Sesampai di rumah. Risa melihat Gilang dan Daniel sedang duduk di sofa tamu. Mereka duduk dengan seorang lelaki yang bermata sipit persis seperti Daniel."Sayang, kenalkan. Ini Jason. Suami Rachel!" Gilang memperkenalkan laki-laki tersebut pada Risa."Jason, kenalkan. Ini istriku Risa."Risa dan Jason saling berjabat tangan. Gilang pun mempersilahkan semua yang berada di ruangan tersebut duduk di sofa yang melingkar di ruang tamu.Risa lalu duduk disamping Gilang. Sedangkan Cinta duduk di seberang sofa yang berhadapan dengan Daniel."Sayang, ajak Carisa masuk ke Kamar, ya. Mandi, dan istirahat," ujar Risa pada kedua bocah yang duduk manis di pangkuan Gilang dan Daniel. Risa sangat yakin jika Daniel pasti ingin berbicara dengan cinta secara rahasia dan mereka tidak ingin kemesraan mereka terganggu oleh kehadiran Carissa. Risa lalu memanggil Bik Jum dan Bik Asih untuk mengurus keperluan Carisa dan Amira."Tolong urus mereka berdua ya, Bi. Kami ingin membicarakan sesuatu yang penting,"
"Gi, untuk sementara waktu, perusahaan kamu saja yang handle. Kakak benar-benar enggak kuat harus datang ke kantor dengan kondisi mabuk seperti ini," ujar Gilang sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar.Semenjak kepergian Daniel dan Cinta, Gilang kembali merasakan mabuk yang teramat sangat hebat. Lelaki itu berkali-kali memuntahkan isi perutnya sepanjang pagi. Alhasil tubuhnya terasa lemas dan dia tidak kuat untuk melakukan aktivitas.Risa merasa kasihan melihat Gilang yang tersandar di dinding kamar mereka. Sempat terpikir olehnya seandainya dia memiliki keahlian dalam menguasai perusahaan seperti Cinta, pastilah yang tidak akan kesulitan mencari orang yang tepat untuk menggantikan posisinya di perusahaan ketika sedang sakit seperti saat ini."Aku sih nggak masalah Kak menghandle perusahaan sementara waktu. Tapi apa relasi bisnis Kakak tidak keberatan dengan hal ini?" Tanya Gio sambil mengerutkan keningnya."Aku rasa enggak. Udahlah. Pokoknya kamu handle saja ruangan Kakak da
"Pagi, Sayang!" Gilang mengecup kening Risa lembut."Pagi, Sayangku!" Risa membalas mencium pipi suaminya itu dengan mesra."Kamu mau makan seblaknya? Kakak panasin dulu, ya!" ujar Gilang beranjak dari tempat tidur."Kak ...!" Risa menahan pergerakan Gilang. Lalu menggeleng perlahan.Gilang mengerutkan keningnya. "Maksudnya?" tanya Gilang bingung."Aku udah nggak mau seblak," jawab Risa dengan wajah tanpa dosa.Gilang menghela napas berat. Lalu tersenyum dan mengecup pucuk kepala istrinya itu dengan hangat."Oke!" jawab Gilang singkat.***Risa semakin menikmati masa kehamilannya itu. Menikmati setiap gerakan si kembar yang menggeliat. Bahkan terkadang menendangnya dengan keras."Hey, Galih mau jadi pemain sepak bola?" Gilang mengecup perut Risa yang memperlihatkan gerakan si kembar di balik perut buncit istrinya itu."Apaan, sih, Kak?" Risa memukul bahu Gilang pelan."Habisnya Galih aktiv banget. Nendang-nendang kamu terus!" Gilang mengusap lagi pergerakan si kembar."Belum tentu itu
"Kak, ada Mama dan Papa," ujar Risa menoleh ke arah sepasang suami istri itu. Pak Adiguna dan istrinya sangat bahagia menyambut kedatangan si kembar. Sepasang suami istri itu sepertinya sudah melupakan kebencian mereka kepada Risa setelah kedua bayi mungil itu terlahir ke dunia.Papa dan Mamanya Gilang lalu membawa Si Kembar masuk ke dalam kamar mereka. Kamar yang sudah Risa dan Gilang hias dengan berbagai pernak pernik dan lukisan dinding yang Indah. Kamar itu sangat luas. Gilang sengaja mendesain dengan model seperti itu. Supaya kedua bayinya merasa nyaman.Kamar itu didesain dengan dua warna yang berbeda. Warna biru yang diletakkan di dinding di dekat box Galih. Disertai dengan aneka lukisan gambar robot dan Doraemon.Sedangkan di dinding yang lainnya dicat berwarna merah muda yang dilukis berbagai macam bunga dan princess yang begitu cantik. Kamar tersebut diberi pembatas berwarna putih yang terbuat dari kain tirai yang begitu indah.Risa dan Gilang memang sudah mempersiapkan desa
"Gue mau belajar mandiri!" "Yakin?" Gilang menatap adiknya itu dengan seksama."Yakin, dong. Gue pengen sukses kayak Lo. Kalau gue terus-terusan tinggal di rumah ini. Gue gak bakalan ngerasain susahnya hidup," sahut Gio mantap.Gilang meletakkan sendok di piring, menghentikan suapannya. Dan menatap Gio dengan serius."Emangnya Lo udah mau nikah?" Pertanyaan Gilang membuat Gio tersentak. Pemuda itu terbatuk-batuk, Risa pun segera menyodorkan segelas air putih."Lo apa-apaan, sih, Kak?" ujar Gio setelah meneguk air putih yang diberikan oleh Risa."Kali aja," jawab Gilang singkat."Lo mau tinggal di mana?" Gilang melanjutkan makannya."Dekat kantor, sih, Kak. Supaya bisa jalan kaki nanti ke kantornya." sahut Gio lagi."Jalan kaki?" Risa dan Gilang bertanya bersaamaan."Ada yang salah?" Gio menyipit."Terserah Lo, deh!" Gilang menyudahi sarapannya.Sebelum berangkat kerja, Gilang selalu membesuk bayi kembarnya yang sangat mungil. Rumah itu benar-benar terasa ramai sejak kehadiran bayi
Pagi-pagi sekali setelah melaksanakan ibadah salat subuh, Gilang mengambil ponselnya dan berdiri di balkon kamar. Lelaki itu berencana untuk menghubungi Daniel dan meminta sahabatnya itu datang ke acara tasyakuran Galuh Dan Galih."Gila bener si Daniel. Tadi malam telepon Risa nggak diangkat sama cinta. Sekarang telepon gue pun nggak diangkat sama dia." Gilang merasa heran karena biasanya Daniel sudah mengangkat telepon di jam seperti saat itu."Halo, ada apa, Lang?" Daniel langsung bertanya kepada Gilang di seberang telepon."Lo gempur Cinta Sampai berapa kali tadi malam? Sampai Cinta nggak nerima telepon istri gue dan pagi ini lo terlalu lama menerima telepon dari gue."Daniel terkekeh di seberang telepon. Lelaki itu menatap ke arah istrinya yang tengah sibuk meracik sayuran."Gue rasa lo udah tahu jawabannya. Jadi lo nggak perlu lagi bertanya-tanya pada gue.""Sialan loh.""Ada apa nih? Tumben banget sehabis salat subuh Lo langsung menghubungi gue?" Daniel kembali bertanya kepada G
"Ramadan tahun ini aku pengennya kita berkumpul di rumah utama." Gilang membuka percakapan saat sarapan bersama anak dan istrinya.Risa menatap Gilang sesaat. Sudah cukup lama mereka tidak kembali ke rumah utama meskipun Pak Adiguna dan istrinya sudah merestui pernikahan Risa dan Gilang.Bukan karena Risa tidak merasa nyaman tinggal bersama mertuanya, tapi karena memang Gilang merasa lebih betah tinggal di rumah peninggalan Gading. "Aku sih terserah Kakak aja maunya gimana. Kalau memang Kakak inginnya kita melewati Ramadan di rumah Mama aku tetap setuju saja," sahut Risa penuh keyakinan.Gilang merasa lega mendengar ucapan Risa. Tiba-tiba saja dia ingin menghabiskan masa Ramadan di rumah utama yang meninggalkan banyak kenangan di masa kecilnya bersama Gading dan Gio. Lelaki itu pun segera meminta kedua asisten rumah tangga untuk bersiap-siap karena selama satu bulan penuh mereka akan meninggalkan kediaman saat ini."Kenapa kita kembali ke rumah utama? Apa kira-kira Oma dan opa tidak
Risa yang sedang membawa secangkir kopi dari dapur begitu tercengang mendengar gumaman yang meluncur dari bibir Gilang. Dia tidak menyangka jika ternyata suaminya masih mengingat Mega. Rasa kecewa seketika menjalar di dalam dada Risa karena ternyata Gilang telah membohonginya.Risa meletakkan secangkir kopi di atas nakas dan pergi keluar kamar. Dia tidak ingin mengganggu ketentraman Gilang yang tengah mengenang Cinta pertamanya. Perempuan itu pun segera masuk ke dalam kamar si kembar dan memeluk kedua bayinya dengan erat."Aku pikir kamu benar-benar mencintaiku, tapi ternyata sampai sekarang kau masih mengingat Mega dan masih mengharapkan Mega berada di sisimu." Risa bergumam lirih sambil meneteskan air mata.Perempuan itu tidak ingin melihat lebih jauh Apa yang diucapkan oleh Gilang di balkon kamar. Dia sudah merasa sangat sakit hati mendengar Gilang yang masih mempertanyakan tentang kebahagiaan Mega di alam sana."Padahal sudah jelas-jelas Kak Gilang tahu bahwa Mega dan Kak Gading s
Risa memarkirkan mobil di halaman sekolah yang bercat merah putih tersebut. Ia memasuki ruangan yang di tuju. Acara belum di mulai. Ia memilih duduk di deretan bangku paling depan. Setelah menunggu beberapa menit, Acara pun di mulai. Kepala sekolah menyampaikan pidatonya tentang perkembangan sekolah dan meminta maaf atas nama seluruh majelis guru jika pernah menyinggung perasaan wali murid. Tibalah saatnya pengumuman siswa berprestasi dengan nilai terbaik. "Siswa tersebut adalah ..." Hening "Amira Syakila Gading Putri" Air mata Risa meluncur dengan deras membasahi pipi. Amira naik ke atas panggung, menerima piala dan berjalan menuju mikropon yang telah di sediakan. Amira menunduk sebelum berbicara. Setelah mengangkat wajahnya, Risa baru tahu kalau putrinya itu sedang menangis. "Piala ini .. Amira persembahkan untuk Bunda. Bunda yang telah menjaga dan merawat Amira dengan baik dan penuh kasih sayang. Bunda yang begitu tulus menyayangi Amira. Bunda yang begitu sabar dan tabah
Dear Diary ...Sejak awal pertama aku dilelang oleh Tante Tika, aku tidak pernah menyangka kalau hidupku akan menjadi seperti saat ini.Dinikahi laki-laki yang tidak dikenal bukanlah impianku. Namun, aku selalu berharap, untuk bisa mengabdi pada laki-laki yang telah mengikatku pada ikatan pernikahan yang suci.Sejak pertama kali Kak Gilang menggenggam erat tanganku, aku merasa terlindungi. Aku jatuh cinta padanya. Walaupun sikap Kak Gilang sangat dingin padaku, aku merasa nyaman dengan perhatian dan ketegasannya.Aku merasa terluka saat tahu Kak Gilang memilki seorang ratu di dalam hatinya. Aku berharap, dan selalu berdo'a agar Kak Gilang bisa membuka hatinya untukku dan melupakan cinta di masa lalunya.Cinta membawa keajaiban. Kak Gilang yang dahulu sangat dingin, perlahan mulai sedikit mencair dengan seringnya kami merajut kasih. Dan yang membuat aku sangat bahagia adalah ketika Kak Gilang mengatakan bahwa dia sangat mencintaiku. Dan aku adalah cinta pertama dan terakhir baginya.Na
"Aku tidak ingin Kakak terus-terusan membicarakan tentang kematian. Kita pasti akan menjaga anak kita dengan bersama-sama." Risa membingkai wajah Gilang dan kembali mencium pipi suaminya itu dengan mesra.Lisa meraba dadah Gilang yang terkena bekas tembakan dan dia merasakan bahwa detak jantung Gilang yang sudah semakin melemah."Jantungku akan berhenti berdetak. Tapi, kamu harus terus maju. Jangan pernah berpikir kalau kamu seorang diri membesarkan anak-anak. Karena aku akan selalu menyelimutimu dengan cinta." Gilang menatap Risa dan mengusap air mata istrinya itu yang semakin deras mengalir."Jangan pernah sakiti dirimu dengan memori tentang kita. Karena aku akan selalu mencintaimu. Aku akan selalu ada dalam hatimu, menemanimu. Karena yang akan pergi, hanya ragaku saja. Tapi jiwaku akan selalu ada ...!""Kak ... Tolong. Berhenti bicara seperti itu!" Risa berhambur memeluk suaminya itu. Gilang mendekap tubuh Risa dengan erat. Membelai rambutnya dan mencium kening istrinya itu berkali
Risa dan Gilang sampai di Villa ketika matahari hampir terbenam. Gilang terlihat sangat lemah. Sesekali dia memegang dadanya. Setiap Risa tanya kenapa? Gilang berkata dia baik-baik saja.Mereka duduk di bangku panjang di Balkon kamar yang dulu pernah mereka tempati untuk merajut kasih. Gilang berkata ingin melihat matahari terbenam. Senyum terbit di wajah Gilang. Senyum itu sangat manis. Namun, seperti menyimpan sebuah luka."Kamu bahagia menikah denganku?" Gilang menoleh ke arah Risa sesaat. Lalu kembali menatap matahari yang semakin hilang dan meninggalkan semburat berwarna merah. "Sangat. Aku sangat bahagia. Kebahagiaanku selama hidup adalah menjadi istri Kakak," jawab Risa dengan uraian air mata."Kakak sendiri? Apa Kakak bahagia?" tanya balik Risa.Gilang menatap Risa, lalu mengecup kelopak bibir istrinya itu dengan hangat. Risa pun memejamkan mata menikmati kecupan yang diberikan oleh suaminya itu. Risa merasakan sentuhan bibir Gilang yang kali ini terasa berbeda. Entah mengapa
Beberapa saat kemudian, Perawat membawa Gilang menuju ruang ICU. Risa dan keluarga Gilang di larang untuk masuk. Dan mereka harus menunggu di luar.Risa semakin gelisah. Perasaan takut semakin menghantuinya. Ia ingin segera bertemu Dengan Gilang. Perempuan itu sudah sangat rindu pada suaminya dan ingin melihat kondisi suaminya itu.Sementara itu, Pak Adiguna dan Gio merasa gelisah karena pihak polisi tak kunjung datang ke rumah sakit. Padahal baik Pak Adiguna maupun pihak rumah sakit sudah menelpon pihak polisi sejak setengah jam yang lalu."Apa sebaiknya aku telepon lagi polisi itu?" Dio hendak merogoh ponselnya di dalam saku celana. Namun Pak Adiguna menahan pergerakan putranya karena khawatir pihak polisi menganggap mereka tidak mempercayakannya.Mereka semua merasa gelisah karena satu-satunya kunci untuk mengetahui apa yang terjadi dengan Gilang adalah pihak polisi.Della pun sudah datang kembali ke rumah sakit karena ketiga anak Risa sudah tertidur dengan pulas."Kak, polisinya d
"Mati kau Gilang! Lebih baik kau mati dari pada menambah luka hatiku!" Allea tertawa terbahak-bahak."Allea ....!" Gilang memegangi dadanya.Risa terkejut ketika tiba-tiba Gilang meraba dadanya dan ...Darah mengalir dengan deras."Kakak ...! Ya Allah." Air mata Risa mengalir dengan deras. Dia tidak kuasa melihat Gilang yang bersimbah darah."Alea. Kamu sudah gila!" Mamanya Gilang membantu Risa menyanggah tubuh Gilang yang hampir tumbang."Kita akan mati bersama-sama, Gilang. Aku mencintaimu!"Dhuarr ...!Alea menembakkan pistol tersebut ke dadanya. Mata Alea melotot, dengan darah segar mengalir deras dari mulutnya.Alea ambruk ke lantai. Dengan pistol yang masih di tangannya. Alea merenggang nyawa."Allea ....!" Mamanya Gilang terkejut ketika melihat Allea yang benar-benar sudah tidak berkutik dan sudah mati.Risa memeluk tubuh Gilang yang bersimbah darah. Ia merasakan tubuh suaminya semakin dingin. "Gio... Cepat panggilkan ambulans!" Risa berteriak dengan lantang dan suara yang be
"Ya udah deh. Mama dan Papa nginap di sini." Nyonya Adiguna tersenyum membuat Gilang mencium punggung tangannya dengan takzim."Makasih, Ma. Pa."Gio hanya menggeleng melihat kelakuan kakaknya yang dianggap terlalu lebay. Risa pun sebenarnya merasa melihat Gilang yang memiliki karakter tidak sama dengan suaminya yang begitu tegas dan tidak manja."Gue balik dulu, Kak. Udah malam," ujar Gio melirik jam tangannya."Lo juga nginap di sini, Gi. Gue mohon," ujar Gilang dengan wajah memohon."Eh, Kak. Lo kenapa, sih? Melow amat?" Gio mengerutkan keningnya."Gue pengen aja, kita kumpul rame-rame kayak masih kecil dulu!" Gilang kembali merebahkan kepalanya di pangkuan Mamanya. Hal itu membuat Gio mengurungkan niatnya untuk pulang ke rumah.Akhirnya, malam itu mereka berkumpul bersama. Mereka bercengkrama dengan hangat. Risa sesekali ikut tertawa saat mendengar kekonyolan mereka bertiga ketika masih kecil.*****Pukul dua dini hari, Risa merasa tenggorokannya kering. Ia melihat gelas di atas n
Risa mengecek secara detail persiapan ulang tahun Galuh dan Galih yang dirayakan secara meriah. Gilang sengaja mengundang para relasi bisnis dan teman-temannya dalam perayaan kali ini.Sebelumnya, Gilang tidak setuju kalau ulang tahun anak-anaknya di rayakan dengan meriah. Setiap ulang tahun Amira, Galuh dan Galih, mereka memilih untuk merayakannya di panti asuhan. Berbagi kebaikan pada anak-anak yatim di sana.Namun, kali ini Gilang meminta Risa untuk mengadakan pesta ulang tahun yang meriah. Ketika Risa tanya alasannya, Gilang mengatakan kalau dia ingin melihat anaknya bahagia berada ditengah-tengah pesta. Risa merasa itu jawaban yang aneh. "Nggak biasanya Kak Gilang seperti ini," bisik Risa seorang diri.Gilang juga meminta Risa untuk mengundang anak-anak yatim dan panti asuhan yang sering mereka kunjungi. Gilang mengatakan, ia ingin mengajak anak-anak tersebut melihat pesta ulang tahun dan berbagi lebih banyak lagi.Gilang memang suka berbuat baik. Bahkan sampai Sekarang, Gilang
Prangggg ....!"Benar-benar sial! Tak ada satupun anak buahku di Indonesia yang bisa diandalkan. Mereka semua benar-benar bodoh. Tidak ada yang cerdas satupun!" Allea kembali membanting gelas berisi wine yang berada di tangannya.Dia baru saja mendapat kabar dari anak buahnya bahwa mereka sudah gagal menculik anak Gilang."Sepertinya memang harus aku sendiri yang turun tangan untuk menghabisi mereka. Aku tidak akan pernah lagi membiarkan hatiku sakit melihat Gilang berbahagia dengan keluarganya. Memang harus aku sendiri yang turun tangan dan menyelesaikan masalah ini." Allea menatap sinis pada foto Gilang yang masih terpampang di dalam kamarnya.Perempuan itu pun segera membuka aplikasi Traveloka untuk memesan tiket pesawat. Tak sabar lagi bagi dia ingin segera mengakhiri penderitaannya dan melihat penderitaan keluarga Gilang untuk kedepannya."Aku akan melakukan apapun yang aku yakini bisa membuatku bahagia. Aku tidak akan pernah membiarkan Gilang dan keluarganya hidup tenang. Mereka