**“Damian, demi Tuhan! Apa yang kau lakukan?”Bella menjerit shock. Ia berusaha menjauhkan tubuhnya dari adik sepupu suaminya itu, namun yang bersangkutan justru menahan dengan memeluk pinggangnya.“Lepaskan tanganmu! Apa kau mau Giovanni membunuhmu, ha?”“Kebetulan sekali aku tidak takut kepadanya.”“Tidak hanya kau yang akan mati, tapi aku juga!”Mendengar itu, sepertinya Damian berubah pikiran. Pria itu membiarkan tautan tangannya yang berada di balik pinggang Bella lepas, sehingga yang lebih muda bisa segera menjauhkan diri.“Sayang sekali,” desahnya penuh rasa kecewa. “Padahal tubuhmu begitu pas dalam pelukanku. Aku mau mendekapmu lebih lama.”“Kau gila! Bahkan dalam mimpimu pun aku tidak sudi!”Bella menghentak langkah untuk pergi dari balkon itu. Ia berlari melintasi tangga dengan tangis nyaris pecah. Menyesali betapa buruk harinya.Tidak peduli dan tidak ingin tahu bagaimana Damian yang masih berada di kursi balkon, Bella pergi tanpa menoleh sama sekali.“Para pria itu membua
**Untuk ke sekian kalinya pada hari ini, Bella dibuat tertegun oleh pria yang berstatus suaminya itu. Namun lebih daripada itu semua, Bella justru agak takut.Apakah Giovanni memiliki gangguan mental atau semacam itu? Mengapa ia cepat sekali berubah dari baik dan lemah lembut menjadi psikopat dingin, atau sebaliknya?“Kenapa, hm?” Ia berbisik lagi di telinga Bella. “Kenapa kau diam begitu? Apakah kata-kataku aneh kau dengar?”“Tentu saja aneh! Kau mengatakan ini setelah habis-habisan memarahiku dan mengataiku jalang! Asal kau tahu saja, sakit hatiku karena itu belum sembuh.”“Ah, ya. I’m sorry, Baby. Maaf karena tadi aku sedikit lepas kendali. Aku harap kau bisa memakluminya. Literally, itu memang salah satu sisi diriku yang agak menyebalkan.”Tetap saja Bella merasa aneh. Ia menggeleng, membuatnya menyadari betapa pening kepalanya saat itu. Benar, Bella tidak menganggap penting sakit kepalanya yang sebenarnya sudah terjadi sejak tadi. Ia baru saja menyadarinya sekarang.“Ayo kembali
**Pagi hari datang dengan damai saat Bella membuka mata dan ia menyadari Giovanni masih berada di sampingnya. Ini hampir tidak pernah terjadi, sebab biasanya Bella selalu terbangun sendirian. Ia bahkan tidak pernah tahu jam berapa Giovanni bangun.Perempuan itu mendongak, mengamati prianya yang masih memejamkan mata dengan napas berdesir teratur. Ia hampir-hampir tidak bisa berkedip saat menyadari betapa elok paras itu. Saat tidur pun ia terlihat seperti patung Dewa.“Apakah aku begitu tampan? Kau jelas sekali sedang terpesona.”Bella terkesiap. Ia mengalihkan pandang dengan wajah yang membara karena malu. Siapa mengira bahwa ternyata Giovanni sudah bangun? Pria itu tenang sekali, tidak ada bedanya dengan tidur.“Kau boleh memandangiku sebanyak yang kau mau, Bella. Aku kan suamimu.” Pria itu terkikik kecil di akhir kalimatnya. Ia menggusak lembut surai cokelat perempuannya dengan sayang.“Aku tidak memandangimu. Kebetulan saja mataku sedang mengarah ke sana. Jangan besar kepala dulu.
**“Jangan mengada-ada, Gio! Bagaimana mungkin– akhh ….”Bella reflek mendongak dengan mulut terbuka ketika ia merasa sesuatu yang keras menyentuh inti tubuhnya. Ia tersentak dan jemarinya tanpa sadar meremas bahu Giovanni.“Ak-aku belum siap, hentikan itu ….” katanya tercekat.“Apakah itu perlu? Aku perlu izinmu untuk melakukan ini atau tidak? Biar kuingat, sepertinya tidak.”Bella kembali tercekat dengan suara berhenti di tenggorokan. Giovanni terus mendesaknya tanpa ampun sementara ia masih berusaha mengumpulkan napas.“Se-sebentar, Gio–”“Sial! Bahkan di dalam air pun kau begitu sempit.”Pria rupawan itu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher sang istri kala kelelakiannya melesak dengan sempurna di dalam Bella. Geraman penuh gairah segera memenuhi kamar mandi. Sementara satu yang lain benar-benar kehilangan suara, bahkan hanya untuk sekedar mendesah.“Ja-jangan di sini ….” Akhirnya Bella berhasil memaksa dirinya untuk bicara. “Jangan di sini, Gio. Ke-keluar … please ….”Sepasang k
**“Kau sudah berjanji akan mengambil hotel itu untuk kami. Jadi lakukan, bagaimanapun caranya! Anakmu sudah menjadi istri dari seorang konglomerat sekarang, jadi aku pikir dia tidak butuh hotelnya lagi! Mengapa kau masih belum juga melakukan apapun?”Matthew Clark terhenyak di atas tempat duduknya setelah mendengar omelan panjang dari istrinya, Marita, hari ini. Pria itu menatap wanita di sampingnya dengan mata terbelalak.Pagi hari yang cerah ini, Matthew berencana istirahat di rumah saja. Namun alih-alih ketenangan, yang ia dapatkan justru suara-suara sumbang memekakkan telinga.“Tidak bisa semudah itu, Marita!”“Mengapa tidak bisa semudah itu? Kau tinggal mengubah nama kepemilikannya menjadi nama Tracy atau aku.”Matthew mendesah. Bagaimana ia menjelaskan kepada Marita bahwa saat ini kepemilikan hotel sudah sah dipegang oleh Bella? Putrinya itu memenuhi wasiat ibunya untuk menikah sebelum berusia dua puluh lima tahun sehingga tidak perlu mengalihkan kepemilikan hotel.“Kau tahu, k
**Andrew menunggu hingga Tracy menyudahi bincang-bincang dengan ibunya dan masuk ke kamar sebelum ia bisa melayangkan pertanyaan yang mengusik benaknya itu.Pria itu mencoba bersikap sebiasa mungkin meski tahu istrinya pasti curiga.“Aku mendengarmu berbicara dengan ibumu tentang Luigi Estes,” katanya. “Apa yang kalian rencanakan?”Tracy berjengit. “Kau menguping pembicaraan kami? You haven’t attitude!”“Aku hanya kebetulan mendengarnya.”“Tetap saja kau menguping, Andrew! Asal kau tahu saja, bukan urusanmu aku mau lakukan apa!”“Urusanku jika kau masih bersikeras melakukan sesuatu yang akan menyakiti Bella!”“Ha! Kau pikir dirimu siapa?” Tracy melayangkan pandangan penuh ejekan. “Kau pikir dengan sikap seperti itu Bella akan terkesan padamu, eh? Berlagak seperti pahlawan kesiangan kau? Memangnya kau punya apa untuk melindunginya? Hidup saja kau masih menumpang kepadaku!”Itu menyakitkan, jujur saja. Namun Andrew harus menelannya mentah-mentah sebab itu adalah fakta. Kenyataannya saa
**“Kau tahu sesuatu tentang nama yang baru saja aku sebut ini?” Andrew masih mengejar. Sulit untuk tidak curiga jika melihat gerak-gerik Matthew saat ini. Pria itu beringsut salah tingkah.“Kau tahu tentang Luigi Estes, Dad? Dia ada hubungannya dengan pria yang Bella nikahi, kan? Kau mengenalnya, kan?”“Tidak. Dan berhentilah bertanya. Aku sudah mengatakan jangan lagi mencampuri segala urusan yang berkaitan dengan Bella jika kau masih ingin menjadi menantuku!”Matthew beranjak meninggalkan sang menantu yang masih bertanya-tanya sendirian. Wajahnya terlihat sangat tidak senang. “Semua orang di rumah ini sama saja,” gumam Andrew muram. ”Jika saja aku punya pilihan, aku pasti sudah meninggalkan rumah ini sejak lama.”Pria itu sekali lagi memandangi layar ponselnya yang padam. Kemudian entah mendapat ilham dari mana, ia membuka daftar kontak dan menggulir layarnya hingga berhenti pada nama Isabella.Andrew meneleponnya.….Bella baru saja meletakkan botol rangkaian night skincare-nya ke
**Bella menelan saliva dengan berat. Sekalipun ia tahu bahwa Giovanni mencurigainya, tapi ia memutuskan untuk bersikap seolah tidak ada yang terjadi. “Apakah kau akan pergi lagi? Kau tidak menemaniku lagi malam ini?” Perempuan itu bertanya dengan sungguh-sungguh. Ia memandang sang suami penuh harap. “Gio, beberapa malam ini aku selalu tidur sendirian tanpamu.”“Kau selalu menemukan aku di sampingmu setiap pagi, Bella.”“Tapi aku tetap tertidur sendirian pada malam harinya.”“Aku harap kau tidak bersikap semanis ini untuk menutupi sesuatu yang baru saja kau lakukan.”Lagi, Bella menelan saliva. Ia konsisten dengan wajah polosnya saat ini.“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Apakah aku salah jika meminta suamiku menemaniku tidur?”“Oh, sial!”Pria itu melemparkan jasnya dan beringsut naik ke atas ranjang, menyusul Bella. Membuat senyum lebar terbit pada bibir yang lebih muda.“Kau menang, Isabella. Aku tidak akan pergi malam ini.”Bella mengangguk dan membatin dengan separuh ras
**Apakah aku akan mati dengan cara menyedihkan seperti ini?Bella kembali memejamkan mata. Rasa sakit berkejaran dengan panik dan takut, membuatnya tanpa sadar terisak lirih. Dua tetes air mata luruh membasahi pipi, menciptakan sensasi perih yang membuatnya segera tahu bahwa ada luka di wajahnya.Giovanni, benarkah aku akan mati secepat ini, segera setelah menjalin hubungan denganmu?Ya, agaknya memang demikian. Hal ini adalah resiko yang sudah harus Bella terima sejak ia berdiri di atas altar untuk mengucap janji pernikahan dengan Giovanni Estes.“Setidaknya beri tahu aku siapa yang menyuruh kalian melakukan ini,” tutur Bella putus asa.“Kau tahu siapa,” balas si Botak. Pria itu agaknya bertindak sebagai juru bicara di sini. Sebab rekannya yang mengemudikan mobil sama sekali tidak bersuara sejak tadi.“Kau tahu siapa orangnya, Nyonya. Kau jelas mengenalnya.”Bella mengerutkan alis. “Aku tidak mengenal satu pun makhluk yang mengaku sebagai musuh Giovanni!”“Bagaimana jika itu adalah
**Selama beberapa detik, segalanya terasa melayang dalam gulita. Bella bahkan merasa dirinya sudah dijemput ajal. Sampai kemudian ketika gelap itu pelan-pelan memudar dan Bella kembali bisa menangkap bayangan cahaya dengan retinanya, ia pun merasa tubuhnya seperti remuk redam.Ia masih hidup.Asap menguar dari sekitarnya. Bella tahu mobil yang ditumpanginya sudah ringsek sebab hantaman entah apa tadi. Ia terjepit, namun masih bisa bergerak.“Oh, God ….” rintihnya sementara berusaha membebaskan diri. Bella mengerjapkan mata untuk mendapatkan atensi yang lebih fokus. Kepalanya seperti habis dihantam batu besar.“Da-Daiki … Daiki apakah kau oke? Kau bisa mendengarku?”Tidak ada jawaban. Bella mencoba menggerakkan tubuh lagi dan berusaha keluar dari himpitan kursi belakang. Mengabaikan kakinya yang seperti mati rasa.Namun sebelum ia bisa berbuat banyak, rungunya menangkap derap langkah mendekat dari kejauhan. Pada awalnya Bella merasa lega sebab mengira bantuan datang. Ia bergerak sekal
**Bella berdehem sebelum mengangkat panggilan dari Tasha. Ia sedikit berdebar-debar, sejujurnya.“Halo, Bu?”“Kupikir kau sudah lupa denganku. Rasanya sudah satu abad yang lalu sejak terakhir kali kau datang, Isabella.”Bella tersipu sendiri mendengar pernyataan bernada menyindir itu. “Tidak, eung … aku dan Gio agak sibuk, jadi kami belum datang lagi. Maafkan kami, Bu.”“Maka aku meneleponmu sekarang. Mau datang untuk makan siang, Dear? Aku merindukanmu.”“Ah, astaga, tentu saja.” Bella menutup mulutnya untuk meredam suaranya yang agak terlalu excited itu. Ia bahkan nyaris terlonjak di tempat. “Aku awalnya memutuskan untuk tinggal di rumah hari ini karena Gio sudah berangkat sejak tadi. Aku senang sekali Ibu mengundangku. Aku akan datang segera, eh?”“Can’t wait!”Perempuan itu mengakhiri percakapan setelah mengucapkan sampai jumpa segera. Ia lalu melempar ponselnya ke atas ranjang dan berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Benar, ia memang se-excited itu. Ia sudah menyukai
**“Kau tidak akan melakukannya kan, Dad?”Tracy bertanya dengan nada sengit ketika ia dan Matthew berada di dalam mobil untuk perjalanan pulang. Matthew menengok sekilas dengan pandangan gusar kepada putri tirinya, menanggapi pertanyaan tersebut.“Katakan padaku kau tidak akan melakukannya, Dad!”“Melakukan apa?”“Melepaskan Bella begitu saja! Kau tidak akan menyetujui omong kosongnya yang tadi, kan? Enak saja kalau dia bebas begitu saja berkeliaran ke sana kemari membawa wajah sombongnya itu sementara kita terdepak dari hotel!”“Tracy–”“Aku tidak sudi! Bagaimanapun kau harus tetap mendapatkan hakmu atas hotel itu, Dad! Aku yakin Mom pasti juga akan berpikir demikian!” Aku yakin–”“Enough!”Gadis bersurai blonde itu terdiam dengan mata terbelalak terkejut ketika sang ayah menyelanya dengan nada tinggi. Pasalnya, selama ini Matthew tak sedikitpun pernah berlaku kasar kepada gadis itu baik secara verbal maupun nonverbal. Bahkan daripada kepada putri kandungnya, Matthew jauh lebih mema
**Bella mengerutkan alis saat melihat bagaimana saudari tirinya bereaksi terhadap keberadaan suaminya di dalam ruangan itu. Masalahnya, Tracy sama sekali tidak pandai menyembunyikan emosi. Kentara sekali bahwa ia tertarik kepada Giovanni yang penampakannya memang sangat menarik.“Ada perlu apa kau ke sini? Sudah kukatakan, kau dan suamimu dipecat, jadi tidak ada gunanya kau masih datang ke sini. Kecuali kau mau menginap, resepsionis ada di depan sana,” kata Bella penuh penekanan.“Oh, sombong sekali. Kau baru memiliki satu hotel di kota ini, jangan berlagak seperti kau pemilik dunia seisinya!” balas Tracy.Bella menyeringai. Ia melihat Tracy menjawab kata-katanya, namun pandangan mata perempuan itu sepenuhnya terpancang kepada Giovanni yang duduk santai di atas sofa. Pesona Giovanni saat itu memang agak terlalu terekspos. Dua kancing teratas kemejanya lepas, menampakkan separuh dada bidang berotot yang tidak bisa ia sembunyikan.Bella berdiri dari kursinya dan melangkah pelan ke arah
**Bella tertegun. Ia tidak mengira pada siang hari bolong seperti ini, Giovanni akan mendatanginya dan tiba-tiba menagih ciuman.“Gio?”“Just kiss me, Isabella.”Oh, sejak kapan sih pria berdarah dingin ini meminta izin dulu untuk melakukan hal-hal semacam ini? Separuh geli dan setengahnya takjub, Bella lantas berjinjit untuk menempelkan bibirnya pada bibir yang lebih tua.“Sudah,” katanya setelah beberapa detik. “Aku sudah menciummu.”“What the heck!” Namun tanggapan Giovanni tidaklah sesuai ekspektasi. Pria itu mendesis dan menggeram.“Apa aku melakukan kesalahan?”“Absolutely!”“Apa?”“Itu hanya kecupan, bukan ciuman. Ciuman itu seperti ini ….”Giovanni meraih tengkuk Bella dan mendekap pinggangnya. Bibirnya memagut ranum sang istri dengan penuh gairah dan agak kasar. Bella terkejut serta agak kewalahan pada awalnya. Ia terdorong mundur hingga stuck menabrak meja.“Hmp … ti-tidak bisakah kau pelan ….” Bella terengah. Ia berusaha menjauhkan diri dari sang suami yang melepaskannya d
**Bella menelan saliva diam-diam. Sejujurnya ia panik, tapi ia cukup pandai menyembunyikan hal itu di depan Luigi. Tidak, ia tidak boleh tampak gentar. Ia harus terlihat kuat dan angkuh di hadapan lawan.Setidaknya, seperti itulah yang ia pelajari dari Giovanni sepanjang kebersamaan singkatnya ini. Itu membuat lawannya berpikir ia tidak mudah dikalahkan.“Tidak bisa, Tuan Estes,” tandasnya tegas. “Saya masih memegang lebih dari lima puluh persen saham Paradise. Anda tidak bisa mengambil alih hotel saya, sekalipun Matthew Clark menggadaikan semua saham yang dimilikinya di sini kepada anda untuk membayar hutang. Maafkan saya.”Sebelah alis Luigi Estes terangkat. Wajahnya tampak tertarik.“Lagi pula, selama saya masih hidup, saya tidak akan menyerahkan apa yang sudah ibu saya perjuangkan ini. Maaf-maaf saja, tapi anda salah jika berpikir saya akan gentar hanya dengan gertakan semacam ini saja. Jika anda memiliki urusan dengan Matthew, selesaikan sendiri tanpa melibatkan saya. Karena say
**“Apa yang dia akan lakukan kali ini? Haruskah aku memberitahu Giovanni?”Tapi Bella merasa itu bukan hal yang tepat. Entah bagaimana kali ini ia berpikir Luigi Estes tidak akan lagi melakukan hal konyol seperti menculiknya pada tempo lalu. Bella yakin pria itu hanya ingin bertemu.“Apakah ada masalah, Nyonya?” Pertanyaan Felix membuat Bella terperanjat. Dengan gugup perempuan itu mengulas senyum. Terlebih lagi, ia tahu Damian masih mematainya dari ujung meja makan. Maka Bella memutuskan berhati-hati dalam bicara.“Tidak ada, Felix. Aku hanya terkejut karena ternyata sudah cukup siang. Waktu berlalu cepat sekali, eh?”“Anda ingin berangkat sekarang?”Bella mengangguk. Ia segera melangkah menjauh dan tidak memberi kesempatan kepada sepupu suaminya untuk terus memandang penuh curiga.Ketika sudah berada di dalam mobil, barulah perempuan itu bisa berkata jujur kepada Felix tentang apa yang mengganggu benaknya.“Anda tidak harus menemuinya, Nyonya,” tutur Felix serius setelah mendengar
**Bella menelan saliva dengan berat. Sekalipun ia tahu bahwa Giovanni mencurigainya, tapi ia memutuskan untuk bersikap seolah tidak ada yang terjadi. “Apakah kau akan pergi lagi? Kau tidak menemaniku lagi malam ini?” Perempuan itu bertanya dengan sungguh-sungguh. Ia memandang sang suami penuh harap. “Gio, beberapa malam ini aku selalu tidur sendirian tanpamu.”“Kau selalu menemukan aku di sampingmu setiap pagi, Bella.”“Tapi aku tetap tertidur sendirian pada malam harinya.”“Aku harap kau tidak bersikap semanis ini untuk menutupi sesuatu yang baru saja kau lakukan.”Lagi, Bella menelan saliva. Ia konsisten dengan wajah polosnya saat ini.“Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Apakah aku salah jika meminta suamiku menemaniku tidur?”“Oh, sial!”Pria itu melemparkan jasnya dan beringsut naik ke atas ranjang, menyusul Bella. Membuat senyum lebar terbit pada bibir yang lebih muda.“Kau menang, Isabella. Aku tidak akan pergi malam ini.”Bella mengangguk dan membatin dengan separuh ras