tidak lupa juga dengan sayuran bergizi khusus untuk Yuliani."Terima kasih, Bi. Seharusnya Bibi gak usah repot-repot," kata Yuliani memberikan senyuman."Bibi gak repot kok. Ayo, makan!" Anita mempersilakan.Tidak ada lagi obrolan di ruang makan, hanya ada bunyi sendok. Yuliani tampak menikmati makanan yang sudah disediakan oleh
Yuliani tidur nyenyak semalam ditemani Anita. Beruntung sekali sang Bibi mau menemani karena tidak ingin ponakannya pergi.Usai subuh, wanita yang sedang hamil itu membantu Anita memasak di dapur. "Sarapan pagi ini cuma ada tahu, tempe dan sayur kelor. Apakah kamu mau?" tanya Anita memastikan. Dia tahu betul kalau ponakannya manja serta pilih-pilih soal makanan."Iya, Bi. Yuliani akan tetap makan apa pun yang ada. Aku bukan Yuliani yang dulu lagi, Bi." Yuliani menjawab karena tahu maksud Anita.Dengan lahap Yuliani menyantap semua makanan yang sudah dihidangkan oleh sang Bibi. Sudah bukan waktunya lagi wanita itu manja, atau memilih makanan enak. Perutnya tidak lapar saja harus dia syukuri. Dari pada kosong karena tidak ada satu pun makanan masuk. Apalagi di dalam ada janin yang harus dijaga sepenuh hati."Kamu jadi pergi hari ini?" tanya Anita memastikan lagi, berharap Yuliani mengurungkan niatnya serta bisa tinggal lebih lama."Iya, Bi. Aku harus mencari Anton secepatnya, Bi." Yuli
Di saat Yuliani mulai berputus asa, sebuah tangan memegang pundaknya."Kamu baik-baik saja?" Suara yang tidak asing terdengar di telinga Yuliani.Wanita berpakaian warna hitam dengan motif bunga-bunga melihat ke arah sumber suara. Tatapan mata yang semula bersedih, kini terlihat bahagia. Yuliani langsung memeluk pria yang saat ini ada di hadapannya."Ternyata kamu datang, Anton. Aku kira kamu akan meninggalkanku selamanya karena telat datang," ujar Yuliani dengan tangis sesenggukan.Anton membelai rambut panjang Yuliani, berusaha menenangkan hati wanita yang tengah hamil anaknya."Tenangkan dirimu, Sayang. Aku tidak mungkin meninggalkanmu, apalagi dalam janin mu ada darah dagingku." Anton berbicara sangat manis, hingga membuat hati Yuliani tenang."Hapus air matamu, tidak enak sama orang yang melihat kita. Aku tidak ingin mereka mengira yang tidak-tidak tentang kita," lanjut pria yang memakai pakaian warna biru itu. Kulit putihnya membuat Anton pantas mengenakan baju warna apa pun.Yul
Yuliani berontak, tetap pada pendiriannya."Aku sudah bilang dari awal, Anton. Aku tidak mau, kenapa kamu masih bersikeras membawaku ke tukang aborsi?" cetus Yuliani kesal. "Please, Yuliani! Kamu harus mengerti keadaanku." Anton menuntut dimengerti."Dari awal, aku selalu mengerti kamu. Tapi kamu gak pernah mau mengerti perasaanku. Bahkan aku diusir dari rumah gara-gara kamu!" pekik Yuliani kesal. Tatapannya nanar dengan wajah sedikit memerah."Kalau memang kamu gak mau menggugurkan kandunganmu itu, aku juga tidak akan bertanggung jawab. Kamu urus saja dirimu sendiri, jangan ganggu aku lagi!" Anton berlalu pergi. Niatnya dari awal bertemu dengan kekasihnya memang untuk meninggalkan."Anton! Jangan tinggalkan aku," teriak Yuliani mengejar kekasihnya yang mempercepat langkah kaki.Wanita itu berlari, hingga mampu menghentikan langkah kaki Anton. "Kalau kamu tidak mau bertanggung jawab atas apa yang sudah kamu perbuat. Akan aku laporkan kamu ke polisi." Yuliani berani mengancam. "Lapor
"Apa Ayah lupa? Dia pergi dari rumah juga karena Ayah mengusirnya." Dina menjelaskan sesuai kenyataan yang ada."Aku belum bisa memaafkannya, Bu. Dia sudah membuat keluarga kita malu. Bahkan, aib tentang dia masih terus tersebar dan menjadi gosip para tetangga. Meskipun dia sudah tidak ada di rumah ini lagi. Pekerjaanku juga terhambat karena terlalu memikirkannya." Mark menjelaskan rasa sakit hati pada putrinya."Kenapa Ayah tidak berusaha untuk memaafkan kesalahan Yuliani. Mau bagaimanapun jalan hidupnya, dia masih tetap anak kita! Darah daging kita. Harusnya kita sebagai orang tua juga interopeksi diri. Kenapa dia bisa seperti ini? Semua sudah terjadi, Ayah. Seharusnya kita sebagai orang tua selalu ada di saat dia kesulitan seperti ini, bukan malah membuangnya!" Dina terus membujuk Mark agar bisa memaafkan kesalahan Yuliani.Meskipun pria itu masih dalam pendiriannya, Dina tidak pernah berhenti mengomel, menasihati agar Yuliani mendapatkan restu. Wanita itu tidak bisa melihat sang A
"Kenapa kalian diam saja melihat Yuliani pingsan, bukannya mengambil tindakan!" hardik Mark terlihat panik. Hatinya seolah luluh mendapati sang Anak tidak berdaya."Kita tidak tahu harus berbuat apa, Ayah." Dina justru menyahut saja di saat genting."Hubungi dokter, Bu. Aku tidak mau sampai terjadi sesuatu yang buruk pada anakku!" perintah Mark tegas.Dalam benak Dina sempat terlintas, "Akhirnya dia mau menganggap anaknya lagi." Pikiran itu segera ditepis dan segera menghubungi dokter yang biasa menangani keluarganya ketika lagi sakit.Mark panik, mondar-mandir serta berusaha untuk membangunkan Yuliani. "Bangun, Yuliani." Mark berusaha membangunkan. Mengambil minyak kayu putih untuk menyadarkan putrinya. Dia mengoleskan ke bagian-bagian tertentu, pun di depan hidung. Tapi Yuliani tidak juga sadarkan diri. Sedangkan Anton, ingin sekali diam-diam pergi. Namun, keadaan Yuliani akan dipastikan sehat agar dia tidak disalahkan. "Kamu sudah menghubungi dokter?" tanya Mark melihat Dina dat
Dina mendengus kesal. "Kamu istirahat yang cukup ya. Biar besok waktu akad bisa lebih segar tubuhnya." Dina membantu Yuliani merebahkan tubuh dan menyelimutinya. Tidak lupa wanita itu mencium kenin putri semata wayangnya."Mimpi yang indah ya," ujar Dina tersenyum simpul."Ibu juga." Yuliani membalas senyuman. Dina beranjak pergi dengan membawa piring kotor di tangannya. Makanan yang dibawa untuk putrinya tandas dan begitu bersih. "Ayah ikut aku sekarang, jangan lupa tutup pintunya!" pinta Dina lewat di depan Mark yang berdiri di ambang pintu. Pria yang memakai kemeja warna hitam itu mengikuti dari belakang. "Ayah kalau bicara jangan seenaknya saja. Pikirkan juga perasaan anak kita. Dia besok baru mau menikah, kita harus membantunya. Bahkan ketika dia sudah sah menjadi suami orang besok. Kita harus tetap mengayomi dia. Secara kita tidak tahu bagaimana sikap, watak dan perilaku calon menantu kita," gerutu Dina sepanjang melangkahkan kaki ke arah dapur."Putri kita sudah dewasa, Bu.
Semakin hari Kevan serta Anton semakin dekat saja, bahkan pria itu menggunakan putranya sebagai alat agar bisa menerima pria itu lagi. Namun, orang tua Yuliani sudah tidak menyetujui. Mereka tidak yakin kalau pria tampan akan benar-benar berubah. Pun Yuliani juga merasa bahwa mantan suaminya tidak akan pernah berubah. Jadi, dia dilema dengan semua yang terjadi dalam hidupnya."Ayah menyarankan kamu untuk menikah dengan Reza agar tidak dikejar terus oleh Anton. Lagi pula, sampai detik ini Reza masih mencintaimu dan berharap kamu membalas cintanya, Yul." Mark memberikan nasihat."Dari mana Ayah tahu semuanya? Padahal sudah lama dia tidak pernah ke sini lagi sejak aku memintanya untuk tidak menganggu kehidupanku lagi." Yuliani heran pada Mark yang masih tetap pada pendiriannya. "Sebenarnya, dari awal Ayah bekerja dengannya, Yul. Maaf, karena sampai detik ini Ayah tidak pernah mengatakan pada kalian," aku Mark menundukkan kepala merasa bersalah.Dina terkejut mendengar pengakuan suaminya,
Anton kembali datang ke rumah Yuliani, hingga membuat Reza salah paham. Pria itu pamit pergi setelah meminta maaf, dan berjanji tidak akan mengganggu wanita itu lagi."Ngapain lagi kamu ke sini?" tanya Yuliani ketus. Wanita itu sampai gak menghiraukan Reza yang sudah pergi dan menghilang dari hadapannya."Aku mau minta maaf, Yul. Aku juga ingin melihat anakku," sahut Anton dengan netra berkaca-kaca."Aku sudah memaafkanmu," ucap Yuliani tanpa rasa iba. Dia tidak akan membiarkan Anton bertemu dengan Kevan. "Aku ingin bertemu Kevan," ucap Anton lirih."Dia sudah tidur, lebih baik kamu pergi sekarang juga!" usir Yuliani pelan. Dia tidak ingin ada keributan, jadi berbicara begitu pelan."Aku memang salah, tapi apa aku gak berhak melihat anakku?" tanya Anton mengharapkan iba."Ini sudah malam, dia sudah tidur. Lebih baik kamu pergi, jangan sampai istirahatnya berkurang karena hadirmu." Yuliani berusaha untuk memberikan pengertian."Besok pagi aku akan kembali ke rumah ini untuk bertemu Ke
Obrolan Reza hanya sebatas itu saja, sebab pria itu juga belum siap untuk ditolak lagi oleh wanita yang dicintainya. "Aku pamit pulang dulu, ya." Reza pamit karena tidak nyaman terlalu lama berada di samping Yuliani."Kenapa buru-buru?" tanya Yuliani basa-basi."Iya, soalnya sudah malam." Reza tidak memiliki alasan. Sebenarnya dia masih betah dan ingin berlama-lama, tapi pria itu tahu diri juga.Yuliani meninggalkan Reza sendiri untuk memanggil kedua orang tuanya. "Kenapa gak menginap saja di sini?" tanya Mark, tapi lengannya justru disenggol oleh Dina."Mungkin lain kali, Om." Reza malah menanggapi. Wanita yang sedang menggendong Kevan itu pun merasa tidak enak hati. Dia terlihat malu karena kelakuan ayahnya.Mark mengantarkan Reza hingga ke depan rumah, mereka berdua juga tidak lupa untuk mengobrol perihal perasaan. "Bagaimana kisah selanjutnya? Apakah kamu berusaha mencoba sekali lagi?" tanya Mark penasaran akan obrolan putrinya dengan Reza."Aku belum memiliki nyali, Om. Sebel
Seluruh keluarga disibukkan dengan pekerjaan masing-masing. Mark bekerja di bengkel milik teman Reza, sedangkan Yuliani masih setia berpartner dengan ibunya. Kevan yang masih kecil juga bisa diajak bekerja sama. Bisnis mereka saat ini adalah dekorasi pelaminan, mereka mendapatkan modal dari meminjam ke bank. Mereka nekat melakukan semua demi sebuah kesuksesan yang mereka yakini akan datang. Awalnya Dina ragu, tapi semua sirna saat Yuliani meyakinkannya. "Jatuh bangun dalam usaha itu pasti, Bu. Tapi kita harus bangkit, bukan menyerah dan meratapi sebuah keadaan. Yuliani sudah banyak belajar dari kejadian di masa lalu, Bu. Bahwa Allah akan memberikan jalan bagi hamba-Nya yang mau berusaha." Yuliani menasihati panjang lebar. Dia berpikir, mungkin saja ibunya sedang kehilangan pegangan. Maka sudah menjadi tugasnya untuk mengingatkan. *** Tiga tahun segera berlalu, usaha mereka terbilang cukup sukses karena hutang pada bank berhasil dilunasi. Dekorasi yang mereka miliki juga banyak yan
Hari mulai sore, tapi Mark belum juga mendapatkan pekerjaan. "Aku harus tetap berusaha agar bisa mendapatkan pekerjaan." Mark bergumam. Dia sudah berkeliling, bahkan ke beberapa bengkel untuk menawarkan diri agar bisa bekerja. Namun, tdiak ada satu pun yang mau menerima. Hingga pria itu bertemu dengan Reza yang sedang membeli buah di pinggir jalan."Om!" panggil Reza ketika melihat Mark."Reza!" Mark membalas sapaan."Om mau ke mana? Biar aku antar," tanya Reza menawari."Om lagi cari pekerjaan, Reza. Namun, sampai detik ini belum mendapatkan pekerjaan juga. Sulit sekali mencari pekerjaan sekarang ini," sahut Mark lirih. Terlihat jelas dari raut wajahnya, kalau pria itu terlihat kelelahan. "Usaha kuenya bagaimana, Om? Bukannya lagi berkembang pesat ya?" cecar Reza. Pria itu memang akhir-akhir ini tidak terlalu mengetahui detail apa yang terjadi pada keluarga wanita yang masih dicintainya."Sudah gak ada yang percaya untuk memesan kue keluarga kami, Reza." Mark menghela nafas panjan
Setelah perceraian itu, Yuliani kini fokus menjalani hari-harinya untuk Kevan. Dia juga membantu usaha Dina untuk membuat kue, satu-satunya cara untuk mereka bertahan hidup dan bisa membeli makan. Akan tetapi, ada saja ujian dan cobaan yang harus mereka hadapi ketika mereka mau menuju sukses. Pria tampan yang diceraikan tujuh bulan yang lalu tidak terima, jadi hadir untuk membalaskan dendam."Apa yang kamu inginkan, Anton? Kenapa kamu masih tetap menganggu hidupku? Semua urusan kita sudah selesai, lantas kenapa kamu harus datang lagi dan merusak semuanya?" cecar Yuliani menghampiri Anton yang masih tetap tinggal di rumah yang lama."Aku masih sakit hati padamu, Sayang. Tidakkah kamu mengerti? Aku juga tidak ingin melihatmu dan seluruh keluargamu bahagia serta sukses. Makanya aku fitnah kalian agar pelanggan kue yang kalian jual kabur semua!" papar Anton tanpa merasa bersalah. Pria itu sudah tidak memiliki hati, sebab hatinya sudah diselimuti oleh perasaan benci."Aku tidak menyangka k
Yuliani masih terngiang akan lamaran Reza, tapi wanita itu tidak mungkin secepat itu mengambil keputusan untuk menerima. Terlebih, perceraian masih dalam proses di pengadilan. Dia tidak mungkin terburu-buru sekalipun surat cerai sudah ada digenggaman tangannya. "Aku belum siap menerima siapa pun untuk hadir dalam hidupku. Butuh waktu yang lama buatku untuk kembali menikah, sebab rasa trauma yang masih aku rasakan. Aku harap kamu mengerti dengan ucapanku, dan aku merasa tidak pantas untukmu." Itulah kalimat jawaban yang diberikan Yuliani pada Reza. Tidak hanya mengerti, pria itu bahkan siap untuk menunggu wanita yang dicintai sampai kapan pun juga, hingga mau membuka hati untuknya. Yuliani merasa bingung dengan semuanya. "Kenapa aku harus dihadapi dengan persoalan perasaan lagi?" pikirnya. Dia memijat keningnya yang merasa pusing karena memikirkan semuanya."Ibu sakit?" tanya Kevan ketika melihat ibunya masih belum tidur. "Ibu hanya pusing sedikit saja. Kamu mending istirahat ya, so
Sebuah keajaiban datang, apa yang diharapkan Mark benar-benar terjadi. Seseorang datang memberikan bantuan pada keluarganya. "Terima kasih atas bantuannya, Reza," ucap Yuliani sembari tersenyum. Dia tidak menyangka pria itu akan membantunya. Memberikan tempat tinggal untuk keluarganya dan juga modal usaha."Sama-sama, gak usah sungkan begitu. Kita sudah lama kenal 'kan? Jadi anggap saja ini bantuan dari seorang teman." Reza memaparkan untuk menghilangkan rasa tidak nyaman Yuliani."Aku dan keluargaku berjanji, pasti kita akan membayar semuanya," kata Yuliani menjelaskan."Gak usah, Yul. Aku ikhlas membantumu dan keluargamu." Reza tidak mau Yuliani dan keluarganya merasa memiliki hutang budi.Bukan Yuliani jika tidak keras kepala, wanita itu tetap akan mengembalikan semua yang sudah diberikan Reza. Dia menganggap bantuan dari pria itu sebagai pinjaman.Pria berkaki jenjang itu pun tidak tahu harus berbicara apalagi, selain mengiyakan apa pun yang dikatakan Yuliani. "Aku harus pergi d
Yuliani sekeluarga syok dengan semuanya, ternyata Anton sudah mengambil alih harta Mark dengan caranya yang licik. Sertifikat rumah juga sudah berpindah tangan pada pria tampan itu hingga keluarganya tidak memiliki harta benda lagi. Tidak hanya rumah, tapi juga bisnis yang dijalani pria setengah paru baya itu juga diambil alih."Kapan mas Anton melakukan semuanya, Ayah? Bukankah Ayah tidak pernah memberikan tandatangan Ayah kepada sembarang orang?" tanya Yuliani."Dia sudah mengelabuiku, Yul. Dia pernah meminta tanda tangan Ayah dengan alasan ingin memberikan Ayah tanah yang dia beli. Dengan segala bujuk rayunya, Ayah mau saja. Tidak pernah berpikir kalau dia akan melakukan semua ini." Mark baru sadar dan menceritakan semuanya. "Tapi kenapa Ayah tidak pernah bercerita?" tanya Dina kecewa."Soalnya Ayah sudah berjanji untuk tidak mengatakan kepada siapa pun termasuk kalian berdua." Mark menjawab sesuai yang diingat.Ketika mereka sedang panik karena telah kehilangan harta benda, Anton