Share

Sixth

Penulis: Raelio
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kabut mimpi perlahan mulai pergi dari kepala Sarah. Dia meregangkan tubuhnya yang kaku setelah tidur beberapa jam dan menyadari di mana dirinya sekarang. Di ranjang, seperti sebelumnya saat dirinya terbangun pagi tadi. Kepala Sarah menoleh ke arah nakas dan melihat angka lima di jam digital. Karena masih merasa mengantuk, Sarah menarik selimut dan kembali memejamkan matanya.

“Kamu gak punya kasur di rumah?”

Sontak mata Sarah kembali terbuka saat mendengar  sebuah suara lain di kamar. Segera Sarah mendudukkan dirinya dan melihat William yang tengah bersandar di meja bar. Tangannya memegang gelas kecil berisi cairan bening. William tak lagi mengenakan pakaian formal seperti tadi pagi, melainkan sweatshirt berwarna hitam dan celana panjang berwarna abu-abu.

William meminum alkoholnya, matanya tetap mengarah pada Sarah. Menatap setiap inci tubuh Sarah. Rambutnya yang berantakan khas baru bangun tidur. Matanya yang jelalatan, yang dari jarak lumayan jauh pun William dapat melihat kegelisahan di sana. Bibirnya yang digigit meskipun plester sebelumnya masih menempel di sana. Lalu Sarah menunduk, memainkan jari-jarinya.

“Apa enaknya tidur di sofa?” tanya William lagi sembari kembali menuang cairan bening itu.

“Ketiduran,” balas Sarah dengan suara kecil, tetapi masih dapat terdengar oleh William.

William hanya bergumam sebelum meminum habis alkoholnya. Dia lalu berjalan menuju paper bag yang berada di atas armchair. William mengeluarkan pakaian dari sana. Semuanya adalah gaun dengan warna berbeda. Gaun berwarna putih tulang bertali spageti dengan kaus hitam yang terlipat di dalamnya menjadi pilihan William. Dia lalu memberikan gaun itu kepada Sarah.

“Pergilah mandi, kita akan makan malam,” ucapnya lalu berbalik arah dan duduk di armchair setelah memindahkan paper bag ke lantai.

Sarah beranjak dari ranjang, mengambil gaun yang dipilih oleh William, lalu melangkah menuju kamar mandi. Tidak seperti kemarin, kali ini Sarah benar-benar membersihkan tubuhnya. Dia memakai produk yang memang disediakan oleh hotel. Sarah masih memakai bathrobe dan mengeringkan rambutnya dengan hair dryer saat pintu kamar mandi diketuk. Sarah segera bangkit dan berjalan menuju pintu lalu membukanya.

Melihat air yang masih menetes di rambut Sarah, William kembali membawa Sarah ke dalam kamar mandi, mendudukkannya di depan cermin. Kegiatan yang tadi Sarah lakukan sekarang William yang melakukannya. Dengan telaten William mengeringkan rambut Sarah dan menyisirnya. Selama William melakukan itu, tidak ada obrolan apa pun. William langsung pergi begitu selesai melakukannya dan Sarah segera berganti pakaian.

Setelah Sarah keluar, William kembali masuk ke dalam kamar mandi, menyelesaikan hal yang tertunda tadi. Sarah menyadari ada satu paper bag tambahan di sebelah paper bag miliknya. Rasa penasaran yang tinggi memaksanya untuk mengintip ke dalam. Pakaian yang tadi pagi Sarah pinta untuk dicuci dan sebuah topeng, milik William. Pintu kamar mandi terbuka.

William mengambil ponsel, dompet, dan dua paper bag tersebut. Setelah memastikan tidak ada yang tertinggal, William beranjak pergi dan Sarah mengekorinya. Sarah berdiri dalam diam di samping William saat lelaki itu menyelesaikan tagihan hotel. Tidak banyak orang yang lalu-lalang di lobi. William menyentuh pinggang Sarah lembut untuk menarik perhatiannya dan menuntun Sarah menuju tempat parkir. Langit sudah mulai gelap dan matahari hampir menghilang.

Dua paper bag yang dibawa William ditaruh di jok belakang mobil. William menyalakan musik untuk mengusir kesunyian yang jelas akan terjadi selama perjalanan menuju restoran tempat mereka akan makan malam. Sarah menatap ke luar jendela sepanjang perjalanan. Melihat lampu-lampu jalanan yang berwarna kuning, lampu belakang mobil yang berwarna merah, atau lampu di gedung-gedung.

Setelah satu jam perjalanan, akhirnya mobil William berhenti di depan sebuah restoran bergaya modern yang didominasi warna cokelat. William memilih meja dengan jendela dan tidak terlalu jauh dari pintu masuk. William duduk berhadapan dengan Sarah yang sibuk memperhatikan interior restoran. Lampu-lampu berbentuk mangkuk menggantung di langit-langit dengan panjang yang berbeda. Lampu itu ditemani oleh tanaman merambat yang menjumpai ke bawah. Sarah merasa berada di dalam hutan.

Perhatiannya teralihkan saat seorang pelayan datang membawa dua buku menu, satu catatan kecil, dan pulpen. William segera membuka buku menu, diikuti oleh Sarah. Diam-diam Sarah menelan air liurnya melihat harga yang tertera di sana.

“Mau pesan apa?” tanya William setelah dia selesai memilih menu.

Sarah mengintip dari balik buku menunya. “Aku ngikut kamu aja,” cicitnya.

William mengangguk lalu menatap si pelayan. “Dua salad, dua steak angus medium rare, wine,” William melirik Sarah sejenak, “dan soda.”

Pelayan mencatat pesanan yang diucapkan oleh William dengan cepat. Selesai menulis dia menatap William dan Sarah bergantian lalu berkata, “Ada lagi?”

“Ada yang kamu mau?” tanya William pada Sarah, membuatnya melihat menu dengan gelagapan.

“Um ... creme brulee.” Sarah melirik William dengan napas tertahan. Begitu William mengangguk, diam-diam Sarah mengembuskan napas lega.

Si pelayan pun pergi, meninggalkan Sarah dan William dalam keheningan. Saat salad datang, disusul steak sepuluh menit kemudian, masih tidak ada percakapan di antara mereka. William sibuk membaca berkas-berkas lewat dokumen yang dikirimkan oleh Isa, sedangkan Sarah memperhatikan setiap pengunjung dan pelayan yang sibuk mondar-mandir.

Begitu makanan penutup datang, Sarah memakannya sendirian karena William memang tidak memesan. William hanya melihat Sarah memakan puding yang dilapisi karamel itu dalam diam. Sesekali menyesap wine keduanya. Karena terlalu fokus menikmati makanan yang baru pertama kali dia makan, Sarah tidak menyadari tatapan William yang terus tertuju padanya. Tidak berpaling sedetik pun hingga tidak ada lagi puding yang tersisa di sana.

“Ayo pulang,” ajak William lima kemudian, setelah Sarah menghabiskan sodanya.

Sarah menolak. “Aku mau ke toilet dulu,” katanya.

William mengangguk dan sedikit mengarahkan arah toilet pada Sarah sepenglihatan William saat masuk ke dalam. Sarah mencoba sebisa mungkin berjalan dengan percaya diri meskipun jantungnya berdetak dengan kencang. Di toilet hanya ada satu bilik yang tertutup. Sarah mencuci tangannya di wastafel lalu menempelkannya ke wajah. Untuk kesekian kalinya hari ini, Sarah meratapi nasibnya. Meski begitu, dirinya merasa bersyukur atas perlakuan William yang baik padanya. Setidaknya Sarah dapat menikmati sedikit kehidupan barunya sekarang.

“Halo?”

Sarah terlonjak begitu mendengar suara tersebut. Dia menoleh pada satu-satunya bilik yang pintunya tertutup, tidak bersuara. Sarah berpikir, mungkin saja dia salah dengar.

“Halo?” Suara itu lagi. “Ada orang?”

Kali ini Sarah menyahut. “Ya?”

“Hei, um, bisa tolong ambilkan tisu? Di sini tisunya habis,” pinta seseorang di dalam bilik toilet.

“Sebentar.” Sarah segera mengambil beberapa lembar tisu lalu memberikannya lewat bawah pintu toilet.

Hening sejenak hingga tiga puluh detik kemudian pintu terbuka, menampilkan seorang perempuan berambut pirang sebahu yang sedang tersenyum padanya. Sarah pun balas tersenyum.

“Aku gak tau apa yang bakal terjadi kalo gak ada kamu,” ucapnya sambil memegang kedua tangan Sarah. “Aku Jessica.”

“Sarah,” balas Sarah mencoba bersikap santai meski dirinya merasa canggung parah.

Jessica menatap gaun yang dipakai oleh Sarah dan matanya membulat. Senyumnya makin lebar dari sebelumnya. “Ya ampun, kamu pake gaun ini! Kamu tau gak kalo aku ini modelnya?”

Sarah tidak tahu. Dia tidak pernah tahu soal apa pun di dunia mode. Selama ini Sarah sibuk mencari dan mengumpulkan uang. Pakaian yang dipakainya pun dibelinya secara obral setahun sekali. Sarah mencoba memberikan senyuman pada Jessica. Senyum kaku yang Sarah tidak yakin terlihat bagus.

“Oh, ya? Aku gak tau, kurang ngikutin soal mode,” balas Sarah memilih jujur, tetapi tidak memberitahu alasan sebenarnya.

Jessica terkikik. “Sekarang kamu tau.”

Ponsel Jessica berdering, mengalihkan atensi dari keduanya. Jessica mengangkat telepon dan mendengarkan ucapan dari orang di seberang lalu menutupnya. Dia kembali menghadap pada Sarah.

“Aku harus pergi, ada urusan pekerjaan,” jelasnya yang dibalas anggukan oleh Sarah. “Gaunnya cocok kamu pake.”

Jessica pun keluar. Tersisa Sarah seorang diri di toilet. Sepuluh detik Sarah terdiam sebelum mencuci tangannya lagi dan kembali menghampiri William, yang lagi-lagi sibuk dengan ponselnya. Melihat kedatangan Sarah, William mematikan ponsel dan segera bangkit. Kembali mereka menempuh jarak yang lumayan jauh dalam keheningan dan hanya ditemani musik yang disetel dengan suara rendah.

Sampai saat mobil William memasuki gerbang dan melewati taman kecil hingga berhenti di garasi, William dan Sarah masih membisu. William membawa Sarah menuju sebuah kamar tamu yang sedikit lebih kecil dari kamar hotel. William meletakkan paper bag milik Sarah di atas ranjang lalu menunggu Sarah selesai memperhatikan kamar barunya.

Yang paling menarik perhatian Sarah adalah laci yang di atasnya diberi busa—seperti sofa—yang menempel pada jendela. Kiri kanannya terdapat rak buku tanpa isi. Ada empat bantal di atas sofa jendela itu. Di depan ranjang terdapat bufet televisi. Di sebelah kiri ranjang terdapat lemari pakaian. Pintu kamar mandinya bersebelahan dengan pintu masuk kamar.

“Ini kamarmu,” ucap William sembari berjalan menuju pintu. “Istirahatlah. Kalau butuh apa-apa, saya ada di ruang kerja.”

Setelahnya William pergi dan menutup pintu. Dia meninggalkan Sarah dalam kebingungan besar. Dalam hati Sarah bertanya-tanya di mana letak ruang kerja milik William.

Bab terkait

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Seventh

    Sarah mengeringkan rambutnya dengan handuk sehabis mandi. Semalam William memberikan sampo dan sabun miliknya untuk Sarah pakai sementara karena belum sempat berbelanja. William juga meminjamkan piama miliknya yang kebesaran di tubuh Sarah. Tadi saat mandi, Sarah kembali teringat sang ayah. Beberapa pertanyaan hadir di benaknya saat mengingat sosok yang kerap kali menyakiti dirinya.Bagaimana kabar sang ayah? Apa dia bertanya-tanya ke mana perginya Sarah? Apa dia khawatir karena Sarah tidak pulang-pulang? Apa mungkin dia justru senang karena Sarah tidak ada?.Apa pun itu, Sarah tidak menemukan jawabannya. Tidak sekarang, atau mungkin, tidak selamanya. Setelah rambutnya sudah lembap, tidak basah seperti sebelumnya, Sarah memutuskan untuk keluar, hanya berbalut handuk. Jantung Sarah rasanya seperti berhenti berdetak saat melihat William berada di kamarnya, sedang duduk di atas ranjang, dan lagi-lagi, s

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Eighth

    Jessica berjalan dengan gontai menuju lift. Matanya sedikit terpejam karena kelelahan. Kegiatan pemotretannya baru saja selesai. Beberapa hari ini jadwal Jessica memang lebih padat dari sebelumnya. Butuh waktu dua menit untuk menunggu lift datang ke lantai basement. Tidak ada orang di lift dan Jessica bersyukur akan hal itu. Dia menekan tombol sebelas, tempat penthouse-nya berada.Jessica menyenderkan tubuhnya ke dinding lift dan memejamkan mata. Terbayang bathub air hangat yang penuh dengan busa yang akan menjadi tempat pelepasan rasa penat Jessica. Jessica berpikir apa yang akan dia lakukan nanti sebelum pergi tidur, mengingat besok jadwalnya kosong untuk satu hari.Lift berdenting membuat mata Jessica terbuka sempurna. Pintu lift terbuka, menampilkan jendela dengan pot kaktus sebagai pemanis. Jessica melangkah keluar, sudah tidak terlalu gontai dari sebelumnya. Kaki Jess

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Ninth

    Mobil silver William terparkir rapi di sebelah mobil hitamnya. William tidak langsung mematikan mesin, dia duduk di kursi pengemudi dan menyenderkan tubuhnya ke senderan jok terlebih dahulu. Matanya terpejam dan napasnya berembus lelah. William memijat pangkal hidungnya, berharap pusingnya dapat sedikit hilang. Ada satu masalah rumit di kantor tadi yang menguras energi William.Pemilik butik yang juga adalah seorang manajer tempo hari tidak terima dengan keputusan sepihak William. Dia mendatangi kantor pria bersurai cokelat itu dan menolak ganti rugi, bahkan mengancam untuk membawa perkara ini ke jalur hukum. William tetap kekeh memutus kontrak dengan butik itu. Bukan hanya karena Sarah saja, tetapi William berpikir, kalau Sarah sudah menjadi korban, pasti lebih banyak korban lainnya. Pada akhirnya William yang memenangkan perdebatan itu dengan alasan yang sama yang dia berikan pada Sarah waktu perempuan itu bertanya, tetapi Wil

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Tenth

    Remi menatap ruangan tempat dia mengadakan pesta topeng untuk merayakan lima tahun berdirinya perusahaan miliknya. Lampu kristal besar di tengah ruangan berkilauan dengan megah, ditemani lampu-lampu kecil yang menggantung dari satu lampu ke yang lain layaknya tirai. Meja-meja bundar yang dipenuhi dengan gelas berisi champagne dan kudapan. Beberapa sofa terdapat di setiap sudut ruangan. Ada panggung kecil yang digunakan para musisi untuk memainkan musik saat berdansa nanti. Selebihnya ruangan itu dibiarkan kosong dari barang, menjadi tempat untuk berdansa.Remi mengundang semua koleganya, termasuk William yang mengajak Sarah. William memberikan undangan pada penjaga pintu lalu masuk ke dalam, diikuti Sarah yang mengalungkan tangannya di lengan William. Sarah begitu terpukau dengan dekorasi ruang dansa ini, begitu pula dengan orang-orang yang hadir. Gaun mereka terlihat amat mewah di mata Sarah, membuat dirinya langsung m

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Eleventh

    Jessica baru saja mengganti gaunnya yang tidak sengaja ketumpahan champagne. Wanita itu kini menggunakan gaun hitam bertaburan kristal di bagian bawahnya. Sebelum kembali ke ruang dansa, Jessica merapikan tatanan rambutnya terlebih dahulu, kembali membubuhkan bedak dan lipstik, dan memakai topengnya. Jessica mengucapkan terima kasih pada pelayan yang membantunya mengganti gaun lalu keluar.Kaki Jessica menyusuri lorong panjang yang di kiri kanannya terdapat vas keramik tanpa bunga setiap lima meter. Tidak ada orang di sana kecuali dirinya. Jessica berbelok menuju tangga, langkahnya dengan anggun menuruni tangga. Di bawah, Jessica melihat Sarah yang sedang dibopong oleh seorang lelaki yang Jessica yakini adalah teman yang disebut Sarah sebelumnya. Melihat bagaimana interaksi mereka, Jessica tidak yakin kalau Sarah dan lelaki itu tidak hanya berteman.Sarah tampak berontak dari genggaman temannya, tanpa sengaja melepaskan topeng yang dipakai oleh temannya. Tubuh Jess

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Twelfth

    Sarah mengerjapkan matanya beberapa kali yang terasa panas. Setiap kedipan membawa rasa panas yang tidak nyaman. Sarah memperhatikan sekitar, tidak mengenali kamar tempat dia tidur. Sarah mencoba untuk bangun, tetapi kepalanya terasa amat pusing, akhirnya dia menidurkan tubuhnya kembali. Kamar yang kini ditempatinya didominasi oleh warna hitam dan putih. Di depan ranjang yang Sarah tiduri terdapat satu sofa panjang dengan coffee table di depannya.Sarah memejamkan matanya, berharap rasa pusing yang menghantam kepalanya bisa segera pergi. Sarah masih memejamkan mata saat mendengar suara pintu terbuka dan langkah kaki yang mendekat. Lalu sebuah tangan menyentuh dahinya. Tangan itu terasa dingin di kulitnya. Sarah membuka mata. Meski penglihatannya sedikit buram, Sarah tahu kalau seseorang di depannya adalah William.Seketika Sarah teringat kejadian sebelumnya. Sarah ingat dia pergi ke pesta topeng yang diadakan oleh kolega William. Sarah juga ingat meminum champagne.

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Thirteenth

    Layar laptop menampilkan data-data pengeluaran dan pemasukan bulan ini, tetapi Remi tidak memperhatikan sedikit pun. Matanya memang tertuju ke sana, tetapi pikirannya berkelana ke malam pesta topeng. Remi sempat mengikuti William yang tengah membawa perempuan dari acara lelang saat itu. Namun, dia kehilangan jejak William karena seorang kolega yang menghampirinya dan mengajak berbincang. Remi tentu saja memilih menetap. Dia tidak bisa menghancurkan perusahaan yang dibangunnya dengan susah payah hanya karena seorang perempuan. Terakhir kali Remi melihat William saat lelaki itu pergi ke belakang tembok berisi lukisan sepasang kekasih yang tengah berdansa.Saat Remi tiba di tangga, dia tidak menemukan William, atau jejak ke mana koleganya itu pergi. Justru Remi menemukan Jessica tengah berdiri di tengah tangga tanpa melakukan apa pun. Keduanya berakhir berbincang bersama beberapa kolega lain dan berdansa. Remi sama sekali tidak bertemu dengan William sampai dirinya mendapat ka

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fourthteenth

    Sarah memasukkan ayam krispi ke dalam mulutnya lalu tersenyum senang. Setelah selama dua hari penuh dia hanya memakan sup labu dan minum air hangat, akhirnya Sarah bisa memakan makanan lain. Tubuhnya sekarang sudah segar bugar. Tadi pagi bahkan Sarah sudah memasak sarapan untuk dirinya dan William. Sebelum William berangkat ke kantor, Sarah sempat meminta uang untuk membeli beberapa bahan makanan yang habis karena minggu ini tidak ada orang yang mengirim. Uang sisanya Sarah belikan ayam krispi.Setelah memakan habis makanannya, Sarah beralih untuk bersih-bersih rumah. Karena tidak ada banyak barang atau ruangan yang dipakai, pekerjaan Sarah tidak terlalu berat lantaran memang sudah bersih. Ada satu ruangan yang membuat Sarah merasa kagum. Berisi satu layar besar untuk menonton film dan sofa bed. Sarah melihatnya seperti bioskop yang kadang-kadang dia datangi saat punya uang lebih. Home theater itu tidak Sarah bersihkan karena memang tidak ada sedikit pun debu di sana.

Bab terbaru

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fifty-Seventh

    Cermin yang memantulkan dirinya sendiri itu membuat Sarah kagum. Sarah tidak pernah menyangka kalau dia akan mengenakan gaun putih yang bagian bawahnya mengembang. Gaun pengantinnya terbuka di bagian bahu dengan tangan yang berbentuk balon. Ada hiasan bunga-bunga kecil di bagian atas dan bawah gaunnya yang juga berwarna putih.Rambut Sarah disanggul dan dihias menggunakan tiara. Tudung transparan dijepit di sanggulnya dan jatuh ke bawah dengan lembut hingga mencapai paha. Sarah mendekatkan diri ke cermin untuk melihat riasannya. Tidak terlalu mencolok, tetapi juga bukan riasan yang sederhana. Bibirnya diberikan lipstik berwarna merah muda.Sarah menarik napas panjang untuk meredakan detak jantungnya yang menggila. Dua bulan lalu William mengumumkan perempuan pilihannya di konferensi pers dan meyakinkan Sarah begitu kembali dari kantor. Tiga hari setelahnya dihabiskan William untuk menanyakan pada Sarah seperti apa pernikahan impiannya. Awalnya Sarah ingin membiarka

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fifty-Sixth

    Kantor William dipenuhi orang dari berbagai profesi. Pagi-pagi sekali sebelum matahari terbit, William sudah menghubungi Isa dan meminta sekretarisnya itu untuk mengadakan konferensi pers. Permintaan mendadak dari William membuat seluruh kantor menjadi sibuk. Dari mencari tempat yang pas untuk melakukan konferensi pers, mengundang wartawan, menyiapkan teks yang nantinya akan digunakan oleh William. Semua hal itu dilakukan dengan terburu-buru.William sendiri langsung berangkat dari rumah setelah dia menelepon Isa, meninggalkan Sarah yang masih berada di alam mimpi. Meski begitu, William sudah menyiapkan makanan untuk Sarah dari pagi hingga malam kalau nanti dirinya akan pulang larut malam seperti sebelumnya. Radio di mobil William tidak berhenti menyiarkan berita mengenai dirinya hingga membuat William muak dan mematikan radio.William bersyukur orang-orang yang masih setia bekerja untuk dirinya tidak mengeluh dan justru menyiapkan semua yang William butuhkan denga

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fifty-Fifth

    William memijat pangkal hidung sembari memejamkan mata. Kepalanya terasa pusing karena melihat layar komputer selama beberapa jam. Seharian ini dirinya sibuk melakukan berbagai rapat dengan perusahaan-perusahaan yang sudah lama bekerja sama dengannya. William mencoba mempertahankan perusahaan yang sudah mendukung perusahaan miliknya sejak masih di bawah kepemimpinan sang ayah. Perusahaan yang baru-baru ini bekerja sama dengannya kebanyakan memutuskan kontrak karena tidak ingin kena dampak dari masalah yang William alami.Tiga jam lalu Isa sudah pamit untuk pulang dan William mengiyakan. Dia tidak ingin memberikan beban pada siapa pun yang bekerja dengannya karena masalah yang William buat sendiri. Tangan William menggebrak meja saat mengingat kembali berita tersebut, terutama konferensi pers yang dilakukan oleh Jessica. Selanjutnya William terkekeh. William merasa dirinya begitu bodoh saat mengenang kembali apa yang dirinya dan Jessica lakukan. Padahal sejak awal Jessica re

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fifty-Fourth

    Rasa puas menyelimuti hati Remi sejak pertama kali berita tentang William dan Jessica tersebar. Uang yang dirinya keluarkan seakan tidak berarti apa-apa saat melihat kesuksesan berita tersebut. Remi yakin sekali William akan sulit untuk mengelak berita tersebut, apalagi foto yang diambil dari orang suruhan yang terlihat amat jelas. Remi bahkan sampai berdecak kagum saat melihat hasil foto itu.Wajah William dan Jessica terlihat jelas. Interaksi mereka pun tidak akan membuat orang lain salah mengenali. Remi terkekeh mengingat saluran televisi yang semuanya menayangkan berita yang sama. Hati Remi makin diselimuti rasa senang karena belum adanya tanggapan dari William. Hanya undangan rapat yang dikirimkan Isa ke Thena. Remi menolak undangan tersebut. Bisa dibilang Remi adalah salah satu tokoh utama di berita panas tersebut, jadi wajar saja kalau dirinya menolak undangan rapat William. Akan aneh kalau dirinya justru menerima undangan tersebut.Dari pagi hingga sore tid

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fifty-Thrid

    Sarah melangkahkan kaki turun dari tangga menuju dapur. Dia baru saja bangun dari tidur panjangnya. Sejak mengetahui kalau Sarah tengah mengandung, William tidak pernah membangunkan Sarah pagi-pagi untuk membuat sarapan. Kadang William sendiri yang memasak sarapan untuk Sarah, atau kalau tidak sempat, William akan memesan makanan untuk Sarah begitu Sarah mengirimkan pesan kalau dirinya sudah bangun.Kali ini tidak ada sarapan yang tersedia di tempat pemanas, tetapi Sarah yakin makanan akan datang beberapa menit lagi. Untuk mengisi perut kosongnya yang sedikit membuncit, Sarah mengambil buah dari dalam kulkas yang semalam dia kupas. Sarah duduk di kitchen island sembari bermain permainan yang baru diunduh di ponselnya. Mata Sarah melirik ke jam yang berada di layar atas ponselnya, sudah hampir tengah hari, tetapi tidak ada makanan apa pun yang datang. William bahkan tidak membalas pesan Sarah.Sarah memutuskan untuk memasak makanannya sendiri karena berpikir kalau W

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fifty-Second

    William sudah mengirimkan pesan pada Isa setelah tiba di rumah kemarin kalau hari ini dia tidak akan datang ke kantor. Semua dokumen yang belum sempat dibawa William minta untuk dikirimkan ke rumahnya. Setelah mengetahui fakta kalau Sarah tengah mengandung dan melihat sendiri gejala tersebut pada Sarah, William memutuskan untuk tetap di rumah dan menemani Sarah.William tidak tahu sudah berapa menit berlalu sejak dirinya membuka mata. Yang jelas cukup lama hingga cahaya matahari sudah menembus tirai jendelanya. Selama itu yang dilakukan William hanyalah tidur menyamping dan memperhatikan wajah damai Sarah. Sesekali tangan William terulur untuk mengusap lembut pipi Sarah.Mata William yang sejak tadi menatap wajah Sarah beralih ke perut Sarah saat perempuan itu bergerak dalam tidurnya dan mendorong selimut. Kaus yang dikenakan Sarah sedikit terangkat, memperlihatkan perutnya yang masih rata. William lagi-lagi mengulurkan tangan, tetapi kali ini untuk mengusap perut

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fifty-First

    Di depan meja William kini terdapat sebuah piring yang berisi dua roti lapis dan secangkir kopi hitam. Isa baru saja membawakan makan siang William lima menit yang lalu, dan William sedang merapikan dokumen agar tidak ada kejadian tidak mengenakkan nantinya. William melihat ponselnya yang masih belum ada kabar dari Sarah. William mengasumsikan kalau Sarah masih tidur di rumah.Selesai membereskan semua dokumen dan mejanya lumayan luang sekarang. William mendaratkan bokongnya di kursi lalu menarik piring dan cangkirnya mendekat. Dia menatap roti isi, mencoba mencari tahu apa saja isi roti tersebut, lalu memakannya. Kepala William mengangguk saat dia merasakan berbagai macam rasa yang ada di roti isi tersebut. Bukan rasa yang mewah, tetapi lumayan memanjakan lidah William.Pikiran William melayang kepada Sarah. Wajah Sarah yang terlihat sangat pucat pagi tadi masih saja menghantui William. Apalagi Sarah yang sempat pergi dua kali ke kamar mandi untuk memuntahkan isi perutnya yang masih

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Fiftieth

    Biasanya Sarah sudah bangun sebelum William membuka matanya. Namun, beberapa hari belakangan ini Sarah malas sekali untuk bangkit dari ranjang. Sarah tidak mengerti kenapa dirinya selalu merasa lemas dan pusing. Tubuhnya terasa amat berat untuk bangkit dari ranjang. Meskipun begitu, Sarah tetap berusaha memasak sarapan.Kali ini Sarah masih berpeluang di dalam selimut saat William beranjak menuju kamar mandi. Suara pancuran air terdengar tidak lama kemudian. Sarah mencoba untuk melawan rasa malamnya dan berusaha bangun dari ranjang. Cukup susah, tetapi Sarah berhasil. Dia mengambil jubah tidur lalu memakainya. Sarah pun berjalan turun ke dapur.Sarah mengambil empat butir telur, sosis, dan bacon. Sarapan yang sudah Sarah masak selama tiga hari berturut-turut karena Sarah tidak menemukan ide sarapan lain. Untungnya William tidak pernah bicara apa pun soal menu sarapan yang sama selama tiga hari ini. Sarah mulai memecahkan telur ke dalam mangkuk. Dia mengambil sejumlah garam untuk ditab

  • Terpikat Pesona Tuan Presdir   Forty-Ninth

    Berbagai macam produk kecantikan berjejer rapi di atas wastafel. Jessica mengambil salah satu botol berukuran kecil yang bentuknya seperti dot bayi lalu menuangkan isinya ke telapak tangan. Dia mengusapkan cairan bening itu ke seluruh wajahnya dengan merata dan secara perlahan. Rutinitas yang sering kali Jessica lakukan sehabis mandi dan sebelum tidur. Jessica selalu berusaha untuk menjaga wajahnya tetap bersih dan mulus agar tidak mengganggu pekerjaannya nanti.Rambut perempuan itu masih basah setelah selama beberapa menit diguyur di bawah pancuran air. Air bahkan masih mengucur dari rambut Jessica menuju jubah mandi yang dipakainya. Setelah selesai mengaplikasikan semua produk tersebut ke wajah, Jessica mengambil hair dryer. Dia mencolokkan kabel hair dryer ke stopkontak yang berada di ujung wastafel. Jessica mengatur hair dryer tersebut sebelum mulai mengeringkan rambutnya.Tangan Jessica memang sibuk memegang hair dryer, tetapi matanya mengarah ke ponselnya yan

DMCA.com Protection Status