Share

Bab 3: Macan Kecil

Penulis: HarunaHana
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-20 10:44:55

“Ayo, turun!” seru Bram sedikit kesal.

Seruni mengusap wajah. Ia memutuskan mengikuti perintah Bram. Jika laki-laki itu akan berbuat macam-macam, ia akan melawan sampai titik darah penghabisan. Biarlah ia mati ketimbang hidup sebagai manusia hina. Bapak dan Ibu pasti akan menyambutnya di surga karena ia mati demi mempertahankan harga diri.

“Hotel La Luna.” Seruni mengeja nama yang tertulis di dinding bangunan bergaya Eropa itu. Jadi nasibnya akan berakhir di sini. “Bapak, Ibu, tunggu aku,” batinnya sendu.

Seruni menatap heran lelaki yang berjalan cepat di depannya ketika semua karyawan menyapa dan mengangguk hormat padanya. Hatinya diliputi tanda tanya. Sebenarnya, siapa manusia yang selalu tampak galak itu?

Tubuh Seruni mendadak kaku ketika Bram berhenti di depan kamar di lantai empat.

“Masuk!” Dengan dagunya, Bram memberi isyarat agar Seruni segera masuk ke kamar.

“Bapak mau apa? Kalau hanya karena baju ini saya harus melayani Bapak, saya tidak sudi!”

“Astaga!” Bram melirik Rolex di tangan. Ia benar-benar sudah tidak punya waktu. Segera ditariknya tangan Seruni. “Kamu tunggu di sini. Saya masih ada kerjaan. Kalau lapar, pesan layanan kamar saja.” Tangannya menunjuk telepon di atas nakas. Setelah itu Bram berbalik.

Tepat ketika kaki Bram akan melangkah, tiba-tiba ia merasa sebuah tendangan mendarat di punggungnya sehingga ia terhuyung. Lalu, dilihatnya Seruni melewati tubuhnya dan berlari cepat menuju pintu.

Bram mendengkus. Rupanya ia salah terka. Gadis yang mendadak ditemuinya itu bukan bidadari, tetapi macan kecil. “Baik kalau itu maumu,” desisnya.

Sigap, Bram menegakkan tubuh kemudian berlari ke pintu. Tangannya mencengkeram handle pintu ketika Seruni ingin membukanya.

“Kamu kira bisa membukanya, hah?” Bram menyeringai. Ia mengambil kunci dari saku kemudian menggoyangnya di depan mata Seruni yang berdiri kaku.

“Bapak mau apa?”

“Kamu pikir aku mau apa?” Bram menyimpan kunci ke saku celana lalu mendorong Seruni menjauhi pintu.

“Saya bisa kerja apa saja untuk mengganti uang Bapak. Tapi, tolong jangan lakukan itu, Pak. Saya mohon!” Seruni mundur selangkah demi selangkah hingga tumitnya menyentuh dinding ranjang.

“Dengar, pertolonganku tidak gratis.” Bram menyilangkan tangan di depan dada. “Tapi aku sedang ada urusan. Kita akan membahasnya nanti.” Lelaki itu berbalik.

Baru saja akan mengayunkan kaki, Bram bisa merasakan pergerakan Seruni. Tepat ketika Seruni berusaha menyentuh tubuhnya dan ingin membanting, ia lebih dulu meraih gadis itu dan menjatuhkannya di atas ranjang.

Setelah itu, ia meletakkan kedua tangan di sisi kanan dan kiri Seruni yang terlentang dengan mata menatap nanar.

“Kamu mau melawan saya, Macan Kecil?”

“Apa yang Bapak inginkan dari saya?”

Seruni menatap Bram dengan sorot mata memelas. Air matanya menetes perlahan. Setelah lepas dari jebakan Batman, ia harus masuk perangkap Spiderman dan ketika berhasil lepas, ia malah disekap Dr. Strange.

“Ya, Tuhan, dosa apa yang kuperbuat sampai aku harus mengalami nasib senaas ini?” Seruni meratap dalam hati.

Air mata Seruni meluluhkan hati Bram. Pandangannya tak lagi nanar. Ditatapnya gadis di hadapannya lekat-lekat, mencari jejak kebohongan di sana, tetapi yang dijumpai Bram hanya luka, kecewa, juga amarah di balik mata yang gerimis.

Diam-diam ia tidak tega dengan tatapan sendu Seruni, tetapi tingkah gadis itu yang berusaha menyerangnya membuat Bram naik darah. Lelaki itu tidak menyangka jika Seruni mempunyai kemampuan beladiri.

“Sudah saya katakan, tinggallah di sini. Setelah urusan saya selesai, kita bicarakan nasibmu.” Suara Bram melunak. Kemudian, ia mengangkat kedua tangan dari sisi Seruni sehingga tubuhnya menjauh.

“Hotel ini tidak jauh beda dengan hotel-hotel lain. Bisa jadi, orang yang mengejarmu juga gentayangan di sini.”

Bram menghela napas. Jika memang Seruni korban dan ia dijebak, tidak mustahil si pelaku akan terus mengejar. Bram memutuskan akan membantu Seruni jika itu terjadi walaupun ia akan tetap waspada karena sejauh ini posisi Seruni belum jelas. Dunia penuh tipu-tipu. Pelaku kejahatan bisa menyaru sebagai korban.

Seruni bangun setelah tubuh Bram benar-benar menjauh darinya. Ia merapikan rambut yang acak-acakan kemudian menghapus jejak air mata dengan punggung tangan dan jemarinya.

“Kalau kamu tetap mau pergi, silakan. Tapi jangan salahkan saya kalau ternyata kamu sudah ditunggu orang jahat yang mengejarmu tadi di depan hotel ini. Orang-orang seperti itu punya banyak mata dan telinga. Jaringan mereka di mana-mana.”

Nada bicara Bram terdengar santai, tetapi menimbulkan jeri di hati Seruni. Bayangan lelaki bertato kalajengking berkelebat cepat di kepala. Ia bergidik. Ia tidak mau kembali ke mulut harimau.

Di antara derai air mata, Seruni memandang Bram. Jika dilihat dari sikapnya, Seruni merasa jika Bram bukanlah orang jahat. Setidaknya, tatapan lelaki itu tidak liar. Ia bahkan membelikan baju yang lebih sopan. Untuk sementara waktu, mungkin ada baiknya ia mengikuti perintah Bram.

“Ba-baik, Pak.” Helaan napas kasar keluar dari mulut Seruni. Disusutnya ingus dengan ujung lengan kemeja. Akhirnya Seruni menyerah. Lebih tepatnya pura-pura menyerah. Tidak mengapa saat ini ia mundur selangkah. Jika di kemudian hari ternyata Bram tidak lebih baik dari si tato kalajengking, ia akan lari.

Melihat Seruni menggunakan baju untuk mengusap ingus, Bram segera mengambil tissue di atas meja dan menyodorkannya pada gadis bertubuh semampai itu. “Jangan berbuat jorok di depanku!”

Seruni mengambil tissue tanpa menatap Bram. Hatinya benar-benar kacau. Ia masih sibuk mengelap ingus dan membersihkan wajah ketika Bram meninggalkannya.

Embusan napas kasar lolos dari mulut Bram ketika ia sudah berada di luar kamar. Dirapikannya jas dan rambut yang agak berantakan kemudian berjalan ke ruang meeting di lantai satu. “Demi apa aku harus mengalami kejadian buruk malam-malam begini,” keluhnya dalam hati.

“Pak, buka pintunya! Jangan sekap saya di sini!” Teriakan Seruni beradu dengan suara kepalan tangannya yang membentur pintu. Namun, semua sia-sia. Meski sudah berteriak sampai tenggorokannya sakit, permintaannya membentur dinding kamar dan bersambut sunyi. Bram tak kembali.

Frustrasi, Seruni menendang pintu sekeras mungkin. “Ouch!” Dipegangnya telapak kaki yang ngilu. Putus asa, Seruni menyandarkan tubuh di dinding. Lalu, perlahan tubuhnya melorot ke bawah hingga ia terduduk dengan kaki selonjor. Air matanya kembali tumpah. Ia pasti tidak akan sanggup menatap hari esok kalau sampai kehormatannya direnggut. Lebih baik mati daripada menyerahkan diri pada musang berbulu kucing yang menyaru menjadi malaikat penolong.

“Permisi. Layanan kamar.”

Seruni terperanjat ketika terdengar pintu diketuk diikuti suara lelaki dari luar. Diusapnya wajah dengan ujung kemeja. Perlahan Seruni berdiri sembari menyusut ingus dan menempelkan telinga di daun pintu. Dahi gadis itu berkerut. Ia merasa tidak pernah memesan apa pun sejak masuk ke kamar ini.

Bab terkait

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 4: Jebakan Baru

    “Permisi. Ada pesanan makan untuk Anda.”Pesanan makan? Belum sempat otak Seruni mencerna, tiba-tiba pintu didorong dari luar. Seruni mundur selangkah hingga pintu terbuka dan dilihatnya pegawai hotel berdiri di depan kamar dengan nampan di tangan.“Pesanan makanan untuk Anda, Mbak.” Pegawai itu tersenyum meski pandangannya menelisik. Wajah lusuh Seruni mengusik pikiran.Tatapan heran Seruni menyapu wajah pegawai hotel. “Saya tidak pernah pesan apa pun. Sepertinya Anda salah kamar.”Senyum belum tanggal dari bibir laki-laki muda itu. “Pak Bram yang memesan untuk Anda. Katanya Anda perlu makan malam.”“Makan malam?” Seruni bergumam. Ia bahkan tak merasa lapar. Lebih tepatnya, ia tidak ingat kalau belum makan sejak siang. Sebelum dibawa si tato kalajengking, Seruni hanya minum air putih. Nafsu makannya hilang setiap kali mengingat nasibnya. Kata makan malam yang diucapkan pegawai hotel mendadak membuat perutnya menyanyikan lagu rock.“Silakan, Mbak.” Petugas itu mengulurkan nampan. Wang

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 5: Kepergok

    Kepala Seruni masih tertunduk. Ia mendongak ketika lift berhenti dan pintunya terbuka. Dibiarkannya Bram menarik tangannya.Raut muka Bram seketika berubah masam ketika melihat resepsionis dan satpam yang tersenyum penuh arti saat melihatnya. Setelah ini ia harus bersiap menghadapi gosip yang akan menyebar cepat di antara karyawan.“Berapa nomor telepon orangtuamu? Besok pagi saya telepon mereka.”“Orangtua saya sudah meninggal, Pak.” Seruni menjawab tanpa melihat Bram demi menyembunyikan embun di matanya.Kaki Bram yang akan menekan pedal gas tertahan. Ia menoleh dan menatap Seruni yang menunduk hingga wajahnya tertutup sebagian rambutnya. Lantas, tanpa menanggapi ucapan Seruni, ia melajukan mobil. Otaknya sudah tidak mampu bekerja. Biarlah Seruni tinggal semalam di rumahnya.Di samping Bram, Seruni duduk dengan tegang. Ia berusaha sekuat tenaga agar tetap terjaga. Bagaimanapun juga, ia harus tetap waspada.Kantuk yang menyerang tubuh Seruni seakan terangkat ketika mobil memasuki hal

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 6: Tawaran Kerja

    “Saya tidak sengaja sampai Jogja, Nyonya.” Lantas, mengalirlah cerita dari bibir Seruni dari awal pelarian hingga terdampar bersama Bram di Hotel La Luna.Tatapan prihatin Kanaya menyapu wajah Seruni. “Aku pernah dengar tentang prostitusi online. Tapi baru kali ini ketemu orangnya.”“Sa-saya belum pernah melayani satu orang pun pria hidung belang.” Suara Seruni bergetar. Hatinya seperti dibanting ketika mendengar ucapan Kanaya.“Ehm, sorry. Bukan aku nuduh kamu.” Kanaya menghela napas. “Maksudku, baru kali ini aku ketemu korban pedagangan manusia seperti kamu.” Tangannya terulur lalu menggenggam jemari Seruni yang gemetar. “Sekarang, kamu mau ke mana? Katamu, tidak ada saudara di sini.”“Saya belum tahu, Nyonya. Tapi semalam Pak Bram bilang kalau ada pekerjaan buat saya. Apa Nyonya butuh pembantu? Saya bisa masak, beres-beres rumah, nyci, setrika, apa saja saya bisa.” Semangat di hati Seruni kembali timbul. Dengan mata berpendar, disebutnya semua pekerjaan rumah tangga seperti renteta

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-20
  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 7: Hati yang Berdenyar

    Pandangan Bram dan Seruni bertemu. Dada Seruni berdebar melihat bola mata Bram yang hitam legam menatapnya lebih tajam seperti menuntut jawaban segera. Otaknya berhenti bekerja sekian detik. Saat itu, ia baru sadar kalau Bram memiliki mata yang indah.“Gimana, bisa masak masakan Eropa?”Suara Bram menyentak kesadaran Seruni. Otaknya kembali bekerja normal dan mengirim jawaban. “Belum bisa, Pak.” Seruni memilih berkata jujur. Kata Ibu, jujur itu mujur. Meski ia pernah mendengar pamannya bilang, jujur tak selalu mujur karena kadang bisa ajur 1). “Tapi saya bisa belajar, Pak,” sambung Seruni ketika melihat setitik kecewa di mata Bram. “Saya yakin tidak sulit.”Mata Bram sedikit melebar mendengar ucapan Seruni. Sombong sekali, pikirnya.Seolah tahu isi kepala Bram, Seruni meneruskan ucapan. “Saya kira segala hal di dunia ini bisa dipelajari, Pak. Asalkan mau berusaha, pasti tidak sulit.” Gadis itu tersenyum penuh percaya diri. Diselipkannya helai-helai rambut ke balik telinga dan memandan

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-15
  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 8: Halangan Pertama

    Bram menghela napas. Tangan kanannya memegang kemudi kuat-kuat sementara jemari kiri menggenggam ponsel. Urusan pegawai ada di tangannya, bukan Aditya. Laki-laki itu selalu ingin ikut campur di luar kewenangannya. “Nanti aku bicara pada Om Adit, Kai.” Suara Bram rendah dan berat. “Tapi seingatku, kemarin kita sudah sepakat kalau butuh tambahan asisten chef selama tiga bulan ke depan. Kamu sendiri yang mengajukan tambahan orang ke HRD karena bakal ada event dan ada asisten yang cuti.” Dada Seruni mendadak berdebar. Pembicaraan Bram seperti magnet yang membuatnya menoleh hingga matanya menangkap paras tampan Bram sedikit berkerut. Dari kalimat-kalimat Bram, Seruni tahu jika lelaki itu pasti sedang membicarakannya. “HRD sudah setuju dapur nambah tiga orang. Om Adit juga tahu itu.” Jejak rasa kesal terdengar jelas di balik ucapan Bram. “Soal Om Adit biar aku urus nanti. Dia tidak bisa seenaknya ngubah keputusan.” Seperti motor yang tiba-tiba berbelok tanpa menyalakan lampu sein, Bram m

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 9: Perempuan Bermata Jahat

    “Nggak usah diterima.” Bram menjawab santai. Seruni melongo. Hatinya kebat-kebit. Sepertinya dia memang harus memeras otak mencari kemungkinan pekerjaan lain. “Oke.” Kai menjentikkan jari. “Aku pergi dulu.” Bram menepuk lengan lalu meninggalkan dapur tanpa berkata apa pun pada Seruni. Sesaat gadis itu mematung, mendadak ia merasa seperti anak ayam ditinggalkan induknya. “Ikut saya.” Ucapan Kai menyentak kesadaran Seruni. Segera diikutinya lelaki berperawakan sedang itu menuju ruangan kecil di belakang dapur. “Silakan duduk.” Kai memberi isyarat dengan dagu sementara tubuhnya bersandar di dinding dengan tangan bersedekap. Kepala Seruni tertunduk sesaat. Tatapan dari mata cokelat milik Kai membuat Seruni seperti kaki seribu disentuh manusia. “Mungkin Bram sudah memberitahu kalau ada tiga pos yang bisa kamu tempati.” Suara Kai agak kaku, tetapi terdengar jernih. Melibas rasa takut di hati, Seruni memberanikan diri mendongak hingga ia bertemu pandangan dengan Kai. Jemarinya salin

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-16
  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 10: Gosip Panas

    “Saya akan serahkan lamarannya besok, Bu.” Tidak hanya perutnya yang mulas, sekarang tubuh Seruni pun gemetar. Ya, Tuhan, bisakan dia tidak melihatku seperti itu? Seruni benar-benar merasa terpojok oleh tatapan Nina. Detik itu, ia berharap Bram datang. Nina pasti tidak akan semena-mena di depan Bram.“Jangan panggil saya “bu”. Saya belum setua itu,” ujar Nina ketus.“Ma-maaf, Bu. Eh, Mbak.”“Dengar, saya tidak tahu seberapa istimewa kamu di mata Mas Bram sampai tanpa lamaran diterima.”“Saya hanya pegawai rendahan. Cuma kang cuci piring.” Seruni memberanikan diri menyanggah. Perempuan di hadapannya makin menjadi dan keberanian di hati Seruni mulai terbit.“Semua pegawai di sini tidak boleh asal masuk. Apa pun posisinya. Kami profesional.” Nina menggerak-gerakkan bolpoin ke kiri dan kanan.“Tadi saya sudah ketemu Pak Kai dan dia mengizinkan saya bekerja.”Mengabaikan ucapan Seruni, Nina meraih gagang telepon. “Apa benar Seruni kamu terima di dapur?” ujarnya setelah menyapa Kai. “Kamu

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-17
  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 11: Kecurigaan Mei

    “Masa, sih? Aku, kok, nggak percaya Pak Bram punya simpenan?”“Ada buktinya, Mbak.”“Kalau simpenan duit, pastilah.”“Diih. Coba Mbak cek grup. Ada, kok, foto Pak Bram gandengan sama cewek yang gitu, deh.”Telinga Seruni seperti digelitik dengan kawat. Sakit dan perih. Rasa sakitnya terasa sampai ke hati. Dia tidak bisa membayangkan bagaimana tanggapan karyawan hotel kalau tahu dialah perempuan dengan baju tidak pantas yang digandeng Bram.“Bisa saja itu editan, Mei.”“Sudah ada yang ngecek. Foto itu asli, Mbak. Sumpah samber geledek.”“Hus, jangan ngomong sembarangan. Beneran disamber geledek baru tahu rasa.”“Aku ngomong gitu karena yakin itu bener.”Seruni menyandarkan tubuh di dinding. Diabaikannya tatapan heran pegawai hotel yang mendorong keranjang besar berisi piring dan gelas kotor. Kedua telapak tangan Seruni berkeringat hebat dan perutnya sangat mulas, lebih mulas ketimbang saat berhadapan dengan Nina. Ternyata, begini rasanya jadi bahan gunjingan orang.“Mending pastikan du

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-18

Bab terbaru

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 75: Rencana Bram

    “Aku yang akan atur pertemuanmu dengan Seruni.”Bram menatap Re lurus-lurus. Mulutnya masih mengunya sepotong risol mayo. Pagi itu Re tampak seperti komandan pasukan rahasia sedang mengatur strategi. Mendadak Bram merasa sedikit gerah meski mesin pendingin kafe menyala.“Menurutmu, dengan cara apa aku bisa ketemu Seruni? Aku harus menyamar menjadi pria hidung belang?” Bram hampir tersedak ketika mengucapkannya. Beruntung risol mayo di mulut sudah tertelan. Kalau belum, mungkin makanan itu akan tersangkut di tenggorokan atau malah tersembur keluar. Entahlah. Bram mual mendengar istilah pria hidung belang. “Lalu apa? Membawa Seruni kabur?”Re tersenyum kecil. Tatapan tajamnya melunak dan otot-otot wajahnya mengendur. “Sabar, Bro. Aku akan jelaskan.” Diraihnya cangkir lalu menyeruput isinya perlahan. “Baristamu keren, Bram.” Bram mengacungkan jempol seraya melirik pria berapron biru di balik coffee bar yang sedang menyetel peralatan menyeduh kopi.“Kebiasaanmu mengalihkan pembicaraan.”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Mencari Seruni

    “Jangan terlambat atau kesempatanmu bertemu Seruni hilang.”Dengan tangan masih menggenggam ponsel, Bram menoleh ke kiri dan kanan, mencari sofa tersembunyi yang bisa diduduki dengan tenang atau dinding untuk sekadar bersandar. Bram menghela napas berat. Semakin malam bar semakin ramai. Tidak ada tempat kosong sama sekali.Ketika akhirnya Bram menemukan dinding untuk bersandar, ponsel di tangannya hampir jatuh karena seseorang menubruk tubuhnya. Bram menggeram. Didorongnya badan gempal pria beraroma minuman keras dan rokok itu hingga jatuh terduduk di lantai. Ia masih sempat meracau sambil bersandar di dinding sebelum akhirnya terkapar.Merasa tidak akan bisa berpikir di tempat remang-reman itu, Bram memutuskan keluar. Segera ia memasuki lift dan kembali ke basement. Ia bisa gila atau cepat mati kalau lebih lama di dalam bar.Sesampainya di basement, Bram menghirup oksigen banyak-banyak, mengusir asap rokok yang sempat menghuni paru-parunya dengan udara baru yang lebih segar. Bergegas

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 73: Keributan di Bar

    Bram membelalak melihat aksi perempuan bergaun merah. Segera, ia menurunkan lengan si gaun merah lalu mendorongnya dengan kasar hingga hampir terjungkal. Sebelum keadaan berubah menjadi tak terkendali, Bram menyadari kesalahannya. Ia menarik tangan perempuan itu dan menahan tubuhnya agar tidak jatuh.Bartender di balik meja bar terkejut. Ia sampai berhenti melayani pesanan demi melihat adegan tak terduga itu.“Lepaskan!” Si gaun merah mendorong tubuh Bram. Sumpah serapah perempuan itu berkejaran dengan bingar musik dalam bar. Ia melambaikan tangan dan tidak lama berselang, dua lelaki berbadan kekar dengan baju serba hitam mendatangi Bram.Si gaun merah menatap sengit Bram lalu pergi, menyerahkan urusan Bram pada dua bodyguard di bar. Ia tidak akan menghabiskan waktu meladeni pria tak tahu diri seperti Bram. Masih banyak laki-laki lain yang bisa didekati.Astaga, kenapa aku bisa lepas kendali? Bram mengambil sapu tangan dan mengusapkannya ke wajah. Ada banyak perempuan mencoba mendekat

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 72

    “Kamu sudah lapor polisi kalau tempat mereka pindah?”Bram tidak lagi punya harapan apa pun pada Dewi dan teman-temannya. Jika polisi saja tidak mampu mengejar dan menangkap mereka, apalagi Dewi dan anggota LSM-nya. Musuh mereka terlalu kuat. Hanya demi kesopanan, ia tetap menanggapi laporan Dewi.“Sudah.”Dari nada bicara Dewi, Bram bisa menebak kalau harapan dalam genggaman perempuan itu pun mulai meredup. Advokat utama mereka masih belum pulih dari patah tulang. Sementara itu, pengacara pengganti terus didera teror dan Dewi terpaksa memintanya tiarap demi keselamatan diri dan keluarganya. Posisi Dewi sangat sulit. Bram tidak ingin menambah beban dengan bersikap acuh.“Apa kata mereka?”“Mereka hanya bilang sedang mendalami kasus ini dan akan segera memberi tahu kalau ada perkembangan baru.”Dewi menghentikan kalimat lalu diam.“Halo, Dew, kamu masih di sana?” Bram berseru khawatir pembicaraan mereka terjeda sunyi. Dewi juga mengalami banyak teror, tetapi wanita itu begitu tegar dan

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 71: Siapa Penculik Seruni?

    “Ngomong-ngomong, Gou yang katamu dulu pernah menangkap Seruni, sekarang sudah mati.” Re menatap Bram sekilas lalu menandaskan isi cangkir.Mulut Bram sedikit terbuka. Ia hampir tersedak. Jika Gou sudah mati, lalu siapa yang menculik Seruni sekarang? Bram berteman dengan Re sejak lama. Mereka memiliki satu guru dan lama berlatih bersama dalam satu perguruan Taekwondo. Belakangan Bram tahu kalau selain mendirikan perguruan dan mengajar Taekwondo, Re juga membuka jasa menyediakan petugas keamanan yang bekerja tersembunyi. Ia tahu bisnis gelap dan orang-orang yang berputar di dalamnya. Jadi, Bram tidak punya alasan untuk tidak mempercayai ucapan Re. Pria itu tidak mungkin bohong. “Aku boleh nambah kopi?” Re mengangkat cangkir yang telah kosong. “Kasusmu membuat otakku berasap.” Ia terkekeh.“Kamu boleh minum dan makan sepuasmu tanpa harus memikirkan bagaimana membayar tagihan.” Bram melengkungkan bibir.Re berdecak. “Kamu pikir aku semiskin itu sampai nggak bisa bayar secangkir kopi?”

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 70

    Merasa kasus Seruni masih gelap, Bram mencoba mengurai dan mencari titik terang. Ia mengambil kertas dan pulpen lalu mulai menulis kronologi hilangnya Seruni versi Ben dan hasil pencarian timnya Dewi. Bram yakin, Seruni diculik komplotan bisnis prostitusi online yang dulu pernah menjualnya.Bram menuliskan tempat-tempat yang mungkin akan digunakan komplotan itu untuk mempertemukan Seruni dengan pelanggan.BarPubHotelJumlah ketiganya puluhan atau malah ratusan. Menyisir semua tempat akan menghabiskan waktu. Alih-alih ketemu, Seruni mungkin sudah jatuh ke tangan pria hidung belang. Membayangkan hal itu, Bram bergidik. Disandarkannya punggung ke kursi. Sesaat ia memejamkan mata sambil memijit pelipis.Lelah karena tidak kunjung menemukan jalan keluar, Bram memutuskan rehat sejenak. Ia bangkit dan keluar ruang kerjanya. Kafe menjadi tujuan Bram. Sebagai CEO, ia bisa saja memesan menu apa pun dan pelayan akan mengantar ke kantor. Namun, Bram butuh udara segar dan suasana baru. Siapa ta

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 68: Kegelisahan Bram

    “Nay, selama Seruni belum ketemu, aku nitip rumah. Kamu fokus ngurus Mama dan anak-anak. Aku yang akan cari Seruni.’ Hari sudah gelap dan Bram masih bertahan di kantor.Lebih dari 24 jam Seruni hilang. Polisi dan tim dari NGO yang menangani kasus ini belum berhasil menemukan jejaknya. Ia seperti debu yang hilang ditiup angin.Bram memilih bertahan di kantor agar tetap bisa berpikir jernih. Di rumah, ia harus berada di samping Rain dan Ran sampai mereka tidur. Ia juga harus menghadapi wajah-wajah muram Mbok Asih dan Wulan. Mereka memang tidak banyak bertanya, tetapi mata keduanya mengungkap jauh lebih banyak kata dari yang bisa diucapkan oleh mulut. Bram tidak sanggup melihat kemelut itu.“Beres, Mas. Semua aman, kok. Kamu nggak usah khawatir.”Bram mengecek jadwal kontrol sang mama. ‘Thanks, Nay. Besok Mama harus kontrol. Kamu bisa minta tolong Kai buat nganter.”Nay tertawa. ‘Nggak perlu. Aku bisa handle, kok. I’m not a little girl, Mas. Jangan bilang kamu ambil kesempatan genting in

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 68: Terpaksa Menyerah

    “Aduh!” Seruni mengerang. Dadanya sakit karena Shin memelintir tangan dan menekan punggungnya ke mobil.“Sudah kukatakan, jangan coba-coba melawanku. Aku tidak sebodoh dan selemah Gou.” Shin menarik tubuh Seruni menjauhi mobil lalu mendorongnya masuk ke dalam Expander. Kamu benar-benar macan kecil, Nona. Aku tidak akan pernah melepasmu. Shin duduk di samping Seruni. Diambilnya pisau lipat lalu menempelkan ke perut Seruni. sedikit saja gadis itu bergerak, pisau akan segera bekerja merobek kulit dan menembus tubuhnya.Salah satu penjaga masuk ke mobil dan duduk di samping kanan Seruni. Diambilnya selembar kain hitam lalu menutupkannya ke mata Seruni.Seruni menahan napas, merasakan pisau tepat menempel di tubuh dan dunia yang mendadak gelap. Satu-satunya jalan agar tetap bernapas hanya dengan menyerah dan berpura-pura menjadi anak manis.Perjalanan terasa begitu lama bagi Seruni. Ia berusaha menajamkan pendengaran, berharap mendapat petunjuk di mana ia berada. Namun, tidak ada suara a

  • Tertawan Pesona Bos Duda   Bab 67: Apakah Aku Akan Mati di Sini

    Shin mundur selangkah. ‘Makanlah dulu. Kita bicarakan soal utangmu nanti.” Melihat Seruni menurunkan tensi, pria itu pun melakukan hal yang sama. Ia semakin yakin, Seruni akan jatuh ke dalam pelukannya. Tanpa ragu, dilepaskannya ikatan tangan Seruni agar gadis itu bisa makan.Desisan Seruni terdengar ketika tali pengikat telah terlepas. Seruni menyeringai kesakitan sambil mengangkat tangan. Dilihatnya pergelangan tangannya memerah.“Makan.” Shin mengangkat dagu, memberi isyarat pada Seruni agar segera mengambil piring.Nyeri di tangan Seruni masih terasa. Ia bergeming dan mengabaikan perintah Shin. Sambil meniupi bagian tangan yang tergores, bayangan tubuhnya menggelepar keracunan makanan menggantung di depan mata. Ia bergidik seraya mengernyitkan dahi lalu beringsut menjauhi piring.“Kalau kamu tidak mau makan sendiri, aku akan suapi.” Shin mengangkat piring, menyendok nasi dan menyodorkannya ke depan mulut Seruni.Seperti ada yang bertalu di dada Shin melihat bibir Seruni yang menge

DMCA.com Protection Status