"Rumah Rafael Estigo tidak diketahui oleh siapa pun. Tak ada data tentang letak rumahnya."
"Baiklah. Silakan keluar."
Sedetik setelah pintu ruangannya tertutup kembali, Maria menelepon seseorang. "Halo, Tuan Tanaka. Saya ingin bertemu dengan Anda."
"Wah, suatu kehormat umum.
an untuk saya. Silakan atur waktunya, Nyonya Lahendra." Nada suara di seberang telepon terdengar ceria."Saya ingin secepatnya."
"Tidak masalah. Saya akan meluangkan waktu."
Tanpa basa-basi, Maria menutup telepon. Menyatukan kedua siku di atas meja dan menatap lurus.
Jika memang Rafael yang membawa Juni, maka anak itu benar-benar nekat dan bodoh. Tak tahu siapa yang tengah dia hadapi.
Anak kemarin sore yang merasa bisa menantang dunia hanya karena baru saja mengecap kesuksesan.
Maria berdiri, memeriksa penampilannya yang sudah rapi sejak tadi lalu keluar untuk menemui Tuan Tanaka.
Sesampainya di kantor lelaki itu, dengan langkahnya
"Selamat pagi, saya datang untuk memeriksa kondisi Nyonya Juni."Bola mata Nazura bergerak-gerak mencerna penampilan orang di depannya dan juga kata-kata yang dia ucapkan."Nyonya Juni? Tidak ada yang namanya Nyonya Juni di sini? Bukankah dia klien Kakak?" Nazura menoleh menatap Rafael yang tengah menahan napas. "Oh, atau Anda salah tempat."Sang dokter juga terlihat sama bingungnya dengan Nazura. "Saya tidak salah tempat. Saya adalah dokter yang akan memeriksa kondisi dari Nyonya Juni Estigo.""Nyonya Estigo?""Silakan masuk, Dokter." Tahu-tahu Rafael sudah membawa orang yang mengaku sebagai dokter itu masuk dengan gerakan yang kikuk.Rafael menuntun sang dokter tanpa mengindahkan lagi bagaimana reaksi Nazura di belakangnya. Gadis itu tak lagi kebingungan, ia terkejut luar biasa sampai tak bisa bergerak.Apa Nyonya Estigo yang dimaksud adalah ibu Rafael atau mungkin saudaranya? Tapi bukankah Rafael sudah tidak memiliki ke
Entah sudah menjadi gelas keberapa, yang pasti Saga tak berniat berhenti. Ia terus menenggak whisky tanpa henti di bar kecil dalam ruangan kerjanya di kantor.Sudah tengah malam dan ia belum pulang. Sedang Edward berdiri di hadapannya dan membujuknya untuk pulang."Tuan, Anda begini selama satu minggu, tolong ... pulanglah dengan saya dan berhentilah."Saga tak memedulikan Edward, digoyangkannya gelasnya dengan sorot mata yang teramat dingin, meski kesadarannya sedikit terganggu."Tuan, tolong pulang—""Diamlah, Edward! Aku tak akan pulang sampai—" Saga terdiam, memandangi gelas di tangannya lamat-lamat lalu tertawa. "Tidakkah kau ingat sesuatu, Edward? Waktu itu aku juga tak pulang dan wanita itu datang karena mencemaskanku, padahal aku sudah berbuat buruk padanya. Itu sangat lucu. Dia sangat menggemaskan."Saga terus berceloteh tentang Juni, kendati suaranya sudah melemah dan tubuhnya tak lagi tegak. Sementara Edward mendengark
"Di mana putriku?"Untuk sejenak Rafael terperangah ketika sosok dingin itu bersedekap angkuh di depan pintu. Setelan jas yang pas membentuk lekuk tubuhnya membuat Maria Lahendra tampak begitu berkharisma dan tak dapat dijangkau."Aku tanya di mana putriku, Estigo?"Rafael tak menjawab. Kepalanya berputar memikirkan bagaimana Maria bisa mengetahui tempat tinggalnya? Selain dirinya, Nazura dan Tuan Tanaka, tak ada siapa pun yang tahu letak penthouse Rafael.Maria menerobos masuk sebelum Rafael menjawab pertanyaan wanita itu. Rafael pun panik dan menghalau Maria."Anda tidak bisa sembarangan menerobos masuk ke rumah saya."Maria menyeringai. Ada sorot mengejek pada matanya yang kelam. "Dan kau tidak bisa sembarangan menculik putriku, Estigo."Melihat Rafael yang tertegun, Maria melontarkan tatapan dinginnya yang mematikan. "Kembalikan dia. Aku ke sini untuk menjemputnya."Dengan berani Maria masuk semakin dalam, mencari-car
Juni menahan napas saat Saga berjalan perlahan mendekati tempatnya. Sorot mata lelaki itu begitu dingin, gesturnya terlihat tenang, namun Juni menangkap murka yang luar biasa dari dirinya.Saga duduk di atas sofa sementara Maria dan Juni berdiri di hadapannya.Lumayan lama atmosfer di antara mereka dikuasai keheningan, sampai Saga membuka mulutnya. "Kenapa diam? Kau tidak ingin mengatakan sesuatu, Nyonya Lahendra?"Saga tampak sangat tenang untuk ukuran orang yang sangat marah. Juni merasa kemarahan lelaki itu seperti bom yang akan meledak pada waktunya.Juni masih menunduk untuk menatap nanar lantai yang lebih bersahabat ketimbang wajah Saga yang tampak amat mengerikan di matanya. Padahal ia tak melakukan kesalahan apa pun, kenapa dia harus gemetar seperti ini?"Saya membawanya dari rumah Rafael Estigo."Juni menggigit bibir dalam-dalam. Pada akhirnya Maria akan mengatakannya. Tidak ada pilihan lain selain mengatakan kebenarannya.
Saga mengamati Juni yang terbaring kaku di atas ranjangnya. Wajah cantik wanita itu sangat pucat, napasnya pun berembus dengan lemah.Lama kemudian Saga memalingkan muka, dikepalkannya tangannya kuat-kuat dan dijauhkannya pandangannya dari wanita itu.Sementara Elliot memeriksa Juni dengan alat-alat yang dibawanya. Keningnya mengerut selama pemeriksaan itu kemudian terdiam seribu bahasa."Ada apa?" Saga bertanya tidak sabar setelah tidak ada suara apa pun dari Elliot.Elliot memiringkan kepalanya, berpikir cukup lama dan serius."Ck! Ada apa dengannya, Elliot?"Elliot menoleh dan menatap Saga aneh. "Ya ... kondisinya tidak begitu baik. Dia kelelahan dan kehilangan banyak energi, ditambah dengan shock yang lumayan hebat. Dan ...." Ucapan Elliot yang menggantung membuat sepasang alis Saga menukik."Dan apa?" tanyanya tak sabar."Dia hamil."Bagaikan tersambar petir di siang bolong, kedua mata Saga melebar. Jakunnya bergera
Mata Juni membelalak. "A-apa?""Kubilang gugurkan. Aku tak ingin hasil pengkhianatanmu mengotori rumahku!"Juni terhenyak untuk sekian lama sampai tak menyadari Saga sudah meninggalkan tubuhnya dan berdiri di samping ranjang."Aku akan memanggil dokter agar kandunganmu bisa digugurkan."Juni mengerjap. Tersadar dari keterkejutannya kemudian membuka mulut untuk melawan perintah Saga, namun lelaki itu sudah lebih dulu keluar dari kamar remang yang mahaluas itu.Tubuh lemahnya bangun dengan cepat, meremas kedua tangannya yang gemetar lalu menangis sejadi-jadinya. Dia tak bisa kehilangan anaknya lagi. Dia tak akan sanggup bila kehilangan darah dagingnya untuk yang kedua kalinya.Sementara di luar kamar, Saga tengah berhadapan dengan Edward. Sejak tadi ekspresi Edward tak datar seperti biasanya, keningnya mengerut tidak setuju ketika Saga memerintahkannya memanggil dokter."Anda tidak bisa melakukan itu, Tuan.""Apa? Aku tidak
Juni tersentak kaget ketika pintu kamar diketuk dengan pelan. Ia segera meringkuk sambil melindungi perutnya.Seorang pelayan masuk sambil menunduk sopan. "Dokter sudah datang, Nyonya."Mata Juni membelalak. Tubuhnya seketika menggigil. Digigitnya bibirnya sampai menguarkan rasa asin.Ia menggeleng kepada pelayan itu. "Ti-tidak. Kunci pintunya." Ia tak bisa menggambarkan ketakutannya saat ini. Tangan dan kakinya gemetar sampai Juni tak bisa menggerakkannya."Dokter sudah ada di ruang tengah. Tuan berpesan agar Nyonya bersiap-siap.""KUNCI PINTUNYA!!"Pelayan itu tertegun. Meneguk ludah sebelum melangkah ke pintu."Tu-tuan bisa memarahi saya. Anda tidak bisa—""Kalau begitu keluar.""Ta-tapi Tuan menyur—""KELUAR!!"Sang pelayan tampak takut sekaligus khawatir sebab di atas ranjang yang megah itu, Juni memeluk perutnya dengan seluruh tubuh yang gemetar.Wajahnya yang pucat bers
Juni masih gemetar di bawah tubuh Saga. Air matanya meleleh di sepanjang wajahnya hingga membasahi bantal dan seprei.Saga menghela napas. "Jangan tunjukkan sisimu yang seperti ini lagi."Karena Saga merasa tak sanggup jika hanya berdiam diri dan melihat air mata itu terus terjatuh. Sebab ia ingin merengkuh badan kecil yang gemetar itu lalu menghapus air matanya hingga bersih.'Ck! Di mana Lenna?' decaknya dalam hati.Sudah berapa menit berlalu dan Lenna belum jua masuk. Biasanya kepala pelayan itu selalu siap saat Saga memanggilnya kapan pun.Saga turun dari atas tubuh Juni, dengan terpaksa meninggalkan wanita itu setelah menyelimutinya dan membuatnya berbaring dengan posisi yang nyaman.Ia membuka pintu lalu mengernyit.Apa yang dilakukan semua pelayan dan pengawal di depan kamarnya?Para pelayan berdiri di depan, sedang semua pengawal siaga di bagian samping dan belakang.Sepasang alis tebal Saga menukik saat me