Tuan Tanaka menyambut mereka sekembalinya dari pesta mewah di kediaman Lahendra.
"Tentu saja, Ayah. Orang-orang Indonesia memang sangat ramah. Aku sangat senang." Nazura tak bisa menyembunyikan raut bahagianya. Ia sampai melompat-lompat seperti anak kecil meski dengan sepatu tingginya.
Rafael mengernyit. Jangan sampai gadis itu terjatuh.
"Wah, jangan bilang kau akan menetap di sini bersama Rafael."
Nazura menoleh senang pada Rafael. "Aku tidak keberatan tinggal di mana saja jika bersama Kak Rafael." Lalu mengerling manja.
Tuan Tanaka memberikan lirikan tajam pada sang putri. "Lalu ayahmu yang sudah tua ini mau kau apakan, hm?"
"Aku akan mencarikan Ayah istri yang muda. Dengan begitu Ayah tidak akan kesepian tanpaku."
Seketika Tuan Tanaka tertawa tanpa beban kemudian memeluk gemas putrinya.
"Terserah kau saja. Melihatmu tertawa seperti ini saja sudah membuat Ayah sangat bahagia, sayangku.
"Setelah meninggalkan vila itu, Maria Lahendra tak lagi kembali."Tiga hari setelah Saga memporak-porandakan vila milik sang mertua, Maria tak lagi bergerak ke mana pun. Ia hanya ke kantornya lalu pulang ke rumah. Begitulah laporan yang Saga terima dari Edward."Sudahi mengawasinya. Sekarang bergerak dan awasi Estigo.""Baik."Untuk waktu yang lama, Saga hanya menumpukan kedua sikunya di atas meja kerja. Saat ekor matanya menangkap ponsel di samping tubuhnya, ia mengangkat wajah dan kembali memandang Edward tajam."Ponsel Juni sudah diperbaiki?""Sudah, Tuan. Seluruh data di dalamnya masih tersimpan dan dapat terbaca.""Bagus. Berikan aku file-nya."Edward mengulurkan sebuah disk kecil ke tangan Saga. Dengan cepat Saga memasukkan data-data disk itu ke dalam laptopnya kemudian memutar salah satu percakapan Juni bersama kontak bernama Rafael."Sayang ...."Sapaan pembuka yang terdengar lirih dan sangat m
Saga menyilang kaki dan bersandar di kursi mobilnya. Sorot matanya penuh kepuasan sekaligus diselimuti kilat keji."Bukankah kita tidak punya bukti jelas untuk menuduh Estigo, Tuan?" Edward memulai obrolan dari kursi depan di samping kemudi.Saat itu juga seringai kelam di bibir Saga tercipta secara spontan. "Jika punya bukti jelas, bukan menuduh namanya, Edward, tapi menghukum.""Jika Estigo bukan pelakunya, maka dia akan mengetahui perihal Nyonya yang lepas dari penjagaan Anda. Dia bisa bergerak maju, Tuan."Seulas senyum lembut yang mematikan bertakhta di wajah Saga. "Memang itu tujuanku, Edward."Edward terdiam."Kalaupun dia yang membantu Juni, maka dia akan waspada dan mungkin merasa gugup karena aku sudah mengetahuinya, tetapi jika bukan dia maka dia akan bergerak dan aku akan melihat bagaimana dia mencari Juni."Edward mengerjap. Jadi itu adalah pancingan?"Aku ingin melihat seberapa hebat Estigo itu."***
"Aku akan mengatakannya.""Bagus."Maafkan aku, Madam. Serina berbisik dalam hati. Toh dia tidak pernah mengikrarkan janji untuk menjaga kesetiaan itu lebih daripada nyawanya sendiri."Maria Lahendra."Sedetik kemudian, Saga menyeringai lalu kepalanya mendongak disertai tawa yang mengerikan, bergema di seluruh sudut ruang tengah seperti lonceng kematian."Sudah kuduga. Maria Lahendra yang sangat pemberani."Dan saat mata yang berbinar keji itu kembali menatap matanya, aliran darah Serina berdesir dan seketika seluruh tubuhnya merinding."Di mana tempatnya? Di mana dia menyimpan wanitaku?""Aku tidak ingat alamatnya.""Antar aku ke sana."Serina berusaha menegakkan kepala dan menghapus keringat dingin yang membanjiri wajahnya."Aku tidak bisa dalam keadaan begini."Saga menoleh pada Edward. "Suruh Lenna mengurusnya, Edward."***Setelah mengobati luka Serina dan memaksa wanit
Saga menunduk melihat bagaimana Juni meringkuk di dadanya seiring dengan jalannya mobil membelah jalanan yang dingin. Wanita itu terlihat sangat tersiksa dan ketakutan.Ia memangku Juni di kursi belakang sambil melihat kegelisahan yang menyelimuti wajah indahnya.Air matanya bahkan masih berderai kendati mata indah itu tertutup dan napasnya berembus teratur. Namun, keningnya mengerut sangat dalam.Mau tak mau, Saga mengakui. Bahwa semarah apa pun dia. Bagiamana pun dia ingin menghukum wanita ini, ia tetap merasakan gejolak aneh dalam dadanya. Seolah ia ingin melingkupi wanita ini dari kekejaman apa pun, termasuk dirinya. Saga ingin melindunginya. Saga ingin merengkuhnya lebih dalam.Beberapa detik kemudian, ia mengerjap. Tak menyukai bagaimana amarahnya yang menggebu itu terkalahkan oleh perasaan aneh yang tak bisa ia mengerti.Dalam pangkuan Saga, Juni semakin merapat di dada bidang sang suami, seolah mencari kehangatan.Dengan spontan Saga
Saga mematung dengan tatapan lurus menghunjam Juni. Sementara Juni mengeluarkan semua ekspresi ketakutan dan keengganannya."Kenapa? Apa aku sebegitu menjijikkannya untukmu? Baru saja kau merasakan orgasme lewat tanganku dan sekarang kau tidak ingin disentuh?"Mata Saga memicing tajam. Diselimuti kemarahan dan kekecewaan. Juni tak mengerti arti semua eskpresi itu."Katakan apa aku menjijikkan di matamu?"Juni menggigit bibir. Emosi Saga berubah-ubah, dan sekarang lelaki yang berekspresi bengis itu tengah meledak-ledak."KATAKAN!"Juni terdiam."Katakan apa kau juga jijik seperti mereka?! Kau tidak menginginkanku, kan?!"Kening Juni berkerut memikirkan siapa yang Saga maksud dengan mereka.Juni mengira Saga akan kembali menyerangnya dengan kalap, tapi lelaki itu malah berdiri dan turun dari ranjang.Sorot matanya nanar. "Baiklah. Memang siapa yang menginginkanku? Walau begitu, aku tak akan pernah melepa
Juni mengernyit. "A-apa maksudmu?"Juni tak tahu mengapa pertanyaan Lenna barusan mendadak membuatnya gugup.Lenna melirik pelayan yang sedari tadi berdiri di sampingnya. Pelayan itu terkejut lagi lalu tahu-tahu sudah keluar dari kamar Saga. Sepertinya ia mengerti peringatan lewat sorot mata Lenna."Saya tahu saya tidak berhak mengatakan ini, tapi jika Anda ingin membuka mata, tolong pahamilah keadaan Tuan Besar."Juni menahan diri untuk tidak bertanya apa pun atau membalas perkataan Lenna."Tuan bukanlah orang yang berada di posisi bisa menyatakan perasaannya. Ia mungkin akan selalu terlihat marah dan sering berlaku kejam, tapi saya mohon ... dampingilah beliau sampai—" Lenna menunduk seolah ragu ingin melanjutkan ucapannya."Tunggu, apa maksudmu? Maksudmu Saga punya perasaan pada ... ku?" Juni menunjuk dirinya ragu. Seolah hal itu adalah kemustahilan yang benar-benar nyata.Tapi Lenna tak memberikan reaksi apa pun. "Jika saya
"Sudah menemukan lokasinya?""Belum. Kami masih mencarinya."Rafael menyandarkan punggung pada sofa sambil menghela napas berat. "Kurasa dia tidak bisa kabur begitu saja dari kediaman Atlanta sendirian. Pasti ada yang membantunya."Sang asisten yang sejak tadi duduk di sofa seberang menatap lantai untuk menelaah ucapan Rafael.Rafael mengernyit menahan pening di kepalanya. "Apa keluarganya membantunya?""Bisa jadi. Tapi sepertinya Lahendra bukanlah keluarga yang loyal padanya."Rafael menyetujui dalam hati. Ia melihat bagaimana Juni diusir dengan dingin dan dibuang begitu saja. Lahendra menikahkan Juni dengan Saga pasti karena urusan bisnis. Tidak mungkin mereka membantunya kabur."Setahuku Juni juga tidak punya teman yang loyal."Juni pernah cerita jika semua temannya dipilihkan oleh Maria. Mereka berteman hanya karena asas keuntungan karena mereka sama-sama dari keluarga yang terhormat."Aku yakin ada yang membantunya.
Seharian Saga mengurung Juni di kamarnya sementara dia pergi bekerja.Juni tak tahu harus melakukan apa. Tak ada ponsel, televisi, buku atau apa pun yang bisa mempercepat waktunya dan menghilangkan rasa bosannya.Hanya Lenna dan beberapa pelayan yang mengantarkan makanan pada pagi dan siang hari, juga mengantarkan camilan-camilan yang sangat banyak.Juni banyak berpikir. Ia harus bersyukur karena Saga tidak menyentuh Maria maupun Serina. Ia pikir lelaki itu akan membunuhnya dan orang-orang yang sudah membantunya kabur.Sudah hampir waktunya makan malam, tapi Saga belum pulang. Dulu lelaki itu selalu pulang tepat waktu sebelum jam makan malam. Mungkin saja ia akan mengajak Juni makan di ruang makan. Ia perlu menghirup udara di luar kamar ini.Pukul delapan malam, pintu diketuk pelan. Spontan Juni berlari ke arah pintu lalu langkahnya tiba-tiba berhenti.Saga tak akan mengetuk pintu, apalagi dengan pelan.Munculnya Lenna dan dua pelayan