Share

Mantan Tunangan

Author: Purplexyiii
last update Last Updated: 2025-03-20 17:00:46

Lucian tidak serta-merta menjawab. Dia mengangkat sendoknya dulu, menyeruput kopi yang baru saja datang, seolah menimbang apakah pertanyaanku layak mendapat jawaban atau tidak.

Kemudian dengan suara dan ekspresi tenang, dia berkata, “Iya, itu benar."

Aku mengerjap perlahan. Aku mendengar tidak ada keraguan dalam suaranya, juga tidak ada upaya untuk menyangkal.

Tapi bukannya merasa puas, aku justru semakin ingin tahu. Pernikahan mereka dibatalkan mendadak—itu yang Felix katakan.

Sayangnya sebelum aku berkata, Lucian kembali bicara dengan suara datar seperti tidak berminat membahas topik itu.

“Tapi kau tidak perlu memikirkannya. Simpanlah rasa penasaranmu."

Aku mengangkat alis secara refleks. Memperhatikan Lucian yang meletakkan cangkir kopinya, lalu menatapku.

“Aku tidak memiliki perasaan pada Celeste seperti yang kau bayangkan. Aku juga tidak berniat mengingat lagi kenangan yang tidak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pertunjukan Drama

    Kami baru saja keluar dari restoran ketika tiba-tiba Lucian menarikku ke arahnya. Aku terhuyung sedikit, tidak siap dengan gerakan mendadaknya. "Apa—" "Ssstt, diamlah." Dia berbisik dengan lembut. Tangannya yang kokoh melingkari pinggangku, menahanku tetap dekat dengannya. Aku bisa merasakan detak jantungnya yang stabil, kontras dengan debaran di dadaku sendiri yang tiba-tiba melonjak drastis. Aku hampir bertanya apa yang terjadi ketika dia sedikit menunduk, bibirnya hampir menyentuh telingaku. "Mereka mengikutimu," ucapnya pelan. Aku merasa tubuhku membeku. "Siapa?" Lucian terdiam sebentar. Matanya sekilas melirik pantulan kaca restoran di depan kami. "Celeste dan Damien." Aku spontan ingin menoleh, tapi Lucian menahanku dengan sedikit menekan punggungku. "Jangan melihat langsung." Aku menghela napas pelan. "Mereka menguntit kita?" "Mungki

    Last Updated : 2025-03-20
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Istri Paling Bahagia

    Butik yang aku pilih bukan yang paling mewah di kota ini, tapi tetap memiliki reputasi tinggi. Tempat ini terkenal dengan koleksi busana eksklusif yang elegan tanpa terlalu mencolok. Saat Lucian memarkir mobil di depan butik, aku merasa sedikit aneh. Aku tidak terbiasa berbelanja dengan seorang pria—apalagi pria yang statusnya sebagai suamiku masih terasa seperti ilusi yang belum sepenuhnya kupahami. Lucian membuka pintu untukku, dan aku melangkah masuk ke butik yang terasa sejuk dengan pencahayaan lembut. Begitu melihat kami, seorang pegawai langsung menghampiri. "Selamat datang di Belle Élise. Ada yang bisa kami bantu?" Lucian mengangguk singkat ke arahku, seolah memberi isyarat bahwa aku yang bertanggung jawab atas kunjungan ini. Aku tersenyum kecil. "Aku ingin melihat koleksi gaun terbaru kalian." Wanita itu mengangguk dengan ramah, lalu mulai membimbing

    Last Updated : 2025-03-20
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Hiburan di Butik

    Aku bisa merasakan bagaimana Celeste menatapku dengan ekspresi terkontrol, tapi matanya menyiratkan sesuatu yang lain. Kekesalan. Bagus. Aku berbalik ke pegawai butik dan tersenyum. "Sepertinya aku ingin mencoba satu gaun lagi sebelum pergi. Ada koleksi terbaru yang lebih … eksklusif?" Pegawai itu mengangguk cepat. "Tentu, Nyonya Devereaux. Kami memiliki koleksi terbatas yang baru tiba minggu ini." Aku melirik Celeste sekilas sebelum berkata, "Koleksi terbatas? Kedengarannya menarik. Pastikan aku mendapatkan yang terbaik, ya?" Celeste jelas tidak menyukai nada santai dalam suaraku. Aku bisa melihat dari ekor mataku bagaimana bibirnya sedikit menegang. Aku tahu dia ingin mengatakan sesuatu, tapi menahan diri karena situasi. Lucian tetap diam, tapi aku yakin dia menikmati ini dalam caranya sendiri. Aku berjalan dengan anggun ke ruang pas, sementara pegawai butik membawakan satu set gaun eksklusif yang tampaknya hanya tersedia dalam jumlah terbatas. Saat aku mencoba salah satunya

    Last Updated : 2025-03-21
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Kunjungan Ke Rumah

    Suara dering ponsel tiba-tiba memecah keheningan di dalam mobil. Lucian mengangkatnya tanpa mengubah ekspresi, matanya tetap fokus pada jalan. Aku melirik sekilas, menangkap namanya di layar: Haelyn Devereaux. Aku langsung tahu ini bukan percakapan biasa. Karena itu adalah nama ibunya Lucian. Lucian menjawab, suaranya datar seperti biasa. "Iya? Ada apa?" Aku tidak bisa mendengar suara di ujung sana, tapi butuh waktu kurang dari lima detik sebelum Lucian menarik ponsel menjauh dari telinganya seolah ingin menghindari ledakan suara. Wajahnya tetap tenang, tapi saat aku melirik aku bisa ujung rahangnya sedikit mengetat. "Oh," gumam Lucian setelah seseorang di sana selesai bicara. "Baiklah." Lalu panggilan berakhir. Lucian terdengar menghela napas berat. Aku langsung menelan ludah, merasa firasat buruk merayapi tulang punggungku. "Apakah itu ibumu?" Lucian menyandarkan tangannya ke kemudi, matanya beralih padaku sejenak sebelum kembali ke jalan. "Kau benar." Aku menunggu

    Last Updated : 2025-03-22
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Merasakan Kekalahan

    Suara melengking itu langsung memenuhi udara. Aku bahkan belum sempat menoleh sebelum seorang wanita dengan gaun mahal dan rambut disanggul rapi berjalan cepat ke arah kami. Mata coklatnya menyipit tajam ke arahku. Haelyn Devereaux. Aku belum pernah bertemu dengannya, tapi aku bisa langsung tahu bahwa wanita ini adalah seseorang yang tidak bisa dihadapi dengan sembarang cara. Dia berhenti di depan kami, matanya masih terkunci pada wajahku, sebelum akhirnya bergumam sinis. "Jadi, ini menantu yang kau pilih?" Aku bisa merasakan tubuhku menegang. Ini lebih mengerikan dari sidang skripsi. Tapi Lucian hanya berkata dengan tenang, "Ibu, namanya Seraphina." Haelyn mendecakkan lidahnya, lalu melipat tangan di depan dada. "Sungguh tidak sesuai dengan ekspektasi. Aku pikir kecantikannya di atas Celeste." Aku menarik napas dalam-dalam, berusaha tetap anggun dan tenang. Aku sudah memperkirakan ini, bukan? Meskipun aku tidak menyangka dia akan membandingkanku dengan istri Damien. Na

    Last Updated : 2025-03-22
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Pembicaraan Menegangkan

    Ruangan tamu di rumah keluarga Devereaux terasa lebih seperti ruang sidang daripada tempat berkumpul. Langit-langitnya tinggi dengan lampu gantung emas yang berkilauan, dan perabotannya mencerminkan kemewahan yang melebihi kata mewah itu sendiri. Aku duduk di sofa panjang dengan Lucian di sampingku, sementara Haelyn dan Matteo duduk berhadapan. Haelyn masih dengan ekspresi tajamnya, sementara Matteo tampak lebih netral—atau mungkin hanya lelah dengan semua ini. Veronica memilih untuk tidak ikut. Tentu saja. Dia mungkin sedang mengatur strategi baru untuk menyerangku nanti. Lucian kemudian membuka suara langsung ke inti permasalahan. "Jadi, kenapa kalian memanggilku pulang?" Haelyn menegakkan punggungnya. "Lucian, kau benar-benar perlu bertanya? Astaga. Kami bangun pagi-pagi hanya untuk membaca berita bahwa putra kami sudah menikah secara mendadak, tanpa pemberitahuan apa pun?" Lucian tampak tidak terganggu. "Berita itu tidak salah. Aku memang menikah." Haelyn mendecakkan lidahny

    Last Updated : 2025-03-23
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Berkeliling Gedung

    "Jadi, sampai kapan kau menganggap tidak ada orang di sini?" Suaraku menggema di dalam lift VIP yang sedang bergerak naik. Aku berdiri dengan tangan terlipat di depan dada, memandang Lucian yang bersandar santai di sudut lift. Lucian menatap pantulan dirinya di dinding logam, lalu menoleh dengan alis sedikit terangkat. "Aku tidak ada topik pembicaraan.""Lucian." Aku mendesah pelan. "Kau cukup menyebalkan."Sebelum Lucian sempat menjawab, ponselnya tiba-tiba bergetar. Dia melirik layar lalu beralih padaku. "Aku harus mengangkatnya."Aku memutar mata malas. "Silakan saja."Lucian menjauh, berdiri menghadap dinding lift. Nada suaranya berubah serius begitu dia mulai berbicara. Aku menatap punggungnya dengan pandangan penasaran. Lift berhenti di lantai yang kami tuju, tetapi Lucian menahan pintu dengan satu tangan sambil masih berbicara di telepon. Dia menoleh sebentar. "Ada urusan mendesak. Kau ke ruanganku dulu saja.""Apa itu masalah serius?""Iya, sangat serius. Aku harus segera p

    Last Updated : 2025-03-24
  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Makan di Kantin Karyawan

    "Felix, ini serius kantin untuk karyawan?" Aku berhenti di depan pintu kaca besar bertuliskan Devereaux Cafeteria. Suara ramai dari dalam terdengar jelas, bercampur aroma sedap yang menggoda. Felix berdiri di sebelahku dengan pandangan menatap sekeliling seolah mewaspadai sesuatu. "Iya, Nona," jawab Felix sambil menoleh padaku. "Tapi ini memang bukan sembarang kantin. Ini tempat yang sering dibilang kantin kantor yang paling mewah dan berbintang lima."Aku spontan menggeleng takjub. "Kedengarannya sombong.""Dan itu fakta." Felix berganti menatapku serius. "Anda yakin ingin makan di sini?""Kenapa tidak?" Aku mendorong pintu kaca dengan percaya diri. "Aku juga bagian dari perusahaan ini. Aku bebas makan di mana saja. Lagi pula aku bosan dengan makanan di kantin VIP."Felix sepertinya tidak tahu harus menjawab apa. Dia hanya mengikuti dari belakang saat aku mulai melangkah masuk.Di dalam, suasananya jauh dari kata biasa. Ruangan luas dengan langit-langit tinggi, dihiasi lampu gantun

    Last Updated : 2025-03-24

Latest chapter

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Selalu Terbayang Wajahnya

    Aku mengerjapkan mata, disambut langit-langit apartemen yang memantulkan cahaya lembut dari luar. Sisa kantuk masih membayang, namun tubuhku terasa lebih segar dibandingkan semalam. Di tepi pantai yang dingin itu, aku merasa lebih dekat dengan Lucian daripada sebelumnya. Aku tak tahu apa yang akan terjadi esok, tapi aku ingin menjalani setiap detik bersamanya. Melirik ke samping, tempat Lucian biasa berbaring sudah kosong. Aroma kopi yang kaya dan masakan hangat menyeruak dari arah dapur, menggoda perutku yang mulai berbunyi. Aku bangkit, merapikan rambut yang sedikit acak-acakan, lalu melangkah keluar kamar. Pemandangan di ruang makan membuatku tersenyum lebar. Meja dipenuhi hidangan menggugah selera: nasi goreng dengan aroma rempah, telur mata sapi yang kuningnya mengilap, sosis panggang, dan pancake bertabur buah beri segar. Lucian berdiri di dekat kompor, memegang spatula dengan konsentrasi penuh. "Kau masak semua ini?" tanyaku, sedikit tak percaya. Meskipun sudah berkali-kali

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Keintiman yang Membakar

    Apakah mungkin aku mencintai pria ini lebih dari yang seharusnya? Pertanyaan itu bergoyang di pikiranku sepanjang sisa malam. Olivia tampak berbahagia, berbagi tawa di sudut ruangan. Edward asyik dengan obrolannya sendiri, sementara Aristella dan Dawson menikmati irama musik pesta. Aku? Aku berjuang keras untuk tidak melirik Lucian terlalu sering, meski tatapannya terasa seperti bara yang membakar punggungku. Saat jarum jam menunjukkan pukul sebelas malam, Lucian menghampiriku. "Apa kau sudah siap untuk pulang, Seraphina?" tanyanya. Nada suaranya rendah, hanya untukku. Aku mengangguk, lega akhirnya bisa lepas dari keramaian. "Sebentar, aku ingin berpamitan dulu dengan ibu dan ayah." Setelah berpamitan dengan kedua orang tuaku, aku melangkah menuju mobil Lucian. Malam ini, dia memilih Aston Martin DB11 berwarna abu-abu gelap, gagah dan elegan, mencerminkan sosoknya. Cahaya lampu jalan memantul di bodi mobil, menciptakan kilau yang memukau. Di dalam mobil, suasana terasa lebih

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Hadiah Luar Biasa

    Suara alat musik gesek berpadu sempurna dengan denting gelas dan percakapan para tamu undangan. Aroma champagne dan bunga-bunga putih memenuhi udara. Ballroom yang didominasi warna emas dan nude itu terlihat elegan. Lantai marmernya memantulkan kilauan lampu gantung kristal raksasa yang bergelantungan tepat di atas panggung utama. Aku berdiri di dekat meja bundar tempat para petinggi Devereaux Group duduk. Gaun satin biru tua yang kupakai menyentuh lantai, dengan punggung terbuka dan potongan pinggang yang memperlihatkan sedikit kulit. Aku merapikan anting berlian di telingaku sambil sesekali meneguk air putih. Lucian berdiri tidak jauh dariku, dikelilingi oleh beberapa kolega bisnisnya. Wajahnya seperti biasa: tenang, dingin, tapi semua mata tetap tertuju padanya. “Seraphina." Suara Olivia terdengar dari belakangku. Gadis itu menyodorkan segelas mocktail. “Kau dari tadi hanya minum air putih. Setidaknya minum ini.” Aku menerimanya dengan senyum kecil. “Terima kasih.” “Kau t

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Romantis dengan Caranya

    Air kolam berkilauan memantulkan cahaya lampu dari sisi dinding apartemen. Angin malam menyapu pelan permukaan air yang tenang. Aku berdiri di pinggir kolam, membetulkan tali halter bikini hitamku yang sedikit longgar. Rambutku sengaja kukuncir tinggi agar tidak mengganggu. "Kau yakin tidak akan kedinginan?" Lucian muncul dari pintu kaca geser dengan hanya mengenakan celana renang warna gelap. Dada dan perutnya basah terkena uap dari dalam apartemen, kulitnya tampak kontras dengan pencahayaan lampu sekitar kolam. Aku menoleh sedikit, menahan diri agar tidak memandangi terlalu lama. "Aku baik-baik saja. Kau yang justru harus hati-hati, jangan sampai masuk angin." Lucian berjalan santai ke arahku. Wajahnya seperti biasa—dingin dan tenang, tapi matanya tidak bisa bohong. Ada cara tertentu dia memandangku yang hanya aku mengerti. Tanpa berkata apa-apa, dia menarik tanganku dan menggenggamnya. Kulitnya dingin tapi menenangkan. "Masuk sekarang atau lebih baik lempar?" gumamnya. Aku m

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Olahraga Bersama Suami

    "Tarik nafas. Tahan. Lalu lepaskan dengan perlahan. Jangan terburu-buru, Seraphina." Suaranya yang sedikit serak dan rendah terdengar jelas meskipun suara alat-alat berat dan musik instrumental mendominasi ruang gym. Aku berdiri di depan cermin besar, kedua tanganku menggenggam kabel pulley dengan posisi sedikit menunduk. Bahuku cukup tegang. Lucian berdiri tepat di belakangku. Jarak kami nyaris tidak ada. Napasnya menyentuh pelipisku. Aku menggigit bibir. "Aku tidak mengerti ini kegunaannya untuk otot yang bagian mana?" gumamku, mencoba terdengar datar. Padahal pikiranku sudah kemana-mana. "Bagian punggung dan lengan, tapi Kau terlalu tegang. Santai saja. Tarik ke arah bawah, gunakan tenaga bahu. Jangan hanya memakai pergelangan tangan." Tangannya menyentuh pergelangan tanganku. Hangat dan mantap. Dia menuntunku menggerakkan alat. Sentuhannya terlalu lama untuk sekadar instruksi. Aku menelan ludah. "Apa kau tidak lelah mengajariku dari tadi?" "Aku tidak akan pernah le

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Sudahkah Malam Pertama?

    "Aku serius. Jangan mencium lagi, Lucian. Aku harus segera berangkat." Namun, Lucian tidak peduli. Tangannya tetap melingkar di pinggangku, kepalanya menunduk, mencium pelipisku sekali, dua kali, lalu turun ke pipi. Aku memiringkan wajah, berusaha menghindar, tapi dia justru menahan daguku erat. "Aku tidak akan lama. Serius!" ucapku lagi dengan suara yang sudah mulai kesal. Lucian menatapku datar, tapi terlihat memohon seperti anak kecil. "Malam ini aku tidur sendiri. Itu masalah yang sulit." Aku mendorong dadanya pelan. "Masalah sulitmu tidak lebih penting dari ayahku yang menyuruhku pulang." "Sebenarnya kenapa dia menyuruhmu pulang? Dia tahu kau sudah menikah. Artinya rumahmu di sini bersamaku." "Astaga, Lucian." "Sayang." Aku menahan napas. Sial. Kenapa dia harus memanggilku seperti itu sekarang? Aku mengeram pelan untuk berusaha sabar. "Jangan mulai menyebalkan lagi. Aku benar-benar harus berangkat. Ayah pasti sudah lama menungguku." "Baiklah, aku akan ikut."

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Jangan Melanggar Lagi

    Hari ini tidak ada rapat besar. Aku baru sadar ketika membuka pintu ruang kerja Lucian dan mendapati dia duduk santai di sofa panjang, tanpa jas, hanya kemeja putih yang lengannya digulung hingga siku. Beberapa kancing atas dibiarkan terbuka. Pemandangan yang terlalu menggoda untuk dibiarkan begitu saja. "Kau tidak ada rapat hari ini?" Lucian melirikku singkat. "Tidak. Aku hanya menyelesaikan laporan pribadi." Aku melangkah masuk, menutup pintu pelan, lalu berjalan menuju sofa tempat dia duduk. Aku meletakkan tas tangan di meja dan duduk di sampingnya. Tanganku meraih berkas yang dia baca dan meletakkannya ke meja. "Kalau begitu, kau bisa diganggu sebentar, kan?" Dia mengangkat alis. "Gangguan macam apa yang kau tawarkan?" Aku tidak menjawab. Tubuhku bergeser, mendekat hingga hampir memojokkan dia ke sudut sofa. Tanganku menyentuh kerah kemejanya. "Kau terlalu santai. Aku tidak terbiasa melihatmu seperti ini." "Itu artinya kau harus membiasakan diri." Aku tertawa kecil.

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Cara Dia Mencintai

    Aku baru saja selesai mengeringkan rambut ketika suara ketukan pelan terdengar dari balik pintu kamar mandi. "Seraphina." Suara itu memang terdengar tenang tanpa godaan, tapi aku masih bisa mendengar sedikit nada iseng di baliknya. Aku akhirnya membuang napas pelan. "Apa, Lucian?" "Kau mau mandi bersamaku?" "Astaga." Aku menggumam pelan. Aku tahu ini pasti ulahnya lagi. Selalu ada saja caranya menjahiliku, dan kali ini jelas-jelas aku tidak akan membiarkannya menang. "Tidak," jawabku cepat sedikit berteriak. Lalu beberapa saat kemudian tidak ada balasan apapun. Aku akhirnya membuka pintu, dan ternyata dia sudah pergi, aku segera melangkah cepat keluar dari kamar mandi. Tubuhku masih diselimuti aroma sabun ketika aku melangkah ke dapur dengan handuk melilit rambut dan baju mandi satin berwarna lembut. Mataku langsung menangkap sosok Lucian yang tengah menata piring di meja makan. Dia tampak fokus, kedua tangannya lincah mengatur sendok dan garpu, dan ... entah kenapa, p

  • Terpikat Hasrat CEO Dingin    Bolehkah Menyentuhmu?

    Aku sudah berbaring di tempat tidur, memunggungi Lucian yang masih duduk dan membolak-balikkan lembar dokumen di sampingku. Tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku ataupun mulutnya sejak kami masuk kamar. Entah kenapa, aku merasa canggung. Ini mungkin pertama kalinya sejak kami resmi menikah, aku tidak merasa marah, tidak merasa tertekan, hanya sedikit bingung. Tiba-tiba, aku merasakan tubuhku ditarik ke belakang. Lucian melingkarkan lengannya di pinggangku, lalu menekan tubuhnya ke arahku. Tubuhku seketika kaku, tetapi tidak bisa bergerak karena pelukannya terlalu erat. Kepalaku menyentuh dadanya, dan kakinya melingkar di kakiku. Seolah-olah aku sedang dipenjara dalam kehangatan yang tidak bisa kutolak. "Lucian," bisikku menahan gugup. Bukannya menjawab, Lucian justru mengecup bagian atas kepalaku. Hangat. Lembut. Dan terlalu membuat jantungku berdetak lebih cepat. "Terima kasih," kata Lucian tiba-tiba. Suaranya nyaris seperti gumaman, tapi cukup jelas di telingaku. "T

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status