"Aku tahu ini hanya akal-akalmu saja," ketus Miley menyimpan kembali ponselnya ke dalam tasnya. Kemudian turun dari mobil dan menarik kopernya masuk ke apartemen."Biar aku bawakan, Non," kata pengawal mengejar langkahnya namun Miley menepis tangan pria itu.Tanpa menyahuti, pengawal terus saja membuntutinya hingga pintu masuk apartemen."Jika ada yang Anda butuhkan, bisa meneleponku ke nomor ini, Non," katanya meletakkan secarik kertas diatas koper Miley, sebelum kembali ke mobil dan meninggalkan apartemen.Miley tidak menyahuti hanya membiarkan kertas itu terjatuh saat menyeret kopernya ke dalam apartemen. Ia merasa tidak membutuhkan siapa-siapa saat ini, ia hanya butuh menikmati kebahagiaannya."Ahh! Leganya," ucapnya melemparkan tubuhnya di atas ranjang empuk.Tidak ingin membuang-buang waktu untuk menikmati hidup bebasnya itu, ia pun bangkit untuk mengguyur tubuhnya terlebih dahulu. Isi koper ia keluarkan begitu saja di atas sofa panjang dalam kamar, sembari mencari handuk dan k
Aland termangu mendengar ucapan Miley. Gadis cantik itu mengingatkannya pada Ellena Halton, ibunya. Sesaat hanya menatap wajahnya. Benar, sekilas wajahnya juga sangat mirip dengan Ellena Halton. Cara berbicaranya dan isi ucapannya juga tidak jauh berbeda."Miley ..." desisnya menyentuh wajahnya lembut. Namun, segera tersadar saat ini mereka lagi memperbincangkan tentang dirinya sebagai pewaris kekayaan keluarga Halton.Namun, berbeda dengan yang dilihat dan dipikirkan Miley. Sebenarnya pria itu bukan tidak berusaha mengembangkan perusahaan-perusahaannya, tapi setelah dia terjebak kontrak pernikahan konyol dengan Jenny, waktunya jadi terbagi. Setidaknya itu yang ia dengar dari Theo waktu itu. "Lalu, apalagi yang membuatmu resah? Kamu hanya perlu menunjukkan usaha kerasmu mengembangkan perusahaan-perusahaanmu. Itu akan menyenangkan hati Tuan Daniel. Seperti yang aku katakan tadi, masalah jodoh tidak semua orang bisa berjodoh cepat," kata Miley merasa tidak perlu mendendam hanya karena
"Berhenti selalu berdebat, Miley! Aku bilang tidak bisa, jadi jangan membantah!" Miley tertawa kecil seperti mengejek Aland. "Aland, hanya kebetulan saja rencana kita sejalan untuk Jason. Kamu ingin menghentikan ancaman-ancaman Jason yang merusak nama baikmu, sementara aku ingin merebut perusahaan milikku darinya. Tujuan kita memang sama, tapi tidak ingin ada seseorang menghalangi langkahku!" tegas Miley mampu membuat Aland berjengkit dari duduknya."Miley!? Apa yang ---""Tidak perlu bicara keras, Aland. Pelankan suaramu sebelum security dan orang-orang di sini mengetahui mu ada di apartemenku." Memotong ucapan Aland dengan sedikit mengancam.Namun, pria yang terlalu mencemaskan keselamatan Miley, tidak mau membiarkan Miley pergi bertemu Jason tanpa pengawasannya. Aland pun mencoba melunak untuk membujuk gadis keras kepala itu. "Aku akan menemanimu bertemu dengan keparat itu, Miley. Mungkin kemarin dia tidak menyakitimu karena butuh berkas itu sampai kepada Jenny. Tapi aku tidak y
Miley meremas ujung tasnya sesaat setelah berdiri di depan pintu perusahaan Aland Corp. Hatinya meragu meneruskan langkahnya masuk perusahaan. "Gila kamu, Miley," kutuknya menyurut mundur ke arah samping. Entah jin apa yang merasuki pikirannya tadi, sampai-sampai beralasan mengantar berkas tersebut, demi bisa bertemu Aland. Tidak berpikir mungkin saja berkas itu memang tidak diperlukan."Arghh! Apa yang harus aku lakukan?" Nyalinya mendadak ciut, berpikir lebih baik pulang sekarang saja sebelum ada orang melihatnya di sana.Namun, baru hendak melangkah mau pulang, mobil mewah Aland tiba-tiba datang dari gerbang masuk. "Mati aku!" gumamnya panik, cepat-cepat menutupi wajahnya dengan tasnya agar tidak dilihat Aland, sebelum melompat ke balik pot bunga besar untuk bersembunyi.Mobil mewah itu berhenti di depan pintu perusahaan. Miley mendongakkan kepala mengintip mobil Aland. Mungkin dengan melihat pria itu saja, rasa rindunya terpuaskan, lalu, pulang.Tapi ..."Apa itu Tuan Daniel?" ta
Tubuhnya bergetar hebat, kalau saja ia tidak berpegangan pada sisi meja, dirinya sudah ambruk. Kini Miley malah semakin kewalahan menguasai dirinya. Berkali-kali tubuhnya seperti tertarik ke belakang namun ia paksa bertahan berdiri tegak."Nah, berkas ini yang Daddy butuhkan. Lalu, kenapa kamu bilang tidak bisa memberikan bukti yang seperti ini tadi, Aland?" tanya Tuan Daniel memutar badan menghadap Aland. Sesaat Tuan Besar itu kembali sibuk membaca-baca kertas di tangannya. "Oke, ini jauh lebih baik dari enam bulan yang lalu. Tetapi Daddy masih perlu mempertimbangkan satu hal lagi padamu!" kecam Tuan Besar itu berdiri dengan jari telunjuk mengarah ke Aland yang sempat senang."Satu hal lagi? Apa itu, Dad?" buru Aland meremas telapak tangannya seraya menggeram. Ada saja hal yang dibuat-buat ayahnya itu untuk mempersulit dirinya. Kalau memang tidak niat menjadikannya sebagai pewaris keluarga Halton, tidak usah bertele-tele, langsung bilang saja. Yakin dengan dugaannya selama ini tid
"Eh ... ke mana?"Miley ternganga melihat Aland hanya senyum-senyum berlalu, sementara dirinya masih sangat penasaran. Iapun berlari kecil membuntutinya sampai ke ruangan. "Aland, apa yang di maksud Tuan Daniel tadi?""Kamu kenapa sebenarnya, Miley? Kamu tidak tahu, apa pura-pura amnesia?" kata Aland dengan kedua alisnya tertaut, melotot kepada gadis yang menatapnya kebingungan."Sumpah, aku tidak tahu, Aland. Mana mungkin aku terus bertanya kalau aku tahu!" ketus Miley menghempaskan duduknya berseberangan meja dengan Aland."Hahaa." Aland merasa Miley hanya bercanda. "Oiya, kenapa kamu tiba-tiba datang kemari, Miley? Jangan bilang kamu merindukanku?" goda Aland mengedipkan sebelah matanya menggoda gadis yang terus menatapnya.Mendengarnya, Miley membuang wajah. Rasanya malu kalau harus mengakui itu benar, kepada pria aneh itu. Memang tadi sangat ingin bertemu dengannya, tetapi ..."Jangan mengalihkan pembicaraan, Aland," katanya sedikit gugup tidak bisa lagi menyembunyikan wajahnya
Sudahlah, dia itu memang sangat pintar memulai perdebatan. Miley menepis tangan Aland mendahuluinya ke luar. "Ke mana, Miley?" Setengah berlari pria itu mengejar langkahnya yang terburu."Aku mau pulang!""Hakh, gadis keras kepala," geramnya menurut saja mengikutinya. "Miley, kita kan mau makan siang."Tidak ada sahutan dari Miley, gadis itu terus saja berjalan menuju gerbang keluar perusahaan. Sikapnya itu semakin membuat Aland menggeram."Miley, apa kau mendengarnya?" geramnya menekan nada suaranya.Namun, lagi-lagi gadis itu tidak menyahutinya. Ia berdiri di pinggir jalan seolah sedang menunggu seseorang. "Untuk apa kamu berdiri di situ, Miley?" Kesabaran Aland yang setipis tisu di belah tiga mulai menggertakkan gerahamnya."Menunggu Theo," sahut Miley tanpa mengalihkan pandangannya dari ponselnya."What? Kau sudah gila!" seru Aland kembali menekan suaranya. Rasanya ingin menampar Miley untuk menyadarkan gadis itu.Melihat Aland terpancing api cemburu, Miley hanya tertawa kecil.
Miley terbangun ketika tubuhnya terasa terhimpit berat badan seseorang. Tulang punggungnya terasa seperti kram menahan beban berat yang menelepon di belakang tubuhnya. Matanya mengerjap untuk mengumpulkan kesadarannya, sembari memutar otak cerdasnya. Namun, belum lagi bisa berpikir jernih, hidungnya kembang kempis mencium aroma tubuh Aland."Aland," desisnya lagi-lagi mengerjapkan matanya, memulihkan kesadarannya yang berpikir mungkin masih bermimpi itu. Benar, ada seseorang tertidur di belakangnya. Setelah tersadar penuh, dan menyadari itu Aland, Miley terjengkit dan turun dari ranjang."Kenapa dia bisa ada di sini?" gumamnya seperti bermimpi saja, belum bisa yakin itu Aland. Miley mengedarkan pandangannya ke seluruh isi kamar, setelah berulang-ulang mengucek matanya. Memastikan ia masih di apartemennya. Otak cerdasnya masih ingat jelas kemarin sore mereka berdua bertengkar. Kemudian iapun pulang ke apartemen dengan naik ojol. Lalu, merencanakan akan melarikan diri pagi-pagi sek