Beranda / Romansa / Tertawan Pesona Bos Duda / Bab 73: Mencari Seruni

Share

Bab 73: Mencari Seruni

Penulis: HarunaHana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Jangan terlambat atau kesempatanmu bertemu Seruni hilang.”

Dengan tangan masih menggenggam ponsel, Bram menoleh ke kiri dan kanan, mencari sofa tersembunyi yang bisa diduduki dengan tenang atau dinding untuk sekadar bersandar. Bram menghela napas berat. Semakin malam bar semakin ramai. Tidak ada tempat kosong sama sekali.

Ketika akhirnya Bram menemukan dinding untuk bersandar, ponsel di tangannya hampir jatuh karena seseorang menubruk tubuhnya. Bram menggeram. Didorongnya badan gempal pria beraroma minuman keras dan rokok itu hingga jatuh terduduk di lantai. Ia masih sempat meracau sambil bersandar di dinding sebelum akhirnya terkapar.

Merasa tidak akan bisa berpikir di tempat remang-reman itu, Bram memutuskan keluar. Segera ia memasuki lift dan kembali ke basement. Ia bisa gila atau cepat mati kalau lebih lama di dalam bar.

Sesampainya di basement, Bram menghirup oksigen banyak-banyak, mengusir asap rokok yang sempat menghuni paru-parunya dengan udara baru yang lebih segar. Bergegas
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 75: Rencana Bram

    “Aku yang akan atur pertemuanmu dengan Seruni.”Bram menatap Re lurus-lurus. Mulutnya masih mengunya sepotong risol mayo. Pagi itu Re tampak seperti komandan pasukan rahasia sedang mengatur strategi. Mendadak Bram merasa sedikit gerah meski mesin pendingin kafe menyala.“Menurutmu, dengan cara apa aku bisa ketemu Seruni? Aku harus menyamar menjadi pria hidung belang?” Bram hampir tersedak ketika mengucapkannya. Beruntung risol mayo di mulut sudah tertelan. Kalau belum, mungkin makanan itu akan tersangkut di tenggorokan atau malah tersembur keluar. Entahlah. Bram mual mendengar istilah pria hidung belang. “Lalu apa? Membawa Seruni kabur?”Re tersenyum kecil. Tatapan tajamnya melunak dan otot-otot wajahnya mengendur. “Sabar, Bro. Aku akan jelaskan.” Diraihnya cangkir lalu menyeruput isinya perlahan. “Baristamu keren, Bram.” Bram mengacungkan jempol seraya melirik pria berapron biru di balik coffee bar yang sedang menyetel peralatan menyeduh kopi.“Kebiasaanmu mengalihkan pembicaraan.”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 1: Lari

    “Cepetan!” bentak lelaki bertato kalajengking. “Jangan lelet!” Ditariknya tangan Seruni dengan kasar. Keduanya baru saja tiba di Ramayana Hotel untuk menemui pelanggan yang telah memesan gadis itu.Wajah Seruni tertekuk-tekuk. Di bawah temaram lampu halaman hotel, ia berjalan tersuruk-suruk. High heels setinggi sepuluh sentimeter membuatnya seperti akan jatuh terjerembab setiap menapak tanah beralas rumput. Bayangan Bapak dan Ibu yang menjejali kepala semakin memberatkan langkah Seruni.Bapak, Ibu, maafkan Seruni. Gadis bertubuh semampai itu meratap dalam hati. Andai mereka masih hidup, pasti nasibnya tidak akan seburuk ini, dijual paman sendiri demi menebus utang akibat kalah di meja judi. Setelah berhasil kabur dari pemilik prostitusi online berkedok rumah indekos di Semarang, Seruni justru terperangkap jaringan lain yang lebih besar dan kuat di Yogyakarta.Langkah si tato kalajengking terhenti di depan pintu masuk. Di hadapan satpam, ia memasang senyum ramah. Setelah menyebut nomor

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 2: Malaikat Penyelamat

    “Bikin celaka orang. Untung saya nggak mati kejedot batu!” semburnya tanpa menatap Seruni. Kedua tangannya sibuk mengibaskan jas, menghilangkan debu dan rumput kering yang menempel.Menyadari posisinya yang bisa membuat otak laki-laki travelling, Seruni segera berdiri dan membungkuk. “Ma-maaf, Pak. Saya nggak sengaja. Saya dikejar orang.” Gadis berkulit cokelat terang itu kembali menengok ke belakang.Bram mendengkus. Setelah memakai kembali jasnya, ia meneruskan langkahnya menuju tempat parkir. Masih ada satu agenda lagi yang harus segera diselesaikan.Sepeninggal Bram, Seruni terdiam sesaat. Dengan keadaannya saat ini, tidak mungkin ia keluar hotel. Alih-alih selamat, bisa jadi ia malah jadi santapan macan kota. Dilihatnya punggung Bram dan mendadak matanya berbinar. Ia segera berlari dan mengikuti langkah lelaki itu.Tepat ketika Bram menekan kunci otomatis, Seruni mendekati pintu. Tanpa permisi, ia membukanya dan masuk ke Honda Accord silver milik Bram.“Lho, lho, apa-apaan ini? M

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 3: Macan Kecil

    “Ayo, turun!” seru Bram sedikit kesal.Seruni mengusap wajah. Ia memutuskan mengikuti perintah Bram. Jika laki-laki itu akan berbuat macam-macam, ia akan melawan sampai titik darah penghabisan. Biarlah ia mati ketimbang hidup sebagai manusia hina. Bapak dan Ibu pasti akan menyambutnya di surga karena ia mati demi mempertahankan harga diri.“Hotel La Luna.” Seruni mengeja nama yang tertulis di dinding bangunan bergaya Eropa itu. Jadi nasibnya akan berakhir di sini. “Bapak, Ibu, tunggu aku,” batinnya sendu.Seruni menatap heran lelaki yang berjalan cepat di depannya ketika semua karyawan menyapa dan mengangguk hormat padanya. Hatinya diliputi tanda tanya. Sebenarnya, siapa manusia yang selalu tampak galak itu?Tubuh Seruni mendadak kaku ketika Bram berhenti di depan kamar di lantai empat.“Masuk!” Dengan dagunya, Bram memberi isyarat agar Seruni segera masuk ke kamar.“Bapak mau apa? Kalau hanya karena baju ini saya harus melayani Bapak, saya tidak sudi!”“Astaga!” Bram melirik Rolex di

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 4: Jebakan Baru

    “Permisi. Ada pesanan makan untuk Anda.”Pesanan makan? Belum sempat otak Seruni mencerna, tiba-tiba pintu didorong dari luar. Seruni mundur selangkah hingga pintu terbuka dan dilihatnya pegawai hotel berdiri di depan kamar dengan nampan di tangan.“Pesanan makanan untuk Anda, Mbak.” Pegawai itu tersenyum meski pandangannya menelisik. Wajah lusuh Seruni mengusik pikiran.Tatapan heran Seruni menyapu wajah pegawai hotel. “Saya tidak pernah pesan apa pun. Sepertinya Anda salah kamar.”Senyum belum tanggal dari bibir laki-laki muda itu. “Pak Bram yang memesan untuk Anda. Katanya Anda perlu makan malam.”“Makan malam?” Seruni bergumam. Ia bahkan tak merasa lapar. Lebih tepatnya, ia tidak ingat kalau belum makan sejak siang. Sebelum dibawa si tato kalajengking, Seruni hanya minum air putih. Nafsu makannya hilang setiap kali mengingat nasibnya. Kata makan malam yang diucapkan pegawai hotel mendadak membuat perutnya menyanyikan lagu rock.“Silakan, Mbak.” Petugas itu mengulurkan nampan. Wang

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 5: Kepergok

    Kepala Seruni masih tertunduk. Ia mendongak ketika lift berhenti dan pintunya terbuka. Dibiarkannya Bram menarik tangannya.Raut muka Bram seketika berubah masam ketika melihat resepsionis dan satpam yang tersenyum penuh arti saat melihatnya. Setelah ini ia harus bersiap menghadapi gosip yang akan menyebar cepat di antara karyawan.“Berapa nomor telepon orangtuamu? Besok pagi saya telepon mereka.”“Orangtua saya sudah meninggal, Pak.” Seruni menjawab tanpa melihat Bram demi menyembunyikan embun di matanya.Kaki Bram yang akan menekan pedal gas tertahan. Ia menoleh dan menatap Seruni yang menunduk hingga wajahnya tertutup sebagian rambutnya. Lantas, tanpa menanggapi ucapan Seruni, ia melajukan mobil. Otaknya sudah tidak mampu bekerja. Biarlah Seruni tinggal semalam di rumahnya.Di samping Bram, Seruni duduk dengan tegang. Ia berusaha sekuat tenaga agar tetap terjaga. Bagaimanapun juga, ia harus tetap waspada.Kantuk yang menyerang tubuh Seruni seakan terangkat ketika mobil memasuki hal

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 6: Tawaran Kerja

    “Saya tidak sengaja sampai Jogja, Nyonya.” Lantas, mengalirlah cerita dari bibir Seruni dari awal pelarian hingga terdampar bersama Bram di Hotel La Luna.Tatapan prihatin Kanaya menyapu wajah Seruni. “Aku pernah dengar tentang prostitusi online. Tapi baru kali ini ketemu orangnya.”“Sa-saya belum pernah melayani satu orang pun pria hidung belang.” Suara Seruni bergetar. Hatinya seperti dibanting ketika mendengar ucapan Kanaya.“Ehm, sorry. Bukan aku nuduh kamu.” Kanaya menghela napas. “Maksudku, baru kali ini aku ketemu korban pedagangan manusia seperti kamu.” Tangannya terulur lalu menggenggam jemari Seruni yang gemetar. “Sekarang, kamu mau ke mana? Katamu, tidak ada saudara di sini.”“Saya belum tahu, Nyonya. Tapi semalam Pak Bram bilang kalau ada pekerjaan buat saya. Apa Nyonya butuh pembantu? Saya bisa masak, beres-beres rumah, nyci, setrika, apa saja saya bisa.” Semangat di hati Seruni kembali timbul. Dengan mata berpendar, disebutnya semua pekerjaan rumah tangga seperti renteta

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 7: Hati yang Berdenyar

    Pandangan Bram dan Seruni bertemu. Dada Seruni berdebar melihat bola mata Bram yang hitam legam menatapnya lebih tajam seperti menuntut jawaban segera. Otaknya berhenti bekerja sekian detik. Saat itu, ia baru sadar kalau Bram memiliki mata yang indah.“Gimana, bisa masak masakan Eropa?”Suara Bram menyentak kesadaran Seruni. Otaknya kembali bekerja normal dan mengirim jawaban. “Belum bisa, Pak.” Seruni memilih berkata jujur. Kata Ibu, jujur itu mujur. Meski ia pernah mendengar pamannya bilang, jujur tak selalu mujur karena kadang bisa ajur 1). “Tapi saya bisa belajar, Pak,” sambung Seruni ketika melihat setitik kecewa di mata Bram. “Saya yakin tidak sulit.”Mata Bram sedikit melebar mendengar ucapan Seruni. Sombong sekali, pikirnya.Seolah tahu isi kepala Bram, Seruni meneruskan ucapan. “Saya kira segala hal di dunia ini bisa dipelajari, Pak. Asalkan mau berusaha, pasti tidak sulit.” Gadis itu tersenyum penuh percaya diri. Diselipkannya helai-helai rambut ke balik telinga dan memandan

Bab terbaru

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 75: Rencana Bram

    “Aku yang akan atur pertemuanmu dengan Seruni.”Bram menatap Re lurus-lurus. Mulutnya masih mengunya sepotong risol mayo. Pagi itu Re tampak seperti komandan pasukan rahasia sedang mengatur strategi. Mendadak Bram merasa sedikit gerah meski mesin pendingin kafe menyala.“Menurutmu, dengan cara apa aku bisa ketemu Seruni? Aku harus menyamar menjadi pria hidung belang?” Bram hampir tersedak ketika mengucapkannya. Beruntung risol mayo di mulut sudah tertelan. Kalau belum, mungkin makanan itu akan tersangkut di tenggorokan atau malah tersembur keluar. Entahlah. Bram mual mendengar istilah pria hidung belang. “Lalu apa? Membawa Seruni kabur?”Re tersenyum kecil. Tatapan tajamnya melunak dan otot-otot wajahnya mengendur. “Sabar, Bro. Aku akan jelaskan.” Diraihnya cangkir lalu menyeruput isinya perlahan. “Baristamu keren, Bram.” Bram mengacungkan jempol seraya melirik pria berapron biru di balik coffee bar yang sedang menyetel peralatan menyeduh kopi.“Kebiasaanmu mengalihkan pembicaraan.”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Mencari Seruni

    “Jangan terlambat atau kesempatanmu bertemu Seruni hilang.”Dengan tangan masih menggenggam ponsel, Bram menoleh ke kiri dan kanan, mencari sofa tersembunyi yang bisa diduduki dengan tenang atau dinding untuk sekadar bersandar. Bram menghela napas berat. Semakin malam bar semakin ramai. Tidak ada tempat kosong sama sekali.Ketika akhirnya Bram menemukan dinding untuk bersandar, ponsel di tangannya hampir jatuh karena seseorang menubruk tubuhnya. Bram menggeram. Didorongnya badan gempal pria beraroma minuman keras dan rokok itu hingga jatuh terduduk di lantai. Ia masih sempat meracau sambil bersandar di dinding sebelum akhirnya terkapar.Merasa tidak akan bisa berpikir di tempat remang-reman itu, Bram memutuskan keluar. Segera ia memasuki lift dan kembali ke basement. Ia bisa gila atau cepat mati kalau lebih lama di dalam bar.Sesampainya di basement, Bram menghirup oksigen banyak-banyak, mengusir asap rokok yang sempat menghuni paru-parunya dengan udara baru yang lebih segar. Bergegas

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Keributan di Bar

    Bram membelalak melihat aksi perempuan bergaun merah. Segera, ia menurunkan lengan si gaun merah lalu mendorongnya dengan kasar hingga hampir terjungkal. Sebelum keadaan berubah menjadi tak terkendali, Bram menyadari kesalahannya. Ia menarik tangan perempuan itu dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.Bartender di balik meja bar terkejut. Ia sampai berhenti melayani pesanan demi melihat adegan tak terduga itu.“Lepaskan!” Si gaun merah mendorong tubuh Bram. Sumpah serapah perempuan itu berkejaran dengan bingar musik dalam bar. Ia melambaikan tangan dan tidak lama berselang, dua lelaki berbadan kekar dengan baju serba hitam mendatangi Bram.Si gaun merah menatap sengit Bram lalu pergi, menyerahkan urusan Bram pada dua bodyguard di bar. Ia tidak akan menghabiskan waktu meladeni pria tak tahu diri seperti Bram. Masih banyak laki-laki lain yang bisa didekati.Astaga, kenapa aku bisa lepas kendali? Bram mengambil sapu tangan dan mengusapkannya ke wajah. Ada banyak perempuan mencoba mendekat

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 72

    “Kamu sudah lapor polisi kalau tempat mereka pindah?”Bram tidak lagi punya harapan apa pun pada Dewi dan teman-temannya. Jika polisi saja tidak mampu mengejar dan menangkap mereka, apalagi Dewi dan anggota LSM-nya. Musuh mereka terlalu kuat. Hanya demi kesopanan, ia tetap menanggapi laporan Dewi.“Sudah.”Dari nada bicara Dewi, Bram bisa menebak kalau harapan dalam genggaman perempuan itu pun mulai meredup. Advokat utama mereka masih belum pulih dari patah tulang. Sementara itu, pengacara pengganti terus didera teror dan Dewi terpaksa memintanya tiarap demi keselamatan diri dan keluarganya. Posisi Dewi sangat sulit. Bram tidak ingin menambah beban dengan bersikap acuh.“Apa kata mereka?”“Mereka hanya bilang sedang mendalami kasus ini dan akan segera memberi tahu kalau ada perkembangan baru.”Dewi menghentikan kalimat lalu diam.“Halo, Dew, kamu masih di sana?” Bram berseru khawatir pembicaraan mereka terjeda sunyi. Dewi juga mengalami banyak teror, tetapi wanita itu begitu tegar dan

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 71: Siapa Penculik Seruni?

    “Ngomong-ngomong, Gou yang katamu dulu pernah menangkap Seruni, sekarang sudah mati.” Re menatap Bram sekilas lalu menandaskan isi cangkir.Mulut Bram sedikit terbuka. Ia hampir tersedak. Jika Gou sudah mati, lalu siapa yang menculik Seruni sekarang? Bram berteman dengan Re sejak lama. Mereka memiliki satu guru dan lama berlatih bersama dalam satu perguruan Taekwondo. Belakangan Bram tahu kalau selain mendirikan perguruan dan mengajar Taekwondo, Re juga membuka jasa menyediakan petugas keamanan yang bekerja tersembunyi. Ia tahu bisnis gelap dan orang-orang yang berputar di dalamnya. Jadi, Bram tidak punya alasan untuk tidak mempercayai ucapan Re. Pria itu tidak mungkin bohong. “Aku boleh nambah kopi?” Re mengangkat cangkir yang telah kosong. “Kasusmu membuat otakku berasap.” Ia terkekeh.“Kamu boleh minum dan makan sepuasmu tanpa harus memikirkan bagaimana membayar tagihan.” Bram melengkungkan bibir.Re berdecak. “Kamu pikir aku semiskin itu sampai nggak bisa bayar secangkir kopi?”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 70

    Merasa kasus Seruni masih gelap, Bram mencoba mengurai dan mencari titik terang. Ia mengambil kertas dan pulpen lalu mulai menulis kronologi hilangnya Seruni versi Ben dan hasil pencarian timnya Dewi. Bram yakin, Seruni diculik komplotan bisnis prostitusi online yang dulu pernah menjualnya.Bram menuliskan tempat-tempat yang mungkin akan digunakan komplotan itu untuk mempertemukan Seruni dengan pelanggan.BarPubHotelJumlah ketiganya puluhan atau malah ratusan. Menyisir semua tempat akan menghabiskan waktu. Alih-alih ketemu, Seruni mungkin sudah jatuh ke tangan pria hidung belang. Membayangkan hal itu, Bram bergidik. Disandarkannya punggung ke kursi. Sesaat ia memejamkan mata sambil memijit pelipis.Lelah karena tidak kunjung menemukan jalan keluar, Bram memutuskan rehat sejenak. Ia bangkit dan keluar ruang kerjanya. Kafe menjadi tujuan Bram. Sebagai CEO, ia bisa saja memesan menu apa pun dan pelayan akan mengantar ke kantor. Namun, Bram butuh udara segar dan suasana baru. Siapa ta

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 68: Kegelisahan Bram

    “Nay, selama Seruni belum ketemu, aku nitip rumah. Kamu fokus ngurus Mama dan anak-anak. Aku yang akan cari Seruni.’ Hari sudah gelap dan Bram masih bertahan di kantor.Lebih dari 24 jam Seruni hilang. Polisi dan tim dari NGO yang menangani kasus ini belum berhasil menemukan jejaknya. Ia seperti debu yang hilang ditiup angin.Bram memilih bertahan di kantor agar tetap bisa berpikir jernih. Di rumah, ia harus berada di samping Rain dan Ran sampai mereka tidur. Ia juga harus menghadapi wajah-wajah muram Mbok Asih dan Wulan. Mereka memang tidak banyak bertanya, tetapi mata keduanya mengungkap jauh lebih banyak kata dari yang bisa diucapkan oleh mulut. Bram tidak sanggup melihat kemelut itu.“Beres, Mas. Semua aman, kok. Kamu nggak usah khawatir.”Bram mengecek jadwal kontrol sang mama. ‘Thanks, Nay. Besok Mama harus kontrol. Kamu bisa minta tolong Kai buat nganter.”Nay tertawa. ‘Nggak perlu. Aku bisa handle, kok. I’m not a little girl, Mas. Jangan bilang kamu ambil kesempatan genting in

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 68: Terpaksa Menyerah

    “Aduh!” Seruni mengerang. Dadanya sakit karena Shin memelintir tangan dan menekan punggungnya ke mobil.“Sudah kukatakan, jangan coba-coba melawanku. Aku tidak sebodoh dan selemah Gou.” Shin menarik tubuh Seruni menjauhi mobil lalu mendorongnya masuk ke dalam Expander. Kamu benar-benar macan kecil, Nona. Aku tidak akan pernah melepasmu. Shin duduk di samping Seruni. Diambilnya pisau lipat lalu menempelkan ke perut Seruni. sedikit saja gadis itu bergerak, pisau akan segera bekerja merobek kulit dan menembus tubuhnya.Salah satu penjaga masuk ke mobil dan duduk di samping kanan Seruni. Diambilnya selembar kain hitam lalu menutupkannya ke mata Seruni.Seruni menahan napas, merasakan pisau tepat menempel di tubuh dan dunia yang mendadak gelap. Satu-satunya jalan agar tetap bernapas hanya dengan menyerah dan berpura-pura menjadi anak manis.Perjalanan terasa begitu lama bagi Seruni. Ia berusaha menajamkan pendengaran, berharap mendapat petunjuk di mana ia berada. Namun, tidak ada suara a

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 67: Apakah Aku Akan Mati di Sini

    Shin mundur selangkah. ‘Makanlah dulu. Kita bicarakan soal utangmu nanti.” Melihat Seruni menurunkan tensi, pria itu pun melakukan hal yang sama. Ia semakin yakin, Seruni akan jatuh ke dalam pelukannya. Tanpa ragu, dilepaskannya ikatan tangan Seruni agar gadis itu bisa makan.Desisan Seruni terdengar ketika tali pengikat telah terlepas. Seruni menyeringai kesakitan sambil mengangkat tangan. Dilihatnya pergelangan tangannya memerah.“Makan.” Shin mengangkat dagu, memberi isyarat pada Seruni agar segera mengambil piring.Nyeri di tangan Seruni masih terasa. Ia bergeming dan mengabaikan perintah Shin. Sambil meniupi bagian tangan yang tergores, bayangan tubuhnya menggelepar keracunan makanan menggantung di depan mata. Ia bergidik seraya mengernyitkan dahi lalu beringsut menjauhi piring.“Kalau kamu tidak mau makan sendiri, aku akan suapi.” Shin mengangkat piring, menyendok nasi dan menyodorkannya ke depan mulut Seruni.Seperti ada yang bertalu di dada Shin melihat bibir Seruni yang menge

DMCA.com Protection Status