Anggie yang merasa kebosanan memutuskan untuk menonton sebuah film malam itu untuk mengisi waktu. Anehnya memang demikian, padahal saat sebelum menikah dan tinggal di kamar terpisah dengan mas Gip-gipnya perasaannya tak pernah seperti ini, merasakan kebosanan dan suntuk secara bersamaan. Biasanya Anggie sebelumnya mempunyai kegiatan memainkan ponsel yang menurutnya selalu tak pernah gagal mempengaruhinya untuk terus memainkannya.
Berbalas pesan, berbicara dan tatap muka dengan papa-mama atau sahabatnya Kayla lewat telepon selalu saja berhasil membuatnya merasa asik dan keseruan sampai lupa waktu.
Namun saat ini setelah menikah hal itu tak ampuh lagi dan akibatnya Anggie mencari pengalihan lain seperti yang sudah diketahui yakni menonton film.
Anggie memilih menonton Jailangkung karena merasa film tersebut hampir mirip dengan kepribadian mas Gip-gip.
“Aaarrggh!!” Jerit Anggie kaget pada saat merasakan hal menyeramkan pada saat menonton.
Bukan adegan film
Anggie menang dan kini dialah yang berhasil mandi duluan, sementara Gibran menunggu di dalam kamar sambil menahan amarahnya yang terpancing oleh aksi kekanakan Anggie. Pria itu mengeras mengepalkan tangannya, tapi sebenarnya dia bisa saja mandi di kamar mandi yang lain kalau saja ia tak malas dan menurutnya mandi di kamar tamu ataupu kamar mandi yang pernah ditempati oleh Anggie pasti merepotkan. Oleh karenanya Gibran memilih menunggu Anggie selesai mengenakan kamar mandi sambil mendengus kasar dan sesekali berteriak menyuruh Anggie agar mandinya dipercepat.“Cepatlah!! Aku sudah sangat terlambat!!” Omel Gibran dari luar kamar mandi membuat Anggie yang tengah mandi mengerucutkan bibirnya sebal.“Palingan cuma alasan doang mau pergi, buktinya sejak bangun nggak ada reaksi terburu-buru. Huhh ... dasar pembohong!” cibir Anggie yang tak terdengar oleh Gibran karena tersamarkan oleh suara air jatuh dari pancuran shower.“Nggie jangan main-main, aku sudah benar-benar tel
Sampai tengah malam ternyata Gibran tidak kunjung pulang semejak pergi siang itu dan membuat Anggie tanpa bisa menepis perasaannya menjadi khawatir.“Itu cowok ngambekan kemana aja ya, kok nggak pulang-pulang?” ringisnya menatap jam yang yang menunjukkan waktu yang membuatnya merinding saja.“Ughh ... haruskah aku terus menunggunya atau bobo duluan saja ya? Ugmm ... tapi kata papaku yang masih awet muda itu nggak boleh.”Anggie meremas piyama tidurnya akibat takut bercampur dengan perasaan cemas yang melandanya. Jujur saja memang ia sering pulang hampir tengah malam saat masih tinggal bersama orang tuanya, tapi hal itu karena dia asik keyapan diluar dengan sok jagoan melakukan kegiatan kurang berfaedah seperti balapab motor, gosipin cowok tampan sampai paling kegiatan paling bodoh menghitung jumlah kendaraan lewat dipinggir jalan bersama Kayla. Ditungguin pulang dan bukannya menunggu orang pulang di ruang tengah yang kini terlihat seram dan mencekam karena sepi aki
Brakk. Anggie melangkahkan kaki jenjangnya dengan anggun keluar dari kamar mandi, membuat Gibran yang masih berada di sana dengan pakaian yang sudah rapih menjadi tercengang. Seketika tatapan Gibran terhipnotis agar terus menatap Anggie dan tidak bisa berpaling.Anggie berjalan seperti model di catwalk yang memamerkan busana, bedanya Anggie malah memamerkan lekuk tubuhnya. Dia acuh seolah tak terganggu akan tatapan aneh Gibran yang sudah seperti predator yang siap menerkam mangsanya.Sesaat sampai di depan lemari Anggie membuka dan meraih pakaian yang hendak digunakan olehnya. Dia tak terlihat akan bergantidi kamar mandi, sebab ketika dirinya mendapatkan pakaiannya Anggie malah terlihat akan memakai pakaiannya di depan lemari di depan Gibran.“Hmm!!” Gibran berdehem keras tak tahan dengan pemandangan yang disuguhkan. Dia tak ingin hilaf dan menjadi berengsek dengan memasakan kehendaknya pada isterinya yang masih trauma dengan hubungan intim.Gibran p
Pada akhirnya Anggie tetap nekat pergi meskipun tanpa mengantongi izin dari suaminya Gibran. Sipat keras kepala dan pantang mundur sebelum mendapatkan apa yang diinginkannya membuat Anggie enggan memperdulikan risiko pergi dengan seenaknya. Dia bersama Kayla saat ini berada dalam bus perjalanan menuju desa oma-nya.Keburukan Anggie tak hanya sampai di sana. Ternyata selain itu Anggie memaksa Kayla ikut dengannya tanpa izin dari kedua orang tuanya Kayla dan mereka pergi hanya dengan izinnya ibu Kayla.“Kau boleh mengumpat kepadaku Kay, tetapi setelahnya aku jamin kamu akan sangat berterima kasih. Kamu pasti akan sangat menyukai liburan di desa oma yang masih asri dan terletak di kaki gunung. Huhh ... pemandang di sana sungguh sangat menyejukkan mata tau!!”Kayla dengan raut wajah betenya hanya mendengus tak bersemangat. “Tapi setelahnya kita pulang dari sana apa yang akan kita terima pasti takkan ramah didengarkan oleh telinga kita,” cibir Kayla memperingatkan.
Anggie memayunkan bibirnya disertai air mata yang terus mengalir dikedua belah pipinya sampai menyebabkan bagian wajah yang dilewati air matanya menjadi sembab. Menggigit jari sambil menatap sahabatnya Kayla dengan lirih.“Jangan nangis lagi, Nggie ... bosan ngeliat kamu begitu terus dari sejak sore. Lagipula inikan yang kamu mau, kita bersenang-senang,” cibir Kayla menyindir Anggie dengan kesal.Gadis itu memanglah terlihat lebih kuat dan tenang dari Anggie saat ini, terbukti dengan keadaan yang keduanya alami, meskipun merasa cemas yang disertai takut Kayla tidak histeris seperti Anggie.“Maaf ....” Anggie melirih berkata dengan pelan yang disertai dengan penyesalan.“Telat dan sudah sangat terlambat,” dengus Kayla sebal.“Mmm ... terus kita harus bagaimana Key? Kamu dan aku tidak kenal tempat ini, ditambah nomor ponsel mas Gib-gib yang hanya tersisa dalam kontak teleponku kini tak bisa dihubungi. Nomor t
Anggie terbangun tengah malam karena merasa ada sesuatu yang berat sesak menimpa tubuhnya. Perlahan Anggie membuka mata dengan malas dan mengantuk, lalu melirik memeriksa apa yang terjadi pada dirinya.Ternyata Gibran kembali tidur berulah, hampir sebagian tubuhnya menyandar menimpah Anggie dengan seenaknya. Tak sampai di sana, sebab kebiasaan buruk Gibran yang suka tidur menghimpit Anggie ke pinggir juga sedang dilakukannya. Oleh karena itu, Anggie yang terganggu sekuat tenaga menggulingkan Gibran dan berhasil.“Sial! Mas Gib-gib kebiasan deh, kalau tidur suka sekali mengambil jatah tempat tidurku, huhh ....” Anggie terengah sambil meringis dalam keadaan mengantuk.Kemudian karena tak tahan dengan kantuknya, Anggie bergegas menaiki tubuh Gibran seperti yang sudah pernah dilakukannya pada malam pernikahan mereka. Anggie tidur di atas tubuh Gibran dengan acuh tak berpikir dua kali.“Hm, kalau sudah begini, kamu tidak bisa lagi menggangu t
Anggie resah gelisah memikirkan permintaan mertuanya yang tanpa alasan dan tidak bisa ditolaknya itu. Dia berjalan bolak-balik, ke kiri dan kanan sambil memikirkan sebuah solusi untuk mengatasinya. Sial. Hidup memang tidak adil, sangat tidak adil. Bahkan untuk menikmati perasaan malu sampai memerah pun tak dibiarkan. Entahlah hal itu memang di satu sisi membuat Anggie bersyukur, tapi sekaligus merana ketika dengan bersamaan terjadinya hal itu malah membuatnya susah.“Aku harus apa?” Anggie bingung melampiaskan lewat mengigiti ringan jari-jemarinya. “Enggak enak kalau menolak dan tidak patuh. Kesannya entar aku menjadi menantu yang tidak tahu diri.”Anggie beralih memijat ringan pangkal hidungnya agar pusing yang menerpanya bisa teratasi. “Apa aku lakukan saja perintah mama mertua yang satu itu ya ... hmm ....” Anggie berpikir keras. “Ah, memang itukan satu-satunya solusi. Aku harus patuh agar menjadi menantu yang baik, tapi bagaimana ngomongnya pada mas Gib-gip?” A
“Aku enggak mau pulang. Kalau kamu pulang, yasudah ... kamu pulang saja duluan aku nggak akan menghalanginya!” Kayla dengan keras kepala menolak ajakan Adrian setelah tahu kalau Anggie dan Gibran menetap beberapa hari.Keduanya berdebat, akibat memiliki keinginan yang berbeda. Adrian sebenarnya juga tak masalah terus menetap, masalah jaringan disekitar penginapan cukup baik dan stabil disebabkan mungkin akses penginapan yang mereka tempati lebih memadadi jauh dibandingkan pelosok desa tempat awal Anggie dan Kayla teresat. Ya, mereka memang sudah keluar dari zona pelosok tersebut sejak semalam dan penginapan mereka cukup nyaman, tapi masalahnya perkerjaan yang membutuhkan tinjauan langsung darinya yang membuatnya menuntut harus secepatnya pulang.Selain hubungan saudara ipar, sebenarnya hubungan keluarga Kayla sangatlah dekat. Bahkan pernah sekali Adrian dan om galak papanya Kayla, sangat dekat. Seperti hubungan seorang anak dan putranya. Akan tetapi hal itu
Baik Anggie maupun Gibran, sepasang suami dan istri yang sakit bersamaan itu kini perlahan membaik. Hal itu bukan tidak lain pengaruh dari kehadiran calon sang buah hati. Kehadiran bukan hanya membawa kebahagian bagi seluruh keluarga, tapi juga kesembuhan bagi ibu dan ayahnya.Meski demikian di sisi Anggie, wanita itu belum sepenuhnya sembuh dan tidak jarang kambuh ataupun kumat berreaksi berlebihan sambil meneriakkan kata-kata kalau dirinya bukan pembunuh. Tak jarang ia juga suka menceritakan pengalamannya menyayat kulit para pria tampan, tapi hidung belang suruhan Diana yang hendak melecehkan dirinya.Sebagai solusinya seperti yang telah diketahui sebelumnya, jika keadaan sang buah hati yang belum lahir adalah obatnya, maka ibu mertua dan semua anggota keluarga langsung mengungkit kehamilannya untuk membuatnya tenang dan juga melupakan kejadian yang mengakibatkan dirinya trauma.Keadaan perlahan pulih dan kondisi keluarg
Anggie dengan nafas tersenggal dan ngos-ngosan membuka pintu dengan tubuh yang luar biasa gemetar juga teramat letih dan pucat. Wajahnya memerah kontraks menutupi kulit mulusnya yang seputih susu dan selembut sutera itu.Keringat membanjirinya, hampir sekujur tubuhnya basah dengan beberapa bagian yang bercorak merah yang terjadi akibat cairan merah anyir yang keluar dari kulitnya yang kelupas. Mengalir keluar lewat sudut bibirnya dan juga bagian pelipisnya yang belum mengering menyempurnakan tampilannya sehingga terlihat kacau berantakan.Wanita itu diam membeku berjalan masuk tanpa memperdulikan seseorang yang kaget melihat komdisinya.Gibran yang sebelumnya berada di ruang depan menunggu Anggie yang tiba-tiba saja menghilang, berniat untuk mengomel. Akan tetapi hal itu tidak terjadi dan Gibran dengan seketika malah tercengang seketika menjadi cemas bercampur marah. Cemas melihat kondisi Anggie dan marah pada orang yang m
Kejadian ketika Diana memarahi dan menindas Anggie di depan umum berhasil menciptakan kesan buruk tentangnya dihadapan Gibran. Diana menjadi geram karenanya dan bertambah benci pada sosok yang bernama Anggie. "Aaarrggh!!" Diana mengamuk melembari semua barang dalam ruangannya yang bisa dijangkau tangannya. "Biadap, dasar bocah tengik. Beraninya kamu mempermainkanku, membuatku dibenci oleh Mas Gibran!! Berengsek ... Aaarrggh!" "Awas kau bocah, jika sampai aku mendapatkanmu, kali ini aku tidak hanya akan memberi makan peliharanku dengan tubuhmu, tapi juga akan jual dirimu!!" Gerutu marah Diana tidak tahan dengan perasaannya yang memanas seolah membakar dirinya sendiri dalam kemarahannya. "Hari ini kau boleh menikmati kemenanganmu itu, tapi lain kali jangan harap. Sial! Sial!! Aaarrggh, Rocky, kemarilah ... aku membutuhkan dirimu untuk mendinginkan amarahku!!" Jerit Diana keras. **** Sementara itu di sisi
Setelah berbicara dengan ibu mertuanya lewat telepon perasaan Anggie menjadi sedikit lebih tenang dan melunak. Meskipun masih kesal mengingat bagaimana Gibran dan Diana berpelukan mesra yang membuatnya terluka dan juga kecewa. Namun sedikit demi-sedikit Anggie sudah menerima dan memahaminya.‘Itulah mengapa Mama memintamu pergi ke rumah sakit dan lebih memperhatikan Gibran. Agar wanita iblis itu tidak mempunyai kesempatan mendekatinya, Anggie. Mama tahu kamu kecewa dan merasa diduakan, tapi ketahuilah hubungan apapun yang berhasil diikatkan wanita iblis itu kepada suamimu bukanlah ikatan yang sekuat ikatan hatimu dan Gibran suamimu.’Kata-kata ibu mertuanya terus membayang
Anggie berlari dari Gibran ketika ia berhasil lepas dari pelukan suaminya dan dibelakangnya ada Gibran yang menyusul sambil terus meneriakkan namanya.Melihat hal itu, para perawat dan juga dokter perempuan kepo dan tanpa segaja menyaksikannya drama tersebut, tak tahan untuk tidak berbisik-bisik menggosipi Gibran dan Anggie. Mengakibatkan Diana yang masih di sana menjadi panas dan mendidih."Wanita yang Dikter Gibran kejar itu istrinya?""Kalau dilihat dari kemiripan foto pernikahan Dokter Gibran yang diunggahnya di akun media sosial, wanita itu memanglah mirip dengan istrinya.""Lebih cantik aslinya yah?""Hm, iya. Media sosial memanglah penipu, tapi kali ini tipuannya beda. Jika biasanya membuat oramg cantik sekarang malah berbalik. Kelihatan di foto istrinya dokter Gibran kecantikannya biasa saja. Eh, pas ketemu aslinya, cantiknya kelewatan.""Hm, kamu benar. Wanita yang hamp
Perasaan Anggie bergitu membuncah gelisah sekaligus berdebar senang dan bahagia bercampur aduk sama ratanya. Pernyataan cinta dari Gibran benar-benar tidak Anggie disangka dan Anggie sedikit kaget mendengarnya.Tadinya ia hanya ingin mendebat Gibran seperti kebiasaannya, mencari masalah dan menangis untuk membuatnya merasa lega dari perasaan yang menghimpit keras dadanya hingga membuatnya merasa sesak.Namun apa yang Gibran lakukan benar-benar membuatnya berdebar kencang dan membuat jantungnya berdetak tidak beraturan.Meskipun demikian ia masih terganggu dengan perasaan lain yang masih terselip mengganjal dalam hatinya. Ada wanita lain yang menjadi nomor dua dalam hati Gibran setelah dirinya dan hal itu ditolak mentah-mentah enggan mau berbagi dalam hatinya. Namun boleh dikatakan apa yang sudah Gibran ungkapkan membuat merasa lebih baik dan sedikit merasa lebih baik.Hari ini karena senang dengan ungkapan cin
Anggie terkejut sekaligus menjadi syok. Hatinya terluka mengetahui ada wanita yang diperhatikan Gibran selain dirinya. Setelah mendengarkan penjelasan dari Mertuanya mengenai siapa wanita yang bernama Dinda yang dicurigai merupakan pelaku utama dibalik penculikan yang terjadi kepadanya.Seketika rasa tidak terima menghimpit menyemangati dirinya agar berteriak keras. ingin rasanya marah, mengamuk sekaligus menangis. Namun yang Anggie lakukan hanyalah diam dan termenung sampai beberapa saat berlalu. Beberapa jam dari setelah selesainya ibu mertuanya membantunya mengompres sekitar matanya yang menghitam bengkak.'Haruskah aku menangis lagi setelah semalam aku sudah puas menangis terus. Aku bahkan merasa bahwa mataku yang bengkak belum sepenuhnya sembuh, tapi yang benar saja aku harus menangis,' Anggie berusaha menguatkan hatinya yang cengeng dan juga rapuh. 'Diana wanita jahat itu hanya nomor dua di hati Mas Gib-gib, tapi kenapa rasa
'Ughhh, Mas Gib-gib ini apa-apaan sih? Mengapa mematapku sampai segitunya dan bukannya kasih pelukan kek biar aku berhenti menangis. Aaarrggh, bahkan mataku sudah capek mengeluarkan air mata, tapi dia tenang-tenang saja, huhh ... dasar menyebalkan!!'Gibran terus mengamati istrinya dengan lamat-lamat dan dengan detail mempehatikan lekuk tubuhnya.'Wajahnya agak bercahaya, kulitnya agak memucat, bentuk dadanya lebih bulat dari biasanya dan yang terpenting bagian perutnya agak kelihatan membuncit. Sepertinya dugaanku tidak salah lagi! Anggie memang sudah mengandung anakku. Besok aku harus mengajaknya periksa dan aku harus lebih mewaspadai pergerakannya juga memperhatikannya, jangan sampai anak kami dalam bahaya apalagi jangan sampai kejadian penculikan tadi terjadi lagi. Bagian terpenting lainnya aku juga harus segera mengetahui siapa dalang dibalik penculikan ini dan memberikan orang itu pelajaran. Ah, s
Anggie masih saja menangis meski urusan mereka telah selesai baik sebagai saksi dan memberikan keterangan pada polisi atas kejadian yang barusan terjadi. Bahkan ketika sudah sampai di rumah mereka yang sudah ditunggu oleh kedua keluarga besar mereka yang haraf mencemaskan Anggie, setelah mengetahui kejadian penculikan yang menimpa Anggie. Istrinya Gibran itu masih betah dengan isakan piku yang disertai lelehan air mata yang menyelimuti daerah pipinya.Melihat hal itu para orang tua memaklumi apa yang dilakukan oleh Anggie, mereka pikir mungkin Anggie masih syok dan ketakutan.Berbeda dengan Gibran. Rasa-rasanya dia tidak mempercayai kalau Anggie mengalami trauma setelah penculikannya kali ini. Gibran ingat istrinya itu memang takut, tapi raut wajahnya yang dipikirkan Gibran tidaklah mencerminkan apa yang dikatakan orang-orang. Tapi apa yang membuat Anggie demikian jika bukan karena syok akibat penculikan yang dialaminya, Gibran pun kurang me