DUAKKK
DUAKKKDUAKKKBeberapa tendangan mendarat di tubuh Haikal saat berhasil mengalahkan Raykel. Para orang yang ditugaskan untuk menjaga di depan oleh Raykel masuk dan membantu tuannya berkelahi. Lima lawan satu, jelas saja Haikal kalah. Ia tak punya kekuatan untuk melawan semuanya."Abang--" teriak Mira histeris. Ia ingin membantu suaminya, namun kedua tangannya kini dicekal oleh salah satu anak buah Raykel."Jangan bergerak, Nona," ucap orang itu merasa kewalahan dengan Mira yang terus memberontak."Jahanam kalian, jangan pukuli suamiku!" teriaknya pilu.Hati Mira sakit menyaksikan semuanya. Tubuh Haikal sudah tak berdaya, namun kelima orang itu masih terus menghajarnya."Rasakan kau!" ucap Raykel dengan suara seraknya. Jelas saja ia kesulitan bicara, sebab Haikal telah memukulinya membabi buta.Raykel bangkit sambil memegangi perutnya. Sebuah senyum penuh kemenangan terukir jelas di sudut bibirn3 hari berlaluMiranda tak beranjak sedikit pun dari sisinya. Haikal sudah memintanya untuk pulang dan beristirahat, tetapi Miranda menolak dan memilih menemani suaminya.Miranda meraih jemari dan mencium punggung tangan suaminya. Matanya berkaca-kaca menatap kulit pucat pasi dengan beberapa luka goresan kecil di sekitar wajah, lengan, dan kaki."Maafkan abang karena sudah merepotkanmu," ucap Haikal sambil mengusap lembut pipi istrinya."Ini sudah kewajibanku, Bang." Miranda saat ini tengah mengelap badan suaminya dengan handuk kecil basah yang sudah diperas."Ochan membutuhkanmu, Mir." Haikal khawatir dengan keadaan anaknya yang sering ditinggal selama 3 hari ini. Miranda hanya pulang sebentar, lalu balik lagi ke rumah sakit."Abang tidak perlu khawatir, Anni pasti akan menjaganya," ucap Mira tersenyum. Sejujurnya Mira juga merasa bersalah pada putranya, namun ia berjanji setelah ini akan mengutamakan Ochan.Setelah ber
"Pelan-pelan saja, pasti bisa kok." saat ini Mira tengah membantu suaminya berjalan tanpa kursi roda."Katanya gak parah, tapi kok abang merasa kesulitan ya, Mir," ucapnya memelas."Payah, baru begitu saja putus asa. Semangat sayangku," ucap Mira dengan mengedipkan sebelah mata. Hal itu membuat Haikal semakin bersemangat."Auww, sakit sakit." Haikal memegangi kakinya yang terasa kram. Berkali-kali ia mencobanya, rasa sakit itu semakin menjadi."Lebay." bukannya prihatin, Miranda malah terkekeh dengan ekspresi sang suami."Makanya abang tuh belajar bela diri dong, biar bisa melawan banyak orang. Jangan bisanya ke dukun saja buat melet aku," ucapnya terkekeh."Kamu ngeremehin abang hah?" Haikal tak terima dirinya dianggap tak bisa bela diri. Jelas-jelas ia sanggup mengalahkan banyak orang, hanya saat itu kondisinya berbeda. Penyerangan mendadak yang dilakukan anak buah Raykel, membuatnya tak bisa berkutik."Bukannya ngerem
"Abang yakin sudah bisa kerja?" tanya Mira sambil menyiapkan kemeja untuk suaminya.Setelah 1 minggu belajar jalan, kini Haikal sudah membaik kondisinya."Yakin, sayang. Banyak kerjaan di kantor yang harus abang selesaikan. Kasian Joe sama Lussi yang keteteran gak ada abang," ucap Haikal."Tapi kaki abang kan masih kaku?""Tidak apa-apa. Yang penting sudah bisa jalan.""Ya sudah, kalau sakit jangan dipaksain ya," ucap Mira khawatir."Iya, kamu tenang saja. Di kantor juga duduk doang."Selesai membantu Haikal berpakaian, Mira langsung mengantarnya sampai ke depan pintu. Haikal tidak sarapan hari ini, katanya pengan sarapan di kantor. Mira pun membawakannya bekal yang sudah ia siapkan sebelumnya."Hati-hati di jalan ya. Kalau sudah sampai hubungi aku," ucap Mira. Ia mengulurkan tangannya hendak menyalami sang suami."Iya, sayang," jawab Haikal tersenyum. Tak lupa juga ia berikan kecupan sayang di kening s
Setelah gadisnya merasa lebih tenang, Jaja langsung membawa Cindy duduk kembali. Ia usap air matanya menggunakan tangan. Lalu dikecupnya kening Cindy dalam dan sangat lama.Cindy meresapi sentuhan lembut pada keningnya. Bahkan ia menahan pinggang Jaja agar lebih lama menciumnya."Jangan ditahan seperti ini. Nanti kalau kakak khilaf bagaimana?" ucap Jaja dengan napas tersengal. Jujur ia sedang menahan napsunya yang perlahan mulai bangkit.Cindy tersenyum nakal. Ia semakin menggoda Jaja dengan menggigit bibir bawahnya."Ohhh, damn it!" Jaja mengusap wajahnya kasar. Kalau seperti ini ia bisa khilaf. Bagaimana pun juga dirinya manusia normal."Jangan memancingku, Cin. Apa kau tidak takut kalau aku bertindak lebih? Aku bisa saja memperkosamu," ucap Jaja menyeringai."Lakukan saja kalau berani," ucap Cindy menantang. Ia semakin mempepetkan tubuhnya sambil meremas paha Jaja."Kau nakal sekali," ucapnya serak. "Baiklah, jangan s
3 bulan kemudian"Selamat ya, Pak. Istri Anda dinyatakan positif hamil. Usia kandungannya sudah memasuki minggu ke enam," ucap sang dokter.Bagai mendapat durian runtuh, Haikal bersujud syukur sambil mengucapkan alhamdulillah sebanyak-banyaknya. Kabar bahagia ini membuat hatinya bertalun-talun. Bahkan Haikal sampai menitikkan air matanya.Begitupun Miranda, ia terharu dengan kabar mengejutkan ini. Beberapa bulan menjadi istri Haikal, akhirnya ia dikasih kepercayaan juga."Jangan lupa di minum vitaminnya, dan juga jangan terlalu kecapaian. Karena kehamilan muda itu sangat rentan. Jadi sebisa mungkin dijaga dengan baik," jelas dokter."Iya, Dok. Terima kasih banyak atas sarannya. Kalau begitu kami permisi," ucap Haikal.Sepanjang perjalanan, Haikal tak hentinya memandangi Mira. Membuat Mira pun merasa risih dengan tatapan suaminya."Abang kenapa sih mandangin aku terus," ucapnya sinis."Abang bahagia, sayang. Teri
Seperti halnya yang dirasakan ibu-ibu di luar sana yang sedang hamil muda, Miranda pun juga mengalami morning sickness yang parah. Setiap bangun tidur ia merasakan kepalanya berdenyut serta muntah-muntah. Hal itu membuat Haikal khawatir dan pada akhirnya tidak berangkat ke kantor.Demi menjaga sang istri, Haikal selalu memperhatikan pola makan Mira. Walaupun kadang wanita itu tidak bisa dikekang karena keinginannya yang ngidam aneh-aneh. Seperti saat ini, sudah sering Haikal memintanya untuk tidak makan terlalu pedas karena bisa saja mempengaruhi janinnya. Akan tetapi, Miranda tak mengindahkan ucapan sang suami. Dan semua keinginannya harus dituruti atau jika tidak Haikal akan kena imbasnya."Sayang, sudah ya makannya. Karena seharian ini kamu makan pedes terus," bujuk Haikal lembut. Ia menatap istrinya yang tengah makan bakso dengan sambal 10 sendok."Ini kurang pedes," ucap Mira."Astaga, Mir. Nyebut deh. Kamu gak kasian sama janin yan
"Sayang." Haikal terus membujuk istrinya yang merajuk.Dari kemarin semenjak perdebatan mereka, Miranda enggan untuk makan. Bahkan Haikal beberapa kali membawakannya makan ke dalam kamar, namun percuma saja Miranda tak menyentuh sedikit pun."Kamu boleh marah sama abang. Tapi abang mohon, kasihani janin yang ada dalam kandungan kamu. Dia juga butuh asupan gizi, sayang. Kalau begini terus abang khawatir," ucapnya memelas."Gak laper," jawab Mira acuh tak acuh. Ia sedang membaca buku berjudul "suami tak berperasaan" Dari judulnya saja Haikal tahu kalau istrinya sedang menyinggung."Sekarang kamu mau apa? Biar abang buatkan yang lain ya?" tawar Haikal. "Mau susu atau mau apa?"Mira mendengus kesal. Ia melempar buku yang sedang dibacanya ke samping."Abang dengar tidak sih? AKU TIDAK LAPAR!" tegasnya dengan sorot mata yang tajam.Haikal meneguk salivanya susah. Ia langsung merinding melihat tatapan mematikan yang d
Malam semakin larut Sesudah menghubungi Joe untuk mengatur keberangkatannya ke Bali esok hari. Haikal langsung mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke sana. Sementara Mira sudah tidur dengan pulas akibat kelelahan menjalani ibadah malam seperti biasa. Haikal memang selalu meminta jatah. Walaupun ia sadar istrinya tengah hamil, akan tetapi Haikal melakukannya dengan lembut dan melepaskan di luar.Satu hal yang terus terngiang di pikiran Haikal setelah selesai berhubungan suami istri. Tanda berbentuk love di bawah pusar. Tanda itu mengingatkan ia pada masa lalu. Walaupun Haikal sudah berusaha melupakannya untuk tidak mencari tahu siapa gadis yang ia tiduri, namun tetap saja jika sedang sendiri pikirannya melayang ke sana."Apakah dia Miranda? Apakah gadis lain? Tapi tanda itu? Apakah aku harus mencari tahu lagi? Tapi bagaimana kalau gadis itu ternyata memang benar Miranda? Apakah dia akan memaafkan semua kesalahanku?" pertanyaan-pertanyaan cem