Anggie memayunkan bibirnya disertai air mata yang terus mengalir dikedua belah pipinya sampai menyebabkan bagian wajah yang dilewati air matanya menjadi sembab. Menggigit jari sambil menatap sahabatnya Kayla dengan lirih.
“Jangan nangis lagi, Nggie ... bosan ngeliat kamu begitu terus dari sejak sore. Lagipula inikan yang kamu mau, kita bersenang-senang,” cibir Kayla menyindir Anggie dengan kesal.
Gadis itu memanglah terlihat lebih kuat dan tenang dari Anggie saat ini, terbukti dengan keadaan yang keduanya alami, meskipun merasa cemas yang disertai takut Kayla tidak histeris seperti Anggie.
“Maaf ....” Anggie melirih berkata dengan pelan yang disertai dengan penyesalan.
“Telat dan sudah sangat terlambat,” dengus Kayla sebal.
“Mmm ... terus kita harus bagaimana Key? Kamu dan aku tidak kenal tempat ini, ditambah nomor ponsel mas Gib-gib yang hanya tersisa dalam kontak teleponku kini tak bisa dihubungi. Nomor t
Anggie terbangun tengah malam karena merasa ada sesuatu yang berat sesak menimpa tubuhnya. Perlahan Anggie membuka mata dengan malas dan mengantuk, lalu melirik memeriksa apa yang terjadi pada dirinya.Ternyata Gibran kembali tidur berulah, hampir sebagian tubuhnya menyandar menimpah Anggie dengan seenaknya. Tak sampai di sana, sebab kebiasaan buruk Gibran yang suka tidur menghimpit Anggie ke pinggir juga sedang dilakukannya. Oleh karena itu, Anggie yang terganggu sekuat tenaga menggulingkan Gibran dan berhasil.“Sial! Mas Gib-gib kebiasan deh, kalau tidur suka sekali mengambil jatah tempat tidurku, huhh ....” Anggie terengah sambil meringis dalam keadaan mengantuk.Kemudian karena tak tahan dengan kantuknya, Anggie bergegas menaiki tubuh Gibran seperti yang sudah pernah dilakukannya pada malam pernikahan mereka. Anggie tidur di atas tubuh Gibran dengan acuh tak berpikir dua kali.“Hm, kalau sudah begini, kamu tidak bisa lagi menggangu t
Anggie resah gelisah memikirkan permintaan mertuanya yang tanpa alasan dan tidak bisa ditolaknya itu. Dia berjalan bolak-balik, ke kiri dan kanan sambil memikirkan sebuah solusi untuk mengatasinya. Sial. Hidup memang tidak adil, sangat tidak adil. Bahkan untuk menikmati perasaan malu sampai memerah pun tak dibiarkan. Entahlah hal itu memang di satu sisi membuat Anggie bersyukur, tapi sekaligus merana ketika dengan bersamaan terjadinya hal itu malah membuatnya susah.“Aku harus apa?” Anggie bingung melampiaskan lewat mengigiti ringan jari-jemarinya. “Enggak enak kalau menolak dan tidak patuh. Kesannya entar aku menjadi menantu yang tidak tahu diri.”Anggie beralih memijat ringan pangkal hidungnya agar pusing yang menerpanya bisa teratasi. “Apa aku lakukan saja perintah mama mertua yang satu itu ya ... hmm ....” Anggie berpikir keras. “Ah, memang itukan satu-satunya solusi. Aku harus patuh agar menjadi menantu yang baik, tapi bagaimana ngomongnya pada mas Gib-gip?” A
“Aku enggak mau pulang. Kalau kamu pulang, yasudah ... kamu pulang saja duluan aku nggak akan menghalanginya!” Kayla dengan keras kepala menolak ajakan Adrian setelah tahu kalau Anggie dan Gibran menetap beberapa hari.Keduanya berdebat, akibat memiliki keinginan yang berbeda. Adrian sebenarnya juga tak masalah terus menetap, masalah jaringan disekitar penginapan cukup baik dan stabil disebabkan mungkin akses penginapan yang mereka tempati lebih memadadi jauh dibandingkan pelosok desa tempat awal Anggie dan Kayla teresat. Ya, mereka memang sudah keluar dari zona pelosok tersebut sejak semalam dan penginapan mereka cukup nyaman, tapi masalahnya perkerjaan yang membutuhkan tinjauan langsung darinya yang membuatnya menuntut harus secepatnya pulang.Selain hubungan saudara ipar, sebenarnya hubungan keluarga Kayla sangatlah dekat. Bahkan pernah sekali Adrian dan om galak papanya Kayla, sangat dekat. Seperti hubungan seorang anak dan putranya. Akan tetapi hal itu
Anggie dan Gibran kini kembali pulang setelah menempuh beberapa jam dalam mobil berdua saat perjalanan pulang. Adrian tentunya sudah menemukan Kayla setelah berhasil mendesak Anggie agar jujur kepadanya dibantu oleh Gibran dan mereka juga pulang menggunakan mobil Adrian. Tidak dapat Anggie bayangkan bagaimana nasib sahabatnya setelah insiden tersebut, yang pasti dapat Anggie tebak bahwa Kayla takkan lepas dari amukan Adrian.Anggie. Aku harap kamu baik-baik saja, Key.Kayla Ayu Safira. Jangan khawatir. Adrian bukan siapa-siapa bagiku, jadi dia tidak berhak memarahiku atas tidakan konyolku itu.Anggie. Benarkah? Bukankan dia itu pacarmu? Anggie menatap bunyi pesan yang baru saja dikirimnya pada Kayla dan terpikir tentang hal serupa. ‘Kayla dan Adrian, pacaran? Dilihat dari segi kedekatan keduanya yang tidak normal, Adrian mirip pasangan posesif dan agak garang. Hhmm .... Apa jan
“Baiklah teman-teman kalian makanlah yang banyak sampai kenyang, karena hari ini aku yang teraktir,” celetuk Anggie pada orang-orang yang lebih mirip antek-anteknya ketimbang teman-temannya. Beberapa orang tersebulah yang merupakan kumpulan mahasiswa yang cupu yang sering kali dimanfaatkan dan diperbudak Anggie selama ini.Tanpa berani menolak beberapa orang tersebut mengangguk patuh. “Jangan lupah tambah dan kamu Monika makanlah yang banyak, jangan membuatku menjadi teman jahat yang membiarkan temannya kurus kurang makan!” tambah Anggie membuat Monika takut sehingga memesan makanan yang lebih banyak.Hobi makan mungkin sangat berterima kasih pada kebaikan Anggie kali ini, tapi bagaimana dengan yang sedang diet dipaksa makan banyak dan itu makanan tidak sehat yang mengandung banyak kalori, mana tidak boleh habis sedikit? Bagaimana nasib orang tersebut .... Entahlah, Anggie tidak perduli hal tersebut, karena yang dibutuhkannya adalah menghabiskan uang yang berada di dalam
Anggie menatap memperhatikan desain dan interior rumah yang katanya sebentar lagi akan menjadi tempat tinggal mereka, kemudian menatap Gibran yang ternyata juga sedang menatap ke arahnya. Keduanya saling menatap dalam diam sebelum kemudian Anggie beralih menatap hal lain karena tidak tahan menyelami tatapan Gibran yang begitu menghipnotis.“Apa kamu suka?” tanya Gibran dengan lembut membuat Anggie mengerut heran.‘Perasaan baru beberapa saat lalu dia kelihatan kayak iblis yang siap membunuh orang, lah sekarang udah berubah kaya malaikat ganteng yang siap menggoda iman perempuan sih?!’ gerutu Anggie dalam benaknya.Mengenyahkan isi pikirannya, Anggie beralih kembali menatap seisi ruangan rumah dan kemudian menyadari ada hal yang aneh. Desain dan interiornya merupakan impian Anggie. Calon rumah yang akan menjadi tempat tinggal mereka kelak adalah rumah yang sudah diimpi-impikan oleh Anggie dan sekerang hal itu bukan lagi mimpi, melainkan nyata dan sebentar l
Anggie memutuskan kembali ke tempat calon rumah barunya dengan Gibran atas usul Kayla. Mereka berencana menyelidiki dalang dibalik dua orang penjahat yang dibayar untuk menculiknya dan hal itu dimulai dengan sesuatu yang sudah direncanakan dan disusun sedemikian rapih oleh keduanya.“Rumahmu indah juga, ya, Anggie. Menarik dan seperti yang kamu impikan,” komentar Kayla begitu keduanya memasuki pekarangan halaman rumah.“Jangan bahas hal itu dulu. Nanti saja. Sekarang yang perlu dilakukan adalah menjalankan rencana kita membuat Mas Gib-gib percaya bahwa memang ada orang yang berniat menculikku,” kata Anggie dengan serius dan Kayla tentu saja menganggukinya.“Baiklah. Kalau begitu sekarang mari kita cek ke dalam, siapa tahu ada petunjuk,” jawab Kayla lantas membuat Anggie segera mengiringnya masuk.Kayla mengerutkan dahinya dan kemudian menatap tidak percaya Anggie ketika ia melihat bekas kecerobohan. “Kamu tidak mengunci pintu rumah ini saat pergi tadi?”
Gibran mengiring Anggie ke kamar mereka kemudian mendudukkannya di atas tempat tidur. Tangisannya semakin menjadi disertai sesenggukan, padahal sebelumnya Anggie tidaklah separah demikian. Membuat Gibran merasa sedikit kewalahan mendengarnya meskipun masih sabar dengan setia mengelusi kepala Anggie sambil merangkulnya.“Udah, ya, Nggie ... kan Mas Gib-gib sudah janji untuk menghajar penjahat yang ingin menculik kamu itu. Berhenti nangisnya, nanti mata kamu bengkak dan apa kamu tidak capek menangis terus sedari tadi, hah?” Tanya Gibran diakhir kalimatnya.Mendengar itu membuat Anggie segera mendongak melihat wajah Gibran sejenak, sebelum kemudian ia beralih menarik baju Gibran dan menghapus air mata beserta ingusnya yang sempat keluar pada baju Gibran tersebut.Melihat hal itu membuat Gibran melotot tajam. Beruntung saja Gibran mengingat Anggie ini adalah gadis kecil kesayangannya yang sudah tumbuh menjadi wanitanya dan kini menjadi istrinya, karena jika tidak Gibra
Baik Anggie maupun Gibran, sepasang suami dan istri yang sakit bersamaan itu kini perlahan membaik. Hal itu bukan tidak lain pengaruh dari kehadiran calon sang buah hati. Kehadiran bukan hanya membawa kebahagian bagi seluruh keluarga, tapi juga kesembuhan bagi ibu dan ayahnya.Meski demikian di sisi Anggie, wanita itu belum sepenuhnya sembuh dan tidak jarang kambuh ataupun kumat berreaksi berlebihan sambil meneriakkan kata-kata kalau dirinya bukan pembunuh. Tak jarang ia juga suka menceritakan pengalamannya menyayat kulit para pria tampan, tapi hidung belang suruhan Diana yang hendak melecehkan dirinya.Sebagai solusinya seperti yang telah diketahui sebelumnya, jika keadaan sang buah hati yang belum lahir adalah obatnya, maka ibu mertua dan semua anggota keluarga langsung mengungkit kehamilannya untuk membuatnya tenang dan juga melupakan kejadian yang mengakibatkan dirinya trauma.Keadaan perlahan pulih dan kondisi keluarg
Anggie dengan nafas tersenggal dan ngos-ngosan membuka pintu dengan tubuh yang luar biasa gemetar juga teramat letih dan pucat. Wajahnya memerah kontraks menutupi kulit mulusnya yang seputih susu dan selembut sutera itu.Keringat membanjirinya, hampir sekujur tubuhnya basah dengan beberapa bagian yang bercorak merah yang terjadi akibat cairan merah anyir yang keluar dari kulitnya yang kelupas. Mengalir keluar lewat sudut bibirnya dan juga bagian pelipisnya yang belum mengering menyempurnakan tampilannya sehingga terlihat kacau berantakan.Wanita itu diam membeku berjalan masuk tanpa memperdulikan seseorang yang kaget melihat komdisinya.Gibran yang sebelumnya berada di ruang depan menunggu Anggie yang tiba-tiba saja menghilang, berniat untuk mengomel. Akan tetapi hal itu tidak terjadi dan Gibran dengan seketika malah tercengang seketika menjadi cemas bercampur marah. Cemas melihat kondisi Anggie dan marah pada orang yang m
Kejadian ketika Diana memarahi dan menindas Anggie di depan umum berhasil menciptakan kesan buruk tentangnya dihadapan Gibran. Diana menjadi geram karenanya dan bertambah benci pada sosok yang bernama Anggie. "Aaarrggh!!" Diana mengamuk melembari semua barang dalam ruangannya yang bisa dijangkau tangannya. "Biadap, dasar bocah tengik. Beraninya kamu mempermainkanku, membuatku dibenci oleh Mas Gibran!! Berengsek ... Aaarrggh!" "Awas kau bocah, jika sampai aku mendapatkanmu, kali ini aku tidak hanya akan memberi makan peliharanku dengan tubuhmu, tapi juga akan jual dirimu!!" Gerutu marah Diana tidak tahan dengan perasaannya yang memanas seolah membakar dirinya sendiri dalam kemarahannya. "Hari ini kau boleh menikmati kemenanganmu itu, tapi lain kali jangan harap. Sial! Sial!! Aaarrggh, Rocky, kemarilah ... aku membutuhkan dirimu untuk mendinginkan amarahku!!" Jerit Diana keras. **** Sementara itu di sisi
Setelah berbicara dengan ibu mertuanya lewat telepon perasaan Anggie menjadi sedikit lebih tenang dan melunak. Meskipun masih kesal mengingat bagaimana Gibran dan Diana berpelukan mesra yang membuatnya terluka dan juga kecewa. Namun sedikit demi-sedikit Anggie sudah menerima dan memahaminya.‘Itulah mengapa Mama memintamu pergi ke rumah sakit dan lebih memperhatikan Gibran. Agar wanita iblis itu tidak mempunyai kesempatan mendekatinya, Anggie. Mama tahu kamu kecewa dan merasa diduakan, tapi ketahuilah hubungan apapun yang berhasil diikatkan wanita iblis itu kepada suamimu bukanlah ikatan yang sekuat ikatan hatimu dan Gibran suamimu.’Kata-kata ibu mertuanya terus membayang
Anggie berlari dari Gibran ketika ia berhasil lepas dari pelukan suaminya dan dibelakangnya ada Gibran yang menyusul sambil terus meneriakkan namanya.Melihat hal itu, para perawat dan juga dokter perempuan kepo dan tanpa segaja menyaksikannya drama tersebut, tak tahan untuk tidak berbisik-bisik menggosipi Gibran dan Anggie. Mengakibatkan Diana yang masih di sana menjadi panas dan mendidih."Wanita yang Dikter Gibran kejar itu istrinya?""Kalau dilihat dari kemiripan foto pernikahan Dokter Gibran yang diunggahnya di akun media sosial, wanita itu memanglah mirip dengan istrinya.""Lebih cantik aslinya yah?""Hm, iya. Media sosial memanglah penipu, tapi kali ini tipuannya beda. Jika biasanya membuat oramg cantik sekarang malah berbalik. Kelihatan di foto istrinya dokter Gibran kecantikannya biasa saja. Eh, pas ketemu aslinya, cantiknya kelewatan.""Hm, kamu benar. Wanita yang hamp
Perasaan Anggie bergitu membuncah gelisah sekaligus berdebar senang dan bahagia bercampur aduk sama ratanya. Pernyataan cinta dari Gibran benar-benar tidak Anggie disangka dan Anggie sedikit kaget mendengarnya.Tadinya ia hanya ingin mendebat Gibran seperti kebiasaannya, mencari masalah dan menangis untuk membuatnya merasa lega dari perasaan yang menghimpit keras dadanya hingga membuatnya merasa sesak.Namun apa yang Gibran lakukan benar-benar membuatnya berdebar kencang dan membuat jantungnya berdetak tidak beraturan.Meskipun demikian ia masih terganggu dengan perasaan lain yang masih terselip mengganjal dalam hatinya. Ada wanita lain yang menjadi nomor dua dalam hati Gibran setelah dirinya dan hal itu ditolak mentah-mentah enggan mau berbagi dalam hatinya. Namun boleh dikatakan apa yang sudah Gibran ungkapkan membuat merasa lebih baik dan sedikit merasa lebih baik.Hari ini karena senang dengan ungkapan cin
Anggie terkejut sekaligus menjadi syok. Hatinya terluka mengetahui ada wanita yang diperhatikan Gibran selain dirinya. Setelah mendengarkan penjelasan dari Mertuanya mengenai siapa wanita yang bernama Dinda yang dicurigai merupakan pelaku utama dibalik penculikan yang terjadi kepadanya.Seketika rasa tidak terima menghimpit menyemangati dirinya agar berteriak keras. ingin rasanya marah, mengamuk sekaligus menangis. Namun yang Anggie lakukan hanyalah diam dan termenung sampai beberapa saat berlalu. Beberapa jam dari setelah selesainya ibu mertuanya membantunya mengompres sekitar matanya yang menghitam bengkak.'Haruskah aku menangis lagi setelah semalam aku sudah puas menangis terus. Aku bahkan merasa bahwa mataku yang bengkak belum sepenuhnya sembuh, tapi yang benar saja aku harus menangis,' Anggie berusaha menguatkan hatinya yang cengeng dan juga rapuh. 'Diana wanita jahat itu hanya nomor dua di hati Mas Gib-gib, tapi kenapa rasa
'Ughhh, Mas Gib-gib ini apa-apaan sih? Mengapa mematapku sampai segitunya dan bukannya kasih pelukan kek biar aku berhenti menangis. Aaarrggh, bahkan mataku sudah capek mengeluarkan air mata, tapi dia tenang-tenang saja, huhh ... dasar menyebalkan!!'Gibran terus mengamati istrinya dengan lamat-lamat dan dengan detail mempehatikan lekuk tubuhnya.'Wajahnya agak bercahaya, kulitnya agak memucat, bentuk dadanya lebih bulat dari biasanya dan yang terpenting bagian perutnya agak kelihatan membuncit. Sepertinya dugaanku tidak salah lagi! Anggie memang sudah mengandung anakku. Besok aku harus mengajaknya periksa dan aku harus lebih mewaspadai pergerakannya juga memperhatikannya, jangan sampai anak kami dalam bahaya apalagi jangan sampai kejadian penculikan tadi terjadi lagi. Bagian terpenting lainnya aku juga harus segera mengetahui siapa dalang dibalik penculikan ini dan memberikan orang itu pelajaran. Ah, s
Anggie masih saja menangis meski urusan mereka telah selesai baik sebagai saksi dan memberikan keterangan pada polisi atas kejadian yang barusan terjadi. Bahkan ketika sudah sampai di rumah mereka yang sudah ditunggu oleh kedua keluarga besar mereka yang haraf mencemaskan Anggie, setelah mengetahui kejadian penculikan yang menimpa Anggie. Istrinya Gibran itu masih betah dengan isakan piku yang disertai lelehan air mata yang menyelimuti daerah pipinya.Melihat hal itu para orang tua memaklumi apa yang dilakukan oleh Anggie, mereka pikir mungkin Anggie masih syok dan ketakutan.Berbeda dengan Gibran. Rasa-rasanya dia tidak mempercayai kalau Anggie mengalami trauma setelah penculikannya kali ini. Gibran ingat istrinya itu memang takut, tapi raut wajahnya yang dipikirkan Gibran tidaklah mencerminkan apa yang dikatakan orang-orang. Tapi apa yang membuat Anggie demikian jika bukan karena syok akibat penculikan yang dialaminya, Gibran pun kurang me