“Kimberly? Apa kabar, Sayang?”
Seorang wanita paruh baya yang masih sangat cantik menyapa hangat Kimberly yang masuk ke dalam rumah. Maisie Davies—ibu tiri Kimberly yang terkenal ramah itu selalu bersikap baik pada Kimberly. Sayangnya, Kimberly tak pernah ramah pada Maisie. Seperti saat ini, Kimberly memasang wajah dingin kala Maisie menyapanya.
“Aku baik. Di mana ayahku? Apa dia masih di kantor?” Kimberly menjawab pertanyaan Maisie dengan nada yang dingin tapi tetap sopan pada ibu tirinya.
Senyuman di wajah Maisie terlukis. “Iya, Kimberly. Ayahmu masih di kantor. Tadi ayahmu bilang dia akan pulang terlambat. Belakangan ini ayahmu sibuk dengan project di perusahaannya yang terbaru.”
Kimberly mendesah pelan mendengar ucapan Maisie. Sudah tak heran dia mendapatkan jawaban seperti itu, karena dia tahu ayahnya itu terlalu sibuk dengan pekerjaan. Akan tetapi kesibukan ayahnya berbeda dengan Fargo. Bisa dikatakan ayahnya itu mencintai ibu tirinya. Setiap kali sibuk, ayahnya pasti akan memberikan kabar pada ibu tirinya, berbeda dengan Fargo.
“Aku ke sini ingin bertemu dengan Gilda. Di mana putrimu itu?” tanya Kimberly to the point.
“Kau mencari Gilda?” Maisie sedikit terkejut karena Kimberly mengatakan mencari Gilda.
Kimberly mengangguk singkat merespon ucapan Maisie.
“Gilda ada—”
“Mom, aku berangkat sekarang. Hari ini aku ada pemotretan.” Gilda, saudara tiri Kimberly melangkah mendekat pada Maisie, hingga membuat ucapan Maisie terpotong. Pun raut wajah Gila menunjukkan jelas keterkejutannya melihat Kimberly.
“Kau di sini, Kim?” tanya Gilda terpaksa basa-basi, tak suka melihat keberadaan Kimberly.
“Aku yakin kau tidak lupa ingatan. Ini adalah rumah ayahku. Aku berhak ada di sini,” ucap Kimberly dingin dan tak ramah.
Gilda mendecakan lidahnya seraya memutar bola mata jengkel mendegar respon Kimberly.
“Gilda … Kimberly ke sini karena ingin bertemu denganmu, Sayang,” kata Maisie hangat dengan senyuman ramah di wajahnya.
“Menemuiku? Ada apa kau menemuiku?” Kening Gilda mengerut.
“Kita bicara di luar. Tidak di sini,” jawab Kimberly dingin.
Gilda mendengkus kesal. Padahal hari ini dia terburu-buru tapi semua tertunda karena kedatangan Kimberly. Ingin sekali menolak, tapi Gilda tahu itu tidaklah bisa. Gilda sedang malas jika harus berdebat dengan saudara tirinya itu.
“Gilda, pergilah. Mungkin ada yang Kimberly ingin katakan penting padamu, Nak,” ujar Maisie hangat dan ramah.
Gilda menganggukkan kepalanya dengan raut wajah yang tampak masih kesal.
***
“Kau ingin bicara apa, Kim? Cepat katakan. Aku tidak memiliki waktu berlama-lama denganmu.” Gilda berseru dengan nada yang tak suka kala Kimberly membawanya ke taman belakang. Tampak tatapan mata Gilda sejak tadi menatap dingin Kimberly.
“Kau memiliki project apa dengan suamiku?” tanya Kimberly dingin dan to the point.
Raut wajah Gilda berubah mendengar ucapan Kimberly. Wajah wanita itu sedikit memucat. Akan tetapi pancaran mata Gilda langsung menunjukkan sifat yang tenang dan anggun. “Project yang pastinya melibatkanku sebagai seorang model. Mungkin kau bisa bertanya detail pada suamimu sendiri. Wait! Jadi kau menemuiku hanya karena ingin menanyakan hal ini? Oh, Kimberly. Apa kau takut aku akan merebut suamimu, hm?” sindirnya meledek.
“Jaga bicaramu! Aku sama sekali tidak takut!” sembur Kimberly terpancing emosi.
Gilda mengangkat bahunya tak acuh. “Jika kau tidak takut harusnya kau tidak perlu menginterogasiku. Lagi pula aku yakin, suamimu juga pasti banyak bekerja sama bisnis dengan para wanita. Seperti kau yang juga pasti memiliki rekan bisnis pria. Jadi tolong bersikap professional. Jangan cemburu tidak jelas.”
“Jangan ajarkan aku menjadi professional! Yang aku tahu kau dan Fargo tidak pernah dekat. Profesimu juga model. Tidak ada sangkut pautnya dengan perusahaan suamiku. Itu yang membuatku memiliki tanda tanya besar kenapa kalian bisa berkomunikasi? Apalagi Fargo mengatakan padaku kalian terlibat project bersama,” seru Kimberly tegas dan tatapan tajam pada Gilda.
Senyumana anggun di wajah Gilda terlukis kala Kimberly mulai mencurigainya. “Relaks, Kimberly. Kau bisa bertanya dengan suamimu project apa yang sedang aku jalankan dengannya. Jangan terlalu cemburuan. Asal kau tahu, para pria tidak suka hidup seperti berada di penjara. Kau bisa ditinggal jika kau terus-terusan bersikap cemburu tidak jelas. Alright, I’ve to go. Hari ini jadwalku cukup padat. Aku tidak memiliki waktu berlama-lama di sini.”
Setelah mengatakan itu, Gilda melenggangkan kaki melangkah dengan anggun meninggalkan Kimberly yang menatap dirinya tajam. Terlihat Gilda sama sekali tak peduli dengan tatapan tajam Kimberly yang melayang ke arahnya.
‘Shit!’ umpat Kimberly dalam hati.
Napas Kimberly memburu. Emosinya tersulut kala mengingat apa yang Gilda katakan tadi. Dia hendak meninggalkan tempat di mana dia berada, tapi tiba-tiba terdengar suara dering ponsel. Tanpa pikir panjang, dia menjawab panggilan telepon itu.
“Hallo?” jawab Kimberly kala panggilan terhubung.
“Kimberly? Kau di mana? Malam ini kau ingatkan, kita harus menghadiri pesta ulang tahun Jennisa Mared?” ucap suara wanita yang begitu familiar.
Mendengar suara yang familiar itu, membuat Kimberly mengalihkan pandangannya pada layar ponselnya. Embusan napas panjang terdengar. Benar dugaannya, pasti yang menghubunginya adalah Carol—teman sekaligus partner kerjanya.
“Carol, kau pergi sendiri saja. Lagi pula, selama ini Jennisa Mared jauh lebih banyak mengenalmu daripada aku. Sampaikan saja salamku untuknya. Katakan aku tidak bisa datang karena banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan.”
“Astaga, Kim. Tidak bisa seperti itu. Jennisa Marred akan menjadi brand ambassador di perusahaan yang baru saja kita dirikan. Kita wajib datang, Kim. Tidak enak kalau kau tidak datang. Terakhir aku sudah bilang padanya kalau aku akan datang bersama denganmu. Please, Kimberly, jangan konyol.”
“Carol, aku tidak bisa—”
“Kim, aku tidak mau tahu. Kau wajib datang. Awas saja kalau kau tidak datang. Ya sudah aku tutup dulu. Sampai bertemu nanti malam.”
Kimberly mengumpat kala Carol memutuskan panggilan secara sepihak. Padahal dirinya belum selesai bicara. Ya, Kimberly baru mengingat malam ini dia memiliki janji dengan temannya menghadiri pesta ulang tahun Jennisa Mared—sang model ternama yang sebentar lagi akan menjadi brand ambassador perusahaannya yang baru saja didirikannya bersma dengan Carol.
***
Kilat kamera terarah pada para tamu undangan yang hadir dalam pesta ulang tahun Jennisa Mared—sang model internasional terkenal. Para artis ternama dan pengusaha kelas atas menghadiri pests ulang tahun Jennisa Mared. Para undangan yang turut hadir bukan dari kalangan biasa. Tak heran jika banyaknya wartawan yang ada di acara tersebut.
Mobil Kimberly baru saja tiba di lobby hotel bersamaan dengan Carol yang juga datang bersama dengan sopir. Malam ini Carol tak membawa mobil sendiri, karena biasanya Kimberly akan selalu mengantarnya pulang.
Senyuman ramah di wajah Kimberly terlukis kala para wartawan mengambil gambarnya. Pun Carol turut tersenyum ke arah kamera. Kedua wanita itu berpenampilan sangat cantik dan menawan.
Malam ini Kimberly tak datang bersama dengan Fargo. Ada dua alasan Kimberly tidak mengajak Fargo. Pertama, dia yakin Fargo pasti sibuk. Kedua, dia malas mendapatkan penolakan dari Fargo. Hal itu yang membuat Kimberly memutuskan untuk mendatangi pesta ini hanya ditemani dengan Carol saja.
“Kimberly, aku suka sekali dekorasi pesta ini. Hiasan batu Swarovski dan mawar putih yang sangat cantik,” guman Carol setengah berbisik pada Kimberly.
“Ya, dekorasi ini sangat cantik.” Kimberly mengakui itu. Pesta ulang tahun Jennisa Mared terbilang mewah dan berkelas. Hiasan bunga mawar putih dan Swarovski membuat pesta ini benar-benar elegan.
Tak lama kemudian, perhatian semua orang teralih pada sosok pria dan wanita yang masuk ke dalam ballroom hotel. Kilat kamera langsung menyorot pada pasangan yang tampak sempurna itu. Kimberly dan Carol turut mengalihkan pandangan mereka pada pasangan yang baru datang. Namun tiba-tiba raut wajah Kimberly berubah melihat sosok pria tampan yang baru saja datang. Wajah wanita itu memucat. Tubuhnya mematung menunjukkan jelas pancaran mata keterkejutannya.
“Oh, My God. Kimberly, ternyata Jennisa Mared sedang dekat dengan Damian Darrel. Wait, Damian adalah Paman tiri suamimu, kan? Dia itu pria paling tampan dan berpengaruh di Amerika,” seru Carol antusias pada Kimberly
‘D-Damian?’ Kimberly mencetuskan nama itu dalam hatinya. Tenggorokannya tercekat. Lidahnya kelu. Bahkan Kimberly merasakan napasnya seperti ingin putus.
Sejenak, ingatan Kimberly tergali tadi siang dia tak sengaja melihat Damian bersama dengan wanita asing keluar dari toko perhiasan. Apa mungkin wanita asing yang dia lihat bersama dengan Damian adalah Jenisa Mared? Astaga! Kimberly merutuki otaknya yang malah memikirkan Damian. Harusnya dia tak usah peduli. Namun kenapa dia malah peduli seperti ini?
Saat Damian dan Jennisa semakin mendekat, buru-buru Kimberly memasang wajah yang seolah acuh dan tak peduli. Padahal sejak tadi jantung Kimberly berdetak tak karuan bahkan nyaris berhenti.
“Hi, Nona Carol, Hi Nyonya Kimberly. Terima kasih sudah datang di pesta ulang tahunku,” ucap wanita cantik—yang bernama Jennisa Mared.
“Just call my name please,” pinta Kimberly dengan senyuman canggung, tapi tetap anggun.
“Yes, Jennisa. Cukup panggil nama kami saja,” sambung Carol yang sependapat dengan Kimberly.
“Baiklah.” Jennisa tersenyum hangat dan ramah pada Kimberly dan Carol.
Damian terdiam menatap Kimberly yang tampak begitu gelisah. Perlahan senyuman di wajah tampannya terlukis. Tak pernah dia sangka akan kembali bertemu dengan Kimberly. Well, sepertinya ini bukan hanya sekedar kebetulan.
“Ah, ya, aku lupa mengenalkan. Kimberly, Carol, ini Damian Darrel,” ucap Jennisa memperkenalkan Damian pada Kimbery dan Carol.
“Damian, ini Kimberly dan Carol,” ucap Jennisa lagi memperkenalkan Kimberly dan Carol pada Damian.
“Aku sudah mengenalnya,” jawab Damian yang sontak membuat Jennisa terkejut.
“Kau sudah mengenal mereka?” ulang Jennisa memastikan.
“Kimberly adalah istri Fargo Jerald, keponakan Damian,” sambung Carol seraya menatap Jennisa.
“Oh, astaga aku sampai tidak tahu. Maaf.” Jennisa tersenyum ramah pada Kimberly.
Jennisa menunjukkan senyuman ramah, lain halnya dengan Kimberly yang memasang senyuman canggung pada Jennisa. Sungguh, ingin sekali Kimberly meninggalkan tempat ini.
“Kimberly, harusnya tadi kau mengajak suamimu ke sini,” ucap Jennisa hangat.
“Fargo sibuk. Jadi aku ke sini bersama dengan Carol saja,” jawab Kimberly berusaha untuk tenang.
“Ya sudah, lain waktu nanti kita makan siang bersama, ya? Aku dan Damian, lalu kau dan Fargo,” balas Jennisa yang membuat Kimberly sedikit salah tingkah.
“Hm, boleh,” jawab Kimberly dengan senyuman palsu.
Percakapan terjalin antara Jennisa dan Carol. Kedua wanita itu membahas tentang project pekerjaan yang akan diadakan bulan depan, sedangkan Kimberly satu-satunya yang tak bisa fokus kala membahas pekerjaan. Hal yang membuat Kimberly tak fokus adalah Damian sejak tadi menatapnya begitu dalam.
Iris mata cokelat Damian begitu terhunus dan lekat bahkan seolah tengah menembakan laser pada Kimberly. Beberapa kali Kimberly membuang pandangannya agar tak melihat Damian tapi tetap saja wanita itu akan canggung dan semakin salah tingkah jika ditatap seperti itu.
“Maaf, aku ingin ke toilet sebentar.” Kimberly tak menunggu jawaban dari semua orang. Wanita itu langsung meninggalkan ballroom hotel—menuju ke arah toilet.
Di toilet, Kimberly mondar-mandir tidak jelas. Wanita itu menatap cermin seraya mengatur napasnya untuk menenangkan dirinya. Benaknya selalu berpikir kenapa dirinya sekarang harus dipertemukan lagi dengan Damian? Ya Tuhan! Padahal dia sudah selalu mengupayakan banyak cara untuk menjauh dari Damian tapi kenapa harus kembali dipertemukan lagi? Konyol! Ini benar-benar konyol! Kebetulan macam apa ini?
“Shit! Kenapa pria itu belum juga kembali ke Seattle?” gerutu Kimberly seraya memutar keran wastafel dan langsung membasuh wajahnya dengan air bersih.
“Aku tidak tertarik kembali ke Seattle. Aku menyukai berada di sini, Kim.” Suara berat memasuki toilet sontak membuat Kimberly terperanjat terkejut. Refleks, Kimberly mengalihkan pandangannya pada sumber suara itu.
“D-Damian? K-kau di sini? I-ni kan—”
“Toilet khusus wanita. I know.” Damian memotong ucapan Kimberly. Lantas pria itu mendekat pada Kimberly. Tepat di kala dia mendekat, wanita itu langsung melangkah mundur hingga punggungnya terbentur di dinding kamar mandi. Wajah Kimberly memucat kala Damian menghimpit tubuhnya membuat dirinya tak bisa bergerak sedikit pun.
“Damian! Menjauhlah dariku!” seru Kimberly emosi.
Damian tak mengindahkan ucapan Kimberly. Lebih tepatnya Damian tak mengindahkan perkataan wanita itu. Dia memilih melihat penampilan Kimberly yang sangat seksi. Dress pendek berwarna gold yang menunjukkan belahan dada. Membuat Damian tak bisa mengalihkan pandangannya dari wanita di hadapannya itu.
“Kau kenapa melihatku seperti itu!” seru Kimberly kala Damian tak henti-hentinya menatap seluruh penampilannya. Persis seperti seekor singa yang kelaparan.
Senyuman di wajah Damian terlukis. Pria itu membelai sedikit kasar pipi Kimberly sambil berbisik serak, “You’re so damn beautiful, Kim.”
Wajah Kimberly nyaris merona mendengar pujian Damian. Buru-buru dia menepis pikirannya. Dia kembali mengingat Damian adalah paman tiri suaminya. Tak hanya itu saja, tapi Damian sekarang menjalin hubungan dengan wanita lain. Kimberly tak mau mendengar berita skandal murahan yang melibatkan dirinya.
“Tolong hentikan omong kosongmu!” ucap Kimberly dingin dan penuh ketegasan.
“Aku tidak suka berbicara omong kosong.” Damian menarik dagu Kimberly, mendekatkan bibirnya ke bibir wanita itu. “Kau sangat cantik malam ini, Kim. Apa kau sengaja menggodaku?”
“Kau sudah gila! Siapa yang menggodamu! Lepaskan aku, Berengsek! Aku ingin pulang! Suamiku sudah menungguku!” sembur Kimberly emosi.
Damian terkekeh rendah. “Suamimu menunggumu? Benarkah itu? Bukannya suamimu tak pernah memedulikanmu? Kemarin saat di kantor saja aku mendengar kalian berdebat. Kau bisa menipu seluruh keluarga tentang hubunganmu dan suamimu baik-baik saja, tapi kau tidak bisa menipuku, Kim.”
“Suami istri bertengkar itu hal biasa!” seru Kimberly menegaskan. “Sekarang minggirlah. Aku ingin pulang. Kau juga ditunggu oleh kekasihmu. Jangan meninggalkannya. Ini hari ulang tahunnya.”
‘Kekasih?’ Damian mengerutkan keningnya kala Kimberly mengatakan kekasih. Ah, tiba-tiba benak Damian langsung tanggap siapa yang dimaksud oleh Kimberly. Perlahan senyuman di wajah Damian kembali terlukis. Tatapannya tak lepas menatap manik mata hazel Kimberly.
“Apa kau cemburu pada Jennisa, Kim?” bisik Damian serak tepat di depan bibir Kimberly.
“Untuk apa aku cemburu? Memangnya kau siapa sampai aku harus cemburu?” Kimberly menatap dingin dan tajam Damian.
Damian tak henti tersenyum. Pria itu tak langsung menjawab ucapan Kimberly. Dia malah mengamati wajah Kimberly yang menunjukkan kemarahannya. Namun amarah Kimberly itu terlihat seksi di mata Damian. Sejak awal dia tahu Kimberly bukanlah sosok wanita lemah lembut. Kimberly bagaikan harimau liar seksi yang memiliki pesona mengagumkan.
“Aku tahu kau cemburu, tapi satu hal yang harus kau ingat, wanita yang menjadi favorite-ku di ranjang hanya kau, Kimberly.”
Suara Damian berbisik dengan nada rendah dan serak tepat di depan bibir Kimberly. Tubuh gagah pria itu semakin menghimpit Kimberly, membuat wanita itu tak bisa bergerak sedikitpun darinya. Tampak sorot mata pria tampan itu menatap Kimberly dengan tatapan seperti singa lapar. “Berengsek!” Raut wajah Kimberly berubah mendengar ucapan vulgar Damian. Emosi Kimberly tersulut. Wanita itu hendak melayangkan tangannya menampar Damian, tetapi sayangnya gerak pria itu begitu cepat. Damian menangkap tangannya dengan mudah—lantas meletakan tangan wanita itu tepat di atas kepala.“Lepaskan aku, Bajingan!” Kimberly berontak sekuat tenaga.“Wanita sepertimu tidak cocok mengeluarkan kata-kata umpatan, Kim.” Damian mencium leher Kimberly, embusan napasnya menerpa kulit membuat tubuhnya meremang.Kimberly memejamkan matanya seraya menggigit kuat bibirnya kala embusan napas Damian sukses membangkitkan api gairah dalam dirinya. Shit! Kimberly merutuki tubuhnya yang malah seolah memberikan respon akan s
“Nyonya Kimberly, apa Anda tadi malam kurang tidur? Lingkar mata Anda sedikit gelap, Nyonya.” Sebuah kalimat lolos di bibir Brisa, asisten pribadi Kimberly kala Kimberly baru saja menyudahi rapat. Pagi-pagi Kimberly sudah berada di kantor karena memiliki meeting penting.“Benarkah? Apa penampilanku sangat kacau hari ini?” Kimberly mengambil ponselnya, menyalakan kamera, menatap ke kamera depan ponselnya. Benar saja. Lingkar matanya sedikit gelap. Astaga! Ini penampilannya yang paling kacau.“Hanya sedikit, Nyonya. Anda masih terlihat sangat cantik,” puji Brisa hangat.Kimberly mendengkus tak suka. “Kau itu tidak usah membuatku senang. Aku tahu penampilanku kacau. Lebih baik kau selesaikan saja pekerjaanmu. Jangan ganggu aku.”“Baik, Nyonya. Kalau begitu saya permisi.” Brisa menundukkan kepalanya, pamit undur diri dari hadapan Kimberly.Kimberly hendak menuju ruang kerjanya, tiba-tiba langkah Kimberly terhenti melihat sekretarisnya melangkah dengan terburu-buru…“Nyonya Kimberly,” sapa
Damian meletakan ponselnya ke atas meja. Pria itu baru saja mengakhiri panggilan dengan asistennya. Tampak Damian tersenyum puas kala tahu Kimberly akan datang menemuinya. Well, ini adalah yang Damian tunggu-tunggu. Dalam otak Damian saat ini membayangkan wajah cantik Kimberly yang emosi padanya. Sayangnya emosi Kimberly bukan membuat wanita itu menjadi buruk, melainkan malah terlihat sangat seksi.Damian tak menampik Kimberly memiliki tubuh yang indah. Kulit putih mulus layaknya porselen. Rambut cokelat terang tebal yang akan berantakan jika sudah terbaring di ranjang sangat seksi—membuatnya ingin sekali menarik Kimberly kembali ke ranjangnya. Keindahan tubuh Kimberly membuat otak Damian selalu terselimuti hasrat. Anggaplah Damian memang berengsek meniduri istri keponakannya sendiri. Namun, memang apa salahnya? Lagi pula selama ini Fargo belum menyentuh Kimberly. Itu menandakan hubungan Kimberly dan Fargo memang sudah renggang.Suara ketukan pintu terdengar…“Masuk!” titah Damian teg
Kimberly melempar heels-nya ke lantai kamar sembarangan dan menghempaskan tubuhnya ke sofa. Tampak raut wajah Kimberly begitu kesal dan memendung amarah. Wanita itu menyugar rambutnya kasar. Amarah dalam dirinya menelusup hingga sulit dikendalikan.Kilat mata hazel Kimberly memerah menunjukkan wanita itu sangat emosi. Dia terkenal dengan sosok wanita cantik yang selalu berpenampilan memesona. Namun, untuk kali ini penampilannya seakan begitu kacau akibat amarah yang tertahan dan telah mengumpul dalam diri.“Sialan!” Kimberly mengumpat seraya membanting pelan punggungnya ke sandaran sofa. Benak Kimberly memikirkan tentang pertemuannya dengan Damian tadi. Demi Tuhan! Kesialan macam apa ini? Tujuan Kimberly pergi ke klub malam karena ingin menghilangkan kepenatan dalam otaknya. Namun, kenapa dia malah semakin terjerumus seperti ini?Kimberly memejamkan matanya. Memikirkan cara agar kerja sama ayahnya dan Damian batal. Dia tahu pria berengsek itu pasti akan mencari kesempatan dalam kesemp
Kimberly menyemburkan susu almond yang dia tenggak kala mendengar pertanyaan Damian. Refleks, Fargo memberikan tisu untuk Kimberly. Pun Kimberly menerima tisu dari Fargo dan segera membersihkan bibirnya.Kimberly atau Fargo sama-sama tampak kompak memasang wajah pucat. Fargo cukup cerdas menutupi wajah paniknya. Lain halnya dengan Kimberly yang tak pandai menutupi wajah panik. Namun sebisa mungkin Kimberly tenang.“Hati-hati, Kim. Jika kau sedang minum, tidak baik memikirkan sesuatu. Kau lihat sendiri, kan? Sekarang kau tersedak,” ucap Damian dengan senyuman penuh kemenangan di wajahnya.Kimberly tersenyum canggung. “Maaf, Paman. Otakku terlalu memikirkan pekerjaanku yang sering tertunda.” Dalam hati Kimberly tak henti-hentinya memberikan umpatan untuk Damian. Sungguh, andai saja Fargo tak ada di ruang makan ini, sudah pasti Kimberly akan melempar gelas di tangannya pada Damian.Damian mengangguk-anggukan kepalanya, seolah memercayai ucapan Kimberly.“Ehm.” Fargo berdeham sebentar. Ra
“Pria sialan! Kenapa tidak mati saja!” Kimberly menghentakkan kakinya masuk ke dalam ruang kerjanya. Sejak tadi sepanjang jalan menuju ruang kerjanya—yang dilakukan Kimberly hanya mengumpati Damian. Bahkan semua sapaan para karyawan tak ada yang dia gubris. Bukan bermaksud angkuh, tapi otaknya sedang dalam pikiran yang kacau akibat pria berengsek yang selalu mengganggu hidupnya.“Apa yang membuatmu datang ke ruang kerjamu dan langsung mengumpat seperti ini? Pria sialan mana yang kau maksud?” Carol sudah lama menunggu Kimberly di ruang kerja teman baiknya itu. Namun, kala Carol membaca majalah, wanita itu dikejutkan dengan Kimberly yang masuk ke dalam ruang kerja dalam keadaan mengumpat.Langkah kaki Kimberly terhenti mendengar suara Carol. Tampak Kimberly mengembuskan napas kasar melihat ternyata di ruang kerjanya ada temannya. Emosi dalam dirinya tak bisa terkendali sampai dia tadi mengabaikan asistennya yang bicara padanya. Dia yakin pasti asistennya tadi sudah memberi tahu ada Caro
“Jennisa? Damian?”Kimberly bergumam pelan menyebut nama dua orang itu. Matanya melebar panik kala Jennisa dan Damian mendekat padanya. Shit! Kimberly mengumpat merutuki kebodohannya. Sungguh, dia tak menyangka bertemu dua orang yang tak dia inginkan untuk bertemu. Ditambah dirinya tak sengaja menimpuk kepala Jennisa dengan heels-nya. Kesialan macam apa ini? Demi Tuhan! Sepertinya takdir sedang mengajak Kimberly bercanda.“Kim? Apa ini sepatumu?” Jennisa menunjukkan sepatu heels berwarna merah menyala dan sangat seksi itu ke hadapan wajah Kimberly.Damian yang ada di samping Jennisa menurunkan pandangannya melihat kaki kanan Kimberly yang tak memakai heels. Senyuman samar di wajah Damian terlukis. Tindakan konyol Kimberly membuat Damian menggeleng-gelengkan kepalanya.“Ah, itu—” Kimberly memutar otaknya mencari alasan yang paling tepat. Tak mungkin dia mengatakan yang sejujurnya.“Kim!” Carol berlari menyusul Kimberly. Napas wanita itu terengah-engah akibat mengejar Kimberly. Pun tadi
“Sayang, kalung ini indah sekali. Kau memang yang terbaik. Kau selalu membelikan apa pun yang aku inginkan.” Gilda menatap cermin seraya menyentuh kalung berlian yang baru saja dibelikan oleh Fargo.Raut wajah Gilda semeringah bahagia. Mata wanita itu memancarkan sebuah kebahagian yang tak terhingga. Kalung berlian keluaran terbaru Fargo belikan untuknya. Padahal hari ini bukanlah ulang tahunnya ataupun anniversary mereka. Selama ini memang Fargo selalu memberikan hadiah secara tiba-tiba seperti saat ini. “Kau suka?” Fargo mengecup bahu Gilda, dan memeluk sang kekasih dari belakang begitu mesra.“Sangat suka, Sayang. Kalung ini indah sekali,” ucap Gilda dengan senyuman di wajahnya.“Aku senang jika kau menyukai kalung ini. Aku memesan khusus untukmu.” Fargo mencium pipi Gilda begitu lembut. “Ya sudah, aku harus pulang sekarang. Belakangan ini, Kimberly sangat rewel.”Gilda berdecak kesal. “Aku masih ingin bersamamu, Sayang.”Fargo menangkup kedua pipi Gilda lembut. “Aku mohon mengert