Raka menyandarkan dirinya sementara di sebuah batang pohon. Energi yang ia gunakan untuk menciptakan realita baru masih belum sepenuhnya terkumpul lagi. Tubuhnya begitu lemas dan napasnya pun tersengal-sengal. Sedari tadi, ia hanya mendengarkan ocehan Indrajit yang terus saja memaki dirinya. "Apa kau sadar apa yang kau lakukan?!" Indrajit membentak. "Aku tahu… tapi ini adalah satu-satunya jalan." Raka terus saja membela keputusannya. "Kau memusnahkan keluargaku dan mengubah takdir seluruh kerajaan iblis di dalam menara. Ini termasuk genosida!" Indrajit terus mengoceh dan berkali-kali memaksa pemuda itu untuk mengembalikan segalanya. Ia begitu terpukul akan realita yang baru saja dibentuk oleh Raka. Semua yang ia tahu di lantai lima puluh satu hingga seratus akan sangat berbeda. Kampung halaman dan rumahnya di lantai seratus telah berubah total. "Lalu, kau ingin mati di tangan pamanmu sendiri? Aku bisa mengabulkannya sekarang juga. Namun mengubah semuanya kembali ke sedia kala, it
Tubuh bagian atas seperti badan seorang manusia tanpa daging, hanya kumpulan tulang belaka. Lalu di kedua tangannya tersemat barisan kuku yang semuanya merupakan tulang tajam. Bahkan penampakan wajah dan kepalanya hanya berupa tengkorak semata. Namun ada tanduk yang menjulang dari tulang tengkoraknya. Pancaran bola mata raja iblis itu berasal dari energi yang ia miliki. Pancaran matanya berwarna merah tua. Lalu bagian tubuh dari pinggang ke bawah adalah seperti tubuh seekor kelabang, namun semuanya hanyalah berupa tulang. Ukurannya pun tidak main-main. Besar dan tinggi tubuhnya menyamai seekor ular purba yang mampu menelan satu bus utuh. Barisan kakinya berjumlah kurang lebih ada lima puluh pasang. Panjang tubuh iblis tersebut mencapai kurang lebih lima puluh meter. "Be–besar sekali!" Indrajit terperangah melihat tubuh dari si raja iblis itu."Apa ini juga termasuk dampak dari teknik yang kau gunakan?" Pikir Ki Demang. Ia menoleh ke arah Raka. "Entahlah…, setahuku, aku tidak menul
"Kau lama sekali membuka portalnya!" Ungkap Ki Joko Gendeng. "Maaf, tapi banyak hal yang harus aku pertimbangkan," ungkap Raka. "Apa yang terjadi? Ke–kenapa banyak tulang!" Rara Kencana melihat ke sekitarnya. Ia tersentak ketika melihat ada seseorang yang tertusuk di kumpulan tulang. "Apa itu Ki Demang?!" Aji Pamungkas menunjuk ke arah asisten pribadi Raka yang sudah tidak sadarkan diri. Raka memerintahkan kepada teman-temannya untuk membantu Ki Demang dan juga Indrajit yang terluka sangat parah. Ia meminta Rara Kencana, Dyah Lokapala dan Jaka Tira untuk mengurus keduanya. Ia ingin menyerang raja iblis Angarakasu lagi bersama dengan Ki Joko Gendeng, Aji Pamungkas dan Khrisna."Tolong… selamatkan mereka berdua," ungkap pemuda itu. Ia menatap ke arah kedua wanita itu dengan wajah memelas. Ada rasa takut akan kehilangan kedua teman baiknya. HWAAARRGGGH!!!Raja iblis Angarakasu meruntuhkan barisan tulang tersebut. Ia berteriak sangat keras. Raungannya memecah udara aula itu. "Jangan
Gelap, sesak dan berdebu. Lorong panjang berbatu dengan begitu banyak bangkai binatang dan sarang laba-laba di langit-langit membuat lantai lima puluh dua ini menjadi yang terburuk dari setiap lantai yang sudah pernah diinjak oleh Raka. Pencahayaan hanya berasal dari obor api yang menyala tidak begitu terang di sepanjang lorong. Lebar dari lorong tersebut hanya sekitar lima meter dan tingginya sekitar dua setengah meter. Tidak ada jalan pintas atau lorong rahasia di dinding batu berukir, yang terlihat hanyalah jalan setapak lurus saja. "Energi di dalam sini begitu sesak. Entah apa kalian merasakannya atau tidak, tapi lorong panjang ini seperti ditekan oleh energi tertentu," pikir Rara Kencana. "Hawa kegelapan menyelimuti lorong ini. Meskipun aku bukan lagi iblis, namun aku masih bisa merasakan pekatnya energi para iblis. Dan energi di lorong ini lebih pekat dari aula di Angarakasu," ucap Indrajit. "Sebaiknya kita terus jalan. Aku ingin menyelesaikan lantai ini sebelum makan malam,
"Sial!" Raka kecolongan. Tepat di samping kirinya, iblis Mohasa berdiri tegak dengan melepaskan senyum lebar dan tatapan mata menyeruak keluar seakan dirinya benar-benar puas akan apa yang sedang ia lakukan. Darah segar mengucur dari dada Khrisna. Mantan ketua dari pemilik klan tersebut hanya bisa terbelalak ketika tangan kotor berwarna hitam pekat menusuk jantungnya. SRAK!!!Mohasa menarik jantung dari Khrisna dan meremasnya begitu kuat hingga hancur berantakan. AAAAAARRRHHHH!!!JRAAK!!!Sisa-sisa dari jantung itu berceceran di lantai berbatu. Darah segar menggenang dan dengan cepat, iblis Mohasa melirik ke arah Ki Joko Gendeng yang berada di sebelah kanannya. Ia menghunuskan kembali tangannya dan gendak menusuk dada pria tua itu. "Indrajit!" Raka berteriak cepat. Ia segera berpindah tempat dengan membawa dua wanita dan tubuh Aji Pamungkas. Sedangkan Indrajit yang bergerak secepat cahaya pun langsung menarik tubuh Ki Joko Gendeng dan Jaka Tira untuk menghindari serangan iblis i
Serangan Mohasa berhasil melukai tubuh Raka. SLASH!!!Gelapnya aula besar dari kuil raja iblis membuat Mohasa bisa melancarkan serangan tak terduga dari berbagai titik buta. Indrajit bahkan tidak bisa memperkirakan datangnya serangan. Begitu pekat energi yang menyelimuti aula besar nan gelap itu. Seakan energinya bercampur dengan kegelapan itu sendiri. "Kau tidak apa-apa?" Tanya Indrajit. "Gunakan segel pelindung empat penjuru! Aku akan memperkuatnya dari dalam!" Seru Raka. Indrajit segera menciptakan teknik cahaya berupa empat pilar agung yang terdiri dari empat dewa penguasa empat arah mata angin yang tercipta dari energi cahaya miliknya. Pilar tersebut berada di sekeliling Raka dan memiliki jarak panjang di setiap sisinya sekitar lima meter. Perlahan lapisan pelindung berwarna bening keemasan mulai menyelimuti Raka dan Ki Demang. "Ki Demang topang teknik ini. Aku akan memberika
Dari telapak tangan Raka yang diletakkan di dada iblis itu, keluar seberkas cahaya dari gabungan energi berwarna hijau lumut dan biru tua. Cahaya tersebut melubangi tubuh iblis wanita itu dan membesar hingga menghapus secara menyeluruh tubuh Mohasa. Sinar dari cahaya tersebut berpendar berkali-kali dan begitu terang hingga membuat setengah bagian aula raja iblis Mohasa menjadi berwarna putih terang. "Saatnya menggunakan rencana tahap ketiga," ungkap Raka. Pemuda itu menjalankan kembali waktu yang berhenti. Raka juga menghilangkan bola waktu yang melindungi tubuh kedua temannya. "Apa kau yakin akan menggunakan teknik itu lagi?" Teriak Indrajit dari kejauhan. "Aku harus melakukannya. Saat ini, rencana itu adalah satu-satunya cara agar kita bisa menghemat waktu dan tenaga untuk melawan pamanmu," ungkap Raka. Ia memulainya. Setelah meminjam satu biji tasbih Wektu Alam dan menggunakannya untuk menciptakan jubah Wektu Parwa, lalu ia menggunakan empat puluh biji tasbih lagi untuk menop
Padang rumput nan hijau yang membentang di lantai sembilan puluh satu terlihat begitu sejuk dan indah di sepanjang mata memandang. Hanya sedikit pepohonan yang berdiri di pinggiran padang rumput yang luasnya kira-kira hampir delapan puluh persen dari luas lantai itu. Ketika Raka dan yang lainnya sedang menikmati istirahat mereka, semilir angin yang membawa aura energi asing menyapa ketiganya. Aura energi ini memiliki aroma yang begitu kuat. Indrajit yang tengah tertidur di kasur lipat yang digelar di atas tanah, sampai membuka kedua matanya. "Pekat dan menusuk, apa yang terjadi? Apa ini aura dari energi iblis?" Pikir Indrajit dalam hatinya. Ia tidak melihat apa pun sepanjang matanya memandang. Seakan aura itu disamarkan oleh pemandangan indah yang terbentang begitu indah. Namun tiba-tiba, embusan udara berubah seketika. "Apa yang terjadi?! Se–sesak sekali!" Indrajit merasa dirinya kesulitan untuk bernapas. "Auranya semakin kuat dan membuat tubuhku seakan bergidik!" Entah kenapa,